blackrosestAvatar border
TS
blackrosest
Ben, Malaikat Kecilku

pict by Pinterest

Quote:



#Cerita_Mini


BEN, MALAIKAT KECILKU

Hari yang melelahkan bagiku, saat hampir setiap waktu Ben tak hentinya menangis. Meskipun begitu, aku mencoba bersikap sabar. Bagi seorang ibu, suara tangisan si buah hati bagai melodi indah dibandingkan ia harus menyaksikan anaknya terbaring sakit tak berdaya.

Seminggu yang lalu adalah masa-masa kritis Ben. Dokter mendiagnosis anakku terkena infeksi paru-paru. Aku frustrasi, anak usia tiga tahun harus menderita penyakit seberat itu. Ditambah melihat seluruh tubuh kecilnya dipenuhi alat medis. Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada itu. Tiap detik aku menyalahkan Arman–suamiku– yang seorang perokok berat.

Tiga hari setelah pulang dari rumah sakit, Ben tiba-tiba menghilang. Padahal aku hanya meninggalkannya ke toko seberang rumah. Seharian berkeliling di sekitar kompleks, akhirnya Ben berhasil kutemukan. Di taman kompleks dia tengah asyik bermain ayunan, seorang diri. Langsung saja kugendong dan segera membawanya pulang.

Entahlah, semenjak dari taman bermain itu Ben terlihat aneh. Seringkali menangis bahkan tidak mau diajak makan. Dari sorot matanya ia seperti ketakutan melihatku. Kupikir, itu pasti efek dari obat-obatan kemarin.

Ben tengah tertidur lelap dengan mata sembab karena terlalu banyak menangis. Perlahan wajah mungil itu kuhujani dengan kecupan, lalu membawanya dalam dekapan. Seharian ini ia selalu saja menghindar. Serta merta buliran bening mulai membanjir. Malaikat kecilku terlihat begitu lelah. Ya Tuhan, aku teramat menyayanginya.

Pintu kamar perlahan terbuka, disusul langkah Arman yang semakin mendekat. Lelaki itu tersenyum kemudian mendaratkan sebuah ciuman di keningku.

“Sayang, ayo keluar sebentar. Ada yang harus aku sampaikan,” ucapnya berbisik, tak ingin suaranya membangunkan si kecil Ben. Lalu kami melangkah keluar kamar.

“Alice ... Sayang, sadarlah! Ben kecil kita sudah tidak ada. Kamu harus bisa menerima kenyataan itu! Percayalah, ia sudah bahagia di surga. Ayo kembalikan anak itu pada orang tuanya, mereka sudah menunggu.”

-End-

Black Rose
29.06.19
----@@@----

Rekomendasi Thread Ane yang lain:

Kumpulan Cerita Misteri & Creepypasta

Kumpulan Kisah Urban Legend & Scary Game

---***---

Kumpulan Indeks

Pemilik Hati

Cermin Kuno

Wanita Malam

Danau Kenangan

Lelaki Tanpa Denyut Nadi

Sisi Lain Cinderella

Lukisan Berdarah

Saat Aku Tengah Sendirian

Sebuah Kisah Kelam
Diubah oleh blackrosest 23-09-2019 03:11
indrag057
sunshii32
eyefirst2
eyefirst2 dan 22 lainnya memberi reputasi
23
8.6K
81
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
blackrosestAvatar border
TS
blackrosest
#47
SISI LAIN CINDERELLA

Pict by Pinterest


Quote:



Namanya Cinderella, seorang gadis yang tinggal di sebuah rumah terpencil di sudut desa. Sedari kecil tak pernah mengenal sosok Ibunda. Tuhan memberikan dunia pada gadis itu dengan mengambil nyawa sang ibu. Cinderella bayi, dibesarkan bersama ayah serta neneknya. Namun, saat usia Cindrella baru menginjak sepuluh tahun, dia kembali kehilangan kasih sayang. Sang nenek menyusul ibundanya.

Perlahan, kebahagiaan Cinderella berganti dengan penderitaan saat ayah membawa perempuan yang disebut sebagai pengganti ibundanya. Tak hanya itu, ia pun harus menerima kedua anak yang dibawanya sebagai saudara. Padahal dulu saat mereka datang, Cinderella diliputi rasa bahagia, berharap ia bisa berbagi kasih sayang dengan mereka.

“Hai! Dasar pemalas, ayo bangun!” Hardikan dan cacian hampir setiap hari jadi sarapan Cinderella.

“Iya, Bu. Sebentar aku mandi dulu. Semalam menjahit baju ibu sampai larut malam, jadi pagi ini masih lelah,” jawab Cinderella. Matanya masih terlihat merah karena kurang tidur, semalaman tumpukan baju ibu dan saudara tirinya dipaksa harus selesai malam itu juga. Berkali-kali ia mengaduh ketika jarum jahit mengenai jemari mungilnya.

“Tidak usah banyak Alasan! Ayo cepat masak karena kami semua sudah lapar!” Sebelum berlalu, Elissa–si ibu tiri–melemparkan asbak berbahan kayu. Tidak sempat menghindar, benda itu melayang mengenai kepala Cinderella.

***

Cinderella tumbuh menjadi remaja yang tertutup. Kesibukan ayahnya berdagang di luar pulau membuatnya benar-benar kehilangan kasih sayang. Tidak ada lagi yang peduli pada gadis itu.

Setelah mandi, Cinderella mulai sibuk berkutat di dapur. Kepulan asap dari tungku perapian perlahan menyamarkan kulitnya yang putih. Kain kumal dengan tambalan di beberapa bagian adalah pakaiannya sehari-hari. Bahkan, tidur pun ia hanya beralaskan selembar kain. Terpojok pada ruangan sempit di sebelah dapur.

***

Cinderella meringis menahan perih dan sakit di sekujur tubuhnya. Luka lebam akibat siksaan dari ibu tiri serta kedua anaknya kerap ia terima hanya karena masalah sepele. Seperti saat itu, mereka murka karena baju yang belum selesai dijahit.

“Dasar gadis bodoh! Acara pesta di kerajaan itu tinggal dua hari lagi. Pokoknya besok harus sudah selesai!” Paula, anak sulung menghardik sambil berkacak pinggang. Sedangkan Elissa dan Rebeca menyusul dengan melayangkan tamparan pada wajah Cinderella.

Gadis dengan rambut hitam terikat itu terus merintih seiring tendangan dari ketiga wanita yang tak punya perasaan.

“Malam ini, selesaikan semua bajunya . Awas kalo sampai besok pagi kami belum bisa memakainya!” Cinderella meringis saat tangan Rebecca menarik rambutnya dengan kasar. Lalu menghantamkannya ke ujung meja. Darah merembes akibat robekan di kulit kepalanya. Ia terus memohon ampun dan berjanji akan menyelesaikan pekerjaannya.

***

Dalam keremangan cahaya lilin, Cinderella meraih sebuah kotak kayu tua berukir kelopak mawar. Dipandanginya foto lusuh itu, seolah wajah ibunda sedang tersenyum padanya. Terlihat dimana setiap inci wajah mereka bak pinang dibelah dua.

Air mata tumpah menganak sungai, meratapi nasib buruk yang tak kunjung berakhir. Gadis pemilik iris sekelam malam itu terlihat mulai merasa lelah dengan kehidupan yang dijalaninya.

“Ibu, Nenek, ingin rasanya menyusul kalian ke sana. Meraup kasih sayang yang selama ini hilang. Bahkan aku sudah lupa rasanya bahagia.” Didekapnya kotak kayu peninggalan sang nenek hingga ia tertidur bersama rasa sakit yang menderanya.

Baru sejenak mengistirahatkan mata, gadis berkulit putih itu kembali terjaga.

“Cinderella, bangun, Nak.” Sayup terdengar suara lembut seorang wanita, Cinderella berusaha mempertajam indra pendengarannya. Tiba-tiba muncul kabut putih disertai bayangan wanita dengan gaun hitam menjuntai.

“I–ibu ….” Cinderella terpana menatap wanita di hadapannya, sosok itu bagai jelmaan ibunya.

“Panggil saja Bunda, Nak,” ucap Bunda dengan senyum menghias wajahnya. Setelah itu, Cinderella tenggelam dalam pelukan hangatnya. Rasa yang bahkan seumur hidup belum pernah ia dapatkan, pelukan dari seorang ibu.

“Jangan nangis, Sayang. Bunda datang untuk menolongmu. Katakan, apa yang bisa Bunda lakukan agar kamu bahagia?” Tangan lembutnya membelai rambut panjang Cinderella, menatap iba luka di pelipis gadis itu. “Bukankah besok malam akan ada pesta di kerajaan? Bagaimana kalau kamu ikut, Nak? Bunda yakin kamu akan mendapat kebahagiaan di sana.”

“Tidak, Bunda. Aku tidak mengharapkan itu. Keinginanku bahkan lebih dari sekadar bahagia, Bunda.” Ada kilat emosi terpancar dari tatapan Cinderella. “Aku ingin mereka menebus penderitaanku selama delapan tahun ini. Bahkan dengan cara yang belum pernah mereka bayangkan!”

“Apa itu, Sayang?” tanya Bunda.
“Jika dibolehkan, pinjamkan aku kekuatan bunda satu hari saja.”

“Baiklah.” Cahaya kuning keemasan muncul dari tongkat yang dipegang Bunda, lalu perlahan masuk melalui kening Cinderella. Kamar gelap dan pengap itu mendadak terang saat tubuh gadis itu bercahaya, lalu kembali meredup seiring menyatunya kekuatan dalam tubuh Cinderella.

“Ingatlah, Nak. Kekuatanmu akan hilang besok tepat saat jam dua belas malam.” Bunda kembali mengingatkan. “Sementara itu, setiap ucapanmu mengandung sihir, jadi berhati-hatilah. Lakukan apa yang menjadi keinginanmu.”

***

Mentari pagi mulai menampakkan sinarnya yang cerah, seiring dengan perubahan raut wajah Cinderella.

“Bagaimana dengan baju kami, hah?!” Rebeca mulai mencari perkara, dengan tampilan berantakan, rambut acak-acakan karena baru bangun tidur.

“Maaf, Kak. Bajunya sama sekali belum sempat aku kerjakan.” Cinderella menjawab santai.

“Berani sakali kau!” Sebuah tamparan hendak menyentuh pipi Cinderella, tapi seketika langsung terhenti. Tangan Rebeca mendadak kaku sedangkan mulutnya bisu tak bersuara dengan lidah terus menjulur keluar.

“Aduuhh! Pagi-pagi sudah berisik!” teriak Ellisa hampir berbarengan dengan Paula. Namun, tetiakan itu langsung berhenti manakala melihat keadaan Rebeca yang aneh.

“Hei, Rebeca! Kau kenapa? Ini pasti gara-gara gadis sialan ini!” Ellisa hendak menjambak rambut Cinderella, tapi gagal. Cinderella kembali mengucap mantra. Seketika datang gerombolan gagak hitam menyerang Ellisa dan Paula. Mereka berlari ke luar rumah, tapi percuma. Gagak hitam terus mengejar sembari mematuk-matuki kepala mereka berdua.

Wajah Ellisa dan Paula tak dapat dikenali lagi, penuh luka patukan gagak. Juga dengan bola mata mereka, tak luput dari santapan burung-burung itu.

Cinderella tertawa puas, kini tidak ada lagi orang yang akan menyiksanya. Dia akan hidup dengan bebas, tanpa ada satu pun yang mengekangnya. Baginya, itu lebih berarti dari sekedar pergi ke pesta dansa dengan memakai gaun mewah, mengendarai kereta kuda lalu berdansa dengan Sang Pangeran.

Sedangkan nasib Ellisa, Paula dan Rebeca berakhir menjadi gelandangan dengan kondisi buta dan cacat, serta buruk rupa.

“Sekarang, Bunda harus pergi. Jaga diri kamu baik-baik.”
Untuk terakhir kalinya Cinderella menangis, kali ini yang ia tumpahkan adalah air mata kebahagiaan. Meski hanya sesaat, tapi setidaknya rasa rindu pada ibundanya sedikit terobati.

–END–


Black Rose
19.07.19
scott.i
DeYudi69
indrag057
indrag057 dan 2 lainnya memberi reputasi
3