Bip… BiBipp…
Terdengar suara handphone ku berbunyi, dengan sedikit malas aku meraihnya lalu sedikit menyipitkan mata saat cahaya ponsel menyinari wajahku.
"nanti wajib nemenin aku buat ikut rapat di kecamatan“
Pesan dari mbak puput membuat hari ku terasa akan menyebalkan, aku yakin..
"ok" balasku singkat tanpa emoticon yang sering aku gunakan saat berbalas pesan.
Adzan shubuh yang cukup membuatku segera beranjak untuk se segera mungkin mengambil air wudhu.
"buk,, kompornya dimatiin tah? Baunya agak gosong ini" teriakku dari dalam dapur.
Ibu berada di teras rumah, menyapu . dan sepertinya lupa jika dirinya tengah memasak.
"Ya Allah lupa aku, iya nduk matikan saja" jawab ibu yang berlari menuju dapur.
Aku segera mematikan kompor lalu kemudian ke kamar mandi untuk mengambil wudhu.
Selepas sholat shubuh berjamaah di masjid, aku meng-gowes sepedaku menuju rumah.
Di tengah perjalanan aku bertemu dengan pak sofyan yang menjabat sebagai kepala sekolah di madrasah ibtidaiyah di desaku.
Beliau menghentikan perjalananku dan menghampiriku seraya bertanya "nduk, bapaknya sudah pulang dari masjid?“
“belum pak, orangnya masih ada di masjid kayaknya" jawabku.
"oalah makasih nggeh" kata pak sofyan lalu beliau pergi menghampiri bapak ke masjid.
Aku pun melanjutkan perjalanan ke rumah.
Sekitar 30 menit kemudian, bapak pulang dan sedikit mengomel.
"dikandani kok sek ngeyel ae (dibilangin kok masih ngeyel saja)" gerutu bapak ketika beliau masuk ke dalam rumah.
Aku yang saat itu duduk di ruang tamu sambil bermain ponsel langsung kaget melihat wajah bapak yang sepertinya sedikit kesal.
Di dalam ruang tengah terdengar bapak mengobrol dengan ibuk dengan percakapan yang agak aneh. Sepertinya terkait dengan masalah pemilihan lurah tahun 2019.
Aku hanya menguping dan aku merasa bahwa bapak benar - benar sedang marah karena beberapa kalimatnya menggunakan nada yang sedikit tinggi.
Karena cukup mendebarkan, akupun tidak berani untuk bertanya sebab nantinya pasti bapak akan semakin marah.
Tapi aku merasa cukup aneh dengan bapak karena beliau tidak pernah se-marah ini sebelumnya, sepertinya kasus ini cukup besar makannya beliau sangat marah.
Setelah menata perlengkapan untuk ke kampus, aku pun bergegas untuk berangkat dan sebelumnya aku sudah memesan gujek karena kebetulan motorku sedang sakit sehingga harus di rawat inap di bengkel.
Tak lama kemudian gujek yang ku order pun datang.
"pak berangkat dulu, Assalamualaikum" aku berpamitan sambil bersalaman dengan bapak yang saat itu berada di teras.
Bapak mengulurkan tangannya lalu berkata “enggeh, hati - hati di jalan. Leh ojo ngebut - ngebut bawa motornya" kata bapak padaku dan pada driver gujek itu.
"enggeh pak mudin, santai mawon" kata driver gujek yang kebetulan rumahnya berada di desa sebelah jadi dia kenal dengan bapak.
Dan kami pun berangkat ke kampus.
Sesampainya di kampus, aku segera berlari ke dalam kelas karena aku melihat dosen yang akan mengajar di kelasku mulai berjalan keluar dari kantor.
"pak umar datang…………." kata teman - temanku yang kebetulan juga sama telatnya denganku.
Kelas berjalan dengan lancar walau ada sedikit konflik saat presentasi tadi tapi tidak masalah.
Dion menghampiriku setelah kelas selesai.
"rin, ayo nang alun - alun" ajak dion.
"sholat dulu dong" jawabku .
"iya maksudnya nanti habis sholat ayo ke alun - alun" dion meralat ucapannya.
"ayo dong….. Udah lama nih gak makan seblak nya pak mukit. Jadi kangen" sambar herny.
"sorry ya gaissss… tapi kayaknya aku gakbisa deh" jawabku menolak ajakan mereka.
"kenapa?" tanya dion.
"takut pulangnya telat… Soalnya nanti malem ada rapat kartar , sebenernya sih males banget aku ikutan rapat itu tapi mau gimana lagi? Nolaknya juga gak enak" aku mencoba menjelaskan alasanku pada teman - temanku itu.
Mereka pun menegerti dan kita memutuskan untuk menunda untuk main di alun - alun.
Sore setelah sampai di rumah..
Aku melihat ibu sedang menonton tv, dan aku merasa bahwa ini adalah kesempatanku untuk bertanya tentang penyebab kemarahan bapak tadi pagi.
"buk, bapak belum pulang ya?" tanyaku sekedar basa - basi.
"iya kok tumben jam segini belum pulang" jawab ibu tapi tetap fokus menonton acara tukang ojek pengkolan.
"buk… Bapak tadi pagi kok marah - marah itu kenapa sih?" aku mulai mewawancarai ibuk.
"bapakmu tah? Gara - gara lurahan nduk" jawab ibuku singkat.
"lah kenapa sih? Kok penasaran aku buk?" aku masih kepo.
"bapakmu itu mau di daftarin jadi calon lurah, ya jelas bapakmu gak mau lah. Wong jadi mudin aja udah mumet apalagi mau jadi lurah" ibu menjelaskan padaku.
"loh ya bener itu buk, wong aku yang cuma liat bapak aja udah mumet kok apalagi ini mau liat bapak ngurusin dua desa (karena desaku itu terbagi jadi 2 dusun tapi tetep satu kelurahan)" kataku.
" lah iya itu nduk, mangkane bapakmu itu nolak tapi orang - orang itu udah terlanjur dukung bapak. Katanya kalau bapakmu jadi lurah udah pasti menang. Gausah pake duit gapapa yang penting bapak mau maju buat nyalon" jelas ibuk.
"sampeyan aja yang bilang buk sama warga desa buat gausah nyalonin bapak jadi lurah. Bilangin kalo orangnya jadi mudin saja" kataku pada ibuk.
“nanti aja kalau ada kumpulan PKK pasti tak omongin " jawab ibu .
Sekarang aku jadi mengerti kenapa pak sofyan tadi mencari bapak, karena selama ini pak sofyan tidak suka dengan bapak rahmadi yang berencana akan mencalonkan diri sebagai lurah sehingga pak sofyan meminta bapak ku untuk maju juga mencalonkan diri sebagai lurah.
Selepas maghrib..
Mbak puput datang menjemputku dirumah. Aku sebenarnya malas untuk berangkat tetapi kasihan kalau mbak puput kesana sendirian.
"rin, nanti kerumahnya yoga dulu ya. Katanya mau bareng soalnya" kata mbak puput saat di perjalanan.
"ok mbak" jawabku yang duduk menyamping dibelakangnya.
(buat yang belum tau mas yoga, dia itu anak alm. Mudin rozi yang pernah aku ceritakan di part tumbal).
5 menit berlalu, sampailah kami dirumah mas yoga.
Rumah ini terlihat sedikit terang dari biasanya walaupun setahuku hanya ditinggali oleh mas yoga dan kakak nya yang nomer dua.
"gaaaaaaa……. Assalamualaikooommmmm" mbak puput berteriak dari depan gerbang seraya menggedornya dengan keras.
Aku tertawa melihat kelakuan mbak puput yang terlihat seperti debt collector.
Sesosok laki - laki bersarung keluar dari rumah joglo itu, dengan kemeja berwarna jingga hitam yang ku tebak sebagai seragam kartar di desanya.
(kalau rapat kartar kecamatan diwajibkan untuk memakai seragam kartar dari desa masing - masing).
"mbok kiro iki rapat remas ta kok nggawe sarung iku? (kamu kira ini rapat remaja masjid kah kok pakai sarung itu?)" ledek mbak puput saat melihat penampilan mas yoga.
"mosok yo aku katene kebaya'an? (masa ya aku harus pakai kebaya?)" jawab mas yoga .
"rin kamu kok ikut?" kata mas yoga saat melihatku.
"hehehe iya mas, diajak mbak puput" jawabku ramah.
"loh yaopo seh? Jarene kepengen ketemu jarin malah takok lapo kok melu… (lohloh gimana sih? Katanya pengen ketemu zahrin malah tanya kenapa dia kok ikut…..)" sahut mbak puput yang langsung dijitak oleh mas yoga.
" rin, katanya yoga dia mau daftar jadi calonmu. Boleh nggak? " mbak puput malah jadi menggoda kami berdua yang sebenarnya tidak ada hubungan apa - apa.
"calon iwak?" tanyaku menyelewengkan perkataan mbak puput.
Mbak puput malah ketawa mendengar pertanyaanku.
(FYI : calon iwak / iwak calon adalah sejenis makanan atau lebih tepatnya lauk yang terbuat dari udang yang dihaluskan dengan bumbu lalu dicampur dengan parutan kelapa, telur dan tepung lalu digoreng).
"awakmu engkok di ruqyah bapak.e kapok loh (kamu nanti diruqyah bapaknya, syukur loh)" sambar mas yoga sambil mengeluarkan motor ninju miliknya.
"kok bapaknya sih? Bilango calon mertua gituloh" mbak puput kembali dengan candaannya itu.
Aku hanya tertawa kecil , memang aku sudah terbiasa mendapat godaan ini. Entah berasal dari mana tapi setiap ada mas yoga dan aku di tempat yang sama, pasti ada godaan yang bentuknya mirip seperti ini.
"jangan ngoceh mulu, ayo berangkat daripada nanti telat" mas yoga mencoba menghentikan godaan mbak puput.
"loh yo awakmu iku sing nggarai telat, ngetokno sepeda di suwi - suwino karo nyawangi jarin gak atek ketip (loh ya kamu yang bikin telat, mengeluarkan motor malah di lama - lamain sambil ngeliatin zahrin sampai gak berkedip) " mbak puput kembali menggoda kami.
" wes ayo, tak tabrak kamu nanti" ucap mas yoga yang sepertinya mulai kehilangan kesabaran.
"monggo disik.o (ayo silahkan kamu duluan)" mbak puput meminta mas yoga untuk berangkat lebih dulu.
"lady's first" sahut mas yoga.
"mbok alah kemenyek atek ledis pres barang, wong yo atasane njalok nang mburi nek isok nyawangi jarin ae loh. Belantik awakmu iku (astaga, sok banget pakai lady's first segala, wong ya sebenarnya minta di belakang biar bisa ngeliatin zahrin aja loh. Curang emang kamu itu)" sambar mbak puput yang tidak dihiraukan mas yoga.
Kami pun langsung berangkat menuju pendopo kecamatan.
Disana sudah cukup ramai, tapi acaranya belum dimulai.
Kami sampai dan berjalan bersama masuk ke dalam pendopo.
"wuiihhh pacarmu tah ga?" kata seseorang saat melihatku dan mas yoga jalan bareng mencari tempat duduk karena mbak puput sedang megobrol dengan remaja kartar dari desa lain.
"ngawur…. Anaknya mudin ilyas ini" jawab mas yoga yang memperkenalkanku sebagai anaknya bapak yang notabene nya sudah terkenal dimana - mana.
"oalaaahhh…. Bener agak mirip" sahut salah satu cowok yang sekilas tidak asing bagiku.
Aku duduk diantara mbak puput dan mas yoga, mendengarkan apa yang disampaikan oleh pengisi acara tersebut.
Sambil melihati jam tangan yang terus memutar jarumnya, aku mulai mengantuk dan berharap agar acara ini segera selesai.
"ngantuk? Masih lama sih kayaknya?" ucap mas yoga sambil agak berbisik.
Aku hanya menganggukkan kepala. Kemudian aku melihat ke arah timur, menyadari bahwa seseorang sedang memperhatikanku sedari tadi.
"gausah diliat" kata mas yoga yang juga menyadari bahwa ada seseorang yang memperhatikanku.
Aku kembali menyimak acara sambil sesekali menguap.
Setelah acara selesai, aku dan mbak puput hendak pulang.
"tak anterin ya.. Udah malem ini" mas yoga menawarkan dirinya untuk mengantarkan kami.
"gausah mas… Gakpapa" aku menolak tawaran itu.
"iyo ga, gausah" sahut mbak puput.
"tapi udah malem ini. Hampir jam sebelas loh" kata mas yoga.
Lalu dia memanggil temannya yang satu desa dengannya (mas iman ini datangnya telat tadi jadi pas berangkat tidak barengan dengan kita).
"man, ayo anterin mereka. Kamu yang di depan nanti aku yang ngiting (ngikutin) dibelakang" kata mas yoga pada mas iman.
"ayo,, gausah wedi padane karo sopo ae (gak usah takut, kayak sama orang lain saja)" ucap mas iman.
Akhirnya aku dan mbak puput mau lalu kami pulang dengan diantar dua bodyguard dari desa sebelah ini.
Namun sebelum aku pulang tadi, seseorang yang memperhatikanku terlihat menungguku sampai aku pergi dari pendopo kecamatan.
Sesampainya dirumah aku berterima kasih kepada mbak puput dan dua orang bodyguard itu lalu menyampaikan pesan agar mereka berhati - hati saat dijalan pulang.
Kemudian mereka pulang kerumah masing - masing.
Setelah sholat isya (karena tadi belum sholat sebab acaranya cukup lama).
Aku mendapat whatsapp dari mas yoga.
"rin, besok sampeyan gausah ikut lagi ya. Tadi aku udah bilang sama puput buat nyuruh anggota cowok aja yang ikut rapat minggu depan"
Aku senang karena tidak akan ikut acara membosankan itu lagi.
"iya mas

" balasku yang kemudian mengakhiri percakapan kita hari itu.