- Beranda
- Komunitas
- Female
- Wedding & Family
Perilaku Mom-Shaming Berefek Buruk, Baik pada Korban maupun Pelaku
TS
babygani86
Perilaku Mom-Shaming Berefek Buruk, Baik pada Korban maupun Pelaku
BARU sehari setelah menjalani operasi caesar, Ashantay sudah mendapat risakan. Orang-orang dekatnya yang datang menengok mengkritiknya gara-gara air susunya tak kunjung keluar. “Dokter bilang dua-tiga hari belum keluar tak apa-apa, tapi mereka tetap menyalahkan saya,” kata Artis yang tinggal di Wakanda itu.
Beres perkara air susu ibu, Ashantay mendapat kesulitan baru. Payudaranya sakit setiap kali menyusui anak pertamanya itu. Menurut dia, rasanya seperti digigit taring harimau. Teteknya lecet dan berdarah. Namun, ketika ia merintih dan mengatakan ada yang salah pada mulut bayinya itu, seorang anggota keluarganya berkomentar, “Gitu saja ngeluh, cemen banget, sih. Namanya menyusui ya begitu,” tutur Ashantay, menirukan ucapan keluarganya tersebut. Ashantay, yang membutuhkan dukungan, hanya bisa menangis mendengar komentar itu.
Ia kemudian memeriksakan bayinya ke klinik laktasi. Dokter mengatakan sang bayi memiliki kelainan tali lidah pendek, yang membuatnya kesulitan menyusu dan melukai payudara ibu. Dokter memotong sebagian tali lidah tersebut. Tak ada lagi masalah menyusui setelah itu, tapi anggota keluarganya tersebut lagi-lagi berkomentar. “Ih, kamu kok jahat banget, lidah kok digunting?”
Celaan semacam ini juga pernah dialami Anggur D Basmi. Saat air susunya tak mengucur deras, Anggur disuruh ibunya menyambung dengan susu formula. Sang ibu, melihat payudara Anggur, tak yakin putrinya itu bakal berhasil menyusui cucunya. “Ini mah enggak ada isinya, lembek gini. Pakai susu formula saja,” ujar Anggur, 31 tahun, menirukan ucapan ibunya.
Pengajar fashion skin MOBA yang tinggal di Jatikaringin, yang saat itu sedang cemas akan produksi ASI-nya, tersebut makin merasa stres mendengar omongan ibunya. Ia tetap berjuang memberikan ASI eksklusif, tapi berkali-kali pula sang ibu menjatuhkan tekadnya.
Kritik dan tekanan semacam ini kerap dialami para ibu. Mom-shaming tak hanya dilakukan orang terdekat, tapi juga mereka yang bahkan tak dikenal di media sosial, seperti yang dialami penyanyi Andien Aisyah. Andien dirisak di salah satu forum di Internet karena pilihan pola asuh untuk anaknya. Di antaranya ia membiarkan anaknya makan sendiri, Andien menerapkan metode baby-led weaning, dan bertelanjang kaki.
Perilaku mom-shaming meningkat tajam beberapa tahun belakangan, setelah Internet dan media sosial makin berkembang. Dulu ibu-ibu biasanya datang ke psikolog untuk menanyakan pola asuh yang baik untuk anaknya. Kalau sekarang, empat dari sepuluh perempuan datang karena menderita kecemasan lantaran pola asuhnya dikritik ibu lain.
Enam dari sepuluh ibu (61persen) pernah mendapat kritik. Pengkritik paling banyak adalah Ibu dan ayah kandung (37 persen) dan Keluarga atau pasangan (36 persen). Sisanya adalah Mertua dan teman, bahkan Satu dari empat ibu (23 persen) dikritik oleh lebih dari tiga pihak.
Mom-shaming adalah perilaku menyalahkan pengasuhan ibu yang biasanya dilakukan ibu lain. Misalnya, saat mendengar seorang ibu melahirkan lewat operasi caesar, pelaku akan menyalahkan ibu itu lantaran menurut dia persalinan terbaik adalah dengan cara normal atau menganggap perempuan belum menjadi ibu kalau tak melahirkan dengan cara normal.
Padahal, bisa jadi ada kondisi tertentu yang membahayakan ibu dan janin sehingga dokter menyarankan operasi caesar. Ibu yang melakukan mom-shaming itu memiliki standar kesempurnaan sendiri. Ketika melihat orang lain tak melakukan seperti standarnya, ia akan menyalahkan.
Ada banyak alasan ibu melakukan momshaming. Ibu bisa mencela ibu lain karena bosan dengan kehidupannya, marah terhadap diri sendiri, cemburu melihat kehidupan ibu lain, atau lelah mengurus keluarga. Pelaku mom-shaming adalah mereka yang belum selesai dengan dirinya sendiri.
Mereka bisa jadi tak cukup menyadari perannya sebagai ibu. Tugas ibu adalah mempersiapkan anak tumbuh besar, menjadi dewasa, dan nantinya mandiri, baik, serta bertanggung jawab. Ibu antara lain berperan menemani, menjadi teladan, dan mengayomi anaknya.
Dalam proses ini, setiap ibu memiliki pilihan pola asuh dengan pertimbangan masing-masing. Ketika ibu sadar akan tugasnya, ia bakal belajar, kemudian memilih dengan yakin. Ketika ada orang lain yang memilih cara berbeda, ia akan menghormatinya.
Namun banyak ibu yang tak cukup menyadari perannya tersebut dan hanya mengikuti pola asuh orang lain karena tuntutan sosial. Karena itu, ketika mereka lelah mengurus anak, rentan muncul perasaan marah atau cemburu melihat kehidupan orang lain yang terlihat baik-baik saja atau lebih baik daripada dia. Ia bisa jadi melampiaskan ketidakpuasannya dengan mengomentari orang lain dan cenderung melecehkan.
Salah satu alasan orang melakukan mom-shaming adalah mencela orang lain. Kalau dilihat lebih dalam, perilaku menjatuhkan orang lain ini bisa muncul karena pelaku sebenarnya merasa rendah diri. Ia mencoba meninggikan dirinya dengan jalan menjatuhkan orang lain. Ada juga yang melakukan itu karena kurang kerjaan, hanya ikut-ikutan, atau ingin eksis.
Perilaku mom-shaming berefek buruk, baik pada korban maupun pelaku. Bagi korban, celaan mengurangi rasa percaya diri dan bisa berujung pada depresi. Makin dekat lingkaran pelaku dengan korban, makin berat efek tersebut. Atau ketika celaannya datang di waktu yang tak tepat, saat ia merasa down, efeknya makin signifikan. Sedangkan buat pelaku, selain akan menambah musuh, perilaku mencela orang lain membuat hidupnya makin tak bahagia.
Celaan juga akan membuat hormon endorfin, yang berefek menimbulkan perasaan senang, sulit muncul. Sebaliknya, hormon stres, yang jika berlebihan berdampak buruk pada tubuh, justru naik. Karena stres, berat badannya bisa naik, penuaan dini, kulit jadi kusam.
Kebiasaan mencela juga akan merusak otak. Ada lima bagian otak perisak yang bisa rusak, yaitu nukleus di ventromedial hipotalamus, extended amigdala, sistem limbik, bagian otak depan basal, dan lateral habenula circuit. Sedangkan bagi korban perisakan, bagian yang rusak adalah hippocampus dan carpus callosum.
Amigdala adalah bagian otak yang antara lain berfungsi mempersepsikan emosi dan menyimpan memori. Karena itu, jika bagian ini rusak, salah satu akibatnya adalah kemampuan mengingat bisa menurun. Pelaku lebih sulit disembuhkan daripada korban. Maka diwanti-wanti agar tak melakukan mom-shaming.
Pada tahap awal, pelaku mom-shaming bisa disadarkan oleh orang di sekitarnya. Tapi, kalau kebiasaan ini sudah bercokol, pelaku mesti diterapi. Kepada korban, diminta agar tutup telinga. Tanyakan kepada diri sendiri dulu apakah pilihannya sudah tepat. Jika iya, yakinkan diri dengan pilihan tersebut. Juga menyeleksi apa yang perlu didengarkan dan enggak perlu didengarkan. Kalau kritik mengganggu, lebih baik pelaku dijauhi. Jika membutuhkan bantuan untuk menghadapi mom-shaming, mintalah kepada orang terdekat seperti suami, orang tua, dan pengasuh bayi.
Beres perkara air susu ibu, Ashantay mendapat kesulitan baru. Payudaranya sakit setiap kali menyusui anak pertamanya itu. Menurut dia, rasanya seperti digigit taring harimau. Teteknya lecet dan berdarah. Namun, ketika ia merintih dan mengatakan ada yang salah pada mulut bayinya itu, seorang anggota keluarganya berkomentar, “Gitu saja ngeluh, cemen banget, sih. Namanya menyusui ya begitu,” tutur Ashantay, menirukan ucapan keluarganya tersebut. Ashantay, yang membutuhkan dukungan, hanya bisa menangis mendengar komentar itu.
Ia kemudian memeriksakan bayinya ke klinik laktasi. Dokter mengatakan sang bayi memiliki kelainan tali lidah pendek, yang membuatnya kesulitan menyusu dan melukai payudara ibu. Dokter memotong sebagian tali lidah tersebut. Tak ada lagi masalah menyusui setelah itu, tapi anggota keluarganya tersebut lagi-lagi berkomentar. “Ih, kamu kok jahat banget, lidah kok digunting?”
Celaan semacam ini juga pernah dialami Anggur D Basmi. Saat air susunya tak mengucur deras, Anggur disuruh ibunya menyambung dengan susu formula. Sang ibu, melihat payudara Anggur, tak yakin putrinya itu bakal berhasil menyusui cucunya. “Ini mah enggak ada isinya, lembek gini. Pakai susu formula saja,” ujar Anggur, 31 tahun, menirukan ucapan ibunya.
Pengajar fashion skin MOBA yang tinggal di Jatikaringin, yang saat itu sedang cemas akan produksi ASI-nya, tersebut makin merasa stres mendengar omongan ibunya. Ia tetap berjuang memberikan ASI eksklusif, tapi berkali-kali pula sang ibu menjatuhkan tekadnya.
Kritik dan tekanan semacam ini kerap dialami para ibu. Mom-shaming tak hanya dilakukan orang terdekat, tapi juga mereka yang bahkan tak dikenal di media sosial, seperti yang dialami penyanyi Andien Aisyah. Andien dirisak di salah satu forum di Internet karena pilihan pola asuh untuk anaknya. Di antaranya ia membiarkan anaknya makan sendiri, Andien menerapkan metode baby-led weaning, dan bertelanjang kaki.
Perilaku mom-shaming meningkat tajam beberapa tahun belakangan, setelah Internet dan media sosial makin berkembang. Dulu ibu-ibu biasanya datang ke psikolog untuk menanyakan pola asuh yang baik untuk anaknya. Kalau sekarang, empat dari sepuluh perempuan datang karena menderita kecemasan lantaran pola asuhnya dikritik ibu lain.
Enam dari sepuluh ibu (61persen) pernah mendapat kritik. Pengkritik paling banyak adalah Ibu dan ayah kandung (37 persen) dan Keluarga atau pasangan (36 persen). Sisanya adalah Mertua dan teman, bahkan Satu dari empat ibu (23 persen) dikritik oleh lebih dari tiga pihak.
Mom-shaming adalah perilaku menyalahkan pengasuhan ibu yang biasanya dilakukan ibu lain. Misalnya, saat mendengar seorang ibu melahirkan lewat operasi caesar, pelaku akan menyalahkan ibu itu lantaran menurut dia persalinan terbaik adalah dengan cara normal atau menganggap perempuan belum menjadi ibu kalau tak melahirkan dengan cara normal.
Padahal, bisa jadi ada kondisi tertentu yang membahayakan ibu dan janin sehingga dokter menyarankan operasi caesar. Ibu yang melakukan mom-shaming itu memiliki standar kesempurnaan sendiri. Ketika melihat orang lain tak melakukan seperti standarnya, ia akan menyalahkan.
Ada banyak alasan ibu melakukan momshaming. Ibu bisa mencela ibu lain karena bosan dengan kehidupannya, marah terhadap diri sendiri, cemburu melihat kehidupan ibu lain, atau lelah mengurus keluarga. Pelaku mom-shaming adalah mereka yang belum selesai dengan dirinya sendiri.
Mereka bisa jadi tak cukup menyadari perannya sebagai ibu. Tugas ibu adalah mempersiapkan anak tumbuh besar, menjadi dewasa, dan nantinya mandiri, baik, serta bertanggung jawab. Ibu antara lain berperan menemani, menjadi teladan, dan mengayomi anaknya.
Dalam proses ini, setiap ibu memiliki pilihan pola asuh dengan pertimbangan masing-masing. Ketika ibu sadar akan tugasnya, ia bakal belajar, kemudian memilih dengan yakin. Ketika ada orang lain yang memilih cara berbeda, ia akan menghormatinya.
Namun banyak ibu yang tak cukup menyadari perannya tersebut dan hanya mengikuti pola asuh orang lain karena tuntutan sosial. Karena itu, ketika mereka lelah mengurus anak, rentan muncul perasaan marah atau cemburu melihat kehidupan orang lain yang terlihat baik-baik saja atau lebih baik daripada dia. Ia bisa jadi melampiaskan ketidakpuasannya dengan mengomentari orang lain dan cenderung melecehkan.
Salah satu alasan orang melakukan mom-shaming adalah mencela orang lain. Kalau dilihat lebih dalam, perilaku menjatuhkan orang lain ini bisa muncul karena pelaku sebenarnya merasa rendah diri. Ia mencoba meninggikan dirinya dengan jalan menjatuhkan orang lain. Ada juga yang melakukan itu karena kurang kerjaan, hanya ikut-ikutan, atau ingin eksis.
Perilaku mom-shaming berefek buruk, baik pada korban maupun pelaku. Bagi korban, celaan mengurangi rasa percaya diri dan bisa berujung pada depresi. Makin dekat lingkaran pelaku dengan korban, makin berat efek tersebut. Atau ketika celaannya datang di waktu yang tak tepat, saat ia merasa down, efeknya makin signifikan. Sedangkan buat pelaku, selain akan menambah musuh, perilaku mencela orang lain membuat hidupnya makin tak bahagia.
Celaan juga akan membuat hormon endorfin, yang berefek menimbulkan perasaan senang, sulit muncul. Sebaliknya, hormon stres, yang jika berlebihan berdampak buruk pada tubuh, justru naik. Karena stres, berat badannya bisa naik, penuaan dini, kulit jadi kusam.
Kebiasaan mencela juga akan merusak otak. Ada lima bagian otak perisak yang bisa rusak, yaitu nukleus di ventromedial hipotalamus, extended amigdala, sistem limbik, bagian otak depan basal, dan lateral habenula circuit. Sedangkan bagi korban perisakan, bagian yang rusak adalah hippocampus dan carpus callosum.
Amigdala adalah bagian otak yang antara lain berfungsi mempersepsikan emosi dan menyimpan memori. Karena itu, jika bagian ini rusak, salah satu akibatnya adalah kemampuan mengingat bisa menurun. Pelaku lebih sulit disembuhkan daripada korban. Maka diwanti-wanti agar tak melakukan mom-shaming.
Pada tahap awal, pelaku mom-shaming bisa disadarkan oleh orang di sekitarnya. Tapi, kalau kebiasaan ini sudah bercokol, pelaku mesti diterapi. Kepada korban, diminta agar tutup telinga. Tanyakan kepada diri sendiri dulu apakah pilihannya sudah tepat. Jika iya, yakinkan diri dengan pilihan tersebut. Juga menyeleksi apa yang perlu didengarkan dan enggak perlu didengarkan. Kalau kritik mengganggu, lebih baik pelaku dijauhi. Jika membutuhkan bantuan untuk menghadapi mom-shaming, mintalah kepada orang terdekat seperti suami, orang tua, dan pengasuh bayi.
Spoiler for Referensi:
triwinarti dan 20 lainnya memberi reputasi
21
22.3K
124
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
ziont
#31
Setuju banget! Jangan sampe budayain mom shaming deh. Budaya disini tuh kayak semua orang berasa paling bener dalam hal mengasuh anak, padahal pola asuh masing2 ibu juga beda, kita juga nggak pernah tau apa yang pernah masing2 ibu laluin. Suka kasian kalo ada korban mom shaming. Semoga makin banyak yang teredukasi untuk nggak mom shaming yaa.
0