silviaaa444Avatar border
TS
silviaaa444
Dengan Slow Fashion, Kejamnya Industri Mode Bisa Dilenyapkan!
Ngomongin soal dunia fashion memang nggak pernah ada habisnya ya. Di tengah perkembangan industri Fast Fashion yang melejit dengan cepat, dan modelnya terus berganti hampir setiap minggu, kini muncul gagasan yang melawannya yakni Slow Fashion atau sering juga disebut Ethical Fashion.

Mungkin Agan dan Sista udah banyak yang tau ya kalau Fast Fashion ini berfokus pada kecepatan dan juga biaya produksi yang rendah tapi tetap menghadirkan secara rutin koleksi baru yang terinspirasi dari tampilan gaya selebriti. Siklus mode ini biasanya terjadi setiap 6-8 minggu dan kemudian berganti dengan yang baru. Hmmm.. cepet banget ya ternyata! Nah, pertumbuhannya yang sangat cepat dan agresif  ini dianggap berlawanan dengan isu lingkungan serta kelayakan kerja.



Slow Fashion atau Ethical Fashion pun hadir seolah meredam pertumbuhan Fast Fashion yang kian pesat. Dalam produksinya, Slow Fashion dinilai lebih memperhatikan lingkungan, ekonomi, dan sosial terhadap perkembangannya. Alasan munculnya gagasan ini nggak lain ya akibat banyaknya pemberitaan dari media tentang efek buruk yang ditimbulkan oleh sektor Fast Fashion, dan kemudian wacana Slow Fashion pun mulai dipraktikkan di sejumlah negara.

Nggak hanya terjadi di negara-negara besar aja, bahkan Indonesia pun turut melakukan praktik fashion berkelanjutan yang ramah lingkungan ini lho. Cara ini mulai diterapkan oleh beberapa desainer dengan langkah-langkahnya yang beragam. Misalnya saja dengan memperhatikan bahan pembuatan produk, seperti menggunakan bahan yang cepat larut dengan tanah. Jadi jika pakaian sudah mulai  usang dan tidak mau dipakai lagi, jenis pakaian ini nggak akan jadi sampah.
 
Saat ini nggak sedikit desainer Indonesia yang menerapkan bahan-bahan produk fashion mereka menjadi ramah lingkungan. Misalnya seperti Ria Miranda yang menggunakan kain serat kayu pinus untuk membuat pakaian. Novita Yunus yang memiliki label Batik Chic yang juga memanfaatkan teknik eco print dan pewarna alami dari daun jati. Selain itu juga ada Merdi Sihombing yang tampil di Eco Fashion Week Australia beberapa saat lalu yang juga menggunakan pewarna alami dari kulit pohon beringin, tanaman salaon, dan harimontong.



Nggak cuma dipelopori oleh para desainer, jika ingin menerapkan cara lain, bisa juga dilihat dari sudut pandang konsumen. Kalau Agan atau Sista yang pengen menerapkan Slow Fashion ini, Agan dan Sista bisa menerapkan cara reversible atau multi-function pada pakaian. Jadi nggak perlu lagi  membeli pakaian dalam jumlah banyak karena bisa mengkombinasikan sedikit item untuk menghasilkan banyak look. Hmmm.. menarik nih karena bakalan menghemat pengeluaran juga kan!
7
8.1K
56
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
willyokeAvatar border
willyoke
#7
Ane kerja didunia garment. Lebih tepatnya merchandiser, atau bisa disebut follow up.

Sebenernya fashion itu dinamis. Ada trend terbaru, para designer cari manufaktur yang bisa buat cepet. Mereka cuma nafsu aja, gak mentingin hal hal lain. Yang penting gua bayar dan barang harus ada pada saat deadline.

Dibalik brand fashion ternama, ada hal hal yang gak mereka tau. Brand brand ternama itu bikin bajunya di far east factories. Cina, Taiwan, Vietnam, Bangladesh dan Indonesia. Dan buruh-buruh pabriknya dibayar sesuai dengan regulasi upah aja, gak bisa nego gaji, yang penting pabrik comply dengan aturan pemerintah.

Ada juga bahan bahan fashion yang gak ramah lingkungan, liat aja denim jeans, itu dari serat cotton di celup indigo, terus celup lagi warna lain, udah gitu mau warnanya pudar, udah berapa kali dobelnya mencemari lingkungan.

Sekarang klo manufacture besar dan brand besar udah pada sadar dengan isu lingkungan, mereka bikin produk yang eco friendly, mulai proses kain sampai jadi baju udah dihandle biar gak mencemari lingkungan.

Sebenernya harga produk merek terkenal itu di mark up. Yang beli itu cuma beli merek, gak beli produknya. Harga kain berapa, ongkos jahit, aksesoris terus.margin keuntungan dikalkulasi jadi satu. Misal harga dari pabrik itu 10 dollar, nah pas di retail harga bisa 5000 dollar. Ane yang kerja didunia apparel udah tau sih kaya begini.

Cuma memang brand brand ternama itu pake material yang premium, tapi dari pikiran sendiri, memang mau beli t shirt cotton dengan merek Gucci seharga motor Lexi Yahama baru. Mending jalan jalan ke Matahari, beli t shirt harga 35 - 65 ribuan. Yang ada kebanyakan orang cuma beli merek dan memuaskan gengsi aja.

Untuk yang slow fashion, memang proses produksinya lebih lama. Tapi banyak yang ramah lingkungan. Brand lokal Indo banyak kok. Ane tau beberapa brand womenswear, menswear dan aksesoris asli Indonesia.

Ada yang maen di batik. Ada yang pake serat kain dari bambu. Linen yang ramah lingkungan.

Ada yang pake dye stuff(pewarna textile) alami. Tapi minusnya ya proses lama.

Mau cepat ya pake chemical stuff. Tapi mencemari lingkungan.

Selama orang pake baju, industri fashion akan ada terus. Dan gak akan tergantikan oleh robot, bikin baju harus pake tangan manusia, dibantu mesin jait.
10