Kucing Setan

Beranjaknya waktu, aku kini sudah menjadi gadis remaja dan di suka oleh banyak lelaki di desaku, desa yang asri dan tanahnya yang subur dengan kehijauan sempurna memikat mata.

Rintik hujan saat itu seakan memanggilku untuk bermain dengan alam barang sejenak, kulihat rimba di seberang dekat pohon bambu sedang basah kuyup kehujanan. Aku pun segera berlari untuk melindunginya dari guntur dan amarah para penghuni langit dengan guntur dan awan pekat yang menghiasi langit.

"Pushh... Pushh.. Kamu ga apa apakan Rimba" ucapku seorang diri.

"Meonggg... "suara rimba terdengar ketakutan dengan halilintar yang menyambar saling bersahutan.

Kuambil sepotong pakaian kering yang tak terpakai, hingga Rimba pun kembali riang dan mengelus punggungnya di kakiku.

Nampak seorang lelaki datang menuju rumah dengan langkah tergopoh, di tengah derasnya hujan yang menderu.

"splashh.. Plashh.. Plash.. " langkah itu berhenti dan melanjutkan lagi.

"Assalamualaikum... "

"Waalaikum salam.. Kak Bima.. " ucapku.

Dengan wajahnya yang terkena tetesan air hujan ia pun tersenyum.

"Hi Nissa.. Ini aku bawakan makanan buat bapakmu yang sedang sakit, kamu juga dapat salam dari Ibu disuruh main kerumah.. "

"Iya.. Kak.. Terima kasih.. "

Kemudian Rimba datang mengelus kaki Bima, nampak raut wajah Bima seakan tak suka dan marah.

"Hushhh... Sana.. Sana kucing hitam sialan... Dasar kucing setan... "

Aku yang mendengar keributan di depan segera menghampirinya, kuambil kembali Rimba dalam pelukan.

"Sudah kubilang buang kucing itu... Kucing hitam itu adalah jelmaan setan, tapi kamu tetap ngeyel... "

Aku tetap terdiam, tanpa bersuara lalu aku menyingkirkan Rimba dari ruang tamu menaruhnya di belakang.

"Kak ini rantangnya.."

Wajah Bima kembali melunak, amarahnya seakan sudah terlepas dengan sempurna. Ia pun memasukan rantang kembali dalam plastik.

"Maaf...aku kasar denganmu, tapi hargailah diriku sebentar lagi kita akan menikah. Aku hanya ingin kamu membuang kucingmu itu, bila kamu masih memeliharanya maka keluargamu akan sial tujuh turunan"

Aku hanya bisa menunduk, dan mengangguk dengan perkataan Bima.

"Ya sudah aku.. Pulang... Salam sama keluargamu.. "

Kembali hanya cipratan air yang terdengar ketika sosok Bima kembali menerjang hujan. Aku hanya diam dan menangis melihat kekasihku tidak menyetujui diriku bersama dengan Rimba.

Laki-laki itu yang sudah berhasil mengusik kalbuku, namun Rimba adalah segalanya untukku.

Apa benar Rimba itu "kucing setan"