- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Dia, Andini (Romance Story)
TS
robbyrhy
Dia, Andini (Romance Story)
Halo Semuanya, Kali ini saya mau memberikan sebuah cerita lagi nih. Tapi kali ini tentang Fiksi Remaja. School Romance gitu. Nah buat kalian yang penasaran bisa langsung di baca Prolognya ya.
Saya akan update cerita ini setiap hari, karena memang ceritanya sudah tamat dan tersimpan di Word dengan rapih. Jadi gak ada lagi yang namanya kentang di antara kita 😁😀.
JUDUL : Dia, Andini
GENRE : Romance
Bagaimanakah kalian menggambarkan hati seseorang yang sedang di mabuk asmara?
Apakah dengan tersenyum?
Apakah dengan tertawa?
atau, malah kalian menyembunyikan perasaan tersebut dengan terdiamdan mencurahkan semua itu lewat pena hitam, lalu di coretlah setiap lembaran kertas kosong, agar menjadi hidup dengan kisah kalian dengannya?
Memang sangat sulit, melihat perasaan seseorang hanya dengan lewat ekspresi atau tatapannya. Sama halnya seperti diriku, Aku sangat sulit melihat jawaban darinya. Ya, jawaban langsung dari bibir merah Andini. Siswi kelas IPA 2 yang baru saja ku tembak.
Rasa suka itu muncul saat pandangan pertama. Aku memang tidak terlalu akrab, tapi wajah serta sifatnya lah yang menarik sepotong hatiku untuk menyentuh sepotong hatinya lagi kepadanya.
Aku belum juga menerima jawaban darinya. Aku masih harus terus menunggu, sampai kapan ia mau menggantung perasaannya. Padahal aku sudah memberanikan diri untuk mengucap rasa suka dan juga cinta untuknya. Semua ini telah terjalin selama 1 tahun tat kala aku mulai mendekatinya. Semua pengorbanan, perjuangan, dan juga masalah selalu aku selesaikan bersamanya.
Aku-pun bingung ingin memulainya darimana........
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
EPILOG - PILIHAN
Extra Part - True End
Warning : Hak Cipta di lindungi oleh undang-undang.
*Alvaro
*Andini
*Via
*Daniel
*Cayla
Saya akan update cerita ini setiap hari, karena memang ceritanya sudah tamat dan tersimpan di Word dengan rapih. Jadi gak ada lagi yang namanya kentang di antara kita 😁😀.
JUDUL : Dia, Andini
GENRE : Romance
~~~💓💓💓💓💓~~~
Prolog
Bagaimanakah kalian menggambarkan hati seseorang yang sedang di mabuk asmara?
Apakah dengan tersenyum?
Apakah dengan tertawa?
atau, malah kalian menyembunyikan perasaan tersebut dengan terdiamdan mencurahkan semua itu lewat pena hitam, lalu di coretlah setiap lembaran kertas kosong, agar menjadi hidup dengan kisah kalian dengannya?
Memang sangat sulit, melihat perasaan seseorang hanya dengan lewat ekspresi atau tatapannya. Sama halnya seperti diriku, Aku sangat sulit melihat jawaban darinya. Ya, jawaban langsung dari bibir merah Andini. Siswi kelas IPA 2 yang baru saja ku tembak.
Rasa suka itu muncul saat pandangan pertama. Aku memang tidak terlalu akrab, tapi wajah serta sifatnya lah yang menarik sepotong hatiku untuk menyentuh sepotong hatinya lagi kepadanya.
Aku belum juga menerima jawaban darinya. Aku masih harus terus menunggu, sampai kapan ia mau menggantung perasaannya. Padahal aku sudah memberanikan diri untuk mengucap rasa suka dan juga cinta untuknya. Semua ini telah terjalin selama 1 tahun tat kala aku mulai mendekatinya. Semua pengorbanan, perjuangan, dan juga masalah selalu aku selesaikan bersamanya.
Aku-pun bingung ingin memulainya darimana........
Quote:
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
EPILOG - PILIHAN
Extra Part - True End
Quote:
Warning : Hak Cipta di lindungi oleh undang-undang.
Cast :
*Alvaro
*Andini
*Via
*Daniel
*Cayla
Happy Reading!
Diubah oleh robbyrhy 09-04-2019 11:54
bachtiar.78 dan 24 lainnya memberi reputasi
25
18.4K
98
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
robbyrhy
#38
Part 14
Daniel POV
Setelah Aku menghantar Andini pulang, aku pun langsung kembali ke rumah.
“Daniel pulang,” Seru ku, kemudian membuka pintu rumahku.
Benar saja dengan semua dugaanku, Ayahku sudah berdiri di ruang tamu. Sepertinya dia sengaja menungguku.
“Dari mana kamu?” Tanya Ayahku yang bernama Herman.
“Pulang sekolah lah yah, emang kemana lagi” Jawabku dengan nada yang datar.
Ayahku memutarkan badannya, lalu berjalan ke arahku.
“Daniel, Ayah tidak tahu bisa bicara ini kepada mu atau tidak?!”
Ayahku menatapku dengan sangat dalam, tangannya memegang kedua bahuku, begitu terasa kasih sayangnya kepada seorang anak. Aku hanya menatapnya, kemudian terdiam dan menunggu pembicaraan salanjutnya. Tidak biasa-biasanya dia berbicara serius kapadaku.
“Mungkin untuk satu tahun ini kamu masih bisa sekolah, tapi saat kelas 3 nanti…. Ayah tidak menjamin kamu masih lanjut atau putus.” Ujar Ayahku dengan matanya yang sudah memerah dan hampir menangis.
Aku terkejut dengan ucapan Ayahku, kenapa dia bisa bilang seperti itu? Bagaimana bisa aku putus sekolah di ujung ke lulusan. Itu sangat sia-sia.
“Maksud Ayah? apa ini karena pekerjaan ayah yang sudah berhenti?” Aku bertanya balik.
Ayahku masih dengan ekspresi yang sama, ia semakin menatapku. Tatapan Cinta seorang Ayah yang begitu menyayangi anaknya. Aku tak tahu, apa yang akan di jawab olehnya soal pertanyaan ku ini.
“Itu yang pertama, dan yang kedua….. Rumah ini masih dalam tahap penyicilan, jikalau Ayah tidak bisa membayar… Kita harus angkat kaki, Daniel” Air mata Ayahku tumpah seketika, tat kala ia berkata soal Rumah ini. Kemudian ia memeluk ku dengan tangisan yang begitu isaknya. Aku yang mendengar semua perkataan dan tangisan Ayahku, Membuat hatiku semakin tersentuh. Ucapannya sungguh membuatku menahan air mataku. Aku berusaha tegar dengan semua yang terjadi pada keluarga ku saat ini.
“Maaf kan Daniel ayah, ini semua salah Daniel…. Daniel salah Ayah….” Aku pun tak dapat membendung air mataku dan akhirnya itu semua tumpah di bahu Ayahku dan kami pun saling menangis di dalam pelukan dan juga keharuan.
“Daniel…. Ayah tidak akan menyalahkan mu, Ayah tahu kamu tidak mencintai Cayla, ini salah Ayah karena Ayah belum bisa menjadi Ayah yang baik untukmu. Bahkan belum bisa membahagiakan mu. Ayah juga tidak akan memaksa mu lagi untuk mencintai Cayla, apalagi menjadi pacarnya.” Ujar Ayahku kemudian melepas pelukannya dan kembali menatapku.
“Apa yang harus aku lakukan yah? Aku siap untuk menjual motorku… Mungkin itu bisa membantu meringankan beban Ayah? bagaimana yah?” Jawabku memberikan solusi terbaikku.
Ayahku tidak menjawab, kemudian ia menurunkan lengannya dari bahuku. Menuju ke arah sebuah tas yang tersangkut di sebuah paku. Kemudian, Ayahku mengambil sebuah dompet dari dalam tasnya, membukanya dan mengeluarkan sebuah ATM yang di perlihatkannya kepadaku. Aku bingung, sebenarnya apa yang akan Ayah lakukan dengan ATM tersebut.
“Aku masih memiliki beberapa uang di dalam ATM ini, aku pikir aku bisa membuat usaha untuk mengatur kehidupan kita, dari awal lagi.” Tagasnya kemudian menaruh kembali ATMnya ke dalam dompet kulit hitam yang terlihat sudah begitu tua.
“Apa ayah yakin itu cukup? Aku pikir aku akan tetap menjual motorku.” Tanyaku, kemudian kekeh dengan Prinsipku untuk menjual Motor hadiah ulang tahun ku kala itu.
Ayahku masih dengan jawaban pertamanya, Ia menggelengkan kepalanya, menyuruhku untuk tidak menjual Motor Hadiah darinya.
“Motor itu sangat berguna, jangan kamu jual Daniel, urusan keuangan adalah urusan Ayah, sekarang Ayah mohon kepada kamu untuk fokus belajar dan kalau bisa kamu dapatkan beasiswa.” Ucap Ayahku.
Mendengar semua perkataannya, membuat hatiku semakin tersentuh. Dia adalah Ayah terbaik bagiku saat ini, dia yang telah berjuang untuk menghidupi ku, meski Ibuku telah tiada di sampingku. Ibuku meninggal tat kala melahirkanku. Aku pun kembali berjalan ke arah Ayahku dan memeluknya lagi dengan penuh rasa kasih dan sayang. Mungkin Ayahku sudah berubah sekarang, semenjak di tinggal oleh ibuku, Ayahku memang menjadi orang yang suka marah dan pemaksa, tapi kenapa sekarang ia menjadi Ayah yang penyayang? Mungkinkah ayahku sudah mengikhlaskan ibu? Aku sendiri hanya bisa berterima kasih kepada tuhan, karena sekarang aku bisa mendapatkan rasa kasih sayang lagi, selain dari Andini, sang pacar. Melainkan dari seorang Ayah yang sudah lama aku tunggu-tunggu.
ALVARO POV.
Sepulang sekolah aku tidak pernah langsung pulang. Entah kenapa akhir-akhir ini Via selalu mengajakku pergi. Mau itu ke Toko buku, Danau, atau sekedar taman bermain yang menjajalkan kuliner-kuliner yang lezat sore hari. Kali ini aku dan Via berniat untuk pergi ke Taman bermain. Via sangat bersemangat tat kala aku mau pergi dengannya.
“Varoo! Aku seneng deh akhir-akhir ini kamu mau jalan sama aku terus…” Ujar Via dengan senyum tipis yang di perlihatkannya.
“Heheheh… Aku juga gabut sih di rumah melulu, tapi aku juga gak bisa lama-lama ya Via, takut Ibu ku khawatir.” Jawabku.
“Bukankah kamu sudah Telpon ibumu?”
“Iya, aku sudah telponnya…. Ya, kamu kan tahu sendiri, ibuku itu tipikal orang yang khawatiran. Percuma saja aku beri kabar setiap saat kalau aku belum ketemu dengannya, Rasa cemasnya tak akan hilang…”
Via pun hanya mengangguk, berusaha mengerti akan omongan yang aku bicarakan. Akhirnya kami langsung menaiki bus menuju Taman bermain tersebut. Sesampainya di sana, Via mengajakku ke sebuah Jajanan pinggir jalan yang menurutnya sangatlah enak.
“Var. Aku mau ngajak kamu buat makan ini…” Seru Via, sambil menarik paksa lenganku.
Aku pun berjalan mengikuti ritmenya, sampai pada akhirnya kami sampai di sebuah Jajanan Pinggir jalan yang ternyata kebab.
“Ah, Kebab? ini mah aku sering makan Via….” Keluh ku.
Via pun terlihat bingung, “Benarkah? tapi aku belum pernah lihat kamu makan kebab?” Tanyanya lagi, berusaha mencari jawaban karena takut aku berbohong.
“Ayahku kan selalu membawakannya untuk ku, sepulang dari kerjaannya” Jawabku.
Kemudian Via memanggil penjual kebab yang sedang memotong sosis dan membelakangi mereka.
“Mba… Aku mau kebabnya satu ya…” Teriak Via sambil menunjuk-nunjuk daging sapi giling yang sangat menggugah selera baunya.
Penjual kebab itu pun menoleh, dengan Topi Adidas yang di gunakannya.
“Ma-ma….”
Belum sempat ia menjawab, aku terkejut bukan kepalang.
“Andini?” Pekikku bersamaan dengan Via.
Muka kami melongo seperti orang yang melihat Idolanya hadir di hadapannya.
”Varo, Via…. kamu ngapain?” Tanya Andini membuyarkan ekspresi kami yang terkejut.
Aku sedikit gugup, “ Kami lagi jalan-jalan sore aja Din, oh iya…. kamu sejak kapan jualan kebab?” Tanyaku balik.
Andini tersenyum simpul, “Sejak 1 Minggu yang lalu, karena aku pikir uangnya bisa aku belikan perlatan gambar untuk kontes…” Andini pun mengangguk ringan.
Aku membalas senyumannya, “Kamu rajin ya, semoga kamu menang… Andini.” Pekik ku begitu bersemangat.
Aku monoleh ke arah Via, entah kenapa wajahnya berubah murung.
“Vi, Jadi beli gak?” Tanyaku sambil menepuk pundaknya.
Via masih terdiam, bibirnya mengerucut layaknya orang yang cemburu. Aku tidak berpikir kalau dirinya cemburu.
“Via…” Kagetku lagi.
Ia akhirnya menjawab ucapanku, “ Oh iya maaf, Aku mau yang daging sapi ya Din.” Ujar Via dengan mata yang terlihat sedikit memerah.
Apakah dia menyimpan kesedihan? pikirku. Aku kembali bertanya padanya. “Via, kamu juga ikut kompetisi gambar kan, kenapa kalian berdua tidak saling tukar pikiran.” Ucapku, memeperadem suasana. Karena melihat suasana sepertinya akan memanas aku berusaha membuat air yang mendinginkannya.
Entah kenapa aku melihat rasa kekecewaan yang sangat dalam dari wajah Via. Apa benar Via menyukaiku? Aku masih belum percaya, jika dia tidak mengatakan langsung dari mulutnya. Aku bukan tipikal cowok yang mau mengerti kepekaan cewek.
Sejak Aku mendukung Andini, Via menjadi dingin sikapnya. Ia menunggu kebab tanpa bicara. Aku berusaha menghiburnya dengan candaan-candaan kecil, namun tetap saja…. Semua seperti es batu. kami hening sampai kebab yang di pesan jadi.
“Ini kebab sapinya, dan ini yang pedas, sedangkan ini yang tidak…” Ujar Andini sambil memberikan kebab yang kami pesan.
Aku pun segera mengambil pesanan tersebut, dan memberikan satu kebab tidak pedas kepada Via.
“Ini kebabmu, tuan putri…” Ledekku.
Via hanya tersenyum kecil, lalu mengambil kebab miliknya. Andini yang hanya melihat aku dan Via, berusaha mengajak kami ngobrol sebentar.
“Var. Vi. kalau ada waktu kalian bisa main ke rumahku, di sebrang sana…. Nanti akan aku buatkan kebab geratis untukmu…” Ucap Andini.
Via tidak menjawab ajakan Andini, ia malah langsung pergi meninggalkan aku begitu saja.
“Hey, Via…. mau kemana? Maaf ya Andini, mungkin Via lagi datang bulan.” Ujar ku kepadanya, lalu menyusul ke arah Via.
Andini hanya tersenyum kebingungan dengan satu alis yang naik terangkat.
“Viaaa!! Tunggu…” Panggilku yang terus mengejar Via sampai ia berhenti di sebuah pertigaan.
Via menoleh balik, “Ada apa?” Jawabnya dingin.
“Kenapa Via jadi sedingin ini?” Ucapku dalam hati bertanya-tanya tentangnya.
“Kamu tidak sopan deh Via, kita tidak pamit dulu sama Andini. Sebenarnya kamu ini kenapa sih?” Tanya ku dengan nafas yang masih tersenggal-senggal.
Mata Via semakin memerah, Ia seperti menahan air matanya. “A-aku tidak apa-apa Var.” Jawabnya singkat.
Aku masih belum puas atas jawabannya. Aku berusaha terus mengorek segala isi hatinya.
“Aku gak suka Via berbohong jawab yang jujur Via… Biar aku bisa mengerti kamu.” Tanyaku lagi.
Via mendekat ke arahku, tatapannya berubah menjadi tatapan lembut.
“Aku cuma bingung sama kamu…. kamu ini sebenarnya dukung aku atau Andini sih Var? kalau kamu dukung aku dalam kompetesi kamu jangan memberi harapan juga pada Andini. Aku ya aku, dia ya dia… Jangan Kamu dukung aku tapi juga dengannya.. Itu membuat hatiku sakit Var.” Jelas Via, setetes air mata pun keluar dari balik bola matanya.
“Vi-vi… a, Jangan nangis dong… Aku lagi gak bawa tissue nih, Viaa… maafkan aku… aku bukan bermaksud..” Jawabku dengan terbata. Garak-gerik tubuhku jadi serba salah. merogoh-rogoh kantung, ingin mengusap air matanya, atau sekedar menyentuh pundaknya saja sangat canggung untukku. Aku hanya bisa berbicara, berusaha menghentikan tangisannya.
“Via… maafkan aku…”
Via pun mengapus air matanya dengan tangannya., “Aku tidak marah dengan mu Var. hanya saja aku bingung… kamu itu labil seperti orang tidak punya pendirian.” Jawabnya lagi memberi penjelasan kedua.
Aku masih salah tingkah, apa yang harus aku lakukan? Baru kali ini aku buat menangis seorang wanita.
“Kalau gitu kita buat perjanjian saja, Aku akan dukung kamu nanti…. Aku akan bawa sepanduk besar bertuliskan namamu Via? bagaimana? apa itu sudah cukup menjadi bukti? bahwa aku mendukungmu?” Ucapku dengan agak keras.
Aku pun memberikan jari kelingkingku, sebagai tanda perjanjian. Jika Via mau dia akan melekatkan Jari keleingkingnya lagi ke Jari kelingkingku. Tanda awal persahabatanku dengannya juga di mulai dengan seperti ini. Jadi tak heran jika kami memiliki tanda persahabatan layaknya anak kecil.
Via mulai kembali tersenyum, “Apa aku harus melekatkan ini?(Sambil menunjukan jari kelingking miliknya)
Aku menjawab senyumnya, mengangguk sebentar lalu menjawab, “Iya itu harus!” Dengan jari kelingkingku yang masih terpapang jelas di hadapannya.
“Baiklah!” Via pun menyematkan Jari kelingkingnya ke jari kelingkingku. Tanda perjanjian yang ia setujui.
Aku pun merasa lega, Setelah itu aku pun langsung merangkulnya dan tertawa bersamanya. “Jangan ngambek mulu, Jelek lohh!” Ledekku sambil menoel hidungnya yang mancung.
Via hanya tertawa seraya menjawab, “Kamu makanya jangan bikin aku kesel,” Aku menggelayuti bahunya, “Iya-iya sahabat terbaikku.” Pekikku dengan senyum di akhir bicaraku.
Saat aku berkata Sahabat, raut wajah Via sedikit berubah dan terlihat memberikan senyum yang terpaksa, namun aku tetap dengan tekadku. Dia tidak akan menyukaiku karena aku tahu, Via bukan tipikal cewek yang mudah jatuh cinta.
To Be Continued...
hariss1989 dan 3 lainnya memberi reputasi
4