- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
MErudapaksa SETAN SETAHUN DI KONTRAKAN BERHANTU JOGJA
TS
ki.bogowonto
MErudapaksa SETAN SETAHUN DI KONTRAKAN BERHANTU JOGJA
Selamat pagi, siang, sore dan malam agan sista se-jagad KASKUS. Guna meramaikan dunia perdhemitan di Indonesiah ini, perkenankanlah ane yang bisa kalian panggil Kace untuk menceritakan pengalaman horror yang pernah ane dan teman-teman ane alami bertahun-tahun lalu.
Threat ini akan menceritakan bagaimana kisah kami bertujuh (Ane, Ceper, Lepuk, Gembi, Doyok, Kiyer, dan Timbul) sekumpulan remaja senja yang ngontrak bersama di sebuah rumah di sekitaran Ambarukmo Plaza. Pada tahun 2006 kami semua kebetulan kuliah di kota Jogja, dan karena memang sudah punya hubungan dekat sedari dulu, kami memutuskan untuk tinggal bersama. Dan disitulah semua hal-hal aneh bermula, rumah kontrakan yang semula kami anggap biasa ternyata menyimpan residual energi yang begitu banyak.
Cerita ini akan di bagi menjadi beberapa bab, tidak akan terlalu panjang dan semoga bisa dinikmati. Semua tokoh dalam cerita ini menggunakan nama panggilan, alamat kontrakan itu sudah kami sepakati untuk di samarkan. Dan semua tokoh dalam cerita ini sudah di konfirmasi
INDEKS
1. RUMAH BARU
2. MEREKA MULAI MENAMPAKAN DIRI
3. TEROWONGAN CASABLANCA,DAN SESUATU YANG MENGINTIP DARI BALIK PINTU
4. KONTAK FISIK
5.WABAH MISTERIUS
6.EXORCIST!
7.YANG MENAKUTKAN DI RUMAH INI
8.PSYWAR!
9. THERE’S SOMEONE IN THERE?
10. MErudapaksa SETAN!
11. OUT OF NOWHERE (TAMAT)
Threat ini akan menceritakan bagaimana kisah kami bertujuh (Ane, Ceper, Lepuk, Gembi, Doyok, Kiyer, dan Timbul) sekumpulan remaja senja yang ngontrak bersama di sebuah rumah di sekitaran Ambarukmo Plaza. Pada tahun 2006 kami semua kebetulan kuliah di kota Jogja, dan karena memang sudah punya hubungan dekat sedari dulu, kami memutuskan untuk tinggal bersama. Dan disitulah semua hal-hal aneh bermula, rumah kontrakan yang semula kami anggap biasa ternyata menyimpan residual energi yang begitu banyak.
Cerita ini akan di bagi menjadi beberapa bab, tidak akan terlalu panjang dan semoga bisa dinikmati. Semua tokoh dalam cerita ini menggunakan nama panggilan, alamat kontrakan itu sudah kami sepakati untuk di samarkan. Dan semua tokoh dalam cerita ini sudah di konfirmasi
INDEKS
1. RUMAH BARU
2. MEREKA MULAI MENAMPAKAN DIRI
3. TEROWONGAN CASABLANCA,DAN SESUATU YANG MENGINTIP DARI BALIK PINTU
4. KONTAK FISIK
5.WABAH MISTERIUS
6.EXORCIST!
7.YANG MENAKUTKAN DI RUMAH INI
8.PSYWAR!
9. THERE’S SOMEONE IN THERE?
10. MErudapaksa SETAN!
11. OUT OF NOWHERE (TAMAT)
Diubah oleh ki.bogowonto 03-10-2019 21:13
cloud_777 dan 300 lainnya memberi reputasi
295
262.9K
1.2K
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
TS
ki.bogowonto
#329
WABAH MISTERIUS
Antara lantai sampai dengan langit-langit kamarnya Ceper sekitar 3,5 meter tingginya, dan dia tidak hanya diangkat kemudian di jatuhkan, tapi melayang untuk berberapa lama sampai akhirnya terjatuh.Doyok tampak bergedik ngeri mendengar peristiwa yang menimpa Ceper.
“Kok koe lagi to,Per yang kena?” tanya Kiyer.
“Ho’o, ini sudah ketiga kalinya lho koe dapet masalah” tambah Timbul.
“Ini pasti ada penyebabnya, koe pasti aneh-aneh!” timpal si Doyok.
“Lha, serumah ini siapa to sik gak aneh-aneh?” balas Ceper.
“Paling gara-gara koe ga sengaja nglepas rajah kemarin” Si Lepuk menambahi.
“Atau gara-gara koe mbakar dupa di kamarmu” si Gembi ikut-ikutan.
Benar juga, si Ceper ini memang orangnya unik. Kalau kalian masuk ke kamarnya, kalian akan merasa memasuki ruangani seorang maha guru india. Kamarnya itu penuh dengan wewangian rempah-rempah, dupa, dan musik-musik yang dia setel juga ala-ala meditasi yoga, selain itu di kamarnya penuh patung yang aneh-aneh. Seperti patung babi yang lagi kimpoi, dan berhala lainnya. Ya pantaslah dia jadi yang paling ‘disayang’ makhluk-makhluk gaib disini.
“Wis, saiki kita harus piye?” aku membuka forum diskusi pagi itu.
“Selain Ceper kan, beberapa diantara kita juga ada yang di ganggu, apa karena kita jarang bersih-bersih ya?” kata Gembi yang memandang sekeliling ruangan yang memang berdebu.
“Kalau begitu, mending kita bersihkan rumah ini. Siapa tau dengan itu mereka jadi tidak marah lagi, dan berhenti mengganggu kita” kata Kiyer yang mulai menginisiasi aksi.
Dan tanpa menunggu lama, seluruh anggota perserikatan mulai bekerja. dan asal kalian tau, kami semua kalau sudah mengerjakan sesuatu akan kita kerjakan dengan total. Termasuk pembersihan kali ini, kami tidak sekedar ngepel atau menyapu. Tapi rumah ini benar-benar kami cuci. Iya di cuci!
Coba kalian ingat-ingat denah yang sudah pernah aku buat di page 1. Ada sebuah sumur yang terletak di samping rumah. Dan disitulah ritual pembersihan ini dimulai. Sebelumnya si Timbul sudah berangkat untuk membeli alat kelangkapan kami, ya apalagi kalau bukan Amer dan bir dingin. Alkohol menjadi unsur penting kehidupan kami waktu iu, apalagi dalam situasi penuh ketakutan tadi. itu dapat memberi kami sedikit keberanian dalam melanjutkan aksi.
Si ceper sudah menimba air, aku beserta anggota lain menyiapkan ember dan alat pembersihnya. Sementara si Lepuk pagi itu harus ke kampus karena ada makul penting yang tidak bisa ditinggal. Karena matahari sudah tinggi + efek orang tua sudah terasa, maka jiwa-jiwa usil kami mulai muncul kembali. Si Ceper menarik karet timba itu cepat-cepat, dan begitu embernya sudah sampai atas dia lepaskan pegangannya, lalu blungggg! Embernya jatuh dengan suara keras.
“Apik, Apik, Apik” (Bagus) kami berpetepuk tangan.
“Lagi, Per. Lagi,Per!” Kata Kiyer. Si Ceper mengulanginya.
Blunggg!!! Kali ini Ceper menambahi dengan membanting ember penuh air itu sekuat tenaga. Kami makin kencang tepuk tangan, heran juga sih, kenapa kita begitu senang dengan kelakuan bodoh semacam itu. Si Doyok ikut-ikutan dengan mengambil alih kemudi, kemudian membuat gerakan memutar.
“Liat-liat! Air puting beliau!” katanya sambil menunjuk bagian dalam sumur yang berputar seperti tornado.
“Wuuuuussssshh” kami tertawa bodoh. Ya begitulah kelakuan penghuni sini, ada-ada saja. Padahal situasinya harusnya sedang mencekam-mencekamnya, tapi kami selalu beranggapan. Asal kita dalam kondisi bersama-sama, kita tidak perlu takut.
**
Kami menyudahi kegiatan yang tidak bermutu tadi dan mulai membersihkan rumah ini dengan extra bersih. Lubang-lubang ventilasi kami gosok sampai debunya benar-benar hilang, lantainya kami pel, duakali sampai bisa buat berkaca. Dindingnya kami guyur air terus disabunin, biar wangi, sampai genteng kita siram pake air sabun biar jamurnya mati. Butuh 3 jam untuk menyelesaikan semuanya, rumah kontrakan kini dalam keadaan bersih berkilau!
Siang itu kira-kira jam 13:00, kita yang kecapean rebahan di kamar masing-masing. Kecuali si Ceper yang numpang sementara waktu, di kamarku dan Gembi. Sampai terdengar suara motornya si Lepuk yang berhenti di parkiran.
“Wahhh… Wis rampung ini bersihinnya” teriak lepuk dari ruang depan. Karena kita semua capek, sepertinya tidak ada yang memperdulikan si Lepuk.
“Wehhh, Mbul-Mbul. Koe arep kemana? Terdengar suara Lepuk memanggil Timbul.
“Asu, malah diem aja. Koe mau ke kamar mandi Po?” tanya Lepuk lagi, tidak terdengar jawaban dari Timbul.
“Heh! Mbul, aku dulu. Aku mau ke kamar mandi!” Seru Lepuk, diikuti suara langkah kaki berlari. Jlenggg! Terdengar pintu di tutup.
“Timbul Kewan!” Lepuk berteriak. Sepertinya kami semua tidak peduli dengan fenomena rebutan kamar mandi, karena memang hal biasa untuk kami meributkan hal gak penting, sampai yang paling gak penting.
“Koe, kenopo Puk teriak-teriak?” Suara Timbul akhirnya terdengar.
“Loh, Mbul! Koe! Trus yang di kamar mandi siapa?” teriakan lepuk yang provokatif tadi sontak membuat seluruh penghuni kontrakan berhamburan keluar.
“Ono opo, Puk?” tanya Doyok, di ikuti seluruh penghuni rumah.
“Iki-iki-iki- timbul jadi dua!” Lepuk bicara terbata-bata.
“Maksudnya piye?” tanya Ceper tidak Sabar.
“Aku tadi masuk rumah, liaat si Timbul jalan ke belakang. Aku kan mau ke kamar mandi. Pas tak kejar udah keduluan. Lhaa kok si TImbul malah muncul dari belakang. Trus iki mau sik di kamar mandi sopo?” jerit Lepuk sambil menunjuk pintu kamar mandi.
“Koe jangan ngawur lho, Puk. Wong si Timbul wae bareng aku kok di kamar!” Doyok menyangkal.
“Sumpah aku ora bohong, aku liat tadi si Timbul lari masuk kamar mandi!” kata Lepuk lagi. kami semua kompak melihat kearah kamar mandi yang lampunya menyala.
“Kita buka bareng-bareng” kata Ceper. Lepuk memimpin di depan, dan ketika sudah di ambang pintu, dengan sekuat tenaga dia dobrak kamar mandi itu dan hasilnya sama seperti yang kalian pikirkan! Kosong…. Kita langsung lari menuju ruang teman.
**
Baru saja semalam Ceper di banting, sekarang malah muncul gangguan baru. Kami semua tidak habis pikir tentang gangguan yang baru saja dialami Lepuk terjadi di siang bolong. Hari itu kami semua jadi tidak tenang, sampai malam hari kami bertindak hati-hati. Kami sedang tidak ingin membuat masalah dengan mahkluk sini. Dan aku ingat hari itu kami berusaha tidur sore, karena kalau semakin malam kami takut ada gangguan lagi.
Seperti biasa, aku tidur bersama Gembi, si Ceper memberanikan diri untuk kembali ke kamarnya, dan suasana kontrakan sepi. Tidak ada kegaduhan, atau apapun. Benar-benar senyap…. Tapi malam itu juga terasa berbeda, udara menjadi panas. Kalau bahasa jawanya ‘Sumuk’ tidurku juga tidak enak, sedikit-sedikit aku terbangun karena bermimpi jatuh dari ketinggian. Kalian pernah merasakannya? Konon kalau kamu bermimpi jatuh dari atas ketinggian, itu artinya tidurmu sedang dikeloni Jin!
Pagi hari, Minggu. bulan September 2006. Baru membuka mata, aku sudah di buat kaget karena melihat wajah si Gembi yang bengkak sebelah. Benar-benar bengkak! Seperti habis di pukuli masa. Segera kubangunkan si Gembi.
“Mbi-Mbi! Koe kenopo?” kataku sambil menggoyangkan badannya.
“Opo to, Ce?” kata Gembi yang akhirnya bangun.
“Lho, mukamu kenopo kui?” tanya Gembi yang menyentuh pipiku.
“Aduuhhh…” kataku, rasanya sakit. Dan sedetik kemudian aku heran, kok bisa sakit?
Aku melirik kaca yang ada di lemari samping meja, dan benar saja mukaku bengkak di bagian pipi kiri sampai leher, dan sakit saat di sentuh. Begitu juga si Gembi. Dan ketika kami mengecek semua penghuni kontrakan. Mereka semua, kecuali Lepuk mengalami hal serupa denganku.
Opo meneh iki???
“Kok koe lagi to,Per yang kena?” tanya Kiyer.
“Ho’o, ini sudah ketiga kalinya lho koe dapet masalah” tambah Timbul.
“Ini pasti ada penyebabnya, koe pasti aneh-aneh!” timpal si Doyok.
“Lha, serumah ini siapa to sik gak aneh-aneh?” balas Ceper.
“Paling gara-gara koe ga sengaja nglepas rajah kemarin” Si Lepuk menambahi.
“Atau gara-gara koe mbakar dupa di kamarmu” si Gembi ikut-ikutan.
Benar juga, si Ceper ini memang orangnya unik. Kalau kalian masuk ke kamarnya, kalian akan merasa memasuki ruangani seorang maha guru india. Kamarnya itu penuh dengan wewangian rempah-rempah, dupa, dan musik-musik yang dia setel juga ala-ala meditasi yoga, selain itu di kamarnya penuh patung yang aneh-aneh. Seperti patung babi yang lagi kimpoi, dan berhala lainnya. Ya pantaslah dia jadi yang paling ‘disayang’ makhluk-makhluk gaib disini.
“Wis, saiki kita harus piye?” aku membuka forum diskusi pagi itu.
“Selain Ceper kan, beberapa diantara kita juga ada yang di ganggu, apa karena kita jarang bersih-bersih ya?” kata Gembi yang memandang sekeliling ruangan yang memang berdebu.
“Kalau begitu, mending kita bersihkan rumah ini. Siapa tau dengan itu mereka jadi tidak marah lagi, dan berhenti mengganggu kita” kata Kiyer yang mulai menginisiasi aksi.
Dan tanpa menunggu lama, seluruh anggota perserikatan mulai bekerja. dan asal kalian tau, kami semua kalau sudah mengerjakan sesuatu akan kita kerjakan dengan total. Termasuk pembersihan kali ini, kami tidak sekedar ngepel atau menyapu. Tapi rumah ini benar-benar kami cuci. Iya di cuci!
Coba kalian ingat-ingat denah yang sudah pernah aku buat di page 1. Ada sebuah sumur yang terletak di samping rumah. Dan disitulah ritual pembersihan ini dimulai. Sebelumnya si Timbul sudah berangkat untuk membeli alat kelangkapan kami, ya apalagi kalau bukan Amer dan bir dingin. Alkohol menjadi unsur penting kehidupan kami waktu iu, apalagi dalam situasi penuh ketakutan tadi. itu dapat memberi kami sedikit keberanian dalam melanjutkan aksi.
Si ceper sudah menimba air, aku beserta anggota lain menyiapkan ember dan alat pembersihnya. Sementara si Lepuk pagi itu harus ke kampus karena ada makul penting yang tidak bisa ditinggal. Karena matahari sudah tinggi + efek orang tua sudah terasa, maka jiwa-jiwa usil kami mulai muncul kembali. Si Ceper menarik karet timba itu cepat-cepat, dan begitu embernya sudah sampai atas dia lepaskan pegangannya, lalu blungggg! Embernya jatuh dengan suara keras.
“Apik, Apik, Apik” (Bagus) kami berpetepuk tangan.
“Lagi, Per. Lagi,Per!” Kata Kiyer. Si Ceper mengulanginya.
Blunggg!!! Kali ini Ceper menambahi dengan membanting ember penuh air itu sekuat tenaga. Kami makin kencang tepuk tangan, heran juga sih, kenapa kita begitu senang dengan kelakuan bodoh semacam itu. Si Doyok ikut-ikutan dengan mengambil alih kemudi, kemudian membuat gerakan memutar.
“Liat-liat! Air puting beliau!” katanya sambil menunjuk bagian dalam sumur yang berputar seperti tornado.
“Wuuuuussssshh” kami tertawa bodoh. Ya begitulah kelakuan penghuni sini, ada-ada saja. Padahal situasinya harusnya sedang mencekam-mencekamnya, tapi kami selalu beranggapan. Asal kita dalam kondisi bersama-sama, kita tidak perlu takut.
**
Kami menyudahi kegiatan yang tidak bermutu tadi dan mulai membersihkan rumah ini dengan extra bersih. Lubang-lubang ventilasi kami gosok sampai debunya benar-benar hilang, lantainya kami pel, duakali sampai bisa buat berkaca. Dindingnya kami guyur air terus disabunin, biar wangi, sampai genteng kita siram pake air sabun biar jamurnya mati. Butuh 3 jam untuk menyelesaikan semuanya, rumah kontrakan kini dalam keadaan bersih berkilau!
Siang itu kira-kira jam 13:00, kita yang kecapean rebahan di kamar masing-masing. Kecuali si Ceper yang numpang sementara waktu, di kamarku dan Gembi. Sampai terdengar suara motornya si Lepuk yang berhenti di parkiran.
“Wahhh… Wis rampung ini bersihinnya” teriak lepuk dari ruang depan. Karena kita semua capek, sepertinya tidak ada yang memperdulikan si Lepuk.
“Wehhh, Mbul-Mbul. Koe arep kemana? Terdengar suara Lepuk memanggil Timbul.
“Asu, malah diem aja. Koe mau ke kamar mandi Po?” tanya Lepuk lagi, tidak terdengar jawaban dari Timbul.
“Heh! Mbul, aku dulu. Aku mau ke kamar mandi!” Seru Lepuk, diikuti suara langkah kaki berlari. Jlenggg! Terdengar pintu di tutup.
“Timbul Kewan!” Lepuk berteriak. Sepertinya kami semua tidak peduli dengan fenomena rebutan kamar mandi, karena memang hal biasa untuk kami meributkan hal gak penting, sampai yang paling gak penting.
“Koe, kenopo Puk teriak-teriak?” Suara Timbul akhirnya terdengar.
“Loh, Mbul! Koe! Trus yang di kamar mandi siapa?” teriakan lepuk yang provokatif tadi sontak membuat seluruh penghuni kontrakan berhamburan keluar.
“Ono opo, Puk?” tanya Doyok, di ikuti seluruh penghuni rumah.
“Iki-iki-iki- timbul jadi dua!” Lepuk bicara terbata-bata.
“Maksudnya piye?” tanya Ceper tidak Sabar.
“Aku tadi masuk rumah, liaat si Timbul jalan ke belakang. Aku kan mau ke kamar mandi. Pas tak kejar udah keduluan. Lhaa kok si TImbul malah muncul dari belakang. Trus iki mau sik di kamar mandi sopo?” jerit Lepuk sambil menunjuk pintu kamar mandi.
“Koe jangan ngawur lho, Puk. Wong si Timbul wae bareng aku kok di kamar!” Doyok menyangkal.
“Sumpah aku ora bohong, aku liat tadi si Timbul lari masuk kamar mandi!” kata Lepuk lagi. kami semua kompak melihat kearah kamar mandi yang lampunya menyala.
“Kita buka bareng-bareng” kata Ceper. Lepuk memimpin di depan, dan ketika sudah di ambang pintu, dengan sekuat tenaga dia dobrak kamar mandi itu dan hasilnya sama seperti yang kalian pikirkan! Kosong…. Kita langsung lari menuju ruang teman.
**
Baru saja semalam Ceper di banting, sekarang malah muncul gangguan baru. Kami semua tidak habis pikir tentang gangguan yang baru saja dialami Lepuk terjadi di siang bolong. Hari itu kami semua jadi tidak tenang, sampai malam hari kami bertindak hati-hati. Kami sedang tidak ingin membuat masalah dengan mahkluk sini. Dan aku ingat hari itu kami berusaha tidur sore, karena kalau semakin malam kami takut ada gangguan lagi.
Seperti biasa, aku tidur bersama Gembi, si Ceper memberanikan diri untuk kembali ke kamarnya, dan suasana kontrakan sepi. Tidak ada kegaduhan, atau apapun. Benar-benar senyap…. Tapi malam itu juga terasa berbeda, udara menjadi panas. Kalau bahasa jawanya ‘Sumuk’ tidurku juga tidak enak, sedikit-sedikit aku terbangun karena bermimpi jatuh dari ketinggian. Kalian pernah merasakannya? Konon kalau kamu bermimpi jatuh dari atas ketinggian, itu artinya tidurmu sedang dikeloni Jin!
Pagi hari, Minggu. bulan September 2006. Baru membuka mata, aku sudah di buat kaget karena melihat wajah si Gembi yang bengkak sebelah. Benar-benar bengkak! Seperti habis di pukuli masa. Segera kubangunkan si Gembi.
“Mbi-Mbi! Koe kenopo?” kataku sambil menggoyangkan badannya.
“Opo to, Ce?” kata Gembi yang akhirnya bangun.
“Lho, mukamu kenopo kui?” tanya Gembi yang menyentuh pipiku.
“Aduuhhh…” kataku, rasanya sakit. Dan sedetik kemudian aku heran, kok bisa sakit?
Aku melirik kaca yang ada di lemari samping meja, dan benar saja mukaku bengkak di bagian pipi kiri sampai leher, dan sakit saat di sentuh. Begitu juga si Gembi. Dan ketika kami mengecek semua penghuni kontrakan. Mereka semua, kecuali Lepuk mengalami hal serupa denganku.
Opo meneh iki???
Diubah oleh ki.bogowonto 15-09-2019 14:10
symoel08 dan 75 lainnya memberi reputasi
76
Tutup