nyunwieAvatar border
TS
nyunwie
Senandung Black n Blue
Ini bukan tentang pembuktian
Bukan juga tentang sebuah sesal
Ini tentang aku dan perasaan
Hanya satu dan penuh tambal

Ini bukan tentang akumulasi kemarahan
Bukan juga hitung-hitungan pengorbanan
Hanya aku dan keegoisan
Bergeming dalam kesendirian

Aku bukan pujangga
Aku tak mahir merangkai kata
Aku hanya durjana
Menunggu mati di ujung cahaya

Aku bukan belati
Bukan juga melati
Aku hanya seorang budak hati
Sekarat, termakan nafsu duniawi

Sampai di sini aku berdiri
Memandang sayup mereka pergi
Salah ku biarkan ini
Menjadi luka yang membekas di hati





Nama gue Nata, 26 tahun. Seorang yang egois, naif, dan super cuek. Setidaknya itu kata sahabat-sahabat gue. Tidak salah, tapi juga tidak benar. Mungkin jika gue bertanya pada diri gue sendiri tentang bagaimana gue. Jawabanya cuma satu kata. IDEALIS TITIK. Oke itu udah 2 kata. Mungkin karena itu, hampir semua sahabat gue menilai gue egois, yang pada kenyataanya gue hanya tidak mau melakukan hal apapun. APAPUN. Yang tidak gue sukai. Bahkan dalam pekerjaan, jika menurut gue tidak menyenangkan, gue akan langsung resign.

Menulis buat gue bukanlah sebuah hobi, bukan juga sebuah kebiasaan yang akhirnya menjadi hobi, bukan juga keahlian diri, bukan juga sesuatu bakat terpendam yang akhirnya muncul karena hobi. Apaa sihh !!? Menulis buat gue adalah cara terbaik meluapkan emosi. Di kala telinga orang enggan mendengar, dan lidah sulit untuk berucap tapi terlalu penuh isi kepala. Menulis adalah cara gue menumpahkan segala penat yang ada di kepala, cara gue bermasturbasi, meng-orgasme hati dengan segala minim lirik yang gue miliki.

Kali ini berbeda, gue tidak menuliskan apa yang ingin gue lawan. Tidak juga menuliskan opini gue tentang suatu hal. Ini tentang diri gue seorang. Tidak indah, tidak juga bermakna, hanya kumpulan kata sederhana yang terangkai menjadi sebuah kisah. Angkuh gue berharap, semoga ini bisa menjadi (setidaknya) hikmah untuk setiap jiwa yang mengikuti ejaan huruf tertata.

.


Quote:


.


Jakarta, 22 Desember 2018.

Senja telah berganti malam saat mobil yang gue kendarai tiba di kawasan kemayoran. Gue masuk ke areal JI Expo Kemayoran. Saat masuk gue melihat banyak banner dan papan iklan yang menunjukan bahwa di area ini sedang dilaksanakan sebuah acara akhir tahun dengan Tag line "pameran cuci gudang dan festival musik akhir tahun". Gue tidak mengerti kenapa sahabat gue mengajak gue bertemu di sini.

Sesampainya di areal parkir, gue memarkirkan mobil. Tidak terlalu sulit mencari tempat kosong, tidak seperti saat diselenggarakan Pekan Raya Jakarta, yang penuh sesak. Sepertinya acara ini tidak terlalu ramai, atau mungkin belum ramai karena gue melihat jam masih pukul 18.35.

"Whatever lah mau rame mau sepi."Ucap gue dalam hati.

Gue memarkirkan mobil, setelahnya gue sedikit merapihkan rambut, berkaca pada kaca spion, lalu memakai hoodie berwarna hitam yang sedari tadi gue letakan di kursi penumpang, kemudian keluar mobil sambil membawa tas selempang berisi laptop.

Perlahan gue berjalan, sesekali melihat ke kiri dan ke kanan, mencari letak loket pembelian tiket berada. Akan lebih mudah sebenarnya jika gue bertanya pada petugas yang berjaga. Tapi biarlah gue mencarinya sendiri.Toh sahabat gue juga sepertinya belum datang.

Di loket, gue melihat banyak orang menggunakan kaos yang bertema sama. Banyak yang memakai kaos bertema OutSIDers, Ladyrose, dan juga Bali Tolak Reklamasi. Gue sedikit memicingkan mata, dalam hati berkata."Sial gue dijebak."

Setelah membeli tiket, gue masuk ke areal acara, melihat banyak stand dari berbagai brand. Penempatan stand-stand menurut gue menarik, benar atau tidak, sepertinya pihak penyelenggara menaruh stand brand-brand besar mengelilingi brand kecil. It's so fair menurut gue. Karena banyak acara semacam ini yang gue lihat justru menaruh brand UKM yang notabenenya belum terlalu di kenal di posisi yang tidak strategis. Dan untuk acara ini gue memberi apresiasi tersendiri untuk tata letak tiap brandnya. Walau sejujurnya butuh konfirmasi langsung oleh pihak penyelenggara tentang kebenaranya.

Gue masuk lebih dalam, mencari tempat yang sekiranya nyaman untuk gue menunggu sahabat gue yang belum datang. Sesekali berpapasan dengan SPG yang menawarkan barang dagangnya, gue tersenyum tiap kali ada SPG yang menawarkan gue rokok, kopi, dan lainnya. Dalam hati gue teringat tentang bagian hidup gue yang pernah bersinggungan langsung dengan hal semacam ini. Terus melanjutkan langkah, Gue tertarik melihat salah satu stand makanan jepang, lebih tepatnya gue lapar mata. Terlebih gue belum makan. Tapi saat gue ingin menuju ke stand itu, gue melihat ada stand sebuah merek bir lokal asal Bali. Gue mengurungkan niat untuk ke stand makanan jepang itu, dan lebih memilih untuk menunggu sahabat gue di stand bir.

Gue memesan satu paket yang di sediakan, yang isinya terdapat 4 botol bir, ukuran sedang. Gue mengeluarkan laptop gue, kemudian mengirim email kepada sahabat gue. Memang sudah beberapa hari ini gue selalu berhubungan dengan siapapun via email. Karena handphone gue hilang dicopet di stasiun Lempuyangan beberapa hari yang lalu.

"Fuck you Jon ! Gue di stand Albens, depan panggung yak. Jangan bikin gue jadi orang bego diem sendiri di tempat kek gini sendirian. Kecuali lo bajingan laknat yang ga peduli sama sahabat lo." Email gue pada Jono, sahabat gue.

Dari tempat gue duduk, gue dapat melihat panggung utama. Sepertinya dugaan gue tidaklah salah. Kalau guest star malam ini adalah Superman Is dead. Group band punk rock asal Bali. Pantas saja Jono mengajak gue bertemu di sini. Dia memang sangat menyukai musik bergenre punk rock macam green day, blink 182, SID, dan lainya.

Jujur saja, gue sebenarnya pernah menjadi Outsiders sebutan untuk fans superman is dead. Gue pernah menjadi OSD militan, yang selalu datang ke acara yang di dalamnya terdapat Superman Is Dead sebagai bintang tamunya. Tapi itu dulu, lebih dari sedekade lalu. Saat gue masih duduk di bangku SMA.

Dan malam ini, semua ingatan tentang itu semua membuncah. Berpendar hebat dalam bayang imajiner yang membuat mata gue seolah menembus ruang dan putaran waktu. Melihat semua apa yang seharusnya tidak perlu gue lihat, dan mengenang apa yang harusnya tidak perlu gue kenang. Sampai di titik tertentu gue sadar kalau gue sudah dipermainkan.

"JON, I know you so well, please please don't play with a dangerous thing. Comon Jhon I'm done. Gue balik" Gue kembali mengetik email untuk gue kirim pada Jono. Gue sadar gue sudah masuk dalam permainan berbahayanya. Dan gue tidak ingin mengambil resiko lebih.

Namun belum sempat email gue kirim. Gue melihat seorang perempuan berdiri tegak tepat di depan gue. Dan saat itu juga gue sadar gue terjebak dalam permainan konyol sahabat gue yang "luar biasa jahat".

"Haii Nat." Sapa perempuan itu.

"Fuck you Jhon, what do you think. Bitch !!" Gerutu gue dalam hati kesal.

Spoiler for opening sound:
Diubah oleh nyunwie 31-10-2020 12:21
efti108
aftzack
sargopip
sargopip dan 65 lainnya memberi reputasi
62
131.7K
723
Thread Digembok
Tampilkan semua post
nyunwieAvatar border
TS
nyunwie
#199
Part 4.1-a
Di rumah kediaman Mr. Odermatt.

Cahaya terang merambat perlahan menyinari wajah, menembus kedalam kelopak mata gue yang tengah terpejam. Membuat gue membuka mata karena tak tahan silaunya. Gue melihat sekeliling ruangan gue berada. Tembok berwarna putih, dengan pernak pernik yang girly beraneka ragam warna, deretan boneka bermacam ukuran, satu diantara gue mengenal boneka beruang yang berukuran sangat besar. Tidak henti mata ini menjelajahi tiap seluruh ruangan ini, sebuah ruangan yang sangat tidak asing buat gue, sampai mata gue berhenti tepat di samping kiri gue berbaring. Gue melihat seorang perempuan sangat cantik, yang wajahnya sangat tidak Indonesia sedang terlelap pulas, dia masih mengenakan pakaian yang sama sepanjang malam gue bersamanya.

Gue bangkit dari posisi tidur ke posisi duduk, mengambil handphone gue yang gue latakan di meja yang ada tepat di samping kanan gue. Sudah pukul 14.40, banyak sekali misscall dan sms masuk di handphone gue. Tapi dari sekian banyak sms yang gue baca hanya dari Abdul yang mengatakan kalau dia di kosan gue dan gue harus segera ke kosanya, ada sesuatu yang ingin dia bicarakan

"Iyah gue juga mau ada yang gue ceritain." Sent to Abdul.

"Morning Se." Suara lirih sedikit serak terdengar sangat pelan. Masih berkemul selimut tebal mencoba merubah posisi tidurnya menghadap.

"Udah siang Gal."

Karina hanya tersenyum, lalu menggusal manja, kepalanya kini di letakan di paha gue, gue mengusap lembut rambutnya yang agak berantakan. "Aku pulang sebentar lagi yah. 5 menit lagi." Ucap gue tanpa menghentikan tangan gue yang terus mengusap kepalanya. Karina lalu menganggukan kepala, memegangi tangan gue, lalu menciuminya.

5 menit berlalu, gue lalu bersiap untuk pulang. Sebelum keluar kamar Karina, gue sempatkan mencium keningnya lalu sedikit berbisik kepadanya.

"Kamu jangan kaya gini lagi yah, kapanpun kamu butuh aku, aku akan selalu ada buat kamu Gal, not as your friend, not as your lovely, but as your Big Hase."

Karina menganggukan kepalanya pelan masih dalam posisi yang sama. Lalu gue mulai berjalan keluar kamarnya. "Se" Panggilnya pelan, gue menghentikan langkah. "Ya Gal."

"Love you."

"I was."

Saat gue keluar kamar gue melihat Mr. Dan Mrs Odermatt sedang duduk di ruang tengah rumah ini, sedikit aneh, karena ini pertama kalinya gue melihat Mr. Odermatt menggunakan kopiah berwarna putih. Beliau benar-benar bukan lagi Mr. Odermatt tapi Bapak Ahmad. Gue duduk di samping Pak Ahmad, beliau lalu memegang pundak gue erat. "Terimakasih Nata. Maaf kalau saya sudah meminta kamu seperti ini." Ucapnya semakin aneh saat beliau mengucapkan terimakasih dengan Bahasa Indonesia. Sementara Mami nya Karina terlihat menitikan air mata.

"Nope Sir. Nata senang bisa membantu, biar bagaimanapun Nata sudah menganggap Daddy sama Mami seperti ayah dan mamah Nata sendiri."

"Your a good boy Nata. Saya selalu berharap Karina bisa mendapatkan seseorang yang baik seperti kamu." Gue menganggukan kepala, dalam hati gue mengamini ucapan Daddynya Karina. Gue lalu pamit pada Daddy dan Maminya Karina. Sambil mengucapkan hal yang sama yang gue ucapkan pada Karina untuk jangan ragu menghubungi gue kalau memang gue diperlukan.

Tapi gue selalu berharap gue tidak dibutuhkan.

.


Di kosan sejam kemudian

Malik dan Abdul hanya bisa duduk bersandar, sesekali menggaruk keningnya, rokok tidak pernah lepas diapit jarinya. Seolah tak habis pikir dengan apa yang baru saja gue ceritakan beberapa kali mereka menghela nafas panjang. Sementara gue hanya bisa merebahkan badan menatap nanar langit-langit kamar kosan gue mencoba berhenti dan melawan pikiran gue yang terus mengulang kejadian pagi ini.

"Yee ngape jadi pada bengong!" Ucap gue mencoba memecah keheningan.

"Udahlah Ngai, ga usah sok ga ada apa-apa." Sahut Abdul.

"Ayolah, emang ga ada apa-apa kan? Lagi buat apa kalian jadi ambil pusing, ini masalah gue …"

"Lo guoblogg apa tuolol!" Selak Malik lantang. "Kita ini temen lo, sahabat lo! Gue tau ini emang masalah lo, tapi sebagai temen pasti kita juga ngerasain apa yang lo rasain. Kita mau bantu … bukan bukan, bukan mau tapi kita harus bantu!" Lanjut Malik.

"Iye Ngai, biar gimane juga gue ada salah, coba tadi gue engga ngomong …"

"Udeh Dul, apa yang terjadi, terjadilah hahahah." Selak gue.

"Bisa-bisanya santai lo!" Celetuk Malik.

"Yah emang harus santai Pret! Sekarang gini, kalian mau bantu, gue minta banget bantuan kalian, Dita engga tau yang mana Karina, gue mau dia tetep ga tau Karina. Biarin dia tau nama tapi jangan sampe tau orangnya yang mana. Karena kemungkinan gue masih harus ketemu Karina sampe dia calm down." Ucap gue.

"Susah Nge, Dita bukan orang begok!" Sahut Malik.

"Bisa, dia emang ga begok, tapi dia bukan penyidik yang bagus, ga kaya lo semua yang sama kek anjing pelacak."

"Hasyuuuu!!!"

.


10 jam yang lalu. Kediaman Mr. Odermatt.

Selepas menelpon Dita gue kembali ke ruang tengah rumah ini. Sebenarnya gue ingin langsung pulang, tapi tidak sopan rasanya tidak berpamitan. Belum lagi Mami tadi ingin berbicara pada gue katanya. Gue lalu menunggunya di ruang tengah. Menunggu Mami yang sedang berada di kamarnya Karina entah sedang apa. Tidak lama gue duduk terdengar suara ribut-ribut dari dalam kamarnya Karina. Gue penasaran, tapi gue tahan untuk tidak menghampiri. Tidak sopan!

Namun ribut-ribut semakin terdengar hebat, suara Mami terdengar sangat keras, suara Karina juga tak kalah hebatnya. Gue tersentak hebat mendengar suara Karina yang begitu kerasnya berbicara pada Maminya.

"Gal, kamu kenapa?"Tanya gue dalam hati.

Gue bingung harus berbuat apa, dalam hati gue ingin melerai, tapi siapa gue di saat seperti ini. Ini urusan anak dan ibunya. Sedangkan gue bukan siapa-siapa. Di tengah-tengah kebingungan, Mr. Odermat pulang, mengenakan sarung yang lipatanya kurang rapih, baju koko berwarna hitam dengan rendaan benang warna putih, serta peci putih menutupi rambut di kepalanya. Sedikit aneh gue melihatnya, seperti bukan berasal dari Eropa, lebih mirip Bani Israil gue melihatnya.

Mr. Odermatt menyapa gue, menanyakan kabar, dan berhahahihi semacamnya. Sampai beliau mendengar keributan dari dalam kamarnya Karina beliau menggelengkan kepala, lalu memegangi pundak gue sambil berkata lirih.

"Maaf, kamu harus mendengarnya." Ucap Daddynya Karina.

"Gapapa Daddy, tapi maaf kalau Nata lancang nanya, sebenarnya ada apa?" Tanya gue. Namun belum sempat Daddynya Karina menjawab, Maminya Karina keluar dari kamarnya dengan ekspresi yang penuh amarah. Beliau melempar sebuah koper besar dari kamar Karina. "KALAU KAMU SUDAH TIDAK BISA KAMI NASIHATI, SUDAH MERASA DEWASA, SILAHKAN PERGI DARI RUMAH INI!!"

Entah apa yang merasuki gue saat itu, gue berlari menghampiri Maminya Karina memegangi pundak Beliau, mengusapnya perlahan mencoba menenangkannya. Gue melihat Karina sedang duduk di lantai di kamarnya, wajahnya sudab penuh dengan air mata. "Mami… Mami tenang yah, mami jangan begitu. Maaf Nata bukannya mau ikut campur tapi …"

Maminya Karina lalu menangis, gue benar-benar tidak tega melihat seorang ibu menangis. Dalam hati gue bertanya-tanya ada apa dengan Karina? Sungguh bukan seperti Karina yang gue kenal sebelumnya. Gue memeluk kecil Maminya Karina, lalu mencoba mengarahkan beliau untuk duduk bersama Daddynya yang terlihat terus mengusal wajah, bibirnya terus bergerak. Gue tahu beliau pasti sedang berdialog dengan Sang Pencipta.

"Ini yang mau Mami bicarakan sama kamu Nata. Karina …" Maminya yang sudah agak tenang kembali menangis sesegukan kini Daddynya yang memeluknya dan mencoba menenangkannya.

"Kami menemukan beberapa weeds dalam tasnya." Ucap Daddynya lirih meneruskan apa yang ingin Maminya bicarakan. Mendengar ucapaan Daddynya gue merasa seperti tersambar listrik dari pantograp KRL. Gue benar-benar tidak percaya apa yang gue dengar.

"Engga mungkin Karina …"

"Semenjak putus sama kamu Nata, Karina jadi berubah, Mami sering dapet laporan Karina sering terlihat jalan sama laki-laki yang berbeda." Lanjut Maminya Karina sudah agak tenang.

"Marcel?" Tanya gue.

"Karina sama Marcel cuma beberapa hari, abis itu dia ganti-ganti pacar terus, bukan cuma itu, Mami sama Daddy nemu ganja di tasnya, Karina juga jadi sering pulang larut, beberapa kali dia pulang dalam keadaan mabuk. Kami sudah mencoba berbicara baik-baik dengan dia. Tapi dia tidak mau dengar, malah menantang kami agar jangan mencampuri urusanya. Mami sama Daddy bingung Nata, awalnya Mami tidak mau kalau sampai orang lain tau perubahan Karina ini, tapi semakin lama dia semakin melunjak, Mami sama Daddy berpikir mungkin dengan kamu dia mau mendengar ucapan kamu. Kamu mau kan bantu Mami sama Daddy?"

Mendengar penjelasan Mami gue merasa sangat terpukul, gue merasa apa yang terjadi pada Karina adalah salah gue. Gue penyebab semua ini. Satu-satunya orang yang bisa disalahkan untuk semua perubahan Karina adalah gue! Pantaskah gue dimintai seperti ini oleh Mami dan Daddynya? Karena ini adalah salah gue.

"Tidak gue tidak pantas, harusnya Mami menampar gue, harusnya Daddy memukul gue! Atau membunuh gue, Pantas mereka lakukan." Ujar gue dalam hati.

"Mam, Nata ga tau harus ngomong apa, Nata ga tau apa Nata masih pantes dimintai seperti ini. Semua salah Nata Mam. Kalo Nata engga putus sama Karina, pasti Karina engga akan seperti ini."

"Engga Nak, ini bukan salah kamu, salah kami yang menganggap semua laki-laki yang dekat dengan Karina sebaik kamu. Kami yang lalai, kami kurang waspada. Sekarang Nata mau kan bantu Mami, bantu Mami buat Karina kembali."

"Iyah Mami, sekarang Nata boleh bicara sebentar sama Karina?"

Daddy dan Maminya Karina mengangguk lalu menoleh bersamaan ke arah kamarnya Karina yang terbuka lebar, seolah memberikan gue izin untuk masuk ke dalam kamarnya. Kemudian gue melangkah perlahan ke kamarnya Karina, gue merapikan juga koper yang berantakan di depan kamarnya. Karina masih terlihat duduk membenamkan kepalanya diantara lututnya. Gue duduk di sampingnya lalu membentangkan tangan gue sepanjang bahunya.

"Hey, what's wrong Gal?" Tanya gue. Karina tidak menjawab, dia langsung memeluk gue dan menangis sekencang-kencangnya. Sesuai apa yang sering Abdul ajarkan pada gue, saat wanita menangis jangan sekali-kalinya bicara. Biarkan dia meluapkan apa yang ada di kepalanya melalui air matanya. Gue membiarkan Karina menangis sambil memeluknya.

Lama Karina menangis, hingga akhirnya dia mereda, gue mengusap wajanya yang sudah penuh dengan air mata. "Udah? … Where is my lovely Gal?" Tanya gue.

"Udah mati!" Jawab Karina cepat.

"Heyy kok kamu ngomong gitu sih?... Gal listen me. Aku ga tau apa penyebab kamu seperti yang mami bilang sama aku. Tapi kalo memang karena aku. Tolong Gal, stop it. Aku ga pantes dijadikan alasan kamu ngerusak hidup kamu, aku ga pantes dijadikan alasan kamu buat ngerusak masa depan kamu, aku ga pantes dijadikan alasan kamu jadi pemberontak liar begini, jangan Gal. Please aku mohon, cari alasan yang lebih berarti dari sekedar aku."

"Kenapa kamu nyuruh aku nyari alesan lain. Kenapa kamu engga nyuruh aku berenti sama kaya Mami, Daddy! Berarti kamu ngedukung dong semua kemunduran aku ini?"

"This your life, kamu mau ngisep ganja sebanyak-banyaknya itu urusan kamu, Kamu mau mabok-mabokan itu hak kamu, kamu mau ganti-ganti pacar setiap hari itu terserah kamu, aku cemburu deng kalo itu. But do with your own risk everything what you do! Kamu sadar kamu jalan mundur, berarti kamu sadar kalo kamu bisa nabrak sesuatu kapan ajah, bisa kesandung kapan ajah dan jatuh tersungkur sejatuh-jatuhnya kapan ajah. Tapi jangan pernah ngelakuin itu dengan alasan aku."

"Kenapa?" Tanya Karina.

"Gal, kita engga pernah tau apa yang terjadi besok, lusa, minggu depan, bulan depan, taun depan, sejatuh-jatuhnya kamu nanti, aku mau jadi orang yang bisa ngangkat kamu kembali, tapi gimana bisa nanti aku ngangkat kamu lagi kalau kamu sudah benci aku yang jadi penyebab kamu jatuh."

"Nyatanya aku udah benci kamu!"

"Really? Lalu kenapa boneka itu masih ada di situ? …" Gue menunjuk sebuah boneka beruang yang berukuran sangat besar. "Sepatu itu masih di sana?" Gue lalu menujuk sebuah sepatu yang gue ingat saat gue membeli itu gue harus 'puasa jajan' dua bulan. "Terus kenapa kalo kamu benci aku kamu pake baju ini!?"

"Ini dari Bella."

"Yang beli tapi aku di Jogja Gal."

"Tetep ajah yang ngasih Bella."

"Iya udah iyah."

"Se…" Panggila Karina pelan.

"Ya Gal" Sahut gue sambil terus mendekap tubuhnya.

"Ini engga pernah sama sekali tentang kamu, ini karena aku terlalu menyesal sama kesalahan yang pernah aku perbuat. Semua yang aku lakuin cuma buat ngalihin rasa sesal aku Se. Saat aku isep ganja, aku ngerasa semua sesal aku ilang, saat aku nengguk miras semua penyesalan seperti engga pernah aku perbuat."

"Banyak cara yang bisa dilakuin kenapa itu harus seperti itu Gal?"

"Ga tau, mungkin aku mau yang instan."

"Apa yang kamu seselin sih Gal?" Tanya gue. Karina tersenyum memeluk gue makin erat. "Because you was here, semua sesel aku sekarang bukan sesal lagi." Jawab Karina lirih.

"Me?" Tanya gue memastikan. Karina lalu melepaskan pelukannya dan … "PLAAAAKKKK!!" Telapak tangan Karina mendarat darurat di pipi gue dengan sangat cepat.

"Tapi tetep aku jijik denger kenapa kamu jadi bisa berantem sama Jono!"

Gue hanya bisa diam mengusap-usap bekas tamparan Karina yang sangat kencang hingga membuat telinga gue berdengung kengcang.

"Se, I'm so sorry pernah engga percaya sama kamu."

"Kalo sesel kamu cuma karena pernah engga percaya sama aku, udah ga perlu dibahas lagi Gal. Semua udah terjadi. Toh memang itu salah aku, memang saat itu aku bener aku engga khianatin kamu saat itu, secara kondisi benar. Tapi secara hati saat itu aku memang udah khianatin kamu, hati aku udah terbagi saat itu."

"Se, maafin aku yah." Ucap Karina tiba-tiba.

"Ga perlu minta maaf sama aku Gal, minta maaf sama Mami sama Daddy. Mereka khawatir banget."

"Ih bukan itu."

"Apa?"

"Maafin aku masih masih butuh kamu. Aku tau saat ini ada orang lain yang kamu sayang, tapi aku engga bisa bohong aku masih butuh kamu."

"Gal, aku bakal selalu ada buat kamu kapanpun kamu butuh."

"Pacar kamu?"

Gue terdiam tidak lagi bisa menjawab pertanyaan Karina. Gue hanya bisa melempar janji kalau gue akan selalu ada kapanpun saat dia membutuhkan gue. Sebuah janji yang sebenarnya gue ragu untuk gue tepati. Tapi juga gue tidak ingin melihat Karina terus-terus terpuruk HANYA KARENA GUE. Karena menurut gue, gue bukanlah orang yang baik yang harus disesali kepergiannya. Patutnya bersyukur jika gue tak lagi ada di samping Karina. Karina pantas mendapat yang jauh lebih baik dari pada gue, yang hanya seoonggok daging berjalan yang bahkan tak tau apa yang harus di minta dalam berdoa.

.


...Tapi jika suatu hari nanti tanpa sengaja kita bertemu di suatu tempat, sapalah aku sebagai seseorang yang pernah menjagamu dalam doa dengan begitu baiknya...


Kosan gue menjelang magrib.

"Tapi semisal ketauan gimana?" Tanya Malik.

"Yaitu pikirin nanti deh." Jawab gue.

"Tapi sebenernya lo sama Dita gimana sih Nyet?" Tanya Abdul.

"Ga tau Nyet, yang jelas udeh kek orang pacaran, tapi status ga jelas gini. Tiap gue mau nembak, dia tutup kuping mulu, katanya belom waktunya belom waktunya mulu."

"Pertanyaan sekarang gini. Waktu yang tepatnya kapan?" Tanya Malik yang benar-benar sudah terkontaminasi cara bicara gue. Hihihihi. Gue mengangkat kedua bahu gue tanda kalau gue tidak tahu jawaban pertanyaannya. Suara adzan magrib pun berkumandang, dengan cepat Abdul dan Malik mengambil botol air mineral lalu menenggaknya habis.

"Anjrit! Kek puasa ae lo berdua."

"Eh iyee yeh, lupa gue kalo gue ga puasa. Hahaha." Celetuk Abdul.

"Kalo gue sih emang puasa." Sahut Malik

"Kadal, lo tadi siang makan bareng gue." Timpal Abdul.

"Setengah hari."

"TOKAIIIIIIIII"

Selesai ikut-ikutan buka puasa. Gue, Malik dan Abdul kembali duduk menyandar, kali ini karena kekenyangan. Badan gue sulit untuk gue gerakan, terlalu malas untuk bergerak tepatnya. Bahkan saat handphone gue berdering, gue malas untuk mengambilnya. Gue menyuruh Malik untuk mengambilkannya karena posisinya dekat dari meja gue meletakan handphone. Namun saat melihat siapa yang menelpon tiba-tiba malas gue hilang. Setengah meloncat gue berdiri dan panik.

"Kenape lo?" Tanya Malik.

"Gue lupa dari tadi smsnya Dita belom gue bales-bales nih sekarang die nelpon, alesan apaan yah?"

"Bilang ae ketiduran sok bingung lagi lo, raja bokis!" Celetuk Abdul.

"Haaah that's kanan! Hahahah." Sahut gue lalu menjawab panggilan telpon Dita. Setelah sebelumnya menyetel tenggorokan agar suara gue yang keluar sedikit parau seperti seseorang yang baru saja bangun dari tidur.

"Kamu mati Kak sms aku ga dibales-bales!?" Suara Dita menggelegar karena gue mengaktifkan mode speaker. Sementara Malik dan Abdul menutup mulutnya menahan tawa.

"Ehhmmmm, maaf Ta, aku baru bangun tidur."

"Tidur sampe 12 jam? Hebat banget." Sahut Dita sedikit jutek.

"Iyaaa aaaa … Maa aaaaff … hoaaaa … ngantuk banget, karena begadang semaleman nih." Sahut gue membela diri sementara Abdul dan Malik terlihat seperti ingin muntah.

"Oh."

"Kamu marah?"

"Engga."

"Iya kamu marah."

"Ishh males banget marah sama kamu."

"Yaudah kalo ga marah." Sahut gue.

"Isshhh… tuut tuut tuut" Panggilan telpon berakhir. Suara Malik dan Abdul langsung menggelegar mereka tertawa puas sekali "Belom jadian padahal. Gilaaaa!" Ucap Abdul sambil tertawa.

Ucapan Abdul langsung terngiang-ngiang di kepala gue. Pikiran gue tiba-tiba langsung mengcompare antara Dita dan Karina.

"Pas gue pacaran sama Karina keknya dia ga gini-gini amat, ini belom jadian ajah udah begini, gimana jadian."Ucap gue dalam hati. Namun gue juga merasa seperti ada yang membisiki gue seperti ini. "Yah wajar dia bete, lo kan janji mau nonton DVD sama lo. Lagian kan lo bohong. Lo ga tidur."

"Gue tidur! Gue beneran tidur kan tadi."

"Iya tapi lo engga bilangkan lo tidur sama siapa? Coba lo bilang lo tidur di kamarnya Karina, cuma berdua, manja-manjaan, coba lo bilang, apa reaksi dia coba!?"

"Yah lo gila ajah kalo gue bilang!"

"Ya berarti lo salah kan, wajarlah dia cuma bete doang gitu."

"Iya juga yah. Eh btw lo siapee kadal!??"

"Aku adalah Kamu, kamu adalah aku. Hahahahaha."

"Paan sih lo ga lucu, sempak!"

"Yah masa ga lucu? Lucu dong!"

"Engga!"

"Lucu!"

"Wani pirooo?"

"Ceban!"

"Yah ceban beli seempel juga ga cukup!!"

"...."


"Yah die cengengesan sendiri." Celetuk Malik yang langsung membuyarkan percakapan gue entah dengan siapa.

"Eh… hahahaha. Udeh ah gue mau mandi, gue mau ngedate dulu sama calon pacar baru." Sahut gue lalu masuk ke dalam kamar mandi.

Spoiler for The reason is you:
mmuji1575
khodzimzz
oktavp
oktavp dan 8 lainnya memberi reputasi
7