blank.codeAvatar border
TS
blank.code
- Kisah Abadi Yang Terluka (New Version) -


# PROLOGUE -


Malam itu, di Cirebon. Dua hari sebelum akad nikah gue, gue tengah merapihkan barang – barang di kamar , karena rencananya kamar ini akan dijadikan gudang oleh ibu gue. Setelah gue rasa semuanya telah gue pilah dan rapihkan kedalam kardus, gue melirik ke arah laci lemari baju berbahan kayu jati setinggi seratus delapan puluh centi yang ada di sudut kamar gue.  

Tetiba Entah kenapa seperti ada perasaan yang sulit gue jelaskan karena sebagian diri gue sangat tahu apa isi di dalam laci tersebut.

Gue mendekat kearah laci lalu perlahan membukanya. Sreetttt...

Degh........

Napas gue mendadak sedikit terasa sesak ketika melihat kotak hitam berbahan carton ukuran empat puluh centimeter persegi yang ada di dalamnya.

Hfffhhh........

Gue menghela napas panjang kemudian membuka tutup kotak hitam itu.

Gue tatap lekat isi didalam kotak itu. Masih sama seperti beberapa tahun sebelumnya saat pertama kali gue letakan isi di dalamnya. Tampak beberapa lembar kertas serta foto ukuran 4 R disana, perlahan namun pasti gue raih kertas di tumpukan paling atas didalam kotak dengan tangan kanan gue kemudian masih dengan rasa sesak ini gue coba perlahan membaca isi didalam kertas tersebut.

Andai kau tau.
Terlalu sulit ku bangkit dari tempatku berpijak.
Terlalu letih ku merangkak untuk mencari sandaran hati yang tak lagi syahdu.
Kau begitu dalam tertanam dalam bias awan kelabu.
Kau pelita yang cerahkan jiwaku.
Kau yang terlewati diantara waktu.
Namun kini kau hanya debu
dari setumpuk buku-buku usang, yang isinya kisahku dan kisahmu..
Adakah kini dirimu lihatku?
Kau temaram.
Kemudian hilang  terbawa kepakan sayap malaikat.
Kau, aku, dan waktu yang terlewati.


Sebuah deretan kata yang terangkai menjadi sebuah sajak yang ditulis oleh perempuan jauh dari masa lalu gue. Gue lipat lagi kertas itu, menaruh ke posisi semula lalu menutup kotak hitamnya. Dari kamar gue di lantai dua, gue beranjak turun kebawah, berhenti di dapur yang ada di bawah tangga, mengambil sekotak korek kayu kemudian melanjutkan langkah keluar rumah, menuju sisi kanan depan garasi.

Terdapat tong sampah warna biru tua disana. Gue letakan kotak hitam yang gue tenteng kedalamnya.

“Gue yakin, elu lihat gue sekarang. Dan seandainya lu bisa rasain kebahagian gue saat ini, gue harap lu juga bisa bahagia disana, Vi. Mungkin inilah saatnya, saat dimana gue mesti benar benar mengikhlaskan lu dari kedalaman hati gue. Maafin gue, Vi untuk semuanya, semua yang pernah terjadi antara kita di masa lalu.”

Blebhhh......

Sembulan api dari kotak hitam yang gue bakar yang perlahan kepulan asapnya mulai menebal dan meluap keatas langit malam itu.

Tanpa gue sadari, sedikit air mata terasa hangat membasahi kedua pipi gue. Air mata yang gue tahan sedari gue baca sajak pemberiannya dan seiring asap mulai menipis serta kotak hitamnya menjadi abu, saat itu pula waktu seolah memutar ulang jauh kembali ke masa lalu. Tepatnya ke tahun 2007 di sebuah kost di Jakarta Utara, tempat dimana semua cerita ini bermula
Diubah oleh blank.code 14-09-2022 16:15
fhy544
kangpaket
itkgid
itkgid dan 110 lainnya memberi reputasi
107
66.4K
678
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
blank.codeAvatar border
TS
blank.code
#15
# Bagian 2 -

Sejenak gue pandangi wajah-wajah polos kedua adik lelaki gue yang sedang terlelap dikasurnya, Eri dan Eza. Melihat mereka cukuplah mengobati rasa kangen gue yang tak terasa sudah dua bulan lamanya nggak pulang karna biasanya menjadi agenda rutin gue minimal tiap bulannya untuk pulkam ke kota kelahiran gue, Cirebon. Satu kota di Jawa Barat yang kini telah berkembang pesat.

Jam dinding ornamen club liga italia favorit gue dan Eri dengan paduan gradasai warna putih dah hitam diatas kusen pintu kamar mereka nampak menunjukan pukul sebelas malam. Gue selesai merapihkan semua baju serta barang bawaan lainnya kedalam ransel warna marroon merk E***R kesayangan gue. Tepat tengah malam nanti gue mesti bersiap untuk balik lagi ke jakarta karena esok senin paginya gue harus sudah ada disana dan melakukan rutinitas kerja seperti biasanya. Waktu yang bergulir cepat, tanpa terasa membuat gue teringat telah hampir genap setahun bekerja di ibukota

Beberapa menit setelah packing barang bawaan, gue turun ke lantai bawah dari kamar adik gue dilantai dua. dari tangga saat hendak turun gue lihat ayah gue tampak sibuk dengan laporan-laporan pekerjaannya. Ayah gue adalah perawat senior yang kala itu ayah ditugaskan di salah satu rumah sakit umum daerah yang ada di daerah kesambi, Cirebon.

"Lagi ngapain yah?" tanya gue sambil menghampiri beliau di ruang tamu.

"Biasa, rekapan data pasien. " jawabnya sambil jemari beliau mengetikan sesuatu di tuts keyboard serta pandangan mata fokus ke layar laptop.

"Oh...” balas gue singkat.

"Kamu udah siap berangkat?" tanya Ayah, saat lihat gue baru menuruni tangga dengan ransel kapasitas 40 liter di belakang punggung gue.

"Iya, entar lah lima belas menitan lagi yah."

"Ya sudah, nanti ayah antar ya ke teminalnya?"

"Iya" gue mengangguk.

Setelah kurang lebih lima belas menitan kami ngobrol diruang tamu, ayah gue beranjak masuk ke kamar untuk mengambil kunci mobil.

"Ibu mana yah?" tanya gue dari luar pintu kamar.

"Ada tuh, dikamar. Udah tidur dari jam sembilan." jawab ayah lalu tampak keluar dari kamar dan terlihat mengenakan jaket jeans biru muda.

Tak lama seusai mengobrol, lalu gue pun langsung menuju terminal diantar ayah. sepanjang perjalanan dari rumah menuju terminal, gue lihat dari kaca mobil samping kiri gue, sebuah siluet keheningan kota Cirebon yang bagi gue seperti gambaran rindu yang menggelayut dan tak ingin berpaling jauh. Sejujurnya bikin gue berat harus meninggalkan kota ini, lagi.

"Yah, ini nitip buat Ery sama Eza" gue masukan amplop putih berisi uang ke kantong depan jaket jeans ayah, begitu mobil x*nia hitam yang kami tumpangi terparkir di pinggir jalan persis sebelum pintu terminal besar harjamukti.

"Yasudah, kamu hati-hati ya disana? terus kalo udah nyampe sms ayah ya?" sahut beliau.

Dan gue pun membalasnya dengan sebuah anggukan lalu menyalami beliau.

Beberapa menit setelah ayah pergi. Gue pandangi suasana sekitaran terminal yang terasa sunyi. Sesekali gue lirik angka digital di jam yang melingkar di pergelangan tangan kanan gue. Sambil menunggu bus arah jakarta yang keluar terminal, gue mengambil rokok menthol dari saku celana kemudian membakarnya. Sensasi asap dan rasa mintnya menambah suasana malam ini semakin dingin, namun seolah menghangatkan badan gue.

Saat tengah bergumul dengan kepulan asap putih dan duduk di trotoar sambil melihat-lihat kearah pintu keluar terminal, tiba-tiba hp gue bergetar, gue lihat nama pemanggil di layarnya, tertulis nama “ My love” sebuh panggilan sayang gw ke Mutiara alinda a.k.a Ara yg tak lain adalah kekasih gue.

"Hallo, asallamualaikum." sapa gw begitu menerima panggilan.

"Waalaikumsalam., sayang. udah berangkat belum?" tanyanya

"Belum, yang. ini aku masih nunggu bus di depan terminal." jawab gue.

"Oh, yaudah nanti kalo udah dapet busnya kabarin aku yah?".

"Iya, pasti dikabarin kok, kamu belum tidur sayang?" tanya gw.

"Nkgga bisa tidur, mikirin kamu, masih kangen tau." Jawab dia.

"kenapa dipikirin? Sama, lah. Aku juga masih kangen kamu" jawab gue. “waktu cuti sehari tuh kerasa cepet banget kalo udah bareng kamu, sayang.”

"Wajar kepikiran, terus kangen kan? ketemu aja sebulan sekali" sahutnya manja.

"Iya, itu maksudnya, aku juga ngerti dan ngerasain hal yang sama. Tapi kita kan udah komitmen, apapun yang terjadi, kita harus bisa ngelewatin dan pertahanin hubungan jarak jauh ini" gue sambil memberi pengertian.

"Iya, yaudah. kalo udah nyampe kabarin juga.."

"Iya, bawel haha.." canda gue

"Ati-ati dijalan sayang, assalamualaikum"

"Iya, siap! Kamu juga langsung tidur gih, istirahat. Waa’llaikumsalam." Seraya gue akhiri telfon dan membalas salamnya.

Sambil meerokok, gue coba mengingat kembali saat pertama kali bertemu ara. saat itu gw masih kelas 2 STM sedangkan ara kelas 1 SMA, selisih setahun dengan gue. Di sebuah forum pengajianlah kami di pertemukan, lebih tepatnya gue yang udah duluan suka dia dan berusaha pedekate serta masuk dalam sebuah forum kajian yang sama.

Awalnya gue merasa minder, secara dari sudut pandang gue, sosok ara terlalu sempurna. walau sebenarnya nggak ada manusia yang sempurna. Selain parasnya yang anggun, lembut tutur kata juga kepribadiannya yang taat ibadah, buat gue terkadang merasa nggak pantas bersanding dengan perempuan yang satu ini. Namun dari dialah justru gue belajar banyak, belajar memperbaiki diri. Sejak mengenalnya gue mulai rajin ibadah, mulai berkaca diri seiring kedekatan hubungan kami.

Setelah kurang lebih satu bulan gue dekat dengan ara, berbekal keyakinan, gue memberanikan diri mengungkapkan perasaan sayang dan cinta gue ke dia. Gue sangat bersyukur karna cinta gue nggak bertepuk sebelah tangan. Ara menerima gue sebagai cowoknya, dan momen tersebut menjadi salah satu momen yang paling membahagiakan buat gue. 16 desember 2006 adalah tanggal dan tahun jadian kami, bahkan tepat di hari ultahnya yang ke-16 tahun.

Seketika lamunan gue tentang ara dibuyarkan oleh bus yg melintas pelan persis di depan mata gue, yang kemudian berusaha gue susul walau dengan sedikit berlari akhirnya gue bisa masuk juga ke dalam bus. Napas gue sedikit tak beraturan. Sambil celingak celinguk, gue lihat kursi penumpang kosong, posisinya tepat dibelakang bangku supir. Gue pun duduk masih dengan napas yang terengah-engah namun kali ini sudah agak stabil.

Setelah membayar karcis dengan tujuan akhir terminal pulogadung, gue mengeluarkan earphone warna hitam dari saku kiri celana jeans abu-abu muda yang gue kenakan malam itu, untuk mendengarkan playlist lagu-lagu dari folder mp3 di hp gue. Namun, rasa kantuk yang mulai menggelayuti kedua mata serta ditambah harmonisasi bait lagu “kasih taksampai” Padi, seketika mampu melayangkan jiwa gue ke alam mimpi dengan bus yang mulai melaju cukup cepat menuju jakarta.

Tak terasa hampir enam jam sudah gue tertidur pulas, saat terbangun gue lihat seorang wanita rambut cokelat panjang sepunggung dan dikuncir rapih yang gue terka usianya sedikit lebih tua dari gue tengah tertidur pulas persis di bangku sebelah gue. Tak lama sesampainya di terminal pulogadung, wanita tersebut terbangun gara-gara sebuah teriakan.

"Pulogadung, pulogadung, minal, minal, minal, terakhir..terakhir.." suara yang asalnya dari kenek bus dengan kalimat “terminal” yang dipercepat tak beraturan sehingga terdengarnya hanya kata “minal” di telinga gue.

"Udah nyampe ya?" wanita itu menoleh dan menatap ke gue tiba-tiba.

"Iya mbak, udah nyampe pulogadung" jawab gue.

Lalu tanpa membalas omongan gue, dengan raut muka dinginnya wanita itu keluar dari bus, disusul gue yang mengekor dibelakangnya.

"Mbak, tunggu mbak?" sahut gue.

Perempuan itu menoleh kearah belakang, menghadap gue.

"Ini, tasnya ketinggalan." tambah gue sambil menyodorkan tasnya.

"Makasih.." jawabnya singkat.

Dia nampak keluar area terminal dengan langkah kaki yang tergesa-gesa meninggalkan gue yg masih berdiri di tengah kerumunan orang-orang yang juga baru keluar dari pintu bus. Sambil berdiri, gue ngebayangin sosok perempuan itu. Parasnya memang manis sih? tapi sayang ketutup ekspresinya yang sedikit jutek dan dingin.

"Lah? apaan ini." gumam gue heran begitu melihat sapu tangan warna biru muda yang jatuh tak jauh dari posisi gue berdiri.

Seketika, gue ambil sapu tangan yang tergeletak itu yang kemungkinan milik si perempuan jutek dan “dingin” itu. Batin gue.

"Ini cewek ceroboh amat ya? tadi tas, sekarang sapu tangan." Gue bergumam sendiri.

Kemudian gue masukan sapu tangannya ke saku kanan sweater hitam gue, sembari membenarkan letak earphone yang nyangkut di kerah.

"Jam 6" gumam gue saat melihat hp.

"Ah!! gue lupa sms ara." nampak di inbox sudah ada 7 pesan masuk dari kekasih gue.

Saat itu juga gue langsung mereply sms dari Ara yang nanya perihal gue udah sampai tujuan atau belum, semua isi pesan lainnya merupakan kalimat serupa.

"Aku, udah nyampe di pulogadung yang, sekarang lagi mau otw ke kostan. Maap ya tadi ketiduran di bus, jadi baru sempet bales smsnya.." sms balasan gue kirim.

Satu menit kemudian terlihat satu pesan masuk.

"iIa, gak apa- apa. Yaudah, take care ya sayang, jangan lupa sarapan kalo mau berangkat kerja" isi balasan sms ara.

"Siap, yang" balas gue singkat.

Setelahnya, gue memasukan kembali hp dan beranjak keluar terminal guna mencari angkot yang ke arah kostan gue di daerah pluit. Sebuah bangunan kost empat lantai yang masing-masing lantainya terdiri dari dua puluh lima kamar. Dari bentuknya, rasanya lebih pas menyerupai semacam rusun. Namun dengan design yang jauh lebih minimalis. Dari tempat itu kelak, kamar nomor 99 semua kisah hidup penuh makna diperantauan gue, dimulai.
Diubah oleh blank.code 19-07-2022 12:44
dewisuzanna
ym15
itkgid
itkgid dan 16 lainnya memberi reputasi
17
Tutup