- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
CloudLove (TeenFiction)
TS
ayahnyabinbun
CloudLove (TeenFiction)
Assalamualaikum semua.
Ini hanya goresan tinta imajinasi seorang lelaki tua beranak dua yang telat menemukan hasratnya dalam hal menulis tentang cinta.
No Junk.
No Spam.
Pokoknya ikuti Rules dari Kaskus aja ya.
Ini cerita kedua ayahBinBun, sempat dilirik penerbit indie … namun, yah gitulah, hanya berujung PHP, daripada galau enggak jelas mending ayahBinBun gelar disini, enggak usah lama-lama mending langsung aja dibaca.
Spoiler for Index:
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
[URL=]
CHAPTER 6
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 7
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 8
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 9
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 10
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 11
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 12
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 13
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 14
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 15
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 16
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 17
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 18
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 19
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 20
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 21
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 22
[/URL]
[URL=]
CHAPTER 23
[/URL]
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
Spoiler for prolog:
Hari senin di SMA Sinar jaya para murid mulai bersiap melakukan upacara pagi, di luar gerbang riuh anak murid yang terlambat datang.
"Akh elah telat lagi kan, elu sih Sin pake sarapan bubur kacang ijo dulu," dengus kesal seorang remaja perempuan dengan tas ransel di punggungnya.
"Hehe, mangap Gi diriku pan lavar, nanti cantik ini lunthur engga mamam dulu," jawab temannya dengan candaan.
"Tailah, yuk muter, kita lewat belakang," dengus kesal sang gadis berambut pendek tersebut.
Sang perempuan hanya mengangguk mengiyakan ide temannya, kedua gadis itu beranjak pergi menuju ke belakang sekolah sebelum guru yang menjaga gerbang melihat mereka.
Sreek..
Sreeek..
"Tas gua jangan di seret kampret..!"
"Mangap Gi, sempit ini lubang."
"Makanya diet..! Makan mulu hidup lu."
"Dailah kayak tetangga gua aje luh, mulutnye pedes kayak boncabe."
"Sstt.. Diem Sin, denger enggak lu? Kayak ada orang di belakang."
Kedua remaja itu mencari arah suara, kedua mata mereka melirik empat murid lelaki sedang berkumpul, Agni dan Sinta menguping pembicaraan mereka.
"Heh cupu kuadrat..! Gua udah bilang kerjain PR gua, kenapa masih kosong ini."
"Udah hajar aje bos, anak cupu gini mesti di takol biar nurut," jawab temannya mengompori keadaan.
"Aku mesti jaga ibu aku bang, jadi enggak sempet ngerjain, nanti aku bakal kerjain yang lainnya dah," jawab remaja yang tersungkur di tanah, pelipisnya terlihat lebam akibat tadi dipukul lelaki tambun itu.
"HEI..! KALO BERANI JANGAN KEROYOKAN BANCI..!" teriak Agni lantang dari arah belakang membuat Sinta di sebelahnya tersentak.
Keempat remaja tersebut mencari sumber suara, mereka serempak menatap seorang gadis berponi dengan potongan rambut pendek sepundak di belakang sekolah.
"Wuih berani juga nih cewe, perlu kita hajar nih."
"B..b.bos ntu Agni, si naga betina, kita pergi aja lah bos."
"Halah banci lu!" jawab lelaki tambun tersebut penuh kesombongan.
Agni melangkah maju menghadapi ke tiga lelaki di depannya, sang lelaki tambun ikut maju untuk menghadapi Agni.
"Heh pramuria, denger ye ini bukan urusan cewe macem elu, jadi...."
-BUUUGH...!!-
Sebuah tendangan telak mengenai selangkangan lelaki tambun itu.
"AAAAAaaaghhhh...!" teriak remaja tambun tersebut, sekujur tubuhnya bergetar, koneksi otak dan tubuhnya seketika terputus, hanya ada bulir air mata menetes di sisi matanya.
"PERGI LU SEMUA, DAN BAWA KARUNG SAMPAH INI DARI HADAPAN GUA..!" titah Agni sang naga betina kepada dua anak buah si lelaki tambun.
Sinta yang melihat dari belakang hanya bisa menganga melihat tindakan temannya yang sangat berani itu, ia pun melempar sampah dedaunan ke arah tiga berandalan yang lari melewati dirinya.
"Rasain luh! Agni dilawan, dasar pe'a, bonyok dah ntu kantong menyan," ledek Sinta puas.
Agni melihat lelaki yang menjadi korban tiga berandal tadi, ia berjongkok seraya melihat wajah lelaki tersebut.
"Nama lu siapa? Kelas berapa?" tanya Agni selidik.
"Ren..Renvil, kelas 1-A mba," jawab Renvil dengan menahan sakit di pelipisnya.
"Wuiiih anak pinter luh masuk golongan kelas A, jangan panggil gua mba gua bukan mba elu, kenapa si Johan kampret ganggu lu?" tanya Agni lagi.
"Dia..dia minta aku kerjain tugasnya."
"Terus elu mau?!"
Renvil hanya bisa mengangguk pelan atas pertanyaan Agni tersebut.
"bodoh...! elu pinter tapi bodoh, bingung gua," jawab Agni kasar.
Sinta melangkah menuju temannya dan lelaki yang sedang tersungkur di depannya.
"Ya Tuhan, tampan pisan, duh sini-sini neng Sinta bersihin lukanya cah kasep," seruduk Sinta menyenggol Agni yang sedang jongkok.
"Tai lu Sin, badan mirip banget buldoser satpol pp," jengah Agni yang tubuhnya terdorong tubuh sintal Sinta.
Sinta kemudian mengambil tissue dari dalam tasnya dan menyeka luka di pelipis Renvil.
"Nama kamu siapa? kelas berapa? Udah punya pacar? Mau enggak sama neng Sinta yang semok bin demplon ini?" rentetan pertanyaan membredel si Renvil.
"Renvil kak, kelas 1-A, belum kak, saya single by choice," jawab Renvil sekenanya.
"Maaf kak, liat kacamata saya tidak? tadi di lempar sama si Johan."
"Nih, untung kagak gua injek." jawab Agni sembari memberikan sebuah kacamata ke tangan Renvil.
Renvil pun langsung membersihkan lensa kacamatanya, kemudian menyangkutkannya di kedua daun telinganya.
Dua gadis di depannya tersentak, lelaki tampan di depannya langsung jatuh kadar ketampanannya, kacamata tebal bundar sempurna setebal pantat botol menghiasi wajah tampan tersebut.
"Jiaaah.. Buang tuh kacamata Ren, bikin ilfeel gua aja." jawab Sinta jujur sejujur-jujurnya.
Renvil hanya tersenyum mendengar perkataan Sinta, wajahnya memang berubah tatkala ia memakai kacamata pemberian ayahnya tersebut.
"Nama gua Agni, ini Sinta, kalo si Johan ganggu elu lagi bilang ke gua, ngerti lu..!?" terang Agni.
"Iya kak."
"Dan satu hal lagi!"
Renvil terdiam mendengarkan kata-kata selanjutnya dari Agni.
"Mulai hari ini elu jadi budak gua, ngerti lu..?!"
Sinta dan Renvil tersentak mendengar kata-kata Agni.
"I..iya kak Agni."
-Biarkanlah cintaku membawamu keatas awan hingga burung pun iri karena tidak bisa terbang begitu tinggi-
-CloudLove-
"Akh elah telat lagi kan, elu sih Sin pake sarapan bubur kacang ijo dulu," dengus kesal seorang remaja perempuan dengan tas ransel di punggungnya.
"Hehe, mangap Gi diriku pan lavar, nanti cantik ini lunthur engga mamam dulu," jawab temannya dengan candaan.
"Tailah, yuk muter, kita lewat belakang," dengus kesal sang gadis berambut pendek tersebut.
Sang perempuan hanya mengangguk mengiyakan ide temannya, kedua gadis itu beranjak pergi menuju ke belakang sekolah sebelum guru yang menjaga gerbang melihat mereka.
Sreek..
Sreeek..
"Tas gua jangan di seret kampret..!"
"Mangap Gi, sempit ini lubang."
"Makanya diet..! Makan mulu hidup lu."
"Dailah kayak tetangga gua aje luh, mulutnye pedes kayak boncabe."
"Sstt.. Diem Sin, denger enggak lu? Kayak ada orang di belakang."
Kedua remaja itu mencari arah suara, kedua mata mereka melirik empat murid lelaki sedang berkumpul, Agni dan Sinta menguping pembicaraan mereka.
"Heh cupu kuadrat..! Gua udah bilang kerjain PR gua, kenapa masih kosong ini."
"Udah hajar aje bos, anak cupu gini mesti di takol biar nurut," jawab temannya mengompori keadaan.
"Aku mesti jaga ibu aku bang, jadi enggak sempet ngerjain, nanti aku bakal kerjain yang lainnya dah," jawab remaja yang tersungkur di tanah, pelipisnya terlihat lebam akibat tadi dipukul lelaki tambun itu.
"HEI..! KALO BERANI JANGAN KEROYOKAN BANCI..!" teriak Agni lantang dari arah belakang membuat Sinta di sebelahnya tersentak.
Keempat remaja tersebut mencari sumber suara, mereka serempak menatap seorang gadis berponi dengan potongan rambut pendek sepundak di belakang sekolah.
"Wuih berani juga nih cewe, perlu kita hajar nih."
"B..b.bos ntu Agni, si naga betina, kita pergi aja lah bos."
"Halah banci lu!" jawab lelaki tambun tersebut penuh kesombongan.
Agni melangkah maju menghadapi ke tiga lelaki di depannya, sang lelaki tambun ikut maju untuk menghadapi Agni.
"Heh pramuria, denger ye ini bukan urusan cewe macem elu, jadi...."
-BUUUGH...!!-
Sebuah tendangan telak mengenai selangkangan lelaki tambun itu.
"AAAAAaaaghhhh...!" teriak remaja tambun tersebut, sekujur tubuhnya bergetar, koneksi otak dan tubuhnya seketika terputus, hanya ada bulir air mata menetes di sisi matanya.
"PERGI LU SEMUA, DAN BAWA KARUNG SAMPAH INI DARI HADAPAN GUA..!" titah Agni sang naga betina kepada dua anak buah si lelaki tambun.
Sinta yang melihat dari belakang hanya bisa menganga melihat tindakan temannya yang sangat berani itu, ia pun melempar sampah dedaunan ke arah tiga berandalan yang lari melewati dirinya.
"Rasain luh! Agni dilawan, dasar pe'a, bonyok dah ntu kantong menyan," ledek Sinta puas.
Agni melihat lelaki yang menjadi korban tiga berandal tadi, ia berjongkok seraya melihat wajah lelaki tersebut.
"Nama lu siapa? Kelas berapa?" tanya Agni selidik.
"Ren..Renvil, kelas 1-A mba," jawab Renvil dengan menahan sakit di pelipisnya.
"Wuiiih anak pinter luh masuk golongan kelas A, jangan panggil gua mba gua bukan mba elu, kenapa si Johan kampret ganggu lu?" tanya Agni lagi.
"Dia..dia minta aku kerjain tugasnya."
"Terus elu mau?!"
Renvil hanya bisa mengangguk pelan atas pertanyaan Agni tersebut.
"bodoh...! elu pinter tapi bodoh, bingung gua," jawab Agni kasar.
Sinta melangkah menuju temannya dan lelaki yang sedang tersungkur di depannya.
"Ya Tuhan, tampan pisan, duh sini-sini neng Sinta bersihin lukanya cah kasep," seruduk Sinta menyenggol Agni yang sedang jongkok.
"Tai lu Sin, badan mirip banget buldoser satpol pp," jengah Agni yang tubuhnya terdorong tubuh sintal Sinta.
Sinta kemudian mengambil tissue dari dalam tasnya dan menyeka luka di pelipis Renvil.
"Nama kamu siapa? kelas berapa? Udah punya pacar? Mau enggak sama neng Sinta yang semok bin demplon ini?" rentetan pertanyaan membredel si Renvil.
"Renvil kak, kelas 1-A, belum kak, saya single by choice," jawab Renvil sekenanya.
"Maaf kak, liat kacamata saya tidak? tadi di lempar sama si Johan."
"Nih, untung kagak gua injek." jawab Agni sembari memberikan sebuah kacamata ke tangan Renvil.
Renvil pun langsung membersihkan lensa kacamatanya, kemudian menyangkutkannya di kedua daun telinganya.
Dua gadis di depannya tersentak, lelaki tampan di depannya langsung jatuh kadar ketampanannya, kacamata tebal bundar sempurna setebal pantat botol menghiasi wajah tampan tersebut.
"Jiaaah.. Buang tuh kacamata Ren, bikin ilfeel gua aja." jawab Sinta jujur sejujur-jujurnya.
Renvil hanya tersenyum mendengar perkataan Sinta, wajahnya memang berubah tatkala ia memakai kacamata pemberian ayahnya tersebut.
"Nama gua Agni, ini Sinta, kalo si Johan ganggu elu lagi bilang ke gua, ngerti lu..!?" terang Agni.
"Iya kak."
"Dan satu hal lagi!"
Renvil terdiam mendengarkan kata-kata selanjutnya dari Agni.
"Mulai hari ini elu jadi budak gua, ngerti lu..?!"
Sinta dan Renvil tersentak mendengar kata-kata Agni.
"I..iya kak Agni."
-Biarkanlah cintaku membawamu keatas awan hingga burung pun iri karena tidak bisa terbang begitu tinggi-
-CloudLove-
Diubah oleh ayahnyabinbun 13-05-2019 14:02
iamzero dan 8 lainnya memberi reputasi
9
15.1K
Kutip
131
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
ayahnyabinbun
#44
Chapter 25
Spoiler for salah ku:
"Semua salahku.. Rasa ini.. Salah.."
"Agni duluan yah," seru Agni kepada sang ayah, ia langsung keluar dari mobil seketika dia dan ayah sampai di rumah sakit.
Agni berlari dan terus berlari menuju ruangan operasi, didepan pintu sedang menangis Ratna di temani Bening yang sedari subuh sudah sampai ke rumah sakit.
"Bening, bagaimana dengan Renvil?" Tanya Agni khawatir.
"Ia sedang di operasi kak, tulang kepalanya retak, jika tidak memakai helm mungkin Renvil sudah..." seru Bening terhenti tatkala lengannya di genggam ibu yang kian terisak.
Galih datang dari belakang Agni, kemudian langsung memeluk Ratna yang masih terisak menangis.
"Kamu harus kuat Ratna, Renvil pasti selamat, dia anak yang kuat sekuat ibunya," seru Galih mencoba menenangkan Ratna.
Hampir sejam mereka menunggu di depan ruang operasi, lampu ruang operasi berubah hijau, tanda operasi telah selesai, selang beberapa menit dokter pun keluar dari balik pintu ruang operasi.
"Keluarga mas Renvil?" tanya sang dokter memastikan.
"Iya dok, bagaimana keadaan anak saya dok?" tanya Ratna khawatir.
"Anak ibu baik-baik saja, masa kritisnya sudah lewat, untuk sekarang kita hanya bisa menunggu mas Renvil siuman dari pengaruh obat bius," jelas sang dokter.
"Alhamdulillah," seru mereka yang tengah khawatir keadaan Renvil.
"saya permisi dulu," pamit sang dokter.
Beberapa saat kemudian Renvil di pindahkan dari ruang operasi menuju ruang rawat inap VVIP di lantai paling atas gedung rumah sakit.
"Ratna, kamu sudah makan? Kita makan dulu yuk? Kamu pasti belum sarapan kan?" ajak Galih.
"Tapi Renvil mas."
"Ada Agni dan temannya, kamu harus makan, Kalau ada Renvil yang lagi sehat disini pasti kamu sudah di marahinya, disuruh makan dan minum obat."
Ratna sedikit tersenyum mengingat kebiasaan Renvil," yaudah ayo, kalian tolong jaga Renvil ya?" pinta Ratna.
"Iya tante," seru Bening.
"Iya ibu," jawab Agni.
Agni duduk di sebelah Renvil, manik matanya mulai berkaca-kaca melihat Renvil yang terbaring lemah di atas kasur, Bening menatap tajam Agni yang tengah terdiam menatap Renvil.
"Tangan Renvil dingin, Bening bisa tolong ambilkan..."
"Semalam Renvil habis dari rumah kak Agni kan!?"
Agni terdiam seraya mengangguk lesu mengiyakan pertanyaan Bening.
"Kenapa harus Renvil sih kak? kenapa harus Renvil yang kakak suruh-suruh seperti itu? apa enggak ada lelaki lain yang pantas kakak jadikan budak!" seru Bening setengah berteriak dan terisak.
"Kakak enggak tau kalau akan jadi..."
"Selama ini Bening diam melihat gelagat kakak karena Renvil memang lelaki yang terlalu baik sama perempuan, tapi mulai sekarang Bening enggak bakal tinggal diam, Bening bakal jaga Renvil dari orang yang cuman manfaatin Renvil macam kakak!"
"Ning, aku enggak maksud bikin Renvil kayak gini! Kamu kira aku pengen Renvil kecelakaan! Dia sahabat aku, dia..."
"Sahabat!? kak Agni bilang Renvil sahabat kakak!?, sahabat mana yang minta di jemput dan di anterin pulang setiap hari, Renvil juga punya kehidupan kak, dia bukan ojek pribadi kakak, yang seperti itu kakak bilang sahabat!?" pungkas Bening kesal.
"Aku tau aky salah dalam menjadikan Renvil budak saat pertama aku ketemu dia, aku kira dia seperti cowo biasa yang.."
"Mulai sekarang jauhi Renvil, biar Bening yang jaga dia," potong Bening.
Agni terdiam mendengar kata-kata Bening yang menusuk relung hatinya.
"Kalau kak Agni memang hanya sahabat Renvil dan peduli dengan Renvil jangan dekati dia lagi, jangan suruh-suruh dia lagi, Bening sayang Renvil kak, lebih dari sekedar sahabat, melihat dia seperti ini hati Bening hancur. Mulai sekarang biarkan Bening yang jaga Renvil, kakak bisa cari lelaki lain diluar sana untuk di jadikan budak kakak lagi sepuas kakak mau," seru Bening dingin kearah Agni.
Agni terdiam, ia berfikir sejenak, apa yang di katakan Bening seperti memukul dadanya, ia duduk sembari menggenggam tangan Renvil yang dingin.
"Tolong ambilkan selimut dibelakang kamu," pinta Agni pelan kembali.
Bening memberikan Agni selimut yang ditunjuk Agni, setelah Agni menyelimuti Renvil Agni menatap Bening dan berkata.
"Aku akan jauhin Renvil, tapi biarkan aku di sini sebentar untuj menjaga dia juga sampai dia sadar, karena yang sayang dia lebih dari sekedar sahabat bukan kamu aja Ning, aku … aku juga sayang dia, ngeliat dia berbaring lemah disini juga ngebuat hati aku hancur, apalagi..." kata-kata Agni terhenti, ia mulai terisak menangis, "hiks, apalagi dia disini karena aku."
Bening terdiam, Bening sedikit merasa bersalah telah menghakimi Agni secara sepihak, ia mengangguk dengan pelan mendengar kata-kata Agni.
Selang setengah jam Ratna dan Galih kembali ke ruangan rawat Renvil.
"Agni, ayah mau antar pulang Ratna terus ayah mau balik ke tempat kerja, kamu mau ikut?" ajak Galih.
"Terus Renvil siapa yang jaga?" tanya Agni.
"Ada Bening yang jagain dia, ibu mau ambil baju dan keperluan Renvil di rumah nanti ke sini lagi kok," terang Ratna.
"Lagian Kamu harus ganti seragam sekolah kamu dengan baju yang lebih pas," ajak Galih ke anak perempuannya.
"Hmm yaudah, Ning aku balik ya?"
"Iya kak." jawab Bening singkat tanpa menatap Agni.
Di dalam mobil Agni terdiam sepanjang perjalanan ia memikirkan perkataan Bening, Ratna sudah turun dari mobil sedari tadi sebelum ia turun ia berpesan ke Agni untuk datang menemaninya ke rumah sakit.
"Hei … tenang aja, masa kritis Renvil udah lewat," seru sang ayah memecah keheningan di dalam mobil.
"Agni bodoh yah," seru Agni lirih.
Galih menatap anaknya dengan wajah keheranan.
"AGNI BODOOOOOH...!" pekik Agni menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Galih meminggirkan kendaraannya tepat di depan rumah miliknya, ia merangkul anak perempuannya erat.
"Ini bukan salah kamu sayang, kamu jangan salahin diri kamu begini," seru Galih menenangkan Agni.
"Hiks, tapi Renvil kecelakaan karena Agni yah, dia selalu Agni suruh-suruh, anter Agni kemanapun Agni mau, ngelakuin apapun yang Agni minta, kalau dia enggak dekat sama Agni mungkin … hiks … mungkin ini semua..."
"Mungkin Renvil masih kecelakaan juga walau dia enggak kenal kamu, Renvil tuh suka sama kamu sayang, mungkin dia ngelakuin semua ke kamu karena dia sayang sama kamu, apa kamu enggak pernah berfikir soal itu," potong ayah.
Agni terdiam melihat sang ayah dengan masih terisak dan rona merah di pipinya.
"Sebelum kecelakaan ayah lihat kok kalian pelukan dan ayah rasa itu cukup romantis."
"Iissh apaan sih ayah, sekarang bukan waktu yang tepat buat ngomong kayak gitu," seru Agni memukul pelan bahu ayahnya.
"Kamu enggak salah, Renvil juga enggak salah, yang salah orang yang nabrak dia malam itu, Renvil cuman ada di waktu dan tempat yang salah, shit happens sweetheart," kata Galih bijak sembari mengacak pucuk kepala Agni.
Agni tersenyum seraya berkata, "makasih ya ayah."
"Iya sayang, sekarang kamu masuk ke rumah, siapin baju dan keperluan lainnya, kamu mau temenin tante Ratna kan nanti?" seru ayah.
"Iya," jawab singkat Agni sambil membuka pintu depan mobil milik ayahnya.
Agni memasuki rumah miliknya hendak bersiap-siap membereskan keperluan untuk menginap di rumah sakit bersama Ratna, setelah selesai membereskan tas ia duduk di atas kasur empuk miliknya.
"Hmmm … cepet sadar kek Ren, aku kangen sama kamu," gumam Agni sembari menitikan air mata kembali.
Bersambung.
"Agni duluan yah," seru Agni kepada sang ayah, ia langsung keluar dari mobil seketika dia dan ayah sampai di rumah sakit.
Agni berlari dan terus berlari menuju ruangan operasi, didepan pintu sedang menangis Ratna di temani Bening yang sedari subuh sudah sampai ke rumah sakit.
"Bening, bagaimana dengan Renvil?" Tanya Agni khawatir.
"Ia sedang di operasi kak, tulang kepalanya retak, jika tidak memakai helm mungkin Renvil sudah..." seru Bening terhenti tatkala lengannya di genggam ibu yang kian terisak.
Galih datang dari belakang Agni, kemudian langsung memeluk Ratna yang masih terisak menangis.
"Kamu harus kuat Ratna, Renvil pasti selamat, dia anak yang kuat sekuat ibunya," seru Galih mencoba menenangkan Ratna.
Hampir sejam mereka menunggu di depan ruang operasi, lampu ruang operasi berubah hijau, tanda operasi telah selesai, selang beberapa menit dokter pun keluar dari balik pintu ruang operasi.
"Keluarga mas Renvil?" tanya sang dokter memastikan.
"Iya dok, bagaimana keadaan anak saya dok?" tanya Ratna khawatir.
"Anak ibu baik-baik saja, masa kritisnya sudah lewat, untuk sekarang kita hanya bisa menunggu mas Renvil siuman dari pengaruh obat bius," jelas sang dokter.
"Alhamdulillah," seru mereka yang tengah khawatir keadaan Renvil.
"saya permisi dulu," pamit sang dokter.
Beberapa saat kemudian Renvil di pindahkan dari ruang operasi menuju ruang rawat inap VVIP di lantai paling atas gedung rumah sakit.
"Ratna, kamu sudah makan? Kita makan dulu yuk? Kamu pasti belum sarapan kan?" ajak Galih.
"Tapi Renvil mas."
"Ada Agni dan temannya, kamu harus makan, Kalau ada Renvil yang lagi sehat disini pasti kamu sudah di marahinya, disuruh makan dan minum obat."
Ratna sedikit tersenyum mengingat kebiasaan Renvil," yaudah ayo, kalian tolong jaga Renvil ya?" pinta Ratna.
"Iya tante," seru Bening.
"Iya ibu," jawab Agni.
Agni duduk di sebelah Renvil, manik matanya mulai berkaca-kaca melihat Renvil yang terbaring lemah di atas kasur, Bening menatap tajam Agni yang tengah terdiam menatap Renvil.
"Tangan Renvil dingin, Bening bisa tolong ambilkan..."
"Semalam Renvil habis dari rumah kak Agni kan!?"
Agni terdiam seraya mengangguk lesu mengiyakan pertanyaan Bening.
"Kenapa harus Renvil sih kak? kenapa harus Renvil yang kakak suruh-suruh seperti itu? apa enggak ada lelaki lain yang pantas kakak jadikan budak!" seru Bening setengah berteriak dan terisak.
"Kakak enggak tau kalau akan jadi..."
"Selama ini Bening diam melihat gelagat kakak karena Renvil memang lelaki yang terlalu baik sama perempuan, tapi mulai sekarang Bening enggak bakal tinggal diam, Bening bakal jaga Renvil dari orang yang cuman manfaatin Renvil macam kakak!"
"Ning, aku enggak maksud bikin Renvil kayak gini! Kamu kira aku pengen Renvil kecelakaan! Dia sahabat aku, dia..."
"Sahabat!? kak Agni bilang Renvil sahabat kakak!?, sahabat mana yang minta di jemput dan di anterin pulang setiap hari, Renvil juga punya kehidupan kak, dia bukan ojek pribadi kakak, yang seperti itu kakak bilang sahabat!?" pungkas Bening kesal.
"Aku tau aky salah dalam menjadikan Renvil budak saat pertama aku ketemu dia, aku kira dia seperti cowo biasa yang.."
"Mulai sekarang jauhi Renvil, biar Bening yang jaga dia," potong Bening.
Agni terdiam mendengar kata-kata Bening yang menusuk relung hatinya.
"Kalau kak Agni memang hanya sahabat Renvil dan peduli dengan Renvil jangan dekati dia lagi, jangan suruh-suruh dia lagi, Bening sayang Renvil kak, lebih dari sekedar sahabat, melihat dia seperti ini hati Bening hancur. Mulai sekarang biarkan Bening yang jaga Renvil, kakak bisa cari lelaki lain diluar sana untuk di jadikan budak kakak lagi sepuas kakak mau," seru Bening dingin kearah Agni.
Agni terdiam, ia berfikir sejenak, apa yang di katakan Bening seperti memukul dadanya, ia duduk sembari menggenggam tangan Renvil yang dingin.
"Tolong ambilkan selimut dibelakang kamu," pinta Agni pelan kembali.
Bening memberikan Agni selimut yang ditunjuk Agni, setelah Agni menyelimuti Renvil Agni menatap Bening dan berkata.
"Aku akan jauhin Renvil, tapi biarkan aku di sini sebentar untuj menjaga dia juga sampai dia sadar, karena yang sayang dia lebih dari sekedar sahabat bukan kamu aja Ning, aku … aku juga sayang dia, ngeliat dia berbaring lemah disini juga ngebuat hati aku hancur, apalagi..." kata-kata Agni terhenti, ia mulai terisak menangis, "hiks, apalagi dia disini karena aku."
Bening terdiam, Bening sedikit merasa bersalah telah menghakimi Agni secara sepihak, ia mengangguk dengan pelan mendengar kata-kata Agni.
Selang setengah jam Ratna dan Galih kembali ke ruangan rawat Renvil.
"Agni, ayah mau antar pulang Ratna terus ayah mau balik ke tempat kerja, kamu mau ikut?" ajak Galih.
"Terus Renvil siapa yang jaga?" tanya Agni.
"Ada Bening yang jagain dia, ibu mau ambil baju dan keperluan Renvil di rumah nanti ke sini lagi kok," terang Ratna.
"Lagian Kamu harus ganti seragam sekolah kamu dengan baju yang lebih pas," ajak Galih ke anak perempuannya.
"Hmm yaudah, Ning aku balik ya?"
"Iya kak." jawab Bening singkat tanpa menatap Agni.
Di dalam mobil Agni terdiam sepanjang perjalanan ia memikirkan perkataan Bening, Ratna sudah turun dari mobil sedari tadi sebelum ia turun ia berpesan ke Agni untuk datang menemaninya ke rumah sakit.
"Hei … tenang aja, masa kritis Renvil udah lewat," seru sang ayah memecah keheningan di dalam mobil.
"Agni bodoh yah," seru Agni lirih.
Galih menatap anaknya dengan wajah keheranan.
"AGNI BODOOOOOH...!" pekik Agni menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Galih meminggirkan kendaraannya tepat di depan rumah miliknya, ia merangkul anak perempuannya erat.
"Ini bukan salah kamu sayang, kamu jangan salahin diri kamu begini," seru Galih menenangkan Agni.
"Hiks, tapi Renvil kecelakaan karena Agni yah, dia selalu Agni suruh-suruh, anter Agni kemanapun Agni mau, ngelakuin apapun yang Agni minta, kalau dia enggak dekat sama Agni mungkin … hiks … mungkin ini semua..."
"Mungkin Renvil masih kecelakaan juga walau dia enggak kenal kamu, Renvil tuh suka sama kamu sayang, mungkin dia ngelakuin semua ke kamu karena dia sayang sama kamu, apa kamu enggak pernah berfikir soal itu," potong ayah.
Agni terdiam melihat sang ayah dengan masih terisak dan rona merah di pipinya.
"Sebelum kecelakaan ayah lihat kok kalian pelukan dan ayah rasa itu cukup romantis."
"Iissh apaan sih ayah, sekarang bukan waktu yang tepat buat ngomong kayak gitu," seru Agni memukul pelan bahu ayahnya.
"Kamu enggak salah, Renvil juga enggak salah, yang salah orang yang nabrak dia malam itu, Renvil cuman ada di waktu dan tempat yang salah, shit happens sweetheart," kata Galih bijak sembari mengacak pucuk kepala Agni.
Agni tersenyum seraya berkata, "makasih ya ayah."
"Iya sayang, sekarang kamu masuk ke rumah, siapin baju dan keperluan lainnya, kamu mau temenin tante Ratna kan nanti?" seru ayah.
"Iya," jawab singkat Agni sambil membuka pintu depan mobil milik ayahnya.
Agni memasuki rumah miliknya hendak bersiap-siap membereskan keperluan untuk menginap di rumah sakit bersama Ratna, setelah selesai membereskan tas ia duduk di atas kasur empuk miliknya.
"Hmmm … cepet sadar kek Ren, aku kangen sama kamu," gumam Agni sembari menitikan air mata kembali.
Bersambung.
jembloengjava dan Alea2212 memberi reputasi
2
Kutip
Balas