RetnoQr3nAvatar border
TS
RetnoQr3n
Rangkaian Aksara, Jalan Hijrahku
Cerita Bersambung Hijrah Religi Romance


Spoiler for Cerita:

**

Ah, tulisan apa ini? Bagaimana aku bisa menuliskan ini? Batinku terus saja memberontak dan merasa jijik saat membaca novel yang kutulis sendiri. Novel yang menceritakan pergaulan bebas di kalangan remaja dan lebih banyak adegan ranjang itu ditulis oleh tangan dan keluar dari isi kepala ini. Rasanya, ingin kurobek-robek buku di genggaman.

Aku menghela napas berat, mencoba meluapkan kegalauan dan sesak. Tak terasa sebening tirta meluruh, menyesali apa yang telah dilakukan. Pikiran terbang jauh ke masa silam, membuka kembali laci-laci kenangan beberapa tahun silam.

Saat di mana nama Rayya tertulis di beberapa buku karya sendiri. Berkali-kali wartawan mewawancarai dan memasang fotoku di sampul depan majalah sebagai penulis best seller millenial. Pujian-pujian terus mengalir, tentunya diiringi dengan pamor yang semakin menanjak. Untuk masalah uang, sudah tidak perlu dipertanyakan lagi, selama karya masih dinikmati pembaca, maka saldo di rekening semakin bertambah.

Bukan hanya namaku saja yang mereka kenal, tapi gaya hidup pun tak luput dari perhatian awak media. Rumah mewah di kawasan Pondok Indah menjadi pilihan saat memutuskan untuk tinggal jauh dari keluarga. Mobil sport bermerk lamborghini tak lupa menjadi salah satu kebanggaan saat membuka gerbang parkir rumah. Semua harta ini adalah lambang kesuksesan dalam karir, juga sebagai pembuktian pada orang-orang yang telah merendahkan martabatku karena berasal dari desa.

Undangan demi undangan pesta dari rekan sesama penulis atau pun artis kuterima. Malam ini, ada sebuah perayaan ulang tahun stasiun televisi yang akan memberikan penghargaan kepadaku sebagai penulis terfavorit. Ada rasa malas sebenarnya saat ingin menghadiri pesta itu. Terkadang, aku ingin menikmati malam sendiri di kamar. Namun, apa boleh buat, ini adalah acara yang harus kuhadiri untuk meningkatkan popularitas.

Lampu warna-warni membuat aula ini terasa megah. Panggung dengan pencahayaan sangat terang membuat yang berdiri di atasnya menjadi pusat perhatian seluruh audiens. Untuk itu, kali ini aku memakai sebuah gaun malam dengan bahu dan bagian punggung sedikit terbuka. Dipadu kalung dan anting berlian, membuat terasa sempurna penampilan malam ini.

Akhirnya, sampai pada nama Rayya disebutkan oleh pembawa pengumuman untuk menerima penghargaan penulis millenial. Tepukan tangan bergemuruh di seluruh sudut ruangan. Aku berjalan dengan anggun ke atas panggung, tidak lupa senyum tipis terbentuk di bibir ini sebagai ucapan terimakasih. Selain penulis, ternyata aku juga adalah aktris yang sangat baik.

Aku berjalan kembali ke tempat duduk semula melewati jalur belakang panggung. Di sebuah lorong sepi yang menghubungkan kursi tamu dan panggung, tak terduga seorang laki-laki menarik lengan ini. Secara susah payah, kaki ini mengikuti arahnya. Entah, siapa dia karena aku hanya melihat punggungnya saja. Rasa khawatir melanda, mencoba menerka apa maksud dari semua ini.

Di sebuah ruangan sempit, hanya ada aku dan dia. Mataku membelalak saat melihat sosok di hadapan. Seorang pria bertubuh kekar dengan wajah tampan dan rambut cepak klimis. Aktor yang selama ini dikenal karena hidung mancung dan lesung di pipi sebelah kanannya.

Quote:


Lutut bergetar, lemas terasa hingga tak mampu menopang tubuh ini. Rasa kaget akan kejadian sebelumnya membuat diri tak berdaya melangkah. Hanya menatap kosong pada perkelahian di depan. Penyesalan menyelusup ke rongga dada.

“Ayo, pergi.” Bram mengulurkan tangannya untuk membantu berdiri. Sempat aku ragu menerimanya, takut hal yang sama terulang lagi. Namun, saat ini, tidak ada yang bisa menolong selain dia.

Bram mengantarkan sampai depan rumah. Tak banyak suara selama di perjalanan. Aku sibuk untuk menenangkan hati atas kejadian di acara itu. Mencoba mencari sebuah alasan mengapa Rey bisa melakukan tindakan serendah itu? Sebesar apa pun aku berusaha, tetap saja tak menemukan jawaban.

Quote:


Sudah seminggu dari kejadian, nasihat Bram malam itu, terus terngiang setiap waktu. Membuatku tersadar akan arti dari sebuah tulisan bagi pembacanya. Ternyata, apa yang dibaca oleh orang lain dapat menjadi sebuah landasan tingkah laku seseorang. Hati ini bergemuruh memikirkan kembali jalan yang sudah kutempuh. Haruskah aku mengulang dari awal? Haruskah aku mengubah gaya ceritaku? Bagaimana jika fans meninggalkanku ketika membaca cerita genre baru ini.

"Aaargh!” Aku mengacak rambut dan menjenggutnya guna mengurangi rasa frustasi ini.

Setelah beberapa hari kebimbangan melanda, kuputuskan untuk merubah haluan gaya menulis. Beberapa novel remaja yang menceritakan kisah penuh pesan tanpa dibumbui adegan dewasa kuluncurkan.

Banyak yang mengkritik dan tidak setuju dengan keputusanku. Beberapa fans setia mundur secara perlahan.  Penerbit yang semula menjalin kerjasama, memutuskan kontrak sepihak. Otomatis, aku harus mencari penerbit lain. Akan tetapi, Bram membantu menemukan penerbit yang mau menerima naskahku. Walaupun penjualannya tidak terlalu melejit, tapi aku puas akan hasilnya.

Kini, aku sadari bahwa kebanggaan bukan hanya dilihat dari seberapa harta yang dimiliki. Menjadi seseorang yang mampu memberikan nilai positif bagi orang lain, sungguh lebih membanggakan. Ada kepuasan dan kebahagiaan tersendiri setelah aku menjalani hijrah ini. Meskipun orang berkata aku sok alim dan penghasilan menurun drastis, tapi ketenangan tetap ada di hati.

Kuletakkan kembali novel masa lalu di rak paling atas, tempat yang sulit terjangkau. Biarkan buku-buku itu menjadi kenangan untuk diambil pelajarannya. Agar tidak jatuh pada lubang yang sama.

Part lanjutan
Mozaik 1 :
https://www.kaskus.co.id/show_post/5...518b1bd61a9b90
Diubah oleh RetnoQr3n 21-04-2020 22:39
ElviHusna
iissuwandi
indrag057
indrag057 dan 36 lainnya memberi reputasi
37
5.9K
126
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
RetnoQr3nAvatar border
TS
RetnoQr3n
#60
Mozaik 1
Pengalaman Pertama



Sebenarnya, malam ini terasa dingin menusuk tulang. Namun, profesionalitas dan popularitas yang menyebabkan aku memilih pakaian seperti ini. Di ajang award ulang tahun salah satu televisi ternama, aku diminta untuk membacakan salah satu nominasi artis terbaik. Padahal, aku adalah seorang penulis. Mungkin, karena ceritaku pernah difilmkan sehingga bisa dekat dengan industri perfilman.

Gaun hitam panjang sampai mata kaki dengan belahan hingga ke atas lutut, dipadu kalung berlian di tengah dada, sedikit menutupi bagian leher yang terbuka. Sempurna sudah penampilanku malam ini. Di atas karpet merah aku berjalan menggunakan sepatu high hells berwarna putih. Sorot lampu dan kamera menuju padaku.

Apakah aku menyukainya?

Tidak, sama sekali aku tidak menyenangi kondisi ini. Sungguh, sorot lampu dan kamera adalah hal yang selalu membuatku gugup. Akan tetapi, demi kebanggaan diri dan status, semua harus kujalani dengan penuh senyuman. Walaupun terpaksa.

"Rayya, apa kabar? Bagaimana dengan launching buku terbaru? Apakah ada rencana difilmkan lagi?" tanya seorang wartawan ketika sampai di ujung karpet merah.

"Mohon doanya agar bisa best seller ketika launching. Untuk film, saya serahkan kepada pihak produksi."

"Bagaimana perasaan Anda menjadi penulis best seller?"

"Saya bersyukur. Semoga karya saya bisa dinikmati. Ini pengalaman pertama untuk saya."

"Apakah, ada laki-laki yang sedang dekat saat ini?"

"Terimakasih atas perhatiannya." Senyum terkembang di wajah. Aku hanya bisa mengucapkan hal itu untuk menjawab pertanyaannya. Bukan karena ada yang dirahasiakan. Namun, menjalin sebuah hubungan istimewa bukanlah hal yang kupikirkan saat ini. Biarkan hati menemukan seseorang yang membuatnya selalu bergetar ketika bertemu, selalu merindu ketika berjauhan

Suasana begitu meriah dengan sorot lampu warna-warni. Suara musik menggema hingga koridor ball room. Aku berhenti sejenak dan menarik napas panjang sebelum masuk ke ruang acara.

Ada rasa sesak saat menjalani. Kebimbangan pun sering kali muncul, tapi semua kutampik demi mendapat pengakuan. Demi sebuah nama besar yang bisa menroketkan namaku.

Aku memperbaiki penampilan sejenak. Memeriksa seluruh tampilan agar perfect saat menghadiri acara.

"Hai, Rayya. Gua Rey, mau masuk?"

"Oh iya, Rey. Rayya." Aku menyambut jabatan tangannya.

"Mau masuk ke dalam? Yu, gua temenin."

"Oh, ga usah, gua sama manajer."

"Oke, kita ketemu di dalem ya."

Rey maju selangkah mendekatiku. Mencondongkan tubuhnya mendekatkan wajah ke telinga. Aku hanya bisa diam terpaku. Ini pertama kalinya aku berada sedekat ini dengan seorang pria.

"Lo, cantik," bisiknya. Kemudian ia berlalu pergi.

Aku yang masih terpaku, mencoba untuk mengendalikan diri kembali. Pertama kali ada seorang yang memuji seperti itu. Peluh membasahi dahi. Aku bersandar pada dinding untuk menopang tubuh agar tidak limbung.

"Lo kenapa?" Arlin--manajerku-- mencoba menenangkan.

"Kita pulang, ya Lin. Gua ga kuat."

"Ga bisa, kita udah tanda tangan kontrak untuk acara ini."

"Tapi gua lemes."

"Sekarang, lo minum air putih dulu. Setelah itu kita masuk. Bagaimana pun, lo harus hadir di acara ini. Demi karir lo sendiri, Ya. Ini pertama buat lo tampil di acara sebesar ini."

Aku meneguk air itu dan mencoba berdiri kembali. Inilah saatnya aku membuktikan diri, bahwa seorang gadis desa bisa berada di panggung megah.
Diubah oleh RetnoQr3n 28-05-2019 08:08
TaraAnggara
TaraAnggara memberi reputasi
1
Tutup