wediAvatar border
TS
wedi
Rumah Terbengkalai (True Story)


Hai, Readers.
Saya punya cerita yang mungkin menarik untuk kalian baca, kisah ini saya angkat dari kejadian nyata yang saya alami sendiri.

Sebelumnya saya minta maaf jika ada:
-Kesalahan dalam Post saya
-Update ceritanya lama.
-Saltik atau Typo karena cerita belum sempat di Revisi ulang.

Untuk Versi REVISI DAN TERUPDATE bisa cek di sini: Mangatoon - Rumah Terbengkalai True Story

Quote:


Quote:

----------------------------------------------------------------
Index On Kaskus (Progres)

1. Prolog.
2. Perkenalan.
3. Rumah Tua Part 1.
4. Rumah Tua End.
5. Malam Pertama Part 1.
6. Malam Pertama End.
7. Interaksi Astral Part 1.
8. Interaksi Astral End.


>>> On Going Progres Perpindahan Post: Sabar ya gan.. emoticon-Embarrassmentemoticon-Embarrassment
Maaf kalau dibagi menjadi "Part" karena menghindari jenuh baca dan panjang pada Reply Thread.
----------------------------------------------------------------
Quote:
Diubah oleh wedi 26-02-2020 13:31
zeuskraetos
yonken
dwex80
dwex80 dan 52 lainnya memberi reputasi
49
50.3K
264
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
wediAvatar border
TS
wedi
#4
Rumah Tua Part 2
Hilir daun dan dahan yang saling bergesekan terdengar mengiringi angin yang berhembus cukup kencang disertai aroma bakaran yang terendus samar di hidungku.

Wajahku tertunduk, menatap tajam pada jalan setapak berbatu yang tengah kami lalui. Aku dan yang lain menyusuri pekarangan rumah yang gelap tanpa satupun cahaya.

"Hati-hati, gelap," ucap Yudi, terlihat kesulitan dalam memilih langkah.

Cahaya satu-satunya hanya ada di teras depan rumah, itu pun tidak begitu terang, cahaya nampak kuning dan redup.

"Silahkan duduk Jang, Nenek buatkan minum untuk kalian," ujar Nenek itu, yang baru tiba di depan rumanya.

"Iya, Nek ngga usah ngerepotin." kata Yudi.

"Nanti Kakek yang menemani kalian di sini," tambanya, dan Nenek itu kembali masuk ke dalam rumah.

Aku dan Arif duduk pada bangku yang terbuat dari anyaman bambu, dan Yudi duduk dihadapan kami pada teras tembok yang memagari bagian depan rumah.

"Bang!" tegur Arif, Yudi menoleh ke arahnya, "yakin mau beli ini rumah?"

"Yakin dong, nantikan mau dibangun ulang," sahut Yudi, penuh semangat. Ia menyisir segala penjuru dengan matanya. "Bangunan tua ini akan digusur, kita hanya mengambil tanahnya saja," tambah Yudi.

"Biar pun dibangun ulang, tetap aja terpencil, Bang," balas Arif, menoleh sisi kiri yang masih dipenuhi tumbahan liar, "Ngga akan merubah kondisi luar walau ini digusur," lanjutnya.

Treeeeekek!!
Kami menoleh pada suara pintu yang terbuka, dan terlihatlah seorang kakek tua, yang mengenakan kaos putih polos, dan sarung yang menjadi bawahannya. Ia berjalan perlahan melewati pintu dengan bantuan tongkat yang dipegangnya.

"Kakek lupa. Kakek lupa. Sudah lama di sini tidak ramai seperti ini Cu," gumamnya, menggelengkan kepala dengan nada mendayu. (Cu, singkatan dari Cucu.)

Entahlah apa yang dibicarakan kakek ini, aku dan Arif saling bertukar pandangan, tidak mengerti dengan apa
bmaksudnya, cuma satu pikiranku: Mungkin dia sudah pikun.

Yudi beranjak dari duduknya untuk bersalaman dengan sang Kakek, diikuti aku dan Arif.
"Kek, saya Yudi, yang kamarin datang dengan anak Kakek ke sini."

Kakek itu duduk pada balai kayu yang tidak jauh dariku. Aku melirik wajahnya yang telah layu dan kering. Kedua matanya hampir terpejam melukiskan rasa lelah yang sangat teramat dalam. Entah mengapa mata kakek ini justru berkaca-kaca, seakan sedang teringat akan satu hal yang menyentuh batinnya.

Dengan nafas pendek kakek itu berkata, "sudah lama Cu."

"Tidak Kek, kami baru tiba," jawab Yudi nampak sedang mencoba menghubungi seseorang dengan ponsel genggamnya.

Udara sekitar semakin terasa menjalar di sekujur tubuhku, hingga lantai rumah pun terasa begitu lembab. Aku merapatkan kedua lengan di atas dada, menahan dinginnya angin malam yang terus berhempus.

Tak lama sang Nenek pun kembali dengan membawa tiga gelas di atas sebuah nampan yang berwarna hitam dan biru pada gagangnya.

"Minum dulu Nak, Nenek buatkan teh hangat," Nenek itu meletakan nampannya pada meja kayu yang berada di sisiku.

"Iya Nek, terimakasih," ucapku.

"Maaf, cuma ada air hangat Jang," tambahnya.

"Jadi ngerepotin Nek," sahut Yudi, sambil menggosok-gosokan lengan, terlihat sungkan.

Arloji yang melingkar di lenganku sudah menunjukan pukul 10 malam, hampir 1 jam kami menunggu di ruamh ini, tapi belum juga ada tanda-tanda dari orang yang kami tunggu. Hingga pukul 10:30, akhirnya terdengar samar suara mobil yang mendekat diiringi cahaya terang memecah kegelapan.

"Itu Andre, sudah datang Nak," ucap Nenek menatap ke arah mobil pickup tersebut. Yudi hanya membalas dengan anggukan kecil.

Nampak seorang pria berbadan tinggi tegap, mulai keluar dari dalam mobil Pick Up berwarna hitam, dan berjalan melewati pintu pagar. Ia terlihat mengenakan kameja kotak-kotak, serta celana levis panjang, sambil menjinjing tas selempang yang berbahan kulit coklat pada lengan kanannya.

"Den, Rif, kalian bermalam di sini ya," ucap Yudi, bangkit dari duduknya. "Tenang saja, Babang beli rumah sudah beserta isinya."

Aku tertegun mendengar apa yang di katakan Yudi, karena sejak tadi aku sudah tak betah berlama-lama di rumah ini.

"Pantas dia minta aku untuk menghubungi teman yang lain, ternyata suruh nginep," bantinku.

"Ya sudah kalian ke dalam gih, istirhat, sudah ada tempat tidur di kamar nomer satu," kata Yudi, lalu menyambut pria yang bernama Andre.

Aku dan Arif hanya membisu dengan memasang raut wajah kecut, bersyarat tak terima dengan apa yang di ucapkan Yudi.

"Hayu dah, kedalam." singkatku, berjalan mengabaikan Yudi yang tengah asik bercengkrama dengan orang yang bernama Andre.

"Kalau tau bakal disuruh nginap, ngapain nunggu di depan rumah kayak orang bego," gusar Arif yang berjalan di depanku dengan lengkah cepat.

"Percuma kaki pada bentol, gw kira bakal balik ini malam," sahutku.

Suasana yang berbeda sekejap terasa ketika Airf membuka pintu rumah yang bergaya khas Belanda itu. Udara dingin dan lembab begitu kental di sini.

Aku melangkah dengan mata melirik ke segala arah. Nampak ruangan tamu yang bagitu luas, membentang hingga sekat tembok belakang. Di sisi kiri terdapat tiga kamar yang berjajar dengan pintu yang tertutup rapat.

Rumah ini sungguh terlihat kusam, dengan Cat tembok berwarna hijau yang telah dipenuhi noda hitam, ditambah terdapat retakan pada setiap sudut ruangan, yang bermula dari atap hingga menyentuh lantai.

"Rif," ucapku, menarik pundaknya dari belakang. "Yakin bisa tidur di rumah kaya gini?"

Sesaat Arif terdiam dengan mata menyusuri ruangan. "Kalau berdua doang mah gw ogah Den." cetusnya.

"Oh iya, anak-anak mau ke sini ya," ucapku, mengembuskan nafas lega.

Pandangku terhenti, pada sebuah pintu kamar yang tertutup kain gorden berwarna kuning, dengan motif bunga coklat putih.

"Suutt, itu kali kamarnya," kataku, menunjuk dengan dagu ke arah kamar tersebut.

"Ya udah, buka aja," singkatnya, berjalan menghampiri pintu itu.

Sesaat gorden terbuka, nampaklah pintu tua berwarna putih kucel, yang telah dipenuhi retakan pada setiap sisinya. Ini membuktikan jika rumah tak pernah di renovasi dalam waktu yang sangat lama.

"Ya ampun, susuh amat," gumam Arif, berusaha mendorong pintu kamar yang sulit di buka.

"Sambil di angkat coba Rif." saranku, tapi Arif malah memaksanya dengan menendang bagian bawah pintu dengan sangat keras.

"Kuncinya pake otot!" serunya yang berhasil membuka pintu.

Sesaat aku berpaling wajah, ketika angin berhembus dari dalam kamar membawa aroma yang tidak sedap.

"Bau ya." ujarku, dan Arif mengangguk samar. "Masuk coba Rif."

"Bau apaan si ini." gusarnya, sambil meraba tembok untuk mencari saklar lampu.

"Kayak bau apek ya," balasku, menengok ke arah belakang.

"Entahlah bau apa," singkat Arif, diiringi lampu yang menyala.

Pandanganku tertarik pada suatu sudut kamar yang terlihat cukup aneh.

"Rif, liat dah," Arif menoleh pada tempat yang kutunjuk, "bekas terbakar ya," lanjutku menghentikan langkah dan sedikit membungkuk.

"Kok, bisa ada di sini ya, bekas bakar apa coba, sampai gosong gini," jawab Arif, menatap bingung pada dinding kamar yang hangus.

"Au ah, skip, ga usah dipikirin, ga guna," cetus-ku, berjalan lemas menuju kamar sebalah.

Hingga aku tiba di ambang pintu nomor dua, dan tanpa basa-basi, aku lantas mendorong kuat pintu kamar itu.

Untuk kesekian kalinya, aku kembali mengendus aroma aneh yang menyengat dari dalam kamar ini, semua itu hanya menimbulkan rasa yang tidak nyaman, menghancurkan keinginanku untuk beristirahat dengan damai.

Seiring cahaya lampu yang memerangi se-isi kamar, nampak jelas tempat tidur tua yang melintang angkuh di tengah ruangan. Tempat tidur ini terbungkus gorden putih yang sangat tipis, mungkin untuk mencegah serangan agar tak masuk ke dalamnya.

Namun, semakin lama aku memandangi tempat tidur itu, semakin aku merasa jika ada sesuatu yang tengah memperhatikanku di balik gorden tersebut.

"Rif ..." lantangku, memanggil Airf yang sedang berada di kamar nomor satu.

"Beh, baru liat aslinya tempat tidur kaya gini," ucap Arif yang baru tiba, . "Jaman dulu si iya ngga ada Krim Anti Nyamuk, makanya cocok pake itu gorden."

"Mending kita lepas saja kali ya gordennya," kataku. dan Arif berjalan mengahampiri tempat tidur itu. "Coba lu bayangin, kalau di atas situ sedang ada wanita terbaring, dengan mata yang menghitam, rambut lebat yamg melilit disekujur tubuhnya." lanjutku, sontak membuat Arif bergidik menggosok tengkuk lehernya.

"Bongkarlah," singkatnya, sambil menarik paksa gorden itu, "Beh, keras banget. Bantulah," gumamnya, dan aku pun ikut membantunya melepas gorden tipis ini.

"Den, Den.." terdengar nada teriakan Yudi dari depan rumah.
"Ya, apa Bang," lantangku.
"Temennya udah di depan nih."

aku menaikkan kedua alis melirik ke arah Arif.
"Iya bang, suruh masuk aja, lagi bongkar korden." sahutku.

Terdengar tawa kecil dari teman-temanku yang bergurau cakap dengan Yudi di terasa depan. Suasana terasa membaik dengan kehadiran mereka di rumah ini.

"Woy, diem-diem bae Pak Bos," lantang Alvien, ia tiba di depan pintu kamar, diikuti oleh Ardan dan Jainal,
"gimana kabar Bos, sehat," lanjut Alvien.

"Wah, Makin gagah aja u Vin," seruku. berjabat tangan dengan semangat.

"Ah, bisa aja lu Pak,"

"Payah, baru ngajak sekaranglah," cibir Ardan.

Kami pun luput oleh rasa bahagia dalam pertemuan. Mengingat sudah hampir satu tahun aku tak berjumpa dengan mereka.

"Sorry-sorry, bukan ngga ngajak, tapi emang ngga pulang-pulang," jawabku.

"Iya deh, orang sibuk," pangkas Jainal.

"Oya, bantu lepas ini dong," ucap Arif.

"Kenapa di lepas Rif, baguskan," balas Alvien.

"Serem vin, tidak cocok dipandang," melihat Arif dalam kesulitan Alvien dan Ardan mendekat untuk membatu kami.

Bip..!! bip..!!

Terdengar suara kelakson dari depan rumah, yang diiringi suara mobil mulai melaju.

"Oe, Babang sudah pergi?" kataku, menjulurkan kepala menatap keluar rumah.

"Ya udah kali, tadi juga emang udah pada siap pergi," jawab Jainal yang berada di luar kamar.

"Den, beli bohlam yang lebih terang kenapa, dari pada kaya gini suram," saran Ardan menatap ke langit-langit.

"Nah, boleh tuh," balasku, dan mengambil dompet. "Beli nih, sekalian beli rokok dan makanan apa-ke, Kopi dan air mineral," lanjutku, menyodorkan uang pada Jainal.

"Udah itu aja?" balasnya.

"Sekalian perlengkapan mandi Nal," tambahku.

"Oke Bos," Jainal mengambil uang yang disodorkanku, lalu pergi.

"Nah, akhirnya," seru Arif, yang berhasil melepas gorden itu. Tak pikir panjang, ia lantas merobohkan diri di atas kasur yang terbungkus oleh seprai putih.

Namun tidak denganku. Aku yang masih penasaran dengan se-isi rumah ini, memutuskan untuk menelusuri kesetiap bagian ruangan.

Di awali dari ruang tamu yang kosong melompong, tanpa ada barang satupun di sini. Langit-langitnya yang masih terbuat dari Bilik terlihat sangat kotor dipenuhi jaring laba-laba dan noda kuning agak kehitaman, seperti genangan air yang membekas.

Dinding di ruang ini terdapat banyak retakan halus dan warna cat-nya pun sebagian telah terkelupas.

"Betapa suramnya rumah ini, tapi tidak masalah, pada akhirnya bangunan tua ini akan lenyap juga." batinku, sambil menggeleng kepala.


Next Episode>🙏
Mohon maaf jika ada tutur kata yang kurang berkenan.
Sampai berjumpa lagi di episode berikutnya. 👋👏
Diubah oleh wedi 07-05-2019 15:08
axxis2sixx
tmdnt.co
actandprove
actandprove dan 8 lainnya memberi reputasi
7