Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

rafa.alfurqanAvatar border
TS
rafa.alfurqan
The Left Eye 2 (I Love You Ghost)
CHAPTER 1
INILAH KISAHKU

Namaku Lia, begitulah sehari-harinya aku dipanggil. Tahun ini aku akan berumur 26 tahun tepat pada tanggal 11 Maret nanti. Aku keturunan asli Jawa Tengah, dan aku dilahirkan di kota Wonosobo.

Hidupku sama seperti kalian, tidak ada yang “aneh”. Secara fisik, aku kategori orang yang sehat. Bahkan secara akademik, aku juga termasuk kategori orang yang cukup berprestasi. Dan tidak ada sesuatu yang membuat kehidupanku menjadi berbeda, mungkin sampai menjelang umurku ke-26 nanti.

Semenjak aku masuk SMA (Sekolah Menengah Atas) sampai dengan PT (Perguruan Tinggi), aku sudah belajar hidup mandiri. Karena itu aku sudah terbiasa hidup berjauhan dengan kedua orang tuaku dan adikku.

Meskipun aku adalah seorang perempuan, nyatanya niat dan semangatku untuk berjuang untuk kehidupan yang lebih baik kelak tidak kalah dengan anak laki-laki. Dan aku beruntung karena hal itu didukung penuh oleh keluargaku. Mereka menaruh kepercayaan mereka terhadapku kalau aku akan bisa menjaga harga diriku, martabatku dan nama baik keluarga kami dimanapun aku berada.

Dan aku menghargainya.

Kepercayaan mereka terhadapku aku bayar dengan prestasi-prestasi akademikku, sampai dengan mudahnya aku mendapatkan pekerjaan setelah aku lulus kuliah.

Aku bekerja di sebuah perusahaan swasta terkenal di bidang mining di Jakarta. Awal masuk kerja, aku ditempatkan di salah satu site mereka yang berada di Kalimantan. Dan setelah bekerja disana selama kurang lebih 4 tahun, aku dipindah tugaskan ke pusat yang berada di Jakarta.

Disinilah aku mulai merasakan ada keanehan yang terjadi di hidupku.

Sebelum aku mulai dengan kisah ini, aku ingin bertanya dulu pada kalian.

Apa kalian percaya dengan hal gaib?

Dalam agamaku, mempercayai adanya hal gaib itu merupakan salah satu bentuk rukun iman. Karena yang di dalam rukun iman ada yang namanya beriman kepada Allah, dan juga ada yang namanya beriman kepada malaikat. Jujur saja, aku juga bukan orang yang benar-benar agamis. Tapi setidaknya aku tahu dasar ajaran dari agama yang aku anut.

Inilah kisahku yang akan aku kisahkan kepada kalian. Kisah nyata yang pernah aku alami sendiri. Kisah yang mengubah rencana hidupku yang telah kurencanakan sebelumnya.

Hal gaib itu nyata adanya. Mereka ada disekitar kita, melihat kita atau bahkan mungkin mentertawakan kita.

-0o0-

Semua itu dimulai ketika aku memutuskan untuk tinggal di rumah itu, sebuah rumah yang aku beli di kawasan Jakarta Timur.

“Lia, ini mau di taruh dimana?” ucap rian. Rian adalah salah satu teman kantorku. Saat itu rian, andi, dini dan reva sedang membantuku membersihkan rumah yang minggu kemarin baru aku beli.

“Ehhm, taruh di kamar itu dulu aja ian.” jawabku. Kemudian rian pun melakukan yang aku minta.

“Pada mau pizza gak?” tanyaku. Aku tahu mereka sudah cukup capek, setidaknya ini yang harus aku lakukan untuk membalas jasa mereka.

“Maaauuuuu” ucap mereka berbarengan. Dan aku pun mulai mengorder pizza sesuai dengan pesanan mereka.

“Yuk ah, istirahat dulu” ucap dini.



“Hoki banget sih lu lia bisa dapet rumah harga segini” ucap andi.

“Nah lu juga harusnya nyadar kalau mau punya rumah mesti nabung, ini gaji dua minggu masih nyisa aja udah sukur” ucap dini.

“Ya tapi harga rumah segini itu apalagi di kawasan ini ya, udah termasuk murah banget” balas andi membela diri.

“Iya emang” ucap rian sambil meminum sirup yang baru saja dibuat reva.

Ting tong ting tong…

“Eh tu kayanya pesanan pizza nya deh” ucap andi.

“Ya udah biar aku yang liat” ucapku dan langsung bergegas ke pintu masuk.

Sebelum aku lanjutkan cerita ini, aku ingin menceritakan keempat sahabatku ini. Mereka adalah teman-teman seangkatanku sedari kami mulai masuk di perusahaan tempatku bekerja.

Dini, dia orang yang supel. Kupikir dia lah yang membuat kami semakin akrab, meskipun kami sempat terpisah setelah beberapa dari kami ditugaskan di site-site yang cukup jauh dari Jakarta, pada akhirnya dia juga lah yang membuat hubungan kami berempat kembali akrab.

Reva, berbeda dengan dini yang supel, reva tipe orang yang pendiam. Tapi dia selalu bisa diandalkan ketika aku butuh masukan baik itu masalah pekerjaan ataupun masalah pribadi. Mungkin itulah sisi terbaik dari orang pendiam, mereka bisa dipercaya untuk menjaga rahasia kalian.

Andi, dia hobi makan. Karena itulah tubuhnya lebih gemuk dibandingkan rian. Dia orang Jakarta asli, sehingga apapun yang kami butuhkan dan kemanapun tempat yang ingin kami kunjungi, andi adalah solusi bagi kami.

Dan yang terakhir, Rian. Rian adalah orang yang bisa kami percaya untuk melindungi kami. Mungkin memang karena badannya yang cukup kekar, tinggi dan tegap. Pernah dia berantem dengan cowok yang sudah membuat dini menangis karenanya. Bukan karena dia suka pada rini, tapi bagi dia menyakiti temannya sama saja menyakiti dirinya.

“Aku gak peduli siapa aja yang aku lawan, aku gak peduli kalaupun aku dihadang! Kalau mereka berani menyakiti kawanku, aku bakar mereka!” ucap rian penuh emosi di kantor polisi saat itu.

Kupikir saat itu dia keren, he he he.

Malam harinya, sesuai dengan kepercayaan yang sudah turun temurun dilakukan di keluargaku. Aku mengundang beberapa tetangga dan para orang tua yang dikenal sebagai para imam di mesjid komplek untuk melakukan acara “selametan” rumah yang baru akan ditinggali.

Acara selametan itu menurutku acara yang tujuannya berupa rasa terima kasih atas rezeki yang telah diberikan oleh Allah dan memohon perlindungan dari-NYA agar yang menghuni rumah bisa dijaga dari segala hal. Segala hal tersebut, secara kepercayaan agar dijaga dari hal yang kasat mata maupun yang tidak kasat mata.

Acara tersebut diisi dengan membaca ayat-ayat suci Al Quran dan diakhiri dengan makan bersama.

“Wah jadi neng lia ya yang bakal ninggalin ini rumah?” tanya salah satu warga.

“Hebat ya, umur masih muda sudah bisa beli rumah sendiri” ucap salah satu warga lain.

“Iya pak, alhamdulillah” jawabku.

“Pak, dulu yang ninggalin rumah ini siapa ya?” tanya dini.

Sempat terjadi keheningan sebelum bapak Ardhy membuka jawaban atas pertanyaan dini, bapak ardhy adalah orang yang memimpin acara selametan di rumahku.

“Kalau setahu bapak sih, dulu rumah ini dihuni satu keluarga. Kalau gak salah namanya, Pak Budi, beliau seorang pengusaha” jawab pak ardhy.

“Ah iya, kata agen properti kemaren sih bilangnya dulu yang ninggalin ini rumah pengusaha.”

“Tapi gak lama, dia sama keluarganya pergi. Katanya gak betah.” ucapku.

“Ya kurang lebih seperti itulah ceritanya, memang kita-kita juga tidak terlalu paham dengan beliau”

“Mungkin karena profesi beliau yang seorang pengusaha makanya jarang ikut ngumpul di acara komplek” sambung pak ardhy.

“Iya, mereka sekeluaga memang jarang ikut ngumpul-ngumpul kalau ada acara komplek. Lebih sukanya bepergian keluar kota setiap weekendnya.” ucap salah seorang warga.

“Iya betul” jawab beberapa warga lain ikut mengamini.

Setelah cukup lama kami mengobrol, mereka akhirnya pulang. Dan yang tersisa hanya kami berlima. Karena sudah cukup malam, andi mengajak yang lain pulang. Pada awalnya rian agak berat meninggalkanku sendirian malam itu, karena dia pikir kebanyakan orang biasanya akan mengalami “paranoid” jika menginap bahkan tinggal di tempat yang asing bagi mereka.

“Ah, lu sotoy ah ian! Jaman udah canggih begini masih aja percaya yang aneh-aneh!” gerutu andi.

“Lagian kan lu macam gak tau gimana lia aja, dia itu lebih berani dibanding gua.” mendengar ucapan andi, aku otomatis tertawa. Memang andi orangnya lebih penakut dibandingkan diriku.

“Bukan gitu di, ini perempuan soalnya. Kalau elu mah gua juga bodo amat mah.” Jawab rian.

“Oh jadi elu gitu sekarang ian!? Arti kawan lu sekarang lebih condong ke gender nih!?” tanya andi cemburu.

“Bukan gitu juga sih, ah lu kenapa sih!?”

“Udah, udah. Gak papa kok kalian pada pulang” ucapku.

“Lagian besok kita ada monday briefing kan di kantor, jadi kalian mending pulang dulu terus istirahat”

“Beneran lu gak papa lia sendirian?” tanya rian padaku

“Iya rian, aku gak papa kok. Kamu tenang aja, besok kita ketemu lagi di kantor.” jawabku.

“Kalau gitu biar aku sama reva aja deh yang malam ini tidur disini” ucap dini.

“Ah, aku juga?” tanya reva kaget.

“Iya, sama kamu juga va. Kenapa? Kamu mau pulang? Ada yang mau dikerjain di rumah?”

“Gak ada sih, tapi besok ke kantor gimana?” tanya reva lagi.

“Udah tenang aja, kan kalau baju kita bisa pinjem punya lia dulu” jawab dini.

“Tapi emang gak papa?” tanya reva lagi yang kali ini sambil melirikku.

“Ya kalau mau gitu, ya gak papa”

“Asal kamu mau aja pake bajuku” ucapku sembari tersenyum.

“Ya udah, kalau gitu kita pulang ian.”

“Atau lu mau nginep disini juga trus besok ngantor pinjem baju lia gitu?” tanya andi ke rian.

“Muke lu bekibar!” balas rian.

“Lu kira muka gua bendera!?” jawab andi lagi.

“Ha ha ha, udah udah…”

-0o0-

“Sampai sekarang gua masih belum ngerti deh jalan pikiran lu lia” tanya dini padaku.

“Gak ngerti apaan?” tanyaku lagi bingung.

“Iya kenapa lu mutusin pindah dari kontrakan lu sama reva?”

“Daripada lu beli rumah, kan lu bisa investyang lain” ucap dini.

“Karena kamu pikir beli rumah itu gak mesti kita-kita yang cewek ini yang beli? Toh nanti ada suami kita? Gitu maksudmu?”

“Beli rumah itu bukan sekedar invest, punya rumah bikin aku tuh merasa lebih nyaman. Keluargaku juga bisa datang kapan aja tanpa harus takut ngeganggu orang lain”

“Hidup itu seperti roller coaster. Kadang kita berada di bawah, kadang kita berada di atas.” belum kelar aku bicara dini langsung memotong omonganku.

“Iya iya, jadi jangan gantungkan hidupmu pada siapapun termasuk itu pada cowokmu atau suamimu!?”

“Iya deh, masih hapal gua kata-kata lu” ucap dini, dan aku tersenyum mendengarnya.



“Eh tadi yang terakhir di kamar mandi siapa?”

“Itu air lupa dimatiin ya?” tanyaku.

“Perasaan tadi udah gua matiin deh” ucap dini yang kemudian beranjak dari kasur menuju ke kamar mandi.

Ting tong ting tong…

“Eh tu sapa? Perasaan ini udah jam 10 malam, siapa yang mau bertamu jam segini!?” ucap dini yang langkahnya terhenti setelah mendengar bunyi bel rumahku.

“Tadi emang anak-anak ada ngubungin kalian mau kesini lagi?” tanya dini lagi pada aku dan reva.

“Gak ada” ucapku dan reva juga menggelengkan kepalanya.

“Ya udah biar aku liat” kata reva.

“Gak usah va, kamu disini aja.”

“Biar aku yang liat” ucapku.

Setelah andi dan rian pulang, kami bertiga berkumpul di kamarku. Dan sekarang waktu juga sudah menunjukkan pukul 10 malam. Rasanya aneh saja ada orang yang bertamu jam segini apalagi di rumah yang baru dihuni oleh orang baru. Andi dan rian juga gak mungkin karena mereka gak memberi kabar kalau mau datang lagi.

“Keanehan” itu sudah terjadi semenjak malam pertama aku menempati tempat ini.

“Siapa ya?” teriakku.

Namun tak ada yang menjawab. Penasaran aku kemudian membuka sedikit gorden jendela di samping pintuku. Mencoba memastikan sebelum aku membukakan pintu untuk orang yang tidak aku kenal.

Tapi di depan pintuku itu tidak ada siapa-siapa!

“Ah, siapa yang iseng nih jam segini!” ucapku kesal.

Aku kemudian membuka pintu untuk benar-benar memastikan kalau tidak ada orang. Ceroboh memang sebenarnya yang kulakukan, tapi karena andi biasanya sering mengerjai kami seperti itu makanya aku spontan melakukannya. Terlebih lagi aku bakal kesal kalau benar andi yang melakukannya di saat-saat aku sudah capek seperti ini.

“Andi, jangan becanda ya!” ucapku agak keras.

Tapi apa yang terjadi!? Benar-benar tidak ada siapa-siapa disana.

Tidak lama pintu kubuka, listrik di rumah tiba-tiba padam. Kemudian terdengar teriakan dini dari dalam kamar.

“Dini!?” ucapku. Aku pun langsung kembali menutup pintu rumah dan menguncinya, sambil berlari ke arah kamar sebisaku dalam keadaan gelap gulita.

“Aaarrggh!” aku terjatuh karena tersandung sesuatu saat berlari menuju kamar.

“Liaaaaaaa, revaaaa!!!!” teriak dini lagi.

“Diniiiiiiiiiii!!!”

Bersambung...
Diubah oleh rafa.alfurqan 13-02-2019 01:43
mbakendut
aryanti.story
bonita71
bonita71 dan 13 lainnya memberi reputasi
12
28.5K
327
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
rafa.alfurqanAvatar border
TS
rafa.alfurqan
#217
CHAPTER 14 - Sebelum Senja [Part I]
CHAPTER 14
SEBELUM SENJA

It was really hard for me to hear you said that farewell..
It's more easy, if it was me to say it...
Now I'm left alone tonight without you, again...
God, I just wanna say...
I'm officially missing him.

The emptiness between us is so dark and long...
Just like that night I've waited for you...
I hope this is not the end, and I wanna go back...
Now I changed myself to the way you've wanted...
But where are you now?

Come on, you just have to smile at me like you used to...
You are the only one for me...
and my heart is breaking because of you...

Though I try to forget you, it just doesn't work...
It's just too hard to hate you, just too hard...
It makes me sad that you can't see all this...
Cause I'm officially missing you...


-OoO-

“Jadi rafa benar-benar masih hidup!?” tanya salah seorang reporter itu padaku.

“Waktu itu rafa nampakin diri pake tubuhnya atau cuma penampakan doang kak!?” kali ini audien favoritku itu tidak mau kalah bertanya. Dia memang tidak pernah membuatku kecewa.

(Masih dalam acara meet & greet)

“Hhhmm. Jujur sebenernya aku kaget dengan pertanyaan kalian” ucapku sambil tertawa.

“Ada 2 poin memang yang aku buka di akhir chapter itu.”

“Tapi sepertinya kalian lebih tertarik dengan apa yang terjadi pada rafa daripada apa yang sebenernya terjadi sama andi?” ucapku menggoda mereka.

“Alur plot cerita memang penting dan bikin penasaran para pembaca. Tapi kalau soal rafa lain cerita.”

“Kami sudah terlanjur menyukainya, juga mengkhawatirkan dirinya” ucap salah seorang audien lain yang baru kali ini aku mendengar suaranya.

“Jangan. Kalau soal rafa, biar aku aja yang menyukainya” balasku tersenyum padanya.

-OoO-

Apa yang sebenarnya kudengar di malam itu?

Di malam itu setelah kepulanganku dan juga rafa dari Bandung, Tina mengajukan diri untuk ikut ke Jakarta bersama kami. Dia merasa mungkin bisa membantu kami lebih dari apa yang sudah aku dapatkan dari Bandung. Aku senang dia masih mau membantuku untuk membuka tabir misteri rumahku dan juga rafa. Karena itulah aku mengajaknya untuk menginap di rumahku.

Malam itu, tina meminta untuk tidur di ruangan yang biasanya dipakai oleh rafa. Karena pada saat terakhir kali kami berbicara tentang kehadirannya di rumah ini, rafa masih menolak untuk kembali ke rumahku.

Dan malam itu pula lah aku mendengar kenyataan yang sebenarnya terjadi pada rafa.

Entah kenapa waktu itu tidurku berasa tidak nyaman, meskipun aku telah mencoba untuk tidur sebisaku. Mulai dari menonton youtube agar aku cepat mengantuk sampai dengan mendengar mp3 atau video musik yang aku putar berkali-kali di handphoneku dengan menggunakan headset. Tapi percuma, semua cara itu tidak efektif malam ini.

Tiba-tiba ada seorang makhluk anak kecil, jika harus ku deskripsikan mungkin seperti tuyul, tiba-tiba datang menembus dinding dan berlari menuju arahku sembari melompati tubuh dini dan reva yang sudah tertidur duluan.

“Kak lia, kakak diminta kak tina buat ke atas sekarang” bisiknya tepat di depan mukaku.

Kalau ditanya apakah aku kaget? Tentu saja aku kaget! Meskipun aku memang sudah agak terbiasa dengan penglihatanku sekarang, tapi tetap saja penampakan yang tiba-tiba seperti itu membuatku takut.

“Ke atasnya jangan berisik ya. Nanti kak rafa denger” bisiknya lagi.

Mendengar ada rafa diatas, aku langsung bergegas naik keatas. Aneh, setakut apapun aku, ketika mendengar namanya, semua rasa yang aku rasakan menghilang seketika. Di pikiranku hanya satu, aku harus menemuinya. Aku mencoba sepelan mungkin menaiki tangga agar tidak terdengar oleh siapapun sesuai instruksi dari makhluk halus itu.

“Jangan masuk, disini aja” ucap salah satu sosok roh laki-laki yang selama ini belum pernah aku lihat di rumahku. Sosok roh laki-laki tersebut berdiri di depan pintu yang saat ini sedang ditempati oleh tina.

“Kamu siapa!?” belum sempat aku menyelesaikan ucapanku dia memberi isyarat agar aku jangan berisik.

“Jangan berisiki, nanti dia dengar” ucap sosok itu.

“Kamu ada duit 50 ribu gak?” tanyanya lagi.

“Dih ngapain malak-malak!” ucapku mulai kesal.

“Bukan buatku, tapi buat itu tuyul” ucapnya sambil menunjuk ke arah sosok mahkluk halus yang tadi memintaku ke ruangan atas.

“Bocah jaman sekarang susah diminta tolong gratisan” bisik roh itu padaku.

“Hhhmmm, ada sih tapi dompetku di kamar!” ucapku masih kesal.

“Lagi ngapain gak kamu aja yang ngasih tau aku kesini!?”

“Ih, masa aku ke kamar cewek!? Aku kan malu!” jawabnya.

“Eh bocah!? Lo ambil di dompet ni cewek ya? 50 ribu lho!? Lebih kubilangin tina lho!” ucapnya pada sosok makhlus halus tadi. Makhlus halus itu pun mengiyakan kemudian meloncat senang menuju kamarku. Aku hanya bisa terpana melihat adegan itu.

Dan di saat aku sudah di depan pintu kamar atas yang masih sedikit terbuka itu, aku akhirnya dapat mendengar percakapan tina dengan rafa.

“Kamu ngapain disini?” tanya rafa pada tina.

“Numpang tidur. Gak boleh?” tanya tina balik.

“Enggak boleh kalau di kamar ini!” ucap rafa tegas.

“Walaupun yang punya rumah ini mengijinkanku tidur disini?” tanya tina lagi dengan tenang.

“Cih! Dulu dia bilang kamar ini khusus buatku!” kali ini rafa menggumam kesal.

“Kamu sendiri ngapain kesini? Bukannya kamu bilang gak mau kesini?” tina mencoba menyerang kali ini.

“Ya suka-suka ku lah!”

“Aku mau naruh mainan ini disini! Takut ilang!” rafa kemudian meletakkan mainan baru wall-e yang kuberikan padanya.

“Mau naruh mainan atau mau ketemu sama pemilik rumah yang lagi tidur di kamar bawah?” goda tina pada rafa.

Saat mendengar ucapan tina, aku sebenarnya ingin masuk ke dalam kamar itu. Tapi tiba-tiba aku melihat isyarat tangan tina padaku agar tetap disitu.

Sepertinya tina sudah menyadari kehadiranku.

“Udah dibilang jangan ke dalem dulu. Tambeng ni orang!” ucap roh itu padaku.

“Iya iya! Bawel” jawabku cuek.

“Udah ah, cuma malam ini aja ya kamu boleh tidur di kamar ini!?” rafa mencoba memberi peringatan pada tina.

“Kalau besok malam, aku masih tidur di kamar ini kenapa?” tanya tina lagi terus memancing emosi rafa.

“Berani emang kamu?” tanya rafa balik.

“Kalau aku berani gimana?” tanya tina kembali.

“Kupastiin besok kamu …”

Belum sempat rafa menyelesaikan ucapannya, tina langsung menghampiri rafa dan memegang tangan rafa.

“Kamuu berani-beraninyaa….”

Tina kemudian terjatuh lunglai, aku sempat kembali ingin masuk ke kamar itu. Tapi lagi-lagi tina menahanku dengan memberikan isyarat menggelengkan kepalanya sembari menoleh secepat mungkin padaku.

Dan meskipun dia terjatuh, tina tetap menahan pegangannya pada tangan rafa. Bahkan saat itu dengan menggunakan kedua tangannya


“Rafaa…rafa…” ucap tina terbata-bata.

“Rafa, kamu benar-benar rafa yang kukenal!” ucap tina sambil menangis.

“Rafaaa, ini aku tina, aku alisha…” ucap tina lagi kali ini sambil memandang wajah rafa.

Melihat momen itu membuat dadaku rasanya sesak. Jantungku serasa hampir berhenti berdetak. Aku mencoba bertahan sekuatku agar aku juga tidak terjatuh lunglai seperti tina.

“Jangan masuk ke dalam apapun yang terjadi!” ucap roh itu sesaat dia langsung masuk ke dalam ruangan itu.

“Sebentar saja rafa! Sebentar saja!” ucap roh itu sambil memegang badan rafa agar rafa tidak bisa bergerak.

“Bantu aku zaki, apapun yang terjadi jangan sampai dia melepaskan peganganku!”

“Kumohon sebentar saja rafa…” ucap tina terisak.



“Aaaaaaaaaaarrrrrrrrrrrgggggggggghhhhhhhhhhh!!!!!!” rafa berteriak kesakitan. Aku yakin itu bukan karena tina. Tapi ada sesuatu lain yang membuat rafa sangat kesakitan.

Tidak lama kemudian, tina yang bergantian berteriak kesakitan.

“Tina!?” teriak roh yang aku yakin sekarang namanya zaki itu.

Melihat kejadian yang semakin tidak kondusif itu, aku sudah tidak perduli lagi dengan larangan untukku agar tidak masuk ke dalam ruangan itu apapun yang terjadi. Tetapi belum aku sempat melangkahkan kakiku, tiba-tiba ada suara yang membisikiku.

“Jangan non, jangan.”

“Nek imah!?”

“Rafa bakal goyah kalau dia melihat non sekarang.”

“Tapi nek, rafa dan tina sekarang…” belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, nenek imah hanya menggelengkan kepalanya dan kemudian kembali menghilang.

“Nekkk, neekkkk!?” percuma, nenek imah tidak kembali. Dan aku terjatuh, aku menangis. Baru kali ini aku merasa tidak ada gunanya.

“Berdiri lia! Kamu lihat tina sedang berusaha kan?”

“Tugasmu sekarang bukan masuk ke dalam tapi menahan dirimu agar tidak lemah.”

“Reva?” reva dan dini sekarang ada di belakangku. Mungkin mereka terbangun karena mendengar jeritan tina. Berbeda dengan reva, dini hanya bisa bingung melihat adegan tina seorang diri di dalam kamar itu.

“Sesakit apapun rafa dan tina sekarang, kita gak bisa ngelakuin apa-apa.”

“Tapi, mungkin cuma ini satu-satunya cara agar kita tahu siapa rafa sebenarnya” ucap reva lagi.



“Jangan lepasin dia zak! Aku gak papa, sebentar lagi, cukup sebentar lagi…” ucap tina yang suaranya seakan semakin melemah.

“Aaarrrrggghhhhhh!!!!” teriak rafa yang semakin kesakitan.

“Dia kuat banget tina!”

“Gak kuat lagi aku nahannya!” teriak zaki.

Seakan mendengar perkataan zaki, tiba-tiba beberapa makhluk gaib datang berbarengan kemudian membantu menahan rafa.

“Aaaarrgggggghhh!” teriakan terakhir rafa seolah mengeluarkan gelombang energi besar yang menghempaskan semua makhluk gaib yang menahannya termasuk zaki. Sedangkan tina terdorong ke belakang.

“Rafa!” dini menggenggam tanganku erat, mencoba menahanku agar tidak masuk kedalam.

“Tina…” ucap rafa.

“Zaki?” ucap rafa lagi setelah melihat zaki.

“Udah sadar ya bang? Makasih udah hampir bikin aku mati yang ke dua kali!” balas zaki.

“Ha ha ha” tina tertawa mendengarnya.

-OoO-

“Jadi rafa sebenarnya itu rafanya yang tina kenal!?” tanya audien yang memecah keheningan di ruangan.

“Iya. Tepatnya saudara kembarnya tina” jawabku.

“Wawwww!” ucap hampir semua audien.

“Lia!?” tunjuk salah seseorang audien.

“Ya? Gimana” jawabku.

“Aku belum ingin nanya sekarang. Aku cuma pengen bilang, kalau ini acara meet & greet paling keren yang pernah aku datangin” ucapnya.

“Makasih” jawabku tersenyum. Oh iya, jika aku belum memberi tahu kalian sebelumnya kalau acara meet & greet yang aku adakan ini adalah acara yang isinya cukup berbeda dengan acara yang bertema sama. Dimana isi acaraku ini adalah aku menceritakan kembali isi tulisanku chapter per chapter (re-telling) dan audien diberikan kesempatan untuk bertanya di tiap akhir sesi chapter. Namun karena terlalu banyak penasaran yang melanda mereka maka tidak jarang mereka bertanya bahkan sebelum sesi pertanyaan dimulai.

Kupikir karena itulah acaraku ini menjadi lebih hidup.

“Jadi kalian masih mau bertanya atau lebih memilih mendengar kelanjutan cerita yang sebenarnya terjadi pada rafa?” godaku pada mereka.

“Lanjuuuuuuuttttt!” teriak mereka bersamaan.

-OoO-

“Jadi sekarang ingatanmu sudah kembali semuanya?” tanya zaki pada rafa memecah keheningan.

“Kayaknya” jawab rafa.

“Ceritain kalau gitu!” pinta zaki.

“Apaan!?” tanya rafa balik.

“Ceritain belegug! Gimana ceritanya kamu masih bisa hidup tapi aku enggak!” ucap zaki kesal.

“Ngomong-ngomong sejak kapan kamu punya kemampuan melihat seperti itu?” tanya rafa pada tina mengacuhkan zaki.

“Biasaan ni kodrat! Dari dulu suka cuekin orang mulu gak berubah-ubah!” ucap zaki kesal.

“Aku bakal jawab semuanya setelah kamu menceritakan semuanya kembali dari mulutmu” jawab tina.

“Hhhmmm…” desah rafa.



Ini dia percakapan detail mereka yang harus kalian dengar!

“Kalian masih inget kejadian perang dulu? Kejadian dimana akhirnya kita bisa mengakhiri semuanya?” ucap rafa.

“Iya. Dan setauku kamu juga tewas disana.” ucap tina.

“Betul, makam kamu di samping makamku malah!” timpal zaki.

“Itu bukan tubuh asliku yang dimakamkan disana” balas rafa.

“Terus tubuhmu dibawa orang atau kamu hidup sendiri?” tanya zaki penasaran

“Kamu ingat kan kita masih sering berkomunikasi dulu alisha? Bahkan saat kamu membutuhkanku untuk tulisanmu?” tanya rafa pada tina.

“Iya, hampir 1 bulan malah setelah kamu tewas” jawab tina.

“Nulis apaan?” tanya zaki penasaran pada tina.

“Tapi tiba-tiba kamu menghilang. Bahkan aku gak bisa manggil kamu” ucap tina sedih pada rafa.

“Aku dibutuhin gak sih di sini? Dah ah selesein berdua aja kalian!” ucap zaki ngambek kemudian beranjak pergi dari ruangan. Tepat sebelum zaki menembus dinding dan keluar, rafa tiba-tiba mengucapkan sesuatu hal.

“Itu bukan aku alisha, itu shinta!”

“Dia menampakkan dirinya sepertiku, itu dilakukannya agar kamu percaya aku benar-benar sudah meninggal!” cerita rafa.



Kebenaran yang sebenarnya terjadi adalah sedari awal rafa tidak tewas, iya rafa memang hampir tewas tapi tidak benar-benar tewas. Tidak lama setelah rafa tertembak, dia dibawa ke Rumah Sakit terdekat. Termasuk semua korban yang berjatuhan pada saat itu.

Kalian masih ingat dengan Larissa Intan Arezona?

Larissa adalah anak tunggal dari sahabat ayah rafa yang tinggal di kota Perth, Australia. Dan disanalah rafa mengenal dirinya.


<<Flashback ke The Left Eye pertama>>

“Kalian tahu kan kalau aku tidak percaya dengan kebetulan?”

“Apa yang udah terjadi ataupun apa yang akan terjadi adalah takdir dari Tuhan” terang rafa.

“Ya, kamu pernah mengatakan itu padaku sewaktu kita baru mengenal” balas tina sembari tersenyum.

“Beberapa hari sebelum aku pergi menemui kalian bersama ridwan, dia menghubungiku”

“Dan dia memberitahuku kalau saat itu dia baru tiba di Indonesia” terang rafa.

“Terus?” tanya tina penasaran.

“Kamu kok gak pernah cerita tentang dia padaku fa!?” tanya zaki yang juga ikut penasaran.

“Husss!” potong tina pada zaki yang kesal karena pertanyaannya yang tidak penting.

“Iya iya!” balaz zaki.

“Pada akhirnya larissa yang menyelamatkan hidupku. Aku hanya dibuat seakan mati, padahal aku masih hidup, walaupun saat itu aku benar-benar sekarat” terang rafa.

“Oh jadi karena itu aku pernah bertemu dengannya di Jakarta!?” ucap tina kaget.

“Emang dia siapa sih!? Kok bisa nyelamatin hidupmu fa!?” tanya zaki kali ini lebih serius.

“Dia itu dokter bedah” ucap rafa dan tina bersamaan.

“Yang jelas, karena dalam keadaan sekarat itulah rohku meninggalkan ragaku seperti yang kalian liat sekarang ini” ucap rafa. Beberapa saat semuanya menjadi hening.

“Tapi kenapa dia gak cerita apa-apa padaku?” tanya tina lagi.

“Karena ridwan. Ridwan yang memintanya untuk tutup mulut pada siapapun, termasuk kamu” jawab rafa.

“Kenapa dia begitu!?” tanya tina.

“Asal kalian tahu, di saat-saat terakhir shinta merasuki pikiran Ridwan. Dan kalian masih ingat kan kalau shinta lah yang lebih mendominasi daripada santhy?” tanya rafa pada tina dan zaki.



“Waktu itu ternyata ridwan meminta pada larissa apakah dia bisa ke kalimantan beberapa hari kedepan?” terang rafa lagi. Kalimantan adalah kota di mana peperangan itu terjadi jika kalian masih ingat.

“Aku gak tau alasannya apa dia melakukannya, yang jelas Ridwan melakukannya tanpa sepengetahuanku.”

“Salahku juga memang yang menceritakan padanya siapa larissa” ceritaku.

“Terus bagaimana dengan larissa sekarang?” tanya tina.

“Gak tau, yang jelas aku diancam. Kalau aku bertemu dan berkomunikasi dengan kamu lagi larissa akan dibunuhnya. Gak sampai situ, kamu juga bakal dibunuh”

“Dan kiki juga termasuk…” ucap rafa lagi.



Beberapa hari kemudian rafa menjadi kehilangan ingatan, dan tiba-tiba berada di dalam rumah ini. Entah apa yang membuat rafa kehilangan ingatan. Karena pengaruh shinta atau mungkin raganya yang semakin sekarat? Entahlah itu masih menjadi misteri.

Yang membedakan rafa dengan makhluk gaib lainnya adalah rafa adalah roh yang terlepas dari raganya namun dengan mempunyai kekuatan lebih daripada makhluk gaib. Pengaruh shinta? Mungkin, yang jelas rafa memiliki kedua mata santhy. Bisa saja itu yang memberikan rafa kekuatan lebih.

Untuk apa ridwan membuat kebohongan tentang kematian rafa pada tina dan lainnya? Mari kita perjelas disini kalau ridwan saat itu telah dalam pengaruh shinta yang membuat dia melakukan hal ini semua.

Lantas motivasinya apa? Sayang rafa juga masih belum tahu sepenuhnya. Sama seperti rafa yang juga belum tahu siapa makhluk gaib yang sedari awal menjadi kubu jahat di rumahku.






jimmi2008
bonita71
bonita71 dan jimmi2008 memberi reputasi
2
Tutup