Teruntuk Kita Yang Sesaat Lagi Akan Menghadapi Babak Baru Pada 17 April 2019
TS
kokoheldy
Teruntuk Kita Yang Sesaat Lagi Akan Menghadapi Babak Baru Pada 17 April 2019
Spoiler for Introduction:
Halo gan akhir-akhir ini ane lagi gatel sama fenomena yang akhir-akhir ini terjadi. Yap, itu adalah Pilpres, tenang disini ane berusaha se netral mungkin dan ini adalah murni hasil buah pemikiran sendiri, jadi silahkan bagi yang ingin memberikan kritik dan saran untuk tulisan ane demi tulisan yang lebih baik hehe. Enjoy
Terlepas dari pendukung petahana atau penantang, 17 April 2019 akan menjadi hari yang sangat dinantikan sebagian besar masyarakat Indonesia. Pasalnya pada hari tersebut, selain hari libur nasional Indonesia akan berada di puncak demokrasi yang diharapkan akan mengantarkannya menjadi lebih baik.
Tapi benarkah demikian? Bukankah selama ini justru banyak sekali keburukan-keburukan yang terungkap dalam proses demokrasi ini? Belum jelas sebenarnya pemimpin seperti apa yang dicari; yang taat beragama, yang tegas, atau justru bukan keduanya?
Tidak ada manusia yang sempurna, hal ini pula yang tercermin dari dua pasang putra terbaik negeri ini yang sedang berkontestasi sebagai pasangan capres-cawapres. Demokrasi yang seharusnya menjadi ajang adu gagasan kini lebih sering menjadi ladang adu domba. Meski memang perbandingan itu perlu, tapi bukankah akan lebih elegan jika salah satu bisa menang tanpa harus menjatuhkan lawan?
Tulisan ini saya tujukan untuk Anda yang belum menentukan pillihan.
Jika Anda memang bagian dari elite partai silahkan lakukan klarifikasi sebanyak banyaknya karena memang itulah tugas Anda. Namun jika Anda hanya rakyat yang ingin menjadikan negara ini lebih baik, ada baiknya kita berfokus kepada gagasan dan apa impian Anda yang sekiranya bisa sedikit dibantuoleh kebijakan pemerintah.
Spoiler for Toleransi Beragama:
Hampir setiap tahun terlebih pada Desember, masyarakat Muslim kita kasak kusuk dengan boleh tidaknya mengucapan Selamat Natal, bahkan beberapa spanduk pun sempat terpampang di jalan demi melarang ucapan Natal. Masyarakat setiap tahun terbelah dua, beberapa percaya memang betul bahwa mengucapkan selamat hari raya untuk pemeluk agama lain adalah haram, namun tidak hanya spesifik pada Natal. Ucapan hari raya dari agama apapun haram hukumnya bagi umat Muslim untuk diucapkan.
Sementara itu, beberapa lainnya memperbolehkan ucapan itu, seperti cawapres nomor urut 01, K.H Ma’ruf Amin, Rais Aam PB Nahdlatul Ulama. Hal inilah yang sempat menimbulkan perdebatan bahkan publik juga menghina keputusannya tersebut. Tapi toh akhirnya semua capres kompak mengucapkan Selamat Nyepi kepada umat Hindu.
Bagi yang melarang, dalilnya dalam Islam jelas: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka maka ia termasuk bagian dari mereka (HR Abu Dawud Hasan)”.
Hadis itu berarti bahwa larangan mengucapkan selamat hari raya tertentu tidak spesifik hanya pada kaum Kristiani saja, tapi kaum apapun selain muslimin. Kenyataannya, kedua capres tidak menggunakan hadis tersebut dengan memberikan ucapan Selamat Nyepi, sehingga menjadi tidak substantif ketika sebuah kubu menganggap “jagoan”-nya lebih alim dari yang lain, setidaknya di aspek ini.
Saya pribadi lebih senang menyebut keduanya toleran, karena sebagai calon pemimpin di Indonesia yang mengatur kehidupan semua pemeluk agama, keduanya memang harus memperlihatkan toleransinya, seperti pengucapan selamat hari raya atau ikut memeriahkan pesta hari raya agama apapun yang diakui di Indonesia.
Spoiler for Janji yang Ingkar vs Janji klarifikasi:
"Kita harus berani stop impor pangan, stop impor beras, stop impor daging, stop impor kedelai, stop impor sayur, stop impor buah, stop impor ikan. Kita ini semuanya punya kok," kata Jokowi di Gedung Pertemuan Assakinah, Cianjur, Jawa Barat pada kampanyenya di 2014 silam. Video berisi janjinya ini kini viral karena banyak orang menilai mantan Gubernur DKI Jakarta itu tidak amanat pada janjinya sendiri ketika menjabat sebagai presiden empat tahun terakhir. Video itu menjadi salah satu boomerang yang membuat rakyat menilai Jokowi sebagai pemimpin yang gemar mengobral janji. Namun, benarkah demikian?
Jika kita mengacu kepada janji Prabowo yang beberapa kali mengatakan akan stop impor di bidang apapun demi swasembada pangan, maka akan ada harapan baru karena yang lama telah terbukti ingkar janji. Tapi janji Prabowo itu juga beberapa kali diklarifikasi oleh tim kampanyenya sendiri, Badan Pemenangan Nasional, dan cawapresnya Sandiaga Uno. Dalam wawancara di Mata Najwa, Sandi menjelaskan bahwa menghentikan impor di semua bidang tidak akan mungkin dilakukan. Kepada Republika, Waketum Gerindra Fadli Zon juga menegaskan pernyataan Sandi. Hal ini tentu bertolak belakang dengan janji Prabowo. Lalu apakah berarti Prabowo berbohong?
Yang ingin saya gembarkan adalah adanya satu benang merah yang jelas dan sama antara janji dua pemimpin itu baik di masa lalu maupun sekarang yakni soal impor. Janji stop impor sama sekali itu tidak mungkin terealisasi, maka sebenarnya tidak bijak ketika mengatakan salah satu pemimpin lebih jago bikin kebohongan daripada yang lain.
Spoiler for Menyiapkan program yang tidak siap:
Kali ini, mari kita berfokus pada salah satu program Jokowi untuk membawa perubahan di industri otomotif dengan mobil Esemka-nya dan Sandi di bidang ritel yakni gerai OK OCE (One Kecamatan One Center of Entreprenership). Keduanya program itu sangat viral ketika Jokowi menjadi Walikota Solo dan juga Sandi ketika menjabat Wakil Gubernur Jakarta 2017.
Kedua program “baru” inilah yang akan dijadikan program skala nasional. Di satu sisi jelas ini merupakan ide yang sangat menarik bahwa setelah Timor, akhirnya Indonesia memproduksi mobil sendiri. Tapi semenjak mobil ini viral di sekitar 2011 hingga 2019, mobil Esemka masih menjadi produk kampanye Jokowi saja. Program ini seperti produk yang selalu dijual Jokowi saat bertarung untuk kursi Gubernur DKI Jakarta, Presiden RI 2014, hingga menuju Presiden RI 2019. Mobil Esemka masihlah angan semata.
OK OCE setidaknya sedikit lebih baik. Namun di mana letak keunggulannya sehingga program ini harus dinaikkan ke kelas nasional masih menjadi pertanyaan saya.
Pada 21 Maret 2018, Gerai OK OCE yang pertama diresmikan di bilangan Pancoran, Jakarta Selatan, disusul yang kedua pada Agustus di Klender, Jakarta Timur. Disitat dari Detikcom, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat pengangguran terbuka di Ibukota dari Februari hingga Agustus 2018 justru meningkat.
Meskipun ada sekitar 20 ribu tenaga kerja yang terserap seperti yang diklaim oleh Sandi, nyatanya OK OCE belum berhasil membuat tingkat pengangguran secara keseluruhan menjadi turun.
Terlepas dari berapa tenaga kerja yang terserap atau berapa ratus miliar yang OK OCE sumbangkan ke DKI Jakarta, saya menilai bahwa program ini memang sejauh ini mempunyai dampak cukup positif bagi masyarakat. Sayangnya, dampak itu masih jauh dari target yang dicanangkan Sandi pada awal kampanye sebagai Wakil Gubernur Jakarta. Hal ini bagi saya merupakan sebuah langkah prematur. Bagaimana tidak? Skala kecil di level daerah saja belum banyak teruji keberhasilannya tapi sudah mau dinasionalkan.
Poin yang ingin saya sampaikan adalah jadilah menang tanpa menjatuhkan lawan. Fokuslah kepada kebaikan-kebaikandari jagoan Anda yang sekiranya bisa membuat orang terkesima dibanding terus-menerus menebar keburukan saudara seagama atau saudara setanah air.
Mereka juga manusia biasa yang seringkali salah dalam berkata dan khilaf dalam bermimpi. Sudah menjadi tugas kita sebagai penonton untuk menggunakan akal sehat. Bukankah penonton selalu menjadi analis terhebat dalam setiap pertandingan? Jika Anda sepakat negeri ini sudah mempunyai banyak masalah, maka janganlah jadi bagian dari masalah itu.
Menurut saya, kedua orang ini adalah orang hebat yang sudah banyak berkontribusi besar untuk bangsa ini, maka pilihan ada di tangan Anda. Mau dibawa ke mana negeri ini; dibawa oleh sosok yang merakyat atau dipandu oleh ketegasan? Lebih tertarik ekonomi syariah atau ekonomi kewirausahaan?