Di sini ....
Aku masih memanggang rindu
Diantara kering ranting
Dan ... daun pepohonan yang luruh ke bumi
Serta sepi angin sore kala senja berbisik genting

Di sini ....
Kala waktu masih enggan beranjak dari peraduan
Menatap mesra pada dua hati yang terpalang keinginan semu
Mendesah dedaunan hijau yang tak lama lagi mengering di batas dahan

Kala itu ...
Ada lagu cinta yang bersenandung penuh keanggunan
Buat sang bunga ilalang ikut bergoyang melambai haru
Buat selaksa makna dari riangnya desau sang bayu

Sempat terbesit sepenggal harap nan bisu
Pada kicau burung yang membawa rindu
Yang tak mungkin lagi bisa ku kenang
Aku kalah dalam taruhan cinta, kau menang ....

Bersabarlah duhai hati
Luka akan mengering, itu pasti
Meski terjerat rindu yang hanya sebuah mimpi
Setidaknya rasa itu pernah singgah di hati

Semoga aku bisa kembali tenang
Menyemai lagi, rindu di padang ilalang
Semoga ada damai melenggang
Meski luka tak berdarah ini kerap berdendang

Kering kerontang masa bergelayut manja
Meniti hari penuh bimbang dan lara
Tak ingin melepas rindu yang telah menjadi renjana
Namun apa daya ... tak seiring dengan realita

Biarlah yang menjadi kenang
perlahan menghilang
Sebab hati sudah tak memiliki peluang
Untuk kembali padamu yang dulu kupanggil sayang
Menguntai mimpi malam yang kian mengawang

Oh kekasih ...
Bila sudah tak pantas bibir berucap rindu
Berilah oase tempat mengadu
Kasih yang dulu ada menjadi bumerang terindah walau lirih
Menelisik waktu kala bersamamu
Hanyalah hampa, terselubung kabut malam nan sendu

Duhai labuhan rindu
Pada siapa hati ini kini hendak berlabuh
Sedang engkau hanyalah sebuah fatamorgana sesaat
Terus mengikuti tiada henti lamunku

Kini semua hanya tinggal bayang
yang sengaja kubuang
Dan ... sekarang aku hanya ingin tenang
Di waktu yang kian mengambang kini
Dan biarkan kesetiaan ini kubawa pergi


Kolaka, 23 Februari 2019

#puisi