Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ferina.Avatar border
TS
ferina.
Sedekah Laut Dibubarkan, Yuk Lihat Lagi Sejarah Terbentuknya RI
Jakarta - Pembubaran persiapan sedekah laut di Pantai Baru, Kabupaten Bantul, Yogyakarta menyentil hubungan negara-beragam-berkeyakinan. Di sisi lain, Indonesia bukanlah negara agama, tapi juga bukan negara sekuler. Bagaimana sejarah terbentuknya hubungan ketiga hal itu?

Hubungan agama-keyakinan-negara dapat dibaca dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 97/PUU-XIV/2016. Putusan ini untuk mengadili hak-hak penghayat kepercayaan untuk mendapatkan status di kolom agama KTP. Dalam pertimbangannya, MK menjelaskan dengan lugas hubungan negara-keyakinan-agama.

"Secara historis (historical background), perumusan Pasal 29 UUD 1945 tidak dapat dilepaskan dari pembahasan mengenai dasar negara oleh para pendiri negara dalam pembahasan hal ihwal dasar negara dan konstitusi Indonesia merdeka sebelum Indonesia merdeka, baik dalam sidang-sidang di BPUPK maupun di PPKI," demikian pertimbangan MK yang dikutip detikcom, Minggu (14/10/2018).

Baca juga: Sedekah Laut Bantul Dibubarkan, PBNU: Indonesia Bukan Negara Agama!

Dalam Rapat Besar Panitia Perancang UUD, 13 Juli 1945, dalam posisi sebagai Ketua Panitia Kecil Perancang UUD, Soepomo menyampaikan draf Pasal 29 yang menyatakan bahwa:

Negara tidak dapat dilepaskan dari pembahasan mengenai dasar negara oleh para pendiri negara dalam pembahasan hal ihwal dasar negara dan konstitusi Indonesia merdeka sebelum Indonesia merdeka, baik dalam sidang-sidang di BPUPKI maupun di PPKI. Dalam Rapat Besar Panitia Perancang UUD, 13 Juli 1945, dalam posisi sebagai Ketua Panitia Kecil Perancang UUD, Soepomo menyampaikan draf Pasal 29 yang menyatakan bahwa:

Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama apapun dan untuk beribadah menurut agama masing-masing.

Baca juga: Tradisi Sedekah Laut Ditentang, Banyak Kalangan Meradang

Selanjutnya, Oto Iskandardinata mengusulkan agar rumusan Pasal 29 diubah menjadi:

(1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama apapun dan beribadah menurut agama masing-masing.

Dalam kesempatan yang sama, Wongsonagoro mengusulkan agar Pasal 29 ayat (2) ditambah dengan kata-kata "dan kepercayaan" antara kata-kata "agamanya" dan "masing-masing" sehingga usulan tersebut pada draf kedua UUD 1945 menjadi:

(1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama apapun dan beribadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing.

Bahwa selanjutnya, dalam Rapat Besar BPUPK 15 Juli 1945, dalam menjelaskan draf UUD, Soepomo mengemukakan latar belakang hadirnya norma itu, yaitu untuk menghilangkan rasa kekhawatiran atau keragu-raguan warga negara yang tidak beragama Islam.

"Dikarenakan adanya norma ayat (1) yang membebani kewajiban untuk menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya, untuk menjamin hak warga negara yang tidak beragama Islam juga dapat menjalankan agama dan keyakinannya, maka dirumuskanlah ayat (2) tersebut," ujar MK.

Berkait dengan usul tersebut, Dahler mengajukan rumusan revisi menjadi:

Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya dan akan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya masing-masing.

Usul Dahler ini kemudian disetujui oleh Hatta dan Soepomo, menjadi rumusan Pasal 29 ayat (2).

Pada tahap selanjutnya, dalam Sidang PPKI pada 18 Agustus 1945, berdasarkan kesepakatan para Pendiri Bangsa, Hatta menyampaikan perubahan-perubahan terhadap pembukaan dan pasal-pasal Rancangan UUD yang dihasilkan BPUPK sebelumnya.

Salah satu yang disepakati diubah adalah Pasal 29 ayat (1) hingga menjadi:

Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa

dan menghilangkan frasa:

dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.

"Itulah kemudian yang ditetapkan sebagai norma Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 yang berlaku hingga saat ini," cetus hakim MK yang terdiri dari Arief Hidayat, Anwar Usman, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Saldi Isra, I Dewa Gede Palguna, Aswanto, Maria Farida Indrati, dan Manahan M.P Sitompul. (asp/rvk)
sedekah laut sedekah

https://m.detik.com/news/berita/d-4255876/sedekah-laut-dibubarkan-yuk-lihat-lagi-sejarah-terbentuknya-ri

Sama2 saling menghargailah emoticon-shakehand asal tidak menyimpang dan merugikan itu sah sah saja
1
1.8K
25
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
eastjerusalem13Avatar border
eastjerusalem13
#5
ini gara2 ajaran dari buku sesat yg bikin rusuh dimana2.. indonesia isinya penuh dengan manusia2 yg suka memaksakan kehendak suka kekerasan ga punya rasa slg menghormati ga kreatif ga memajukan menghasilkan utk bersama.. baiknya tu buku dilarang peredarannya..
0
Tutup