Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

banghilmiAvatar border
TS
banghilmi
Pemilihan Langsung Lebih Banyak Kerugian, Layakkah Untuk Dilanjutkan??

Sebagai sebuah negara demokrasi,tentu saja pemilu adalah sebuah keniscayaan untuk
negeri ini sebagai wadah pemilihan pemimpin setiap lima tahun sekali.Harus kita akui bahwa
semenjak masa reformasi, demokrasi kita ini bisa dibilang sudah terlalu liberal dan
kebablasan.demokrasi kita terlalu berkiblat ke Amerika, tanpa telaah lebih lanjut apakah hal
itu baik bagi negeri kita, padahal sama sama kita tahu bahwa situasi dan kondisi indonesia
tentu sangat jauh berbeda dengan amerika baik dari sisi budaya,SDM,dan hal lainnya.
Sekedar contoh, salah satu demokrasi produk Amerika yang sudah kita “teladani” adalah
Pemilu langsung (pileg,pilpres,dan pilkada).Kita seakan telah lupa atau pura pura lupa bahwa
mayoritas masyarakat kita ini masih “lugu”.Tentu bukanlah sebuah keputusan yang bijak jika
mayoritas rakyat kita yang masih belum “melek politik” dipaksa untuk memilik “pemimpinnya”
sendiri secara langsung.


Dan sialnya,”celah” ini akhirnya benar- benar dimanfaatkan oleh orang-orang yang “cerdik”
(baca: licik) untuk mewujudkan ambisi dan obsesi mereka yaitu meraih kekuasaan.
Mereka para “cerdik pandai “ itu melancarkan sebuah program operasi “pembodohan” massal
yaitu program brainwash (cuci otak) masal kepada mayoritas rakyat yang masih lugu itu.
Melalui media massa baik televisi,media cetak maupun media elektronik setiap hari program
pembodohan ini disajikan, ibarat iklan komersial,karena setiap hari di iklankan tentu saja
“produk” mereka ini akhirnya benar-benar “laku keras di pasaran.Dan ujung-ujungnya
merekapun menang besar pada pemilu dan kekuasaan pun kini sudah berada dalam
genggaman.Program yang terencana,sistematis dan masif dan berlangsung terus menerus
itulah, yang sekarang kita kenal sebagai “pencitraan”.


Didunia ini banyak manusia jahat dan kejam, tapi bagi saya tidak ada yang lebih jahat
daripada mereka yang “tega” membodohi dan menipu orang – orang lugu dengan sebuah
drama “keluguan”dan “kesederhanaan” demi meraup kekuasaan.
Semua kebijakan memang akan selalu menimbulkan pro dan kontra, dan akan selalu ada
sisi positif dan negatifnya, begitu juga dengan sebuah Pemilu secara langsung (Pilkada),Kita
tidak menutup mata bahwa pilkada secara langsung mempunyai tujuan yang mulia yaitu
memberikan rakyat “hak” untuk memilih sendiri secara langsung calon pemimpinnya.Tapi kita
juga tidak bisa memungkiri bahwa banyak sekali kerugian pemilu langsung.Ketika sebuah
kebijakan banyak “mudharat”nya tentu wajar jika kita ditelaah ulang.
Berikut ini akan saya tampilkan beberapa kerugian pemilu langsung.


•Pemborosan Anggaran.
Data dari pemerintah,untuk setiap penyelenggaraan pilkada kabupaten rata-rata dibutuhkan
dana 25 Miliar rupiah.Dan dibutuhkan minimal dana 100 Miliar untuk Pilgub.Tentu saja
hitungan ini masih terlalu kecil, faktanya dalam Pilgub Jatim tahun 2013 kemarin yang sampai
putaran dana yang terpakai begitu besar yaitu hampir satu triliun.Dana ini jika kita kalikan
dengan jumlah seluruh propinsi dan seluru kabupaten/kota tentu akan menghasilkan total
biaya yang sangat besar.Tentu saja dana sebesar ini akan lebih bermanfaat jika dialokasikan
untuk hal lain yang lebih urgent daripada hanya “menguap” untuk membeli kertas suara.

•Calon Artis dan Pencitraan
Pilkada langsung membuka peluang bagi siapa saja untuk maju sebagai calon pemimpin
tanpa melihat kapasitas dan kepabilitisnya,karena yang lebih diutamakan adalah “popularitas”
bukan ketokohan. Itulah kenapa saat ini banyak artis – artis yang nyaleg maupun nyalon jadi
kepala daerah.Karena begitu krusialnya sebuah “popularitas” maka tidak ada cara lain bagi
mereka yang bukan tokoh terkenal atau artis untuk menaikkan popularitasnya selain dengan
cara “pencitraan”.Tentu kita tidak bisa melarang orang-orang ini untuk mencalonkan diri, tapi
kita hanya berharap agar mereka ini “tau diri”.Tahu siapa dirinya dan tahu kapasitas dan
kapabilitasnya.Karena inilah jangan heran jika semakin banyak orang – orang yang tidak
berkompeten menjadi pejabat kita.Bahkan ada yang sekelas pemimpin tertinggi tanda tangan
Perpres tanpa membaca dan paham dengan isi peraturannya.Tobat !

Konflik Horisontal
Pemilu langsung telah membuka pintu konflik antar pendukung,salah satu contoh saja tentu
kita belum lupa dengan kerusuhan di kota Tuban, jawa timur akibat Pilkada Tuban tahun
2006.Begitu juga dengan kerusuhan di Kuansing,Dairi,Palopo, Palembang,Probolinggo dan di
daerah lainnya.Sampai kapan hal ini akan kita biarkan??Masihkah kita ingin pilkada ini jalan
terus,dengan potensi rusuh yang siap meledak kapan saja??


•KKN semakin Merebak
Pemilu langsung sangat menyedot banyak “uang” baik dari Anggaran Pemerintah maupun
dari “kocek” partai maupun ‘kocek” pribadi calonnya.Menurut sebuah penelitian,untuk menjadi
seorang Bupati rata-rata dibutuhkan dana 50 miliar, dana tersebut dianggarkan untuk
kampanye,upeti untuk partai pemberi mandat, dan dana operasional lainnya. 50 Miliar
bukanlah jumlah yang sedikit,kalau hanya mengandalkan gaji sampai masa jabatan habis
uang itu tidak akan pernah tertutupi.Maka darimana mereka balik modalnya?? tentu dari bagibagi
proyek, markup anggaran dan celah lainnya.


•Bagi – Bagi kekuasaan dan Proyek
Hal ini tentu saja bukanlah sesuatu yang rahasia lagi, kita semua telah tau bahwa begitu ganti
Bupati maka para kadis pun diganti dengan orang-orang yang “berjasa” pada calon yang
menang.Proyek-proyek pembangungan juga akan jatuh pada orang-orang dekatnya dengan
berbagai cara.


•Susah mendapatkan pemimpin yang ideal.
Dengan menyerahkan mandatnya pada masing – masing individu, pemilu langsung akan sulit
menghasilkan pemimpin yang benar – benar ideal. Kenapa bisa begitu?? karena mayoritas
pemilih adalah orang – orang awam yang belum melek politik dan (maaf) tidak
terdidik.Karena menjadi mayoritas, mereka inilah penentu utama bagi kemenangan sang
calon.Oleh sebab itu jangan heran jika banyak cara-cara kotor pun ditempuh agar bisa
memenangi pemilu.Akhirnya lahirlah politik pencitraan, politik uang, bagi bagi
sembako,penyebaran isu SARA dsb.Dan ujungnya siapa yang mempunyai uang dan media
dialah yang akan merebut kekuasaan.



•Masyarakat akan semakin terpecah dan terkotak – kotak
Jangan heran jika sampai sekarang pun masih ramai masalah pilpres bahkan tidak hanya
dikalangan akar rumput.Masyarakat masih terkotak kotak antara pendukung Jokowi dan
Prabowo.Ini adalah salah bentuk “fanatisme” akibat dari pemilu langsung. Bukan tidak
mungkin jika kelak “fanatisme” yang berlebihan seperti ini akan bisa meledak menjadi
sesuatu yang sangat berbahaya.Kerusahan pilkada di daerah adalah salah satu
cotohnya.Dan semoga kita sebagai manusia yang berakal mau mengambil pelajaran.
Tanpa bermaksud membatasi,itulah beberapa kerugian pilkada dan pemilu langsung tentu
saya tidak menutup mata jika masih banyak kerugian-kerugian lainnya.


Dengan melihat begitu
banyaknya mudharat, sudah semestinya jika kita perlu menelaah ulang, keberadaan pilkada
dan pemilu langsung ini.Dan saya hanya berharap semoga di masa depan kelak pemilihan
langsung ini bisa kembali menjadi demokrasi tidak langsung sesuai dengan penghayatan
sila ,”Permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.
-1
616
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
cebi.diehardAvatar border
cebi.diehard
#1
terima sembako/ duitnya
jgn pilih kobokannya
0
Tutup