- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
"ADA MONYET Di BIANGLALA"
TS
bigmee
"ADA MONYET Di BIANGLALA"
Sumber foto, punya sendiri dong
SALAM kenal ya Gan/Sist.... Dari dulu Ane pengen banget ngepost cerita di mari, tapi baru bisa caranya dua hari kemarin . Maklum, Ane orangnya so sibuk dan sedikit gaptek
Jangan tanya ini cerita diambil dari kisah nyata atau enggak ya. Tar juga kalau udah baca pasti bakalan tau ini beneran terjadi atau cuma ngarang aja.
Quote:
YANGnamanya rindu, dari mulai Albert Einsten, Hitler, Jullius Caesar hingga Rhoma irama pun bohong rasanya kalau nggak pernah ngalamin. Mereka orang besar. Apalagi Ale (Nalendra), Bono (Boni) dan Rara (Kejora) yang sekadar anak kost di Pondok Bianglala.
Kostan Bianglala adalah saksinya ketika mereka sedang merindu. Tahun 2000-an adalah momen mereka bersama dan cerita ini berada.
20 % Komedi
40 % Romantis
37,5% Absurd
2,5 % Zakat
Maafin ya kalau kata asing, lirik lagu dll belum sempet ane bikin miring kaya gitu. Jadi kalau baca bagian itu, mohon kepala agan/sista aja ya yang dimiringin, okayyy.. Selamat Membaca
Kostan Bianglala adalah saksinya ketika mereka sedang merindu. Tahun 2000-an adalah momen mereka bersama dan cerita ini berada.
20 % Komedi
40 % Romantis
37,5% Absurd
2,5 % Zakat
Maafin ya kalau kata asing, lirik lagu dll belum sempet ane bikin miring kaya gitu. Jadi kalau baca bagian itu, mohon kepala agan/sista aja ya yang dimiringin, okayyy.. Selamat Membaca
Maafin... engga bisa bikin indeks, salah mulu... Klo aja ada yang rela bantuin bikinnya ane bakalan bilang terimakasih sekali...
Boy Adhiya
Diubah oleh bigmee 19-04-2024 11:32
bukhorigan dan 7 lainnya memberi reputasi
8
18K
Kutip
112
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
bigmee
#47
Jadi Cowo Kamu Boleh? (21)
"Always when we fight, I try to make you laugh, Until everything’s forgotten, I know you hate that"
-Lagu ’You And Me Song’ punya Wannadies diputar pada sebuah rumah di Swedia. Ale dan Rara gak denger. Soalnya mereka di Bandung-
-Lagu ’You And Me Song’ punya Wannadies diputar pada sebuah rumah di Swedia. Ale dan Rara gak denger. Soalnya mereka di Bandung-
Quote:
MALAMkian larut dan semakin hening saja. Suara bising hanya sesekali terdengar ketika ada motor atau mobil ngebut melintas jalan di depan Stadion. Tapi ada bunyi seruling dan petikan kecapi memecahkan malam yang sunyi dan perlahan merambat ke gendang telinga Rara. Kontan bikin Rara berdiri dari kursi plastik-nya, penasaran mencari-cari sumber alunan khas Tanah Pasundan itu.
Tapi dia kembali duduk, karena tahu suasana ini adalah rancangan Ale, bukan berasal dari campur tangan makhluk astral. Ya, Mang Hamid dan Abah Rustandi, kawannya Ale yang memainkan bebunyian itu. Mereka sembunyi di atas tribun penonton.
"Ale, aku bingung mau bilang apa ini," Rara mengangkat kedua halisnya dan lengkung bibirnya menyuguhkan senyum yang manis sekali.
Sejurus kemudian, seorang dengan pakaian pelayan menghampiri mereka. Orang itu nuangin bandrek (minuman khas Jawa Barat) dari dalam poci keramik ke dua gelas yang ada di atas meja.
"Silakan. Semoga berkenan," ucap pelayan itu yang ternyata Bono. Rara sengaja gak nyapa karena takut merusak suasana.
"Yang paling spesial di sini apa?" tanya Ale pada Bono yang hanyut dalam perannya.
"Kita punya steak romansa dengan saus mikacinta."
"Boleh lah... aku pesan itu," kata Ale, "kalau kamu mau pesen apa?" lalu noleh ke Rara.
"Aku itu juga. Minta medium rare ya. Eh, sausnya selain itu apa lagi?" Rara gak kuat pengen nyapa Bono tapi gak mau membunuh suasana.
"Yang spesial, selain saus mikacinta ada juga saus katingganglope?" terang Bono.
"Nah boleh deh, aku itu aja."
"Yang mana?"
"Katingganglope," kata Rara.
"Selera anda bagus sekali," Bono menjentikan jari sebelum ngeloyor pergi.
Sementara Bono nyiapin pesanan, Ale minta Rara jangan ngambek lagi. Dia bilang kalau Rara benar. Adisti cuma baik kalau ada butuhnya doang.
"Kalau aja tau Adisti bakalan nyakitin kamu, dari dulu aku udah minta jadi pacar kamu Le. Meskipun kamu gak mau juga aku gak peduli. Aku bakal maksa kamu," Rara sebenernya malas ngomongin Adisti. Tapi untuk kali ini gak apa-apalah.
"Aku salah, harusnya aku dengerin kamu. Bener kata kamu Ra, aku berhak punya pacar selain dia."
"Iya pacar yang bener-bener sayang sama kamu." timpal Rara.
"Yang seperti kamu ya?" kata Ale.
"Mungkin Le. Kalau bisa sih yang lebih dari aku."
Bersamaan dengan itu, Bono si pelayan botak dateng nganterin pesanan. Gak sesuai ekspektasi memang. Yang disajikan hanya serabi dengan toping oncom plus telur.Tapi jajanan pasar ini pun bisa bikin Rara bahagia. Serabi ukuran jumbo pun akhirnya dilahap tetap dengan etika table manner. Mudah-mudahan kenyang.
"Steak-nya enak, empuk banget. Daging apa ini?" seru Rara.
Kali ini Ale terbahak setelah lima menit jaim, "Maaf Rara... sekarang Ale bisanya cuma ngajak makan serabi doang," kata Ale yang bulan ini memang kehabisan uang gara-gara harus beli cymbal baru. Soalnya yang lama pecah.
"Aku seneng... makasih Ale... Tapi kok niat banget sih bikin kejutan kaya gini?"
"Namanya juga usaha."
"Usaha biar aku gak marah lagi ya?" tanya Rara.
"Aku seneng kalau kamu masih mau marahin aku Ra. itu artinya peduli."
"Dasar.... Eh tapi sumpah aku belum pernah candle light dinner model gini lho. Makan serabi pula."
Di depan kue serabi ini Ale berjanji ingin merasakan rindu buat Rara saja. Untuk Rara, Ale ingin jadi lelaki yang bisa selalu diandalkan dalam kondisi apapun. Bahkan siap jika harus berdarah untuknya.
Ale gak bisa janji membawakan senyum di setiap detik buat Rara. Tapi Ale bakal berusaha gak bikin Rara menangis atau bersedih. Ale pengen selalu ada buat ngelap mulut Rara yang belepotan ketika sedang makan. Seperti malam ini. Ale juga siap kalau harus beliin pembalut buat Rara ke warung, meskipun hal itu menjadi hal tabu bagi seorang lelaki. Tapi Ale yakin, Rara gak bakal tega kalau ale yang ngebeliin.
"Ra," ucap Ale.
"Iya Le."
"Ale sayang ama kamu tau," ucap Ale mantap, gak perlu menimbang-nimbang perasaan lagi.
"Makasih Ale. Rara juga sayang sama Ale. Dari dulu malah," balas Rara sambil senyum manis banget.
"Kok baru bilang Ra?" tanya Ale.
"Iya kan kalau sayang itu gak harus dibilang-bilang. Karena hidup itu adalah membebaskan perkataan menjadi perbuatan," ucap Rara.
Sementara Rara fokus motong-motong serabi hingga menjadi bagian kecil, Ale menatapnya terus-menerus. Sesekali Ale minta Rara mencicipi serabi yang ada di garpunya walaupun varian rasanya sama saja.
"Kejora..."
"Iya, kenapa Nalendra?" potong Rara.
"Bantuin dong, bisa gak?"
"Bantuin apa Ale?" tanya Rara masih senyum manis walaupun mulutnya penuh serabi.
"Aku pengen buku Ra, tapi gak boleh beli satuan. Harus beli dua sekaligus."
"Terus?"
"Aku pengen banget beli buku itu, jadi satu buat aku, nah... satu lagi buat kamu aja gak apa-apa?"
"Emang buku apaan sih Le? Aku kan gak doyan baca,"
"Buku nikah, kamu mau?"
"Dasar.... Bercanda terus nih," ucap Rara.
"Aku lagi serius ini Ra. Eh aku pengen jadi cowok kamu... Boleh?" ucap Ale mantap.
Rara nyimpen garpu dan pisau di atas piring. Padahal serabinya belum abis. Potongan serabi yang masih ada di mulutnya dia kunyah pelan.
"Kemarin-kemarin kamu ke mana aja?" Rara lantas menghela nafas sangat dalam sambil menelan potongan serabi di mulutnya.
"Ra, Ale bener-bener pengen jadi pacar kamu."
"Kenapa baru bilang sekarang?" tanya Rara. Matanya mulai berkaca-kaca. Bunyi kecapi dan seruling udah gak kedenger. Mungkin yang mainin lagi makan serabi juga.
"Dari dulu Ale pengen bilang. Ale memang belum pernah nemuin momen yang pas."
"Hampir setiap hari kita ketemu. Sebenernya Le, kamu bisa bilang kapan aja, gak harus nunggu momen atau apapun itu. Kamu gak perlu ngerancang suasana seromantis ini cuma buat bilang mau jadi cowok aku." tegas Rara.
"Jadi? Kamu nerima aku?"
Rara diam sejenak, "Aku benci sama kamu Le," ucap Rara.
Sebenernya Rara pengen bilang kalau dia juga sayang Ale, suka Ale, pengen jadi milik Ale. Tapi ada satu hal yang mengganjal. Dan itu akan jadi kesalahan bila Rara juga ngungkapin perasaannya malam ini ke Ale.
"Jujur Le, aku seneng denger kamu pengen jadi pacar aku. Seneng banget..." Rara kembali bicara.
"Iya Ra... jadi gimana?" Ada harapan di wajah Ale. dia nunggu kepastian.
"Dari dulu aku itu nunggu kamu bilang suka Le."
"Kamu mau jadi pacar Ale? Kamu mau terus bareng sama Ale?"
"Maafin aku Le. Aku gak bisa" ucap Rara lirih.
"Kamu udah...?"
"Iya" ungkap Rara sendu.
"Udah jadian?" Ale memastikan.
Rara menunduk dan mengangguk pelan.
Rasanya Ale gak harus nanya lagi kapan Rara jadian dan dengan siapa. Ale juga gak perlu mempertanyakan kenapa dulu Rara harus bilang gak cocok sama Romi. Ada guncangan yang hebat di hatinya Ale. Lebih dasyat dibandingkan saat tau Adisti mau tunangan sama Aldi. Atau ketika tau Renata selingkuh sama Rian.
Untuk kali ini Ale menyembunyikan identitas aslinya di depan Rara. Ale berupaya tetap senyum walaupun hatinya berkata lain. Dan Rara pun tau kalau perasaan Ale sekarang ini jauh dari kata baik-baik saja.
"Soal apapun kamu boleh minta tolong ke Ale. Jangan gara-gara malam ini kita jadi beda," ucap Ale.
"Ga usah Le. Aku gak mau seperti Adisti yang bisanya cuma ngerepotin kamu." sebenernya Rara gak mau bikin Ale lebih terluka. Semoga Ale mengerti.
***
Berbeda dengan satu jam lalu, sekarang serasa ada sekat rasa canggung ketika keduanya melaju di atas motor. Mulut Rara memang sudah tidak terikat syal, namun masih tetap terkunci tak bicara sepatah kata pun.
Nyampe Bianglala, Rara sempet nunggu Ale nyimpen motor di garasi, "Ale maafin, aku," kata Rara sembari menggenggam lengan Ale.
"Kamu gak salah Ra. Sekalipun kamu salah, aku bakal maafin kamu sebelum kamu minta maaf."
"Makasih Ale buat malam ini. Jujur aku seneng."
"Iya. Ya udah Rara istirahat gih." kata Ale masih menunjukan senyuman.
"Aku pengen meluk kamu boleh?" ucap Rara.
Ale langsung mendekap tubuh Rara sangat erat. Dagunya menyentuh ubun-ubun wanita ini. Sementara Rara menyadarkan pipi kanannya di dada Ale. Dia gak menyadari sudut matanya tergenang oleh air penyesalan yang datang gak disertai isakan.
"Gak boleh nangis, jelek tau," Ale senyum sambil ngusap rambut Rara. Padahal Ale juga pengen mewek.
Keduanya pun lantas masuk kamar masing-masing. Di dalam kamar, Rara nyimpen kotak kado pemberian Ale di kasurnya yang empuk. penasaran juga pengen tahu apa yang ada di dalam kotak terbungkus kertas warna-warni ini. Rara buka dengan sangat hati-hati. Tidak ingin merusak kertasnya, karena bagus. Setelah terbuka, ada sebuah benda berkilau di dalamnya. Ini bukan perhiasan, cincin, gelang atau apapun itu aksesoris wanita.
Rara ngangkat benda ini pelan-pelan. Dia perhatikan, hadiah dari Ale yang kini sudah berpindah ke tangannya ini hampir mirip sama piala cerdas cermat antar RW yang didapat waktu zaman SMP dulu. Cuma, tulisan pada plat besi yang nempel di badan piala ini beda. Rara baca dalam hati, "Juara 1 Lomba Bikin Nalendra Bahagia, Nyaman dan Tenang." gak terasa mata Rara basah lagi.
Sedangkan Ale rebahan di dalam kamarnya. Matanya menatap langit-langit cukup lama. Ada pengulangan deretan momen saat Rara memberikan perhatian dalam lamunannya. Ughh... Dunia belum setuju Ale membawa pulang perasaan bahagia ke Bianglala.
Sekarang jam dua dini hari. Udah 20 menit Ale rebahan di kasur. Dia terpejam. Tapi bola mata-nya masih bergerak. Perlahan mulai lambat disertai aktifitas otot yang juga menurun. Ale akan masuk ke fase terlelap. Hanya saja terganggu oleh suara nyaring telepon yang disertai getaran, "Le..." suara Bono di balik telepon.
"Eh Bon.... Tungguin... tunggu ya, aku balik lagi ke situ."
Ale lupa belum beres-beres di Stadion. Ale ngebut balik lagi jemput Bono. Sekalian mau bilang makasih sama Mang Hamid dan Abah Rustandi. Juga sama Pak Dame, sahabat si Ayah yang udah nyediain venue buat ngasih kejutan buat Rara.
Tapi dia kembali duduk, karena tahu suasana ini adalah rancangan Ale, bukan berasal dari campur tangan makhluk astral. Ya, Mang Hamid dan Abah Rustandi, kawannya Ale yang memainkan bebunyian itu. Mereka sembunyi di atas tribun penonton.
"Ale, aku bingung mau bilang apa ini," Rara mengangkat kedua halisnya dan lengkung bibirnya menyuguhkan senyum yang manis sekali.
Sejurus kemudian, seorang dengan pakaian pelayan menghampiri mereka. Orang itu nuangin bandrek (minuman khas Jawa Barat) dari dalam poci keramik ke dua gelas yang ada di atas meja.
"Silakan. Semoga berkenan," ucap pelayan itu yang ternyata Bono. Rara sengaja gak nyapa karena takut merusak suasana.
"Yang paling spesial di sini apa?" tanya Ale pada Bono yang hanyut dalam perannya.
"Kita punya steak romansa dengan saus mikacinta."
"Boleh lah... aku pesan itu," kata Ale, "kalau kamu mau pesen apa?" lalu noleh ke Rara.
"Aku itu juga. Minta medium rare ya. Eh, sausnya selain itu apa lagi?" Rara gak kuat pengen nyapa Bono tapi gak mau membunuh suasana.
"Yang spesial, selain saus mikacinta ada juga saus katingganglope?" terang Bono.
"Nah boleh deh, aku itu aja."
"Yang mana?"
"Katingganglope," kata Rara.
"Selera anda bagus sekali," Bono menjentikan jari sebelum ngeloyor pergi.
Sementara Bono nyiapin pesanan, Ale minta Rara jangan ngambek lagi. Dia bilang kalau Rara benar. Adisti cuma baik kalau ada butuhnya doang.
"Kalau aja tau Adisti bakalan nyakitin kamu, dari dulu aku udah minta jadi pacar kamu Le. Meskipun kamu gak mau juga aku gak peduli. Aku bakal maksa kamu," Rara sebenernya malas ngomongin Adisti. Tapi untuk kali ini gak apa-apalah.
"Aku salah, harusnya aku dengerin kamu. Bener kata kamu Ra, aku berhak punya pacar selain dia."
"Iya pacar yang bener-bener sayang sama kamu." timpal Rara.
"Yang seperti kamu ya?" kata Ale.
"Mungkin Le. Kalau bisa sih yang lebih dari aku."
Bersamaan dengan itu, Bono si pelayan botak dateng nganterin pesanan. Gak sesuai ekspektasi memang. Yang disajikan hanya serabi dengan toping oncom plus telur.Tapi jajanan pasar ini pun bisa bikin Rara bahagia. Serabi ukuran jumbo pun akhirnya dilahap tetap dengan etika table manner. Mudah-mudahan kenyang.
"Steak-nya enak, empuk banget. Daging apa ini?" seru Rara.
Kali ini Ale terbahak setelah lima menit jaim, "Maaf Rara... sekarang Ale bisanya cuma ngajak makan serabi doang," kata Ale yang bulan ini memang kehabisan uang gara-gara harus beli cymbal baru. Soalnya yang lama pecah.
"Aku seneng... makasih Ale... Tapi kok niat banget sih bikin kejutan kaya gini?"
"Namanya juga usaha."
"Usaha biar aku gak marah lagi ya?" tanya Rara.
"Aku seneng kalau kamu masih mau marahin aku Ra. itu artinya peduli."
"Dasar.... Eh tapi sumpah aku belum pernah candle light dinner model gini lho. Makan serabi pula."
Di depan kue serabi ini Ale berjanji ingin merasakan rindu buat Rara saja. Untuk Rara, Ale ingin jadi lelaki yang bisa selalu diandalkan dalam kondisi apapun. Bahkan siap jika harus berdarah untuknya.
Ale gak bisa janji membawakan senyum di setiap detik buat Rara. Tapi Ale bakal berusaha gak bikin Rara menangis atau bersedih. Ale pengen selalu ada buat ngelap mulut Rara yang belepotan ketika sedang makan. Seperti malam ini. Ale juga siap kalau harus beliin pembalut buat Rara ke warung, meskipun hal itu menjadi hal tabu bagi seorang lelaki. Tapi Ale yakin, Rara gak bakal tega kalau ale yang ngebeliin.
"Ra," ucap Ale.
"Iya Le."
"Ale sayang ama kamu tau," ucap Ale mantap, gak perlu menimbang-nimbang perasaan lagi.
"Makasih Ale. Rara juga sayang sama Ale. Dari dulu malah," balas Rara sambil senyum manis banget.
"Kok baru bilang Ra?" tanya Ale.
"Iya kan kalau sayang itu gak harus dibilang-bilang. Karena hidup itu adalah membebaskan perkataan menjadi perbuatan," ucap Rara.
Sementara Rara fokus motong-motong serabi hingga menjadi bagian kecil, Ale menatapnya terus-menerus. Sesekali Ale minta Rara mencicipi serabi yang ada di garpunya walaupun varian rasanya sama saja.
"Kejora..."
"Iya, kenapa Nalendra?" potong Rara.
"Bantuin dong, bisa gak?"
"Bantuin apa Ale?" tanya Rara masih senyum manis walaupun mulutnya penuh serabi.
"Aku pengen buku Ra, tapi gak boleh beli satuan. Harus beli dua sekaligus."
"Terus?"
"Aku pengen banget beli buku itu, jadi satu buat aku, nah... satu lagi buat kamu aja gak apa-apa?"
"Emang buku apaan sih Le? Aku kan gak doyan baca,"
"Buku nikah, kamu mau?"
"Dasar.... Bercanda terus nih," ucap Rara.
"Aku lagi serius ini Ra. Eh aku pengen jadi cowok kamu... Boleh?" ucap Ale mantap.
Rara nyimpen garpu dan pisau di atas piring. Padahal serabinya belum abis. Potongan serabi yang masih ada di mulutnya dia kunyah pelan.
"Kemarin-kemarin kamu ke mana aja?" Rara lantas menghela nafas sangat dalam sambil menelan potongan serabi di mulutnya.
"Ra, Ale bener-bener pengen jadi pacar kamu."
"Kenapa baru bilang sekarang?" tanya Rara. Matanya mulai berkaca-kaca. Bunyi kecapi dan seruling udah gak kedenger. Mungkin yang mainin lagi makan serabi juga.
"Dari dulu Ale pengen bilang. Ale memang belum pernah nemuin momen yang pas."
"Hampir setiap hari kita ketemu. Sebenernya Le, kamu bisa bilang kapan aja, gak harus nunggu momen atau apapun itu. Kamu gak perlu ngerancang suasana seromantis ini cuma buat bilang mau jadi cowok aku." tegas Rara.
"Jadi? Kamu nerima aku?"
Rara diam sejenak, "Aku benci sama kamu Le," ucap Rara.
Sebenernya Rara pengen bilang kalau dia juga sayang Ale, suka Ale, pengen jadi milik Ale. Tapi ada satu hal yang mengganjal. Dan itu akan jadi kesalahan bila Rara juga ngungkapin perasaannya malam ini ke Ale.
"Jujur Le, aku seneng denger kamu pengen jadi pacar aku. Seneng banget..." Rara kembali bicara.
"Iya Ra... jadi gimana?" Ada harapan di wajah Ale. dia nunggu kepastian.
"Dari dulu aku itu nunggu kamu bilang suka Le."
"Kamu mau jadi pacar Ale? Kamu mau terus bareng sama Ale?"
"Maafin aku Le. Aku gak bisa" ucap Rara lirih.
"Kamu udah...?"
"Iya" ungkap Rara sendu.
"Udah jadian?" Ale memastikan.
Rara menunduk dan mengangguk pelan.
Rasanya Ale gak harus nanya lagi kapan Rara jadian dan dengan siapa. Ale juga gak perlu mempertanyakan kenapa dulu Rara harus bilang gak cocok sama Romi. Ada guncangan yang hebat di hatinya Ale. Lebih dasyat dibandingkan saat tau Adisti mau tunangan sama Aldi. Atau ketika tau Renata selingkuh sama Rian.
Untuk kali ini Ale menyembunyikan identitas aslinya di depan Rara. Ale berupaya tetap senyum walaupun hatinya berkata lain. Dan Rara pun tau kalau perasaan Ale sekarang ini jauh dari kata baik-baik saja.
"Soal apapun kamu boleh minta tolong ke Ale. Jangan gara-gara malam ini kita jadi beda," ucap Ale.
"Ga usah Le. Aku gak mau seperti Adisti yang bisanya cuma ngerepotin kamu." sebenernya Rara gak mau bikin Ale lebih terluka. Semoga Ale mengerti.
***
Berbeda dengan satu jam lalu, sekarang serasa ada sekat rasa canggung ketika keduanya melaju di atas motor. Mulut Rara memang sudah tidak terikat syal, namun masih tetap terkunci tak bicara sepatah kata pun.
Nyampe Bianglala, Rara sempet nunggu Ale nyimpen motor di garasi, "Ale maafin, aku," kata Rara sembari menggenggam lengan Ale.
"Kamu gak salah Ra. Sekalipun kamu salah, aku bakal maafin kamu sebelum kamu minta maaf."
"Makasih Ale buat malam ini. Jujur aku seneng."
"Iya. Ya udah Rara istirahat gih." kata Ale masih menunjukan senyuman.
"Aku pengen meluk kamu boleh?" ucap Rara.
Ale langsung mendekap tubuh Rara sangat erat. Dagunya menyentuh ubun-ubun wanita ini. Sementara Rara menyadarkan pipi kanannya di dada Ale. Dia gak menyadari sudut matanya tergenang oleh air penyesalan yang datang gak disertai isakan.
"Gak boleh nangis, jelek tau," Ale senyum sambil ngusap rambut Rara. Padahal Ale juga pengen mewek.
Keduanya pun lantas masuk kamar masing-masing. Di dalam kamar, Rara nyimpen kotak kado pemberian Ale di kasurnya yang empuk. penasaran juga pengen tahu apa yang ada di dalam kotak terbungkus kertas warna-warni ini. Rara buka dengan sangat hati-hati. Tidak ingin merusak kertasnya, karena bagus. Setelah terbuka, ada sebuah benda berkilau di dalamnya. Ini bukan perhiasan, cincin, gelang atau apapun itu aksesoris wanita.
Rara ngangkat benda ini pelan-pelan. Dia perhatikan, hadiah dari Ale yang kini sudah berpindah ke tangannya ini hampir mirip sama piala cerdas cermat antar RW yang didapat waktu zaman SMP dulu. Cuma, tulisan pada plat besi yang nempel di badan piala ini beda. Rara baca dalam hati, "Juara 1 Lomba Bikin Nalendra Bahagia, Nyaman dan Tenang." gak terasa mata Rara basah lagi.
Sedangkan Ale rebahan di dalam kamarnya. Matanya menatap langit-langit cukup lama. Ada pengulangan deretan momen saat Rara memberikan perhatian dalam lamunannya. Ughh... Dunia belum setuju Ale membawa pulang perasaan bahagia ke Bianglala.
Sekarang jam dua dini hari. Udah 20 menit Ale rebahan di kasur. Dia terpejam. Tapi bola mata-nya masih bergerak. Perlahan mulai lambat disertai aktifitas otot yang juga menurun. Ale akan masuk ke fase terlelap. Hanya saja terganggu oleh suara nyaring telepon yang disertai getaran, "Le..." suara Bono di balik telepon.
"Eh Bon.... Tungguin... tunggu ya, aku balik lagi ke situ."
Ale lupa belum beres-beres di Stadion. Ale ngebut balik lagi jemput Bono. Sekalian mau bilang makasih sama Mang Hamid dan Abah Rustandi. Juga sama Pak Dame, sahabat si Ayah yang udah nyediain venue buat ngasih kejutan buat Rara.
Diubah oleh bigmee 07-04-2019 11:07
andrian0509 memberi reputasi
1
Kutip
Balas