pujangga.lamaAvatar border
TS
pujangga.lama
Kotak Waktu
Quote:


PRAKATA

Di era digital sekarang, menjaga hubungan pertemanan terasa lebih mudah untuk dilakukan. Orang-orang bisa tetap saling terhubung seberapa pun jauhnya jarak di antara mereka. Namun pernahkah kita berpikir bagaimana rasanya jadi generasi yang tumbuh di era sebelum internet merajalela seperti sekarang? Tanpa media sosial, tanpa aplikasi perpesanan, dan tanpa kemudahan-kemudahan yang ada di zaman ini, bagaimana mereka akan tetap terhubung?

Sebagai bagian dari generasi yang merasakan peralihan dari era tradisional ke era modern, saya tahu betul bagaimana rasanya ‘kehilangan’ teman-teman dekat. Kalau generasi sekarang bisa dengan mudah memantau aktivitas teman melalui media sosial, kami di masa itu hanya mengandalkan surat untuk berkirim kabar. Atau sesekali menelepon, kalau ada uang lebih. Sebuah kabar dari teman lama yang berpindah kota atau negara, sungguh terasa mahal. Dan setelah bertahun-tahun tidak bertemu, kami akan saling dikejutkan dengan betapa banyaknya perubahan yang dialami, atau betapa banyaknya cerita hidup yang terlewatkan. Itu pun kalau sempat bertemu kembali.

Menulis buku ini menghadirkan banyak nostalgia di hati saya. Seperti petualangan menjelajah waktu, saya mengirim diri saya sendiri menuju hari-hari yang sudah lama berlalu, namun rasanya seperti baru kemarin. Ada kehangatan dan kerinduan yang terasa sangat dekat meskipun kenyataannya sungguh jauh.

Buku ini adalah pesan rindu dari saya untuk sahabat-sahabat lama yang kini entah di mana berada. Sahabat yang dulu sama-sama berjuang menggapai mimpi. Sahabat yang dulu selalu mengisi hari-hari dengan celotehan, nyanyian, atau bahkan makian. Sungguh cepat waktu berlalu. Saya percaya kita kini sedang belajar menjadi orang tua yang baik untuk anak-anak kita.

Akhir kata, saya berharap buku ini bisa menjadi ‘sahabat’ yang baik untuk kalian, para pembaca. Atau setidaknya, mengingatkan kita semua bahwa di antara banyaknya hal-hal yang tumbuh dan luruh di dunia ini, hanya cinta dan persahabatan yang sanggup bertahan. Selamanya.

Tertanda,
Pudjangga Lama
Diubah oleh pujangga.lama 25-10-2019 04:00
dewisuzanna
JabLai cOY
itkgid
itkgid dan 52 lainnya memberi reputasi
53
41.7K
280
Thread Digembok
Tampilkan semua post
pujangga.lamaAvatar border
TS
pujangga.lama
#19
BAB 1
Bandung, 2002

Suara lengkingan gitar membahana ke segala penjuru sekolah. Di lapangan terbuka yang biasa digunakan untuk upacara bendera, hari itu berdiri sebuah panggung besar dengan perangkat suara raksasa yang menghasilkan dentuman suara luar biasa. Di bawah panggung itu, ratusan siswa dan siswi berseragam putih abu-abu berjingkrak-jingkrak mengikuti irama musik yang dimainkan lima personel band di atas panggung.

Infinity,nama band yang sedang tampil membawakan lagu Sweet Child O’ Mine milik grup band legendaris asal Amerika, Guns N’ Roses. Gugun sebagai gitaris berhasil membuka lagu dengan permainan solo yang memukau. Sejak pertama kali senar gitar dipetik, melodinya berhasil membuat ratusan penonton berteriak histeris. Disusul tabuhan dram dan petikan bas menandai dimulainya sebuah pesta.

“She’s got a smile that it seems to me. Reminds me of childhood memories. Where everything was as fresh as the bright blue sky…” Dan suara melengking tinggi dari vokalis melengkapi mewahnya musik yang mereka mainkan.

Taka melihat semua keseruan itu dari lorong depan kelasnya di lantai dua. Tangannya bertumpu pada susuran tembok pembatas. Tubuhnya sedikit bergoyang mengikuti irama musik. Sebenarnya dia juga ingin berbaur bersama orang-orang di lapangan, tapi mengingat matahari siang sedang terik-teriknya, jadilah dia menonton dari atas.

Di atas panggung sana, Gugun sedang mengambil jatahnya pada bagian interlude dengan bersolo gitar. Banyak penonton bertepuk tangan menyaksikan kehebatannya memainkan melodi. Ketika akhirnya lagu selesai, suara tepukan tangan terdengar lebih banyak dari sebelumnya. Satu per satu para personel turun dari panggung. Dengan gayanya yang tengil, Gugun mengangkat kedua tangan dan melambai ke segala arah sambil meneriakkan sesuatu yang samar-samar terdengar seperti “I love you all!”.

“Belagu banget tuh anak.”

Saking terpukaunya Taka tidak menyadari kehadiran Dewi di sampingnya. Taka menatap ke arah yang sama, dan mau tidak mau dia setuju dengan ucapan Dewi. Saat itu Gugun terus melambaikan tangan meski perhatian penonton sudah teralih pada pembawa acara yang sedang mengumumkan penampil selanjutnya di atas panggung. Gugun bahkan terus meneriakkan kalimat yang sama di depan salah seorang guru yang kebetulan lewat. Walhasil, sebuah jeweran mendarat di telinganya.

Pemandangan itu membuat Taka dan Dewi tertawa terbahak-bahak. Entah Gugun mendengar suara tawa mereka atau hanya kebetulan, dia yang tadinya usapi telinga karena sakit, mendadak melambaikan tangan pada mereka sambil meneriakkan kalimat yang sama.

“Jijik banget, sih.” Dewi menanggapi gestur dari Gugun dengan dingin. Taka cuma tertawa.

Gugun dan Dewi adalah sahabatnya sejak lama. Mereka bertiga bersahabat. Meski begitu, Gugun dan Dewi sering bertengkar seperti anak kecil.

Gugun Gunardi, nama aslinya. Dengan tinggi lebih dari 170 sentimeter, menurut Taka seharusnya Gugun punya badan yang lebih berisi. Setiap kali dia melihat Gugun berlari—terutama pada jam pelajaran olahraga—Taka khawatir kawannya itu akan jatuh dan melayang terbawa angin.

Di kelas I-2, Gugun terkenal sebaga siswa paling malas. Dia jarang sekali mengerjakan tugas piketnya membersihkan ruangan. Dan kalau bukan karena disuruh oleh guru, tak ada satu pun siswa yang mau bergabung dalam satu kelompok belajar dengannya.

Satu hal yang sangat Taka kenal dari Gugun, adalah kebiasaannya tidur saat jam pelajaran berlangsung. Gugun punya sebuah buku tulis besar yang selalu dibawanya setiap hari. Buku itu bukan digunakan untuk menulis materi pelajaran, tetapi untuk menutupi wajahnya ketika tidur. Dia akan memosisikan bukunya berdiri di meja, melipat kedua tangan, lalu menyandarkan dagunya di sana, maka tidurlah dia. Sesekali Taka bisa mendengar suara dengkuran Gugun. Dia sangat menikmati tidur siangnya di kelas.

Tentu trik ini hanya bisa digunakan pada guru yang tidak interaktif dengan para siswa. Biasanya guru-guru semacam ini hanya akan membacakan materi pelajaran dari meja guru di depan. Atau berdiri sambil sesekali menulis di papan tulis tanpa peduli bagaimana reaksi siswanya. Gugun sudah hafal betul pelajaran apa saja yang dipimpin guru bertipe demikian. Untuk pelajaran lain yang gurunya lebih interaktif, Gugun akan berpura-pura membaca buku pelajaran dengan menundukkan kepala, padahal sebenarnya kedua matanya terpejam.

Tetapi uniknya, meski sering tidur saat belajar, nilai-nilai Gugun tidak bisa dibilang rendah. Dia selalu mendapat nilai di atas 50 pada semua ulangan. Bahkan pernah sekali dia hampir mendapat nilai 100 di pelajaran Kesenian. Dari situlah teman-temannya berpikir kalau Gugun suka menyontek.

Taka dan Gugun berteman sejak kepindahan Taka dari Jakarta ke Bandung beberapa tahun silam. Saat itu mereka masih duduk di kelas 3 sekolah dasar. Mereka ada di kelas yang sama, dan rumah keduanya pun berdekatan. Jadilah mereka akrab karena sering bermain bersama.

Sementara itu rumah Dewi sebenarnya hanya berbeda satu gang. Tetapi dibandingkan dengan Taka, Gugun lebih lama mengenal Dewi. Orang tua Gugun dan orang tua Dewi adalah partner dalam bisnis yang mereka jalankan. Mereka mempunyai sebuah pabrik kecil yang memproduksi furnitur rumah tangga berbahan kayu seperti kursi, meja, dan lemari. Karena relasi itu, Gugun dan Dewi sudah dekat meskipun Dewi tidak bersekolah di SD yang sama dengan Taka dan Gugun. Taka baru benar-benar mengenal Dewi ketika mereka bersekolah di SMP yang sama.

Dewi berperawakan tinggi, lebih tinggi dari Taka tetapi lebih pendek dari Gugun. Dia terbilang antiarus utama. Ketika anak perempuan sebayanya mulai menggemari tontonan bernuansa romantis, Dewi lebih suka film aksi. Dia bahkan dikenal sebagai sosok yang tomboi karena kegemarannya berpakaian seperti lelaki dan sifatnya yang tegas. Pernah suatu ketika Dewi memotong pendek rambutnya sehingga membuat orang tuanya marah besar. Dia dihukum tidur di gudang selama satu minggu. Setelah itu dia tak pernah lagi berani memotong rambut lebih pendek dari bahunya. Di lain hari, Dewi kedapatan berkelahi dengan anak lelaki, dan ajaibnya dia menang.

“Hei, hei, hei!” Gugun berteriak dari ujung lorong. Dia berjalan penuh gaya menuju Taka dan Dewi. Rambutnya yang keriting meriap-riap ditiup angin. “I love you!”

Dewi menggelengkan kepala sementara Taka tertawa lebar.

“Gimana penampilan gue tadi?” tanyanya begitu sampai di depan Taka dan Dewi.

“Keren.” Taka mengacungkan kedua jempolnya.

“Kalau menurut lu, Wi, gimana? Gue keren, kan? Ganteng, kan? Lu pasti tadi ikutan teriak-teriak di bawah sana.” Gugun lalu menirukan teriakan seorang fan yang kegirangan bertemu idolanya.

“Enggak! Dari tadi aku di sini sama Taka.” Dewi menyeringai jijik.

“Ka, lihat tuh. Dewi enggak mau mengakui gimana kerennya gue.”

Melihat reaksi Dewi yang seperti bom waktu—siap meledak dalam hitungan detik—Taka mengalihkan pembicaraan. “Elsa di mana ya? Dari tadi enggak kelihatan.”

“Katanya, sih, dia mau ke perpustakaan. Tadi bilang gitu ke aku.”

Gugun tertawa pelan. “Sayang banget dia enggak nonton penampilan gue.”

“Setop berlagak sok keren, atau kutonjok mukamu, Gun?”

“Nah, itu Elsa!” Taka bersyukur sekali Elsa muncul di saat yang tepat. Dengan membawa setumpuk buku, perempuan bertubuh tambun itu kesulitan melangkah. Buru-buru Dewi menghampiri dan mengambil sebagian bukunya lalu mereka berjalan menuju kelas I-2.

“Kamu mau bawa buku segini banyak, kenapa enggak bilang sama aku? Kan bisa aku bantuin,” kata Dewi.

Elsa nyengir malu. “Kalau kamu bantu saya di perpustakaan, nanti kamu enggak bisa nonton festival band hari ini.”

“Ah, enggak penting-penting banget itu mah,” Dewi berhenti sejenak di depan Taka dan Gugun. Kalimat selanjutnya diucapkan penuh penekanan, “yang tampil hari ini cupu semua! Enggak ada yang keren! Ngapain ditonton? Ha ha ha!” Setelah itu Dewi melanjutkan berjalan. Elsa di sampingnya menatap heran pada Dewi dan Gugun.

“Dasar cewek. Enggak ngerti musik,” Gugun menggerutu.

Elsa boleh dibilang anggota baru dalam geng Taka. Mereka baru mengenal Elsa di kelas 2 SMP. Awalnya, Gugun sering menjadikan Elsa bahan ledekan. Ini bisa dimengerti karena di antara semua orang, Elsa yang paling mencolok dengan tubuh gemuknya. Dewi tidak terima sikap Gugun. Mereka pun sempat berkelahi. Hasilnya, Gugun kalah. Dewi lalu memaksa Gugun berteman dengan Elsa. Begitulah awal mula mereka berempat kemudian menjadi sahabat.

Di antara mereka berempat, rumah Elsa yang paling jauh. Setiap kali main ke sana, mereka harus menggunakan angkot. Dengan keterbatasan uang saku, mereka mencari cara supaya bisa tetap main tanpa mengeluarkan uang. Mereka pun sepakat merayu orang tua masing-masing agar membelikan sepeda. Gugun dan Dewi bisa dengan mudah mendapatkannya, sementara Taka ditolak karena orang tuanya tidak mempunyai cukup uang untuk sepeda baru. Walhasil, dia selalu nebeng di sepeda Gugun.

“Baiklah, tanpa berlama-lama lagi, mari kita sambut band yang akan tampil selanjutnya,” suara Tio sebagai pembawa acara menggema di udara. “Ini dia band yang sudah tidak asing lagi, Miracle!”

Di bawah sana bergemuruh tepuk tangan dari penonton. Tiga orang berdiri di atas panggung. Penonton yang menyemut di sekelilingnya memang tak sebanyak ketika band Gugun tampil, tetapi satu hal yang pasti: mayoritas penontonnya adalah perempuan.

“Aku mungkin bukan pujangga. Aku mungkin tak selalu ada. Ini diriku apa adanya…” Sang vokalis yang juga merangkap gitaris mendapat atensi paling heboh dari penonton. Terlebih saat lagu memasuki bagian refrein. “Mungkin aku bukan pujangga yang pandai merangkai kata. Ku tak selalu kirimkan bunga ‘tuk ungkapkan hatiku… Satu yang kupinta, yakini dirimu, hati ini milikmu. Semua yang kulakukan untukmu lebih dari sebuah kata cinta untukmu… Ku tak akan lelah jaga hati ini hingga dunia tak bermentari…”

Tiba-tiba saja terdengar teriakan dari dalam kelas, disusul langkah-langkah berat beradu dengan lantai. Elsa dan Dewi berlari keluar kelas menuju tangga.

“Kak Iqbal lagi tampil!” Salah satu dari mereka berteriak.

“Ayo, jangan sampai terlewat!”

Taka dan Gugun saling pandang, lalu Gugun mendesah kecewa. “Gue benar-benar enggak ngerti. Penampilan band gue jelas lebih baik dari ini. Gue bawain lagu yang keren. Tapi kenapa cewek-cewek lebih suka lagu cengeng kayak gini?”

Taka setuju dengan Gugun. Di bawah sana, makin banyak siswa perempuan yang mengelilingi panggung. “Mungkin mereka cuma suka sama vokalisnya.”

“Siapa, sih, yang lagi tampil?”

“Iqbal,” Bagas, ketua kelas I-2, muncul dari dalam kelas.

“Iqbal yang mana?” tanya Taka.

“Kalian enggak tahu?” Bagas balik tanya.

Taka dan Gugun menggeleng bersamaan.

“Iqbal Fanjuri, kakak kelas kita. Digilai banyak cewek di sekolah ini.”

“O ya? Lu pernah dengar soal itu, Ka?”

Taka menggeleng lagi.

“Jelas aja kalian enggak tahu,” Bagas terlihat mulai jengkel. “Lingkar pertemanan kalian enggak luas. Itu-itu aja.”

“Memang apa bagusnya si Iqbal ini?”

Bagas tertawa menyeringai mendengar pertanyaan Gugun. “Biar saya kasih tahu. Iqbal ini, dia punya moge alias motor gede yang keren! Cewek seumuran kita suka sama cowok yang naik moge.”

Gugun tertawa sinis. “Cuma itu? Cuma perkara motor doang sampai dia digilai para cewek?”

“Saya belum selesai.” Bagas melempar tatapan tajam. “Dia kapten tim basket yang sering ikut kompetisi antarsekolah. Pertandingannya banyak ditonton siswa sekolah kita.”

“Paling juga lebih sering kalah. Iya enggak, Ka?”

Taka mengangguk.

“Iqbal itu ketua OSIS.”

“Terus?”

“Juara kelas dengan nilai tertinggi di antara juara kelas lainnya di sekolah kita.”

“Hm…”

“Aktif di beberapa organisasi sekolah.”

“Biasa aja, tuh.”

“Ganteng.”

“Relatif.”

“Vokalis band yang juga merangkap gitaris. Dan satu hal lagi,” Bagas buru-buru menyela sebelum Gugun berkomentar. “Ini poin utama yang ngebedain dia sama kalian berdua,” Bagas melanjutkan dengan penuh penekanan, “Iqbal selalu bayar setiap jajan di kantin.”

Hening sejenak.

“Masuk akal,” ucap Taka.

“Gue sekarang paham kenapa dia disukai banyak cewek,” Gugun menimpali.
Diubah oleh pujangga.lama 07-08-2019 15:36
JabLai cOY
jenggalasunyi
itkgid
itkgid dan 12 lainnya memberi reputasi
13