- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
This is Why I Need You (mbak Adele)
TS
Shootgun
This is Why I Need You (mbak Adele)
.
.
.
Spoiler for Baru 2 post, udah Top Threads lagi.:
Spoiler for Baru 10 post, belum 2 bulan, udah masuk Hot Threads lagi.:
Permisi bapak ibu sekalian. Udah lama juga baca-baca di thread ini dari semenjak SK2H, akhirnya baru sekarang nyoba bikin cerita. Monggo silakan duduk, silakan mendirikan tenda.
Cerita yang akan saya share kali ini menceritakan tentang cowok yang tinggal di kostan cewek.
Dibaca kalau kalian lagi nggak ada kerjaan aja.
Cerita ini cocok untuk semua umur.
Remaja, Dewasa, Anak SMA, bahkan baik juga untuk pertumbuhan janin.
Dari sini, kalian akan belajar beberapa hal penting mengenai sisi lain dunia perkuliahan dan anak-anak kost yang mungkin tidak pernah kalian tau sebelumnya. Hanya karena kalian tidak pernah lihat, bukan berarti hal itu tidak ada.
Monggo~
Selamat mendirikan tenda di sini.
Rulesnya ya ngikutin yang sudah ada saja. Diupdate tiap hari Jumat malem ya selepas akika beres kerja.
Akhir kata,
Wabillahi Taufiq Wal Hidayah,
Wassalamualaikum
*qomat*
Index Cerita
.
Diubah oleh Shootgun 06-12-2018 14:01
hllowrld23 dan 29 lainnya memberi reputasi
18
247K
Kutip
998
Balasan
Thread Digembok
Tampilkan semua post
TS
Shootgun
#244
Accidentaly In Love
Quote:
"LO SIAPA, ANJING!!!"
Yak. Ini adalah kata-kata paling lumrah yang bakal dikeluarkan oleh seseorang kalau lagi berantem. Dan kebetulan kata-kata ini bukan keluar dari mulut gue. Melainkan dari mulut seseorang yang sekarang kerah bajunya lagi gue jewer kaya pundak kucing siang ini.
Sambil masih meronta, dia berkali-kali meneriakkan nama Lifana dengan membabi buta. Juga segala kata-kata kebun binatang keluar dari mulutnya. Siku kakinya sempat diangkat dan membentur pinggang gue yang ada di depannya. Lantas gue goyah? Engga, segini mah kecil. Gue masih mencengkram kerahnya kuat-kuat dan mendorongnya terus ke arah tembok mirip cicak lagi kegencet dashboard mobil di garasi.
Gue lakukan ini semata-mata agar dia tidak mendatangi dua cewek di sana. Gue nggak peduli sama si mbak Adele, gue lebih peduli sama Raraspati. Dia itu anak kost di sini, otomatis kalau dia kenapa-kenapa, yang tanggung jawab sama emak bapaknya nanti ya gue ini.
Rontaan serta teriakan mahluk tidak kasat mata yang lagi gue jewer ini lama-lama bikin bete juga. Soalnya hampir semua anak kostan mulai pada penasaran dan keluar kamar. Ditambah dengan tetangga-tetangga depan yang mulai pada celingak-celinguk penasaran sama asal suara keributan ini.
"BUDI!!!" Gue teriak.
"Njeh, mas.." Budi buru-buru datang.
"Tutup gerbangnya sekarang!"
"Loh kok ditutup, mas?"
"BUDI!!" Gue naik pitam. Sempat-sempatnya lagi serius gini malah terus nanya aja kaya guru les primagama.
"SIAP MAS SIAAAAP..."
Budi langsung loncat ke arah pagar lalu menutup gerbangnya sehingga orang-orang di luar tidak bisa melihat ke dalam kostan. Pager kostan ini emang agak tinggi. Dan dibuat agar orang-orang di luar sana tidak bisa melihat aktivitas anak kost di sini.
Soalnya di sini kostan putri, nggak jarang ada yang senam bareng di halaman depan. Atau ngobrol-ngobrol BBQ-an sambil pake tengtop atau daster tanpa BH jadi nyeplak ke mana-mana. Makanya daripada jadi tontonan dangdut gratis sama bapak-bapak mesum setempat, mending gue tutup aja ini pager pake pelastik aklirik di seluruh sisi-sisinya.
"ELO NGGAK USAH IKUT CAMPUR, ANJING!! URUSAN GUE CUMA SAMA DIA!" Siluman Capung yang lagi gue tahan ini tiba-tiba ceramah di depan muka gue sembari menunjuk ke arah mbak Adele berulang-ulang kali.
Dia meronta keras hingga kemudian siku tangannya masuk dan menghantam pipi gue. Gue kaget, emosi gue tiba-tiba naik.
"Kembang tahu brengsek! Udah dibaikin malah ngelunjak si anjing teh!"
Gue angkat lebih tinggi kerahnya lalu gue banting dia ke tempat di mana parkiran motor anak-anak kost biasanya pada mejeng. Tubuhnya menghantam satu motor hingga motor itu ngegusruk di tanah. Spionnya patah. Dan si siluman capung tersungkur di tanah.
Melihat kejadian tadi, sontak gue terkejut bukan main.
"ANJING ITU MOTOR GUE SETAAAAN!!" Teriak gue histeris.
Dengan cepat gue langsung mendatangi motor gue dan ngeberdiriin motor butut itu. Gue langsung cek bodinya takut kegores atau takut ada yang rusak. Dan ketika gue menemukan spion motornya patah sebelah, gue tertegun. Air mata gue jatuh tanpa bisa gue duga sebelumnya. Perlahan emosi gue semakin nggak bisa dibendung lagi. Gue datangi itu orang yang lagi tersungkur di tanah, gue angkat badannya sedikit, dan tanpa pikir panjang gue tabokin mukanya berulang kali
"ITU BELUM LUNAS ANJING!! BELUM LUNAS "
Gue nabokin anak orang pake kaca spion motor gue sendiri.
****
"Sudah mas.. Sudah..." Rayu Budi sambil narik-narik badan gue agar gue berhenti nabokin anak orang.
"Istigfar mas.. Coba nyebut." Kata Budi lagi. Dan gue mulai tenang sambil tarik napas pelan-pelan.
"Ayat kursi mas." Perintah Budi. Dan gue nurut membaca ayat Kursi.
"Sekarang Al Baqoroh, mas." Lanjut Budi.
Gue keplak kepala Budi pake spion motor yang udah ngaplek ini, "Al Baqoroh mata lu soek! Itu Suratnya panjang woi!" Kata gue kesel, dan Budi cuma ngelus-ngelus kepalanya yang cenut-cenut barusan.
Gue kemudian mendorong Budi agar menjauh. Lalu mendatangi orang yang sekarang lagi sekarat karena hidungnya patah kena gaprok gagang spion motor.
"Gue nggak kenal lo siapa. Gue nggak tau lo siapa. Tapi jangan macem-macem sama anak kost sini. Sekali lagi lo gitu, gue paksa itu sepuluh jari kaki masuk ke dalem lubang pantat! Ngerti?!" Gue keplak kepalanya pake spion sekali lagi.
"BUDI!!" Gue teriak, dan Budi langsung menghampiri, "Gotong keluar, masukin ke mobilnya terus tinggalin aja. Kalau bisa itu kakinya tempelin di pedal gas biar mobilnya maju terus nabrak tembok. Buatlah seperti kecelakaan!"
"Eh serius mas?!" Budi kaget.
"YA ENGGAK LAH SOBIRIN!! TAROH AJA DIA DI MOBILNYA!! TERUS UDAH GITU KUNCI GERBANG KOST!"
"I..iya mas iya.."
Budi langsung ngegotong orang itu ke dalam mobilnya yang diparkirkan di depan gerbang kost. Sebelum gue dan Budi pergi meninggalkan itu orang, gue ambil dulu dompetnya lalu mengambil beberapa lembar uang seratus ribuan. Juga gue sempatkan untuk memfoto KTP-nya.
Dih bener deh, foto dia di KTP jelek banget.
Kaya api neraka.
"Eh mas, kok diambil uangnya?" Tanya Budi heran.
"Dia udah matahin spion motor gue. Ini biaya ganti rugi." Kata gue polos lalu melemparkan dompetnya ke dalam mobil.
Kemudian gue suruh Budi agar masuk lagi ke dalam kost, tidak lupa gue perintahkan Budi untuk memberitahu tetangga kalau tadi hanya salah paham. Gue suruh Budi untuk menjelaskan kalau kejadian tadi itu cuma gara-gara ada cowok yang lagi ditinggal pacarnya terus jadi gila dan ngira kostan ini tempat pacarnya nginep. Budi hanya angguk-angguk doang mendengarkan perintah gue.
Di teras, gue lihat Rara sama Mbak Adele masih berpelukan kaya teletubies. Gue menghampiri mereka dengan sendal jepit yang sudah putus sebelah. Bener-bener dah nyusahin gue banget siang ini. Mana ini sendal mushola lagi, bisa-bisa gue kena Azab nanti.
"Ra, bawa ke kamar lu gih. Malam ini suruh nginep di sini aja." Kata gue ketika Raraspati menatap gue.
"Boleh?" Tanyanya memastikan.
Gue angguk-angguk, "Tapi gak lebih dari sehari. Sesudah itu, urusan dia ya urusan dia. Jangan sampai anak kost sini kena masalah yang bukan urusannya. Ngerti?"
Kini gantian dia yang angguk-angguk mengiyakan.
"Maaf ya, Ian." Kata Rara pelan.
Gue tidak menjawab dan memilih masuk ke dalam kost sambil nyeret-nyeret sendal jepit yang terlanjur putus sebelah itu.
****
Tok tok tok..
Pintu kamar gue diketok dari luar. Gue pelankan permainan gitar gue yang lagi mainin lagu Accidentaly In Love; Soundtracknya film Shrek.
"Masuk." Kata gue sambil masih lanjut ngegenjreng.
"Ian.." Tiba-tiba kepala Rara nongol di pintu yang belum sepenuhnya terbuka.
"Paan?"
"Sibuk?"
Gue geleng-geleng, "Kenapa?" Tanya gue.
"Nitip Lifana bentar di sini boleh?" Kata Rara yang langsung ngedorong mbak Adele dan mendudukkannya di atas kasur gue tanpa gue persilakan lebih dulu.
Ya terus buat apa tadi lo pake acara izin segala japra?! Hadeeh.
"Lo mau ke mana?" Tanya gue masih dengan nada gitar yang semakin ngawur.
"Gue mau ngajak dia pergi malam ini," Balasnya sambil menunjuk ke arah mbak Adele, "Tapi dia nggak boleh ditinggal sendiri. Gue mau keluar dulu beli pembalut." Lanjutnya yang lalu pergi meninggalkan gue berdua doang dengan cewek ini.
Tidak ada percakapan di antara kami berdua sebelum kemudian selang lima belas menit Rara sudah kembali dengan memakai pakaian yang berbeda.
"Iaaan... Baju ini bagus ga?" Tukasnya sambil goyang-goyangin badan di pintu mirip kaya biduan dangdut dorong.
Gue geleng-geleng.
"Ish!" Dengusnya yang lalu pergi ke kamarnya lagi.
Selang empat menit, dia balik dengan baju yang lain.
"Kalau yang merah maroon gini bagus ndak, Ian?"
"Hmm," Gue mendehem sebentar lalu geleng-geleng lagi, "Enggak. Kaya dasi anak SD."
"Ih!" Kemudian dia balik lagi ke kamarnya dan kini kembali dengan baju warna coklat.
"Kalau coklat?" Tanyannya.
"Mirip bangku ruang BP." Balas gue.
"Lo kalau ngasih komentar sakit banget sih, Yan." Katanya kesal.
Dan tiba-tiba ia menaruh semua baju yang sempat ia bawa dari kamarnya ke atas kasur gue begitu aja.
"Warna apa dong, yan! Pilih ih satu!"
"Item deh." Kata gue sambil melirik ke arah tumpukan baju.
"Oke!"
Tiba-tiba Rara menutup pintu kamar gue dari dalam lalu membuka baju yang sedang ia kenakan di depan gue. Baju yang tadi sempat ia pakai ia lemparkan ke atas kasur bersama tumpukan baju yang lainnya. Sekarang doi cuma pake BH doang sama celana gemes. Kalian pikir gue kaget? Enggak. Yang terlihat kaget justru Mbak Adele.
Gue hanya memandang ke arah Rara yang saat itu mulai mengancingkan kancing pakaiannya satu persatu di depan gue dengan tatapan yang biasa aja.
"Gimana? Oke oce?" Tanyanya gemas sekali.
"Sip. Mirip singkong bakar."
"BRENGSEK IAN!!"
"Iya, warna item emang paling cocok buat lo. Emang malam ini mau ke mana kalian berdua?" Tanya gue.
"Belanja. Cewek tuh kalau galau obatnya ya belanja." Balasnya, "Elo ke toko nggak, Yan, malam ini? Biar gue jemput nanti."
Gue geleng-geleng, "Enggak. Gue ngurus buat kemping DKM. Tiga hari lagi soalnya."
"Oke deh. Gue caw duluan ya kalau gitu?" Pamitnya seraya menggandeng tangan mbak Adele yang masih bingung ada kisah apa di antara kami berdua.
"Eh Ra!" Belum berjalan cukup jauh, gue kembali memanggil mereka berdua, "Jangan macem-macem ya. Gak usah yang aneh-aneh. Jangan bikin gue repot lagi."
"Iya baweeeeeeeeel.." Jawabnya tanpa menganggap serius kata-kata gue barusan.
****
Anak-anak DKM sekarang lagi ngumpul serius banget di tengah kantin meski sekarang sudah memasuki pukul 9 malam.
"Yan, lo jadi penanggung jawab truk nomer empat bisa nggak, Yan?" Tanya Iqbal.
Gue geleng-geleng, "Nggak bisa. Gue kan ngurus tenda, gue harus udah ada di sana tiga jam lebih awal daripada kalian, Bal."
"Hmm, bener juga. Butuh orang buat bantuin nggak, Yan?" Tanya Iqbal lagi.
Gue geleng-geleng lagi.
Bener deh, cerita gue kali ini rasanya banyak banget geleng-gelengnya.
"Enggak. Sendiri aja." Balas gue yang kemudian pergi meninggalkan mereka yang masih rapat lantaran urusan gue udah selesai.
Namun, sebelum berjalan menuju parkiran, gue justru mampir ke taman kampus malam-malam buta begini. Taman kampus ini emang enak banget kalau siang. Fotonya bisa kalian lihat di atas. Namun kalau sudah malem ya jadi serem juga. Apalagi di tengah taman ada satu rumah buat nyimpen peralatan anak-anak seni rupa termasuk lukisan-lukisan wajah orang. Makin serem aja kan. Tapi ya karena gue kebiasaan tidur di atas jam dua lantaran pekerjaan di toko, alhasil gue menclok dulu di taman malam-malam gini daripada nganggur di kost sendirian.
"Kak.."
Tiba-tiba pundak gue dicolek dari belakang. Gue sedikit kaget dan langsung menaruh hp yang sedari tadi gue buka itu kembali ke dalam saku.
"Ya?" Tanya gue.
"Ngg.. anu.. Ini buat konsumsi ada satu vendor yang ngundurin diri. Bisa bantuin nggak, kak?"
Gue menaikkan alis, "Hah? Kok gue? Enggak deh. Gue sibuk." Balas gue dingin.
"Tapi kata kak Boim, kak Ryan bisa bantu." Sambungnya lagi.
"..."
"Bilang ke Boim, Ryannya nggak bisa bantu. Harus ngurus tenda." Kata gue ketus.
Mendengar hal itu dia cuma menunduk seperti meminta maaf lalu kemudian berjalan cepat kembali ke dalam kampus. Gue sengaja nggak mau akrab sama siapa-siapa, lebih baik nggak punya teman daripada kejadian seperti dulu keulang lagi. Yang tadi nyapa gue adalah junior gue di DKM, gue lupa dia fakultas apa, toh gue nggak juga peduli.
"Eh, bentar! Hei kamu!" Teriak gue.
Tiba-tiba dia menengok lalu kembali berlari nyamperin gue.
"Anak fakultas apa?" Tanya gue penasaran.
"Kedokteran kak."
Gue angguk-angguk pelan. Terlihat berpikir sebentar.
"Kamu kenal anak kedokteran yang namanya Lifana nggak?" Tanya gue dengan mimik serius.
"Kak Lifana? Kenal kak. Kenapa?" Balasnya.
Diubah oleh Shootgun 07-08-2018 12:49
JabLai cOY dan 6 lainnya memberi reputasi
7
Kutip
Balas