- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Criminal Puzzle : Murder on Hotel
TS
claymite
Criminal Puzzle : Murder on Hotel
HOLLA
Crime-Mystery-Thriller
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Diubah oleh claymite 18-06-2018 05:43
anasabila memberi reputasi
1
41.4K
325
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
TS
claymite
#117
Part 13
Ronald kemudian berkata kepada Ben
"Hey, kau tahu mengapa kita sebagai manusia patut saling mencurigai satu sama lain?"
"Apa pendapatmu Ron?"
"Karena tiap manusia memiliki monster yang tanpa disadari mampu mengendalikan tubuh kita"
Setelah beberapa lama, penyelidik sidik jari kemudian masuk ke dalam ruangan kita.
"Hey. Aku hanya menemukan satu sidik jari, yaitu sidik jari Marlo?"kata sang penyelidik sidik jari
"Oh..ya..dia tadi tidak sengaja memegangnya" kata Ben
"Itu tandanya kita tidak memiliki bukti lagi?" kata penyelidik
"Yaa..." kata Ben dengan mimik wajah kecewa
"Kita harus menyelidiki lagi hotel itu, kita akan berangkat sore nanti" lanjut Ben
"Ehmm...Ben, maafkan aku sebelumnya telah mencurigaimu dengan parah, karena seperti kubilang, manusia patut mencurigai satu sama lain" kata Ronald
"Its ok, memang gerak-gerik ku terlalu mencurigakan untuk ukuran detektif" lanjut Ben
Beberapa menit kemudian, petugas yang disuruh menyelidiki typography datang
"Dua surat dengan orang yang sama, satu surat bukan. Satu surat itu adalah surat yang ada di TKP" kata sang penyelidik
"Oke..good job, jadi Ronald bersih. Dia hanya seorang teror yang bodoh, bukan seorang pembunuh yang pintar" kata Ben sambil sedikit terkekeh
"Tapi aku tetap mencurigaimu bung, seperti katamu, manusia patut mencurigai satu sama lain" lanjut Ben
Petugas sidik jari dan ahli forensik pun keluar dari ruangan dan izin untuk pulang karena telah melaksanakan tugasnya
"Ya...hei Ben, kenapa kita tidak berangkat sekarang? Kenapa harus sore hari?" tanya Ronald
"Kau tahu, sore hari merupakan waktu yang sangat pas untuk memulai suatu penyelidikan, karena di waktu tersebut, suasana cenderung ramai dan kita bisa menyelidiki gerak-gerik orang yang ada disana tanpa mereka sadari, karena kita berada di keramaian" kata Ben
"Haha..itulah detektif, kenapa kau baru terlihat seperti detektif sekarang? Kenapa pada saat malam pembunuhan kau seperti seorang laki-laki yang bodoh" kata Ronald sambil terkekeh
"Sialan kau" jawah Ben acuh tak acuh
Tommy menanyakan kepada kita semua tentang sang korban
"Hei, bagaimana dengan identitas sang korban? Rasanya sulit sekali menemukannya, bagaimana bisa?"
"That's the problem, Tom. Kedua korban, sama sekali tidak kita temukan identitasnya. Masalahnya, bagaimana bisa kita menyelesaikan kasus tanpa mengetahui identitas sang korban? Kasus Zodiac saja yang diketahui identitas korbannya saja sampai saat ini belum terpecahkan, apalagi kita, tanpa identitas korban, tanpa saksi mata kecuali dua orang ini, Anna dan Marlo" kata Ben
"Itulah spesialnya kita, kita sedang menghadapi kasus spesial teman" kata Ronald
"Lalu...bagaimana denga Patricia?" kata Tommy
"Patricia???" kata Marlo dengan sedikit terkejut
"Ya...memangnya kenapa?" kata Tommy
"Maksudku, siapakah Patricia??" kata Marlo dengan muka dingin, tapi di raut wajahnya nampak seperti ada yang ditutupi
"Dia yang mengaku sebagai ibunya sang korban, tapi saat aku ingin menanyakan identitas sang korban lebih jauh, dia menghilang" kata Tommy
"Lantas, apakah kau percaya dia ibunya?" tanya Marlo
"Tidak, jelas tidak." kata Tommy dengan tegas
"Sikapnya mencurigakan" kata Anna
"Dia tidak memberitahu identitas anaknya, dia juga meledak-ledak di TKP, tapi meledak-ledaknya tidak wajar, maksudku, dia marah kepada kita dan memaksa agar tubuh korban segera dikuburkan, padahal kami butuh penyelidikan lebih lanjut" lanjut Anna, cara bicaranya nampak khas dan mantap
"Aneh...sangat aneh..." kata Marlo
"Hey, tapi, ah...tidak sekarang" kata Ben tidak jelas
"Kenapa Ben?" tanya Ronald
"Aku ingin mengatakan sesuatu tapi tidak disini, dan jangan sekarang" kata Ben sambil menatap ke arah deputi
"Ben? Kenapa kau menatapku seperti itu seolah-olah kau curiga kepadaku?" kata deputi yang daritadi hanya terdiam, nampak kaget saat Ben menatapnya seperti itu
"Tidak deputi, bukankah kita harus mencurigai satu sama lain?" kata Ben mengulang kata-kata Ronald, cara bicaranya sedikit melawak seolah mengejek Ronald
"Aku polisi Ben" kata deputi
"Dan aku juga detektif, kau pun berhak mencurigaiku deputi" katanya
"Haha..kurasa dia tidak melakukannya Ben, jelas-jelas dia bersih" kata Ronald
"Hei Ben, katakan saja isi pikiranmu" kata Anna
"Jika aku mengatakannya, maka itu bukan menjadi sebuah rahasia lagi, dan hal ini sangat penting sekali, aku melihat....aku melihat sebuah...ah sudahlah, nanti aku bahas, kita tidak boleh langsung mengambil kesimpulan, aku pun harus mempertimbangkan semua kemungkinan" kata Ben
Kami semua menatap Ben dengan bingung dan rasa penasaran
"Lebih baik kau bocorkan rahasiamu kepadaku keparat, aku sekarang sudah bisa dipercaya kan?" kata Ronald dengan nada bercanda
"Mungkin...akan aku pertimbangkan" kata Ben
Semua kasus ini terbilang rumit, bukan...bukan hanya rumit...tapi sangat rumit, bahkan jika ada kata-kata lebih dari sangat rumit, itulah yang cocok. Tanpa identitas sang korban, siapakah Patricia? Siapa juga Edward Fasser? Apa yang dilihat Ben?
"Hei hei tunggu Ron" Ben berkata sambil sedikit berpikir, jari nya menempel di dahinya seolah dia sedang berpikir
"Bagaimana jika Edward Fasser merupakan seorang tamu biasa?" kata Ben
"Hey, tapi nama itu jelas tidak tercantum di buku resepsionis, betul kan nak?" kata Ronald sambil menengok ke arah Marlo
"Ya.....seingatku.." Marlo menjawab dengan polos
"hey, 'seingatku'......dia bilang seingatnya, itu tandanya belum pasti bukan? Dan dia tidak yakin" kata Ben
"Ya..makanya itu kita harus kembali ke hotel Ben seperti katamu untuk memastikan" kata Ronald
"Omong-omomg mister, kita berangkat tepat jam berapa? Sekarang sudah jam 14.30, sore itu tepatnya jam berapa?" tanya deputi kepada Ben
"Jam 16.00 kita kesana" jawab Ben dengan lugas
"Menurutmu apa dia pembunuhnya?" tanya deputi lagi pada Ben
"Tidak, menurutku dia lebih kepada 'sekongkol' dari si pembunuh itu, tapi jika dia pembunuhnya, maka aku sangat senang karena kita tidak perlu repot-repot lagi untuk meringkas pembunuhnya" kata Ben
"Lalu, menurutmu....pembunuhnya masih berkeliaran?" kata Tommy "Bagaimana dengan Darwin? Dia berarti tidak bersalah" lanjutnya
"Begini rekanku...kukira kata-kata 'they' itu merupakan sebuah kunci atas kasus ini dan ada saksi lain, kukira begitu, dan 'they' ini merujuk kepada sekongkol, tapi...setelah kutahu, ternyata itu hanyalah omong-kosong si brengsek Ronald ini yang mencurigai pembunuhnya adalah aku" kata Ben
"Lalu, masalah pembunuhnya masih berkeliaran, yap, itu pasti bodoh, jika pembunuhnya mendekam di penjara mengapa masih ada pembunuhan lain yang terang-terangan mengakuinya" kata Ben
"Hmm...pembunuh ini sepertinya butuh popularitas ya, semacam Zodiac" kata Marlo
"Jika itu menurutmu, tapi aku punya pikiran lain tentang sang pembunuh ini, dan aku tidak ingin kalian mengetahui isi pikiranku sekarang" kata Ben
"Ayolah...mengapa kau tidak berpendapat? Ini bisa membantu kita" kata Tommy
"Atau...sebaliknya Tom, firasatku mencurigai salah satu dari kita di ruangan ini" kata Ben
"Maksudmu? Diruangan sini? Itu pembunuhnya??" kata Tommy yang kemudian menatap isi satu ruangan
"Aku tidak bilang pembunuhnya ada di ruangan sini Tom, tapi, salah satu diantara kita aku mencurigai ada yang menyembunyikan kasus ini dari kita, padahal dia sudah tahu pelakunya, tapi dia menyembunyikannya" kata Ben
"Kau yakin itu Ben?" tanya Tommy penuh penasaran
"Tidak...hanya firasat, aku tidak mempunyai fakta" kata Ben
"Oh..lalu, bagaimana dengan Darwin sir? Apakah dia tetap bersalah dimatamu?" tanya Marlo
"Ya..." jawah Ben dengan singkat
"Posternya...pisau tumpulnya....rasa gugupnya...." lanjut Ben, tapi tatapannya kosong seolah melamun
"Tapi, dia seperti orang idiot Ben, bagaimana mungkin pembunuh dingin bisa sangat gugup seperti itu sampai keceplosan" kata Anna
0