- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Investigasi Supranatural: Dendam Arwah Penunggu Jalan Angker (dongeng seram)
![dodydrogba](https://s.kaskus.id/user/avatar/2013/11/17/avatar6106911_2.gif)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
TS
dodydrogba
Investigasi Supranatural: Dendam Arwah Penunggu Jalan Angker (dongeng seram)
![Investigasi Supranatural: Dendam Arwah Penunggu Jalan Angker (dongeng seram)](https://dl.kaskus.id/2.bp.blogspot.com/-OJDAmVQ4rkU/WqyXhifOGlI/AAAAAAAAArc/TOqQlL3XnaYnt1N-drlZ6q0GfyktsGk3ACLcBGAs/s1600/image.jpeg)
Mencoba membagikan karya ane yang baru gan, terinspirasi dari serial Constantine, Supernatural dan DI sini ada Setan, judulnya Investigasi Supranatural: Dendam Arwah Penunggu Jalan Angker. Berkisah tentang Aryo yang kehilangan saudari kembarnya secara misterus, hal itu mengundang rasa penasarannya dan berniat menolongnya, namun sebelum itu ia harus mengikuti permintaan saudarinya itu yaitu menyelesaikan kasus yang berkaitan dengan kejadian mistis atau supranatural. Semoga bisa terhibur dan mohon kritik dan sarannya.
Spoiler for Bab 1:
Sudah jatuh tertimpa tangga pula, itulah yang dialami oleh Aryo saat ini ketika mendengar sebuah kabar buruk yang menimpa keluarganya. Setelah sebelumnya di putus hubungan kerjanya karena perusahaanya bangkrut, kini ia tengah mencoba tegar setelah tahu saudari kembarnya Arina menghilang di sebuah gunung. Pencarian dan segala usaha lain sudah dilakukan, sayangnya hasil nihil tanpa mendapatkan bukti apa pun. Tim penolong memutuskan untuk menyerah setelah menguber ke segala sisi gunung tersebut yaitu Gunung Sanjaya. Berbeda dengan dirinya, Arina sendiri sedikit unik kehidupannya. Ia tak menjadi karyawan atau wirausahawan seperti pada umumnya namun menjadi praktisi supranatural, para psikolog atau apapun itu yang berkaitan dengan hal - hal berbau supranatural. Ia menolong siapapun yang terkena masalah berbau supranatural. Uniknya walau dibayar secara sukarela atau bahkan kadang tak dibayar sama sekali, entah kenapa ia bisa survive hingga saat ini.
Sedangkan Aryo, ia malah tak mendapatkan kemampuan yang dimiliki Arina sejak lahir yaitu indera ke enam. Tentu ia sangat bersyukur tak bisa berinteraksi dengan mahluk kasat mata di berbagai tempat karena jika tak siap bisa menimbulkan tekanan psikis tersendiri yang mungkin mempengaruhi kehidupannya. Aryo sendiri merupakan pria muda yang cukup tangguh dan pemberani, buktinya ia bahkan sering melewati jalan angker ketika pulang dari kantornya berkali - kali. Ia bahkan lebih takut bertemu begal dan perampok daripada hantu karena taruhannya nyawa terkadang duit. Mungkin karena ia yang tak diberkahi kemampuan unik seperti jadi tak merasa was - was ada aura negatif di sekelilingnya.
Sebelum Arina menghilang, Aryo tak mendapatkan kabar apapun dari saudari kembarnya itu. Mungkin karena kesibukkan yang sangat padat jadi tak sempat mengirim pesan terakhir kepada Aryo. Padahal biasanya Arina akan menyempat mengirim pesan singkat melalui ponselnya kepada saudara kembarnya itu. Ah, andai saja punya kemampuan unik seperti Arina, mungkin hal seperti ini bisa dicegah lebih dulu, batin Aryo. Namun nasi sudah menjadi bubur, yang ia bisa lakukan sekarang adalah mencari tahu siapa saja yang pernah melakukan kontak dengan saudarinya itu.
Di kamar saudarinya yang harum semerbak dan terawat rapi, ia memeriksa satu persatu buku - buku di lemarinya. Berharap keberuntungan menyertainya, berbagai lembar dilirik dengan penuh ketelitian. Sayangnya, tak ada satu pun yang menyertakan nama - nama orang yang dikenalnya. Andai saja ponselnya tertinggal, mungkin masih ada sedikit harapan. Sang ibu sebenarnya sudah merelakan anaknya, ia bahkan rajin beribadah agar anaknya bisa diberi tempat terbaik di sisinya. Berbeda dengan Aryo, walau tak percaya hal yang tak masuk akal, firasatnya terus mengatakan bahwa Arina masih hidup. Usaha pencarian itu juga membuatnya lelah, ia pun merebahkan diri ke kasur milik Arina. Ia tak kuasa menahan kantuk, mata pun ia pejamkan dengan rapat, berharap hari esok lebih baik dari sebelumnya. Aryo akhirnya tertidur pulas di malam yang belum terlalu larut.
Di tengah - tengah tidurnya, ia tenggelam pada lautan mimpi yang sangat dalam. Rasanya aneh, ia sama sekali belum pernah mengalaminya. Lalu ia terjatuh di sebuah hamparan padang rumput yang dibelakangnya terdapat gunung yang besar dan indah. Sebuah siluet bayangan tiba - tiba muncul di depannya, lama - lama berbentuk padat, mirip manusia. Ia sepertinya kenal, itu adalah saudari kembarnya, Arina. Melihat hal itu membuat Aryo merangkak perlahan lalu berdiri tegak. Ia masih tak percaya akan apa yang dipandangnya, ia pun mengucek matanya. Ternyata benar, ia tak salah lihat, kekuatirannya yang memuncak perlahan sirna. Mungkin ini sebuah pertanda jika dia masih hidup ditambah ia punya kemampuan indera ke enam dari lahir. Dengan mental baja ia memberanikan diri untuk bertanya sesuatu kepadanya perihal kehilangannya itu.
"Arina!!! Engkau kah itu?"
Arina tersenyum lalu berbicara sesuatu padanya, "Iya Aryo, ini aku, saudari kembar mu."
"Benerkah itu?? Di mana kah kamu berada sekarang? Kamu tahu ibu dan saudara - saudara kita benar - benar mencemaskan mu, bahkan mereka hampir mengira kamu sudah mati," Aryo menatap dengan penuh kesedihan.
"Aku minta maaf sudah mencemaskan kalian, tapi aku masih hidup," Arina berbicara datar kali ini.
"Kalau begitu biar lah aku menolong mu kali ini, kita bersaudara kembar bukan. Saudara kembar yang baik harus tolong menolong apapun itu kondisinya. Dan mereka tidak akan percaya kamu masih hidup selama diri mu belum diketemukan," Aryo berusaha meyakinkan Arina.
"Tidak perlu Aryo, itu hanya buang - buang waktu dan merepotkan mu saja. Atau malah bisa membuat mu suatu saat terbunuh, apa kamu tak tahu itu?" Arina menolak.
"Tidak perlu??? Apa kamu tak tahu batin derita yang dirasakan ibu mu, tangis harunya tak pernah berhenti sebelum melihat senyum indah mu. Kamu tahu ia sangat mencintai mu, ibu mana yang tak sedih ketika anaknya sedang dalam masalah. Biarkan aku menolong mu Arina, walau mungkin aku bukan orang yang punya kemampuan unik seperti diri mu. Tapi setidaknya aku akan berusaha mati - matian untuk menolong mu," Aryo kembali mencoba meyakinkannya.
Arina tak berkata satu patah kata pun, ia membalikan badannya, menatap langit cerah di atas gunung, tiba - tiba pelangi cantik muncul, menambah pesona indah dari pemandangan tersebut. Ternyata itu adalah gambaran perasaanya, sebuah bentuk komunikasi non verbal yang sangat aneh tapi penuh seni keindahan. Hatinya perlahan luluh ketika mendengar kata ibu, ia teringat ibu selalu mengkuatirkannya ketika ia pergi. Atas dasar itu, maka ia memutuskan untuk menyetujui permohonan saudar kembarnya itu.
"Baiklah, jika kamu ingin menolong ku, maka kamu juga harus menolong yang lain."
"Apa maksud mu Arina, aku tidak mengerti?"
"Lihat lah pelangi itu, indah bukan."
Arina menunjuk dengan tangannya, Aryo menatap dengan serius. Pelangi itu rupanya mengalihkan perhatiannya dari Arina yang perlahan memudar lalu menghilang.
"Arina tunggu!!! Arina!!!" teriak Aryo.
Keanehan kembali terjadi, kali ini semburan api melahap kakinya lalu menuju ke atas. Seketika langit yang cerah menjadi gelap gulita. Ia yang terkejut tak kuasa menahan rasa takutnya.
"Apa yang terjadi, tolong!!!!!"
Dalam seketika ia terbangun dari alam mimpi di luar nalarnya itu. Nafasnya terengah - engah bak habis lari sepuluh kali memutari lapangan. Otaknya berputar memikirkan apa yang baru saja ia alami sebelumnya. Ia menghela nafas sebentar, mencoba untuk lebih rileks, kepalanya mendongak lalu menatap ke arah pintu yang berada tak jauh di depannya. Sebuah jaket wanita berwarna cokelat tergantung pada gantungan di pintu itu. Ada hal yang telah menarik perhatiannya di jaket itu. Iya, merek pelangi, ia teringat perkataan Arina yang terpukau pada pelangi yang indah. Mungkin saja dia bermaksud ada sebuah keindahan di balik jaket itu, tapi apa, tak ada yang tahu. Sejatinya Aryo kesal dengan teka - teki konyol ini, hanya malah mempersulit dirinya menolong saudarinya itu. Tapi sayangnya, itu bagaikan wasiat langung dari nya, dan ketika menolaknya, yang ditakuti adalah kesialan yang menimpa sekitar dirinya atau orang terdekatnya. Mau gak mau, ia mencoba mendekati jaket itu. Tak dirasa waktu berjalan lebih cepat, kini sudah menunjukkan jam empat pagi. Batin Aryo berharap belum terlambat untuk kehilangan saudarinya itu.
Jaket merek pelangi itu dirabanya, dari atas sampai bawah lalu ke segala sisi. Sampai ia berhenti pada bagian tengah jaket itu, terdapat sebuah kantung di luarnya. Dilihatnya kantung itu, tak terdapat apa - apa. Tapi yang aneh terasa padat berisi, membuat kantung itu sedikit berat. Ia coba cek kembali, kali ini dari dalam. Dan ternyata ia menemukan resreting kantung dalam bagian jaket itu. Dengan terburu - buru ia membukanya, akhirnya usahanya tak sia - sia. Ia menemukan sebuah buku kecil yang sepertinya milik Arina. Setelah itu ia mulai berjalan menuju semacam meja belajar di samping lemari. Lembar demi lembar mulai dibukanya, tulisan - tulisan yang ia tatap dengan teliti itu meningkatkan rasa penasaran dari Aryo. Bentuknya seperti sebuah diary, tetapi tak sepenuhnya jadi. Judul dari tulisan catatan harian itu juga terasa aneh, seperti berita kasus kriminal, ada juga yang cuma menunjukan alamat sebuah tempat saja. Ia terus melanjutkan membuka lembaran buku itu hingga ia menemukan sebuah catatan aneh di belakangnya.
"Tanda - tanda kehadiran mahluk astral atau gaib:
1. Timbul bau aneh seperti wangi kemenyan, bau anyir darah atau bau daging busuk secara mendadak.
2. Adanya penerangan lampu yang selalu redup atau kelap - kelip bahkan ketika sudah diganti lampu baru.
3. Perubahan suhu secara mendadak, seperti suhu dingin yang membuat bulu kuduk merinding.
4. Pergerakan benda yang melawan hukum alam, fisika atau apapun itu.
5. Suara - suara aneh yang muncul mendadak seperti tangisan atau tertawa.
Jika aku tak muncul beberapa hari atau tahun, harap hubungi alamat ini:
Jl. Putri Kahiyang, no. 4, perumahan Cempaka Biru, kecamatan Sukamaju."
Lagi - lagi firasat Aryo mengatakan bahwa mungkin ini yang dimaksud menolongnya melalui menolong orang lain. "Apa mungkin aku disuruh menyelesaikan kasus - kasusnya yang belum tuntas itu sebelum menemukan dirinya? Yah, mungkin saja, setidaknya alamat ini mungkin bisa berguna bagi ku dalam mencari dirinya yang hilang," kata Aryo dalam hati.
Niat beserta tekad yang kuat sudah ia bulatkan dalam hati, tak ingin mundur sebelum tujuan tercapai. Pagi hari Aryo menemui ibunya di kamarnya, meminta izin sekaligus pamit kepada ibunya. Ia mencoba mengajak ibunya untuk terus berharap akan sebuah keajaiban bisa menghampiri keluarga mereka.
"Nak, kamu yakin soal ini, bagaimana kalau semua ini sia - sia, bagaimana kalau ini hanya ujian buat keluarga kita agar tetap tabah dalam situasi apa pun," sang ibu kuatir.
"Tenang aja bu, aku yakin keajaiban itu ada. Dan tentu semua masalah yang kita hadapi adalah ujian hidup. Tapi firasat kuat ku mengatakan dia masih hidup," kata Aryo dengan penuh keyakinan.
"Iya, ibu tahu, tapi ibu sudah kehilangan saudari mu untuk saat ini, ibu tak mau kehilangan mu, anak ibu yang masih tersisa dan sangat ibu cintai," ibu yang sedih menggenggam erat tangan anaknya.
"Ibu, Aryo kan sudah besar, sudah mandiri, Aryo bisa kok mengatasi masalah sendiri. Jadi ibu tak perlu berpikir aneh - aneh, entar jadi malah bisa stres sendiri dan Aryo tak ingin ibu seperti itu," kata Aryo dengan tenang.
"Baiklah, ibu tak bisa memaksa mu untuk tetap di sini, kamu sudah besar nak. Aku harap tuhan selalu melindungi dari segala marabahaya," yang tak kuasa menahan sedih mulai meneteskan air mata.
"Ibu, maafkan Aryo sudah merepotkan ibu. Kalau begitu Aryo pamit dulu, bi Sumi, tolong jaga ibu dengan baik ya," Aryo mengusap air mata ibu dan meminta pembantu rumahnya untuk menjaga sang ibu.
"Iya mas, bi Sumi pasti akan menjaga ibu dengan baik," bi Sumi tersenyum lepas.
Senyuman bi Sumi juga menular ke sang ibu, mungkin kini ia lebih lega karena harapan kecil mulai timbul di benak pikirannya akan keberadaan anak perempuannya itu. Sementara itu Aryo berangkat dengan sepeda motor harley milik mendiang ayahnya yang sudah meninggal lima tahun lalu itu. Sambil berkendara, alunan musik Highway to Hell milik AC/DC menyertai perjalanannya, menuju sang matahari terbit di mana harapan akan terus ada selama masih ada hari esok yang cerah.
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9 Part 1
Bab 9 Part 2
Diubah oleh dodydrogba 12-05-2018 07:36
![anasabila](https://s.kaskus.id/user/avatar/2016/06/30/avatar8914126_40.gif)
anasabila memberi reputasi
2
8.6K
Kutip
25
Balasan
![Guest](https://s.kaskus.id/user/avatar/default.png)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
![dodydrogba](https://s.kaskus.id/user/avatar/2013/11/17/avatar6106911_2.gif)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
TS
dodydrogba
#13
Spoiler for Bab 6:
Bab 6
Siang itu Riko dan Risa menyimak cerita Pak Soni dengan penuh pengkhayatan. Sejatinya ceritanya bisa menimbulkan gelimang isak tangis bagi yang mendengarnya, tapi karena tak ingin dianggap cemen, mereka pun menahannya. Di sisi lain mereka juga bersimpati atas tragedi yang dialami oleh Pak Soni. Suasana pun dibuat hening olehnya, setiap penuturannya menggambarkan penyesalan yang besar untuknya. Bagaimana tidak, ketika ia dalam puncak kesuksesan, duit di mana - mana, ia terjebak racun dunia yang merenggut kehidupan keluarganya. Ia tega mengkhianati istrinya dan berselingkuh dengan sekretarisnya sendiri. Dan karma yang ia dapatkan adalah kehancuran karir yang begitu cepat karena rusaknya rumah tangga. Beruntung sekarang ia bertobat dan berbisnis kecil - kecilan dengan menjadi reseller makanan beku. Ia masih punya tanggung jawab besar yaitu menafkahi anaknya yang sedang duduk dibangku kuliah. Tanpa disadari ketika Pak Soni menceritakan kisahnya, pipinya sudah dibasahi oleh beberapa cucuran air mata, ia seperti terhentak dari belakang ketika mengingat masa - masa itu lagi. Namun tentu masih ada yang mengundang rasa penasaran bagi Risa, bagaimana keadaan istrinya pada saat itu, ditambah ini juga sebagai benang merah dari kasus yang mereka hadapi. Jawaban dari Pak Soni semakin membuat mereka tercengang, jantung semakin berdebar kuat, entah seperti ada perasaan mengerikan yang menyelimuti pikiran mereka saat itu.
"Maaf pak, jika saya banyak bertanya, tapi jika boleh tahu bagaimana dengan keadaan istrinya bapak pada saat itu?" Risa berkata pelan.
"Eeee..." Pak Soni tiba - tiba merenung, tidak hanya sedih namun juga seperti ketakutan ketika mengingatnya, "Dia ... Dia meninggal, ini semua salah ku, harusnya aku tidak melakukan itu, huhuhu!!!"
Situasi pada saat itu semakin membuat tak enak hati, pasalnya Pak Soni juga semakin larut dalam kepedihan. Risa pun mencoba menenangkan agar Pak Soni tidak terlalu tenggelam dalam masa lalunya itu. Pak Soni lalu menghela nafas sebentar setelah itu kembai melanjutkan pembicaraan.
"Tenang pak, saya yakin semua orang punya masa lalu yang kelam. Salah satu cara memperbaikinya adalah berbuat baik di masa mendatang dan move on dari masa lalu."
"Kamu benar, terima kasih dek Risa. Aku bersedih tapi juga takut, istri ku pada saat itu tidak hanya sedih tapi dia berbuat sesuatu yang membuat dirinya kehilangan nyawanya sendiri. Ia melakukan aksi bunuh diri di jalanan Anggrek Hitam pada larut malam dengan berdiri di tengah jalan, ia tertabrak oleh truk yang sedang melintasi jalan itu. Entah kenapa ketika polisi menceritakan itu pada ku, aku merasa sangat bersalah ingin rasanya menembakan pistol ke mulut sendiri, tapi ... tapi aku tak kuat melakukannya. Siapa yang membiayai Rani anak semata wayang ku jika aku mati?"
Penuturan kisah dari Pak Soni membuat perasaan Riko dan Risa menjadi campur aduk, mereka kini tahu apa yang sedang mereka hadapi. Risa pun mengambil kesempatan untuk menanyakan lebih detil soal hal ini setelah sebuah petunjuk diberikan oleh Aryo sebelum mereka memulai pembicaraan dengan Pak Soni.
"Sabar Pak Soni, apa yang Anda lakukan sudah benar, Anda sudah menyesali perbuatan Anda dan berubah menjadi yang lebih baik. Setiap orang punya kesempatan kedua bukan? Oh iya, maaf jika tak sopan, apakah ketika istri bapak meninggal, cincinnya masih berada di tangannya?"
"Cincin?? Cincin apa ya mbak Risa??"
"Eee maksudku cincin kimpoi miliknya almarhum Ibu Soni."
"Oh itu, iya, menurut penjelasan Pak Polisi ia masih memakai cincin pada saat bunuh diri."
"Lalu, sekarang berada di mana ya cincin itu??"
"Oh, sebentar, oh iya kepentingannya apa ya dengan cincin almarhum istri saya."
"Begini pak, komunitas kami
juga mencoba untuk mencari segala bentuk barang milik korban yang mungkin saja bisa jadi kenangan atau pengingat bagi saudara atau keluarga yang ditinggalkan. Setidaknya mereka mungkin bisa bahagia ketika melihatnya karena mengingat kenangan indah di masa lalu, seperti foto, walau sudah terpisah tapi ada kenangan baik yang tetap terjaga."
"Wah, benar juga ya, oh iya, tunggu sebentar ya, cincin istri saya sebenarnya saya kembalikan ke penjual cincin tempat awal saya beli. Saya cari kontaknya dulu ya!!"
"Iya pak, silahkan."
Di saat Pak Soni mencari kontak penjual cincin yang pernah ia temui, Riko mengambil kesempatan untuk bertanya sesuatu terhadap Risa.
"Kak, setelah ini kita akan ke mana lagi?" Riko bertanya dengan nada rendah.
"Ya ke mana lagi kalau bukan toko penjual cincin milik Pak Soni itu," jawab Risa sambil berbisik.
"Tapi kakak yakin sumber masalah ini dari situ?" Riko meragukan rencana Risa.
"Ya kalau nggak nyoba, mana kita tahu. Tenang aja aku dah pengalaman dengan ginian, kamu juga kan?" Risa merasa yakin akan pemikirannya.
Sedangkan Riko hanya terdiam, ia sedikit kesal akan jawaban yang ia terima. Ia tak tahu pasti apakah sumber masalah itu ada dari cincin atau tidak walau ada petunjuk kuat mengarah ke sana. Dan beberapa saat kemudian, dering hp Risa kembali berbunyi, memecah kesunyian yang ada. Lagi - lagi itu dari Aryo, ia seperti memanggil untuk urusan yang sangat penting.
"Iya halo, ada apa Aryo?"
"Risa, aku sudah cek semua data yang ada, foto - fotonya sudah ku kirim ke email Riko. Aku ke hotel duluan ya, sekalian cari makan."
"Oke Aryo, kamu posisi masih di sana kan?"
"Iya, loh emang kalian belum selesai?"
"Belum, masih ada yang harus diurus."
"Ada apa emangnya di sana?"
"Seperti yang kamu bicarakan tadi, banyak korban yang kebetulan memakai cincin sedangkan secara kebetulan istri Pak Soni juga meninggal memakai cincin."
"Jadi ada kaitannya dengan cincin ya?"
"Benar sekali Aryo, sepertinya kakakmu tidak mencatatkan di buku itu ya? Kalau menurut kakak mu, arwah penasaran yang penuh dendam kesumat seperti itu biasanya terikat pada tempat kematiannya, benda yang membunuhnya atau segala benda yang berhubungan erat dengannya entah benda yang penuh kenangan, masa kelam dan sejenisnya."
"Hmmm begitu ya, lalu kalian mau nunggu apa lagi?"
"Nunggu informasi seputar toko yang menjual cincin kepada Pak Soni, kita akan pulang sekitar malam hari. Oh iya aku bisa minta bantuan mu gak?"
"Bantuan apa?"
"Kamu bisa kan menjaga jalan Anggrek Hitam nanti malam?"
"Hah menjaga?"
"Maksudnya di sini kamu menjaga area itu agar orang - orang tidak melewati jalan itu untuk sementara waktu."
"Wah gila aja, kemaren kamu tahu sendiri kan aku hampir mati bareng adik mu?"
"Tenang kamu akan mendapatkan segala senjata yang penting dan sangat dibutuhkan oleh mu. Lagipula ini cuma satu hari ini saja, aku mohon kamu bisa kan? Aku yakin kamu bisa, kamu tak jauh beda dengan saudari kembar mu yang punya jiwa sosial tinggi."
Keadaan hati Aryo sedang berguncang ketika mendengar saudari kembar nya itu. Tubuhnya yang diterpa lelah yang berlebihan mau tak mau harus bertahan demi bisa bertemu kembali dengan saudari tercintanya itu. Ia juga tak ingin mengecewakan ibunya, apalagi kembali dengan tangan hampa. Maka ia pun harus rela mengikuti kemauan Risa agar tujuannya bisa tercapai.
"Baiklah, aku harus bagaimana?"
"Kamu akan menyamar sebagai bajing loncar atau apapun itu. Takuti setiap kendaraan yang lewat agar mereka menjauhi tempat itu. Di hotel kamu akan menemukan sebuah tas besar untuk menyimpan pakaian, namun isi sebenarnya adalah pistol air soft gun yang pelurunya dibaluri garam, dan juga pisau khusus yang sudah diberi cairan ekstrak bawang putih dan juga garam kasar."
"Tapi aku tak bisa menembak dan kenapa banyak benda yang kamu miliki berbau garam? Maaf aku hanya penasaran."
"Tenang aja, kamu hanya perlu menggunakan pistol itu untuk menakut - nakuti jangan ditembak beneran atau kita akan kena masalah baru. Dan jika ketemu arwah yang kemaren pastikan kamu telpon kami. Pastikan kamu selalu dekat dengan senjata mu yang sudah dibaluri garam itu karena pada dasarnya garam kasar punya semacam zat kuat untuk menetralisir energi mereka, tidak membuat mereka mati tapi menjadi lemah atau sekedar mengusir. Kamu mengerti kan sekarang?"
"Ya, aku mengerti!!"
"Baguslah, tunggu kami nanti malam!"
Panggilan Aryo sudah tertutup, entah kenapa Aryo merasakan sedikit penyesalan ketika harus menyetujui permohonan Risa. Ia tahu ia bisa saja mati bahkan tak sempat bertemu kembali dengan Arina. Ia menganggap bahwa melakukan pekerjaan yang dulu mungkin jauh lebih enak dari pada yang sekarang, tapi yang namanya hidup tak ada yang tahu. Seperti sebuah misteri yang tak kunjung usai, sulit ditebak ke mana arahnya.
Siang itu Riko dan Risa menyimak cerita Pak Soni dengan penuh pengkhayatan. Sejatinya ceritanya bisa menimbulkan gelimang isak tangis bagi yang mendengarnya, tapi karena tak ingin dianggap cemen, mereka pun menahannya. Di sisi lain mereka juga bersimpati atas tragedi yang dialami oleh Pak Soni. Suasana pun dibuat hening olehnya, setiap penuturannya menggambarkan penyesalan yang besar untuknya. Bagaimana tidak, ketika ia dalam puncak kesuksesan, duit di mana - mana, ia terjebak racun dunia yang merenggut kehidupan keluarganya. Ia tega mengkhianati istrinya dan berselingkuh dengan sekretarisnya sendiri. Dan karma yang ia dapatkan adalah kehancuran karir yang begitu cepat karena rusaknya rumah tangga. Beruntung sekarang ia bertobat dan berbisnis kecil - kecilan dengan menjadi reseller makanan beku. Ia masih punya tanggung jawab besar yaitu menafkahi anaknya yang sedang duduk dibangku kuliah. Tanpa disadari ketika Pak Soni menceritakan kisahnya, pipinya sudah dibasahi oleh beberapa cucuran air mata, ia seperti terhentak dari belakang ketika mengingat masa - masa itu lagi. Namun tentu masih ada yang mengundang rasa penasaran bagi Risa, bagaimana keadaan istrinya pada saat itu, ditambah ini juga sebagai benang merah dari kasus yang mereka hadapi. Jawaban dari Pak Soni semakin membuat mereka tercengang, jantung semakin berdebar kuat, entah seperti ada perasaan mengerikan yang menyelimuti pikiran mereka saat itu.
"Maaf pak, jika saya banyak bertanya, tapi jika boleh tahu bagaimana dengan keadaan istrinya bapak pada saat itu?" Risa berkata pelan.
"Eeee..." Pak Soni tiba - tiba merenung, tidak hanya sedih namun juga seperti ketakutan ketika mengingatnya, "Dia ... Dia meninggal, ini semua salah ku, harusnya aku tidak melakukan itu, huhuhu!!!"
Situasi pada saat itu semakin membuat tak enak hati, pasalnya Pak Soni juga semakin larut dalam kepedihan. Risa pun mencoba menenangkan agar Pak Soni tidak terlalu tenggelam dalam masa lalunya itu. Pak Soni lalu menghela nafas sebentar setelah itu kembai melanjutkan pembicaraan.
"Tenang pak, saya yakin semua orang punya masa lalu yang kelam. Salah satu cara memperbaikinya adalah berbuat baik di masa mendatang dan move on dari masa lalu."
"Kamu benar, terima kasih dek Risa. Aku bersedih tapi juga takut, istri ku pada saat itu tidak hanya sedih tapi dia berbuat sesuatu yang membuat dirinya kehilangan nyawanya sendiri. Ia melakukan aksi bunuh diri di jalanan Anggrek Hitam pada larut malam dengan berdiri di tengah jalan, ia tertabrak oleh truk yang sedang melintasi jalan itu. Entah kenapa ketika polisi menceritakan itu pada ku, aku merasa sangat bersalah ingin rasanya menembakan pistol ke mulut sendiri, tapi ... tapi aku tak kuat melakukannya. Siapa yang membiayai Rani anak semata wayang ku jika aku mati?"
Penuturan kisah dari Pak Soni membuat perasaan Riko dan Risa menjadi campur aduk, mereka kini tahu apa yang sedang mereka hadapi. Risa pun mengambil kesempatan untuk menanyakan lebih detil soal hal ini setelah sebuah petunjuk diberikan oleh Aryo sebelum mereka memulai pembicaraan dengan Pak Soni.
"Sabar Pak Soni, apa yang Anda lakukan sudah benar, Anda sudah menyesali perbuatan Anda dan berubah menjadi yang lebih baik. Setiap orang punya kesempatan kedua bukan? Oh iya, maaf jika tak sopan, apakah ketika istri bapak meninggal, cincinnya masih berada di tangannya?"
"Cincin?? Cincin apa ya mbak Risa??"
"Eee maksudku cincin kimpoi miliknya almarhum Ibu Soni."
"Oh itu, iya, menurut penjelasan Pak Polisi ia masih memakai cincin pada saat bunuh diri."
"Lalu, sekarang berada di mana ya cincin itu??"
"Oh, sebentar, oh iya kepentingannya apa ya dengan cincin almarhum istri saya."
"Begini pak, komunitas kami
juga mencoba untuk mencari segala bentuk barang milik korban yang mungkin saja bisa jadi kenangan atau pengingat bagi saudara atau keluarga yang ditinggalkan. Setidaknya mereka mungkin bisa bahagia ketika melihatnya karena mengingat kenangan indah di masa lalu, seperti foto, walau sudah terpisah tapi ada kenangan baik yang tetap terjaga."
"Wah, benar juga ya, oh iya, tunggu sebentar ya, cincin istri saya sebenarnya saya kembalikan ke penjual cincin tempat awal saya beli. Saya cari kontaknya dulu ya!!"
"Iya pak, silahkan."
Di saat Pak Soni mencari kontak penjual cincin yang pernah ia temui, Riko mengambil kesempatan untuk bertanya sesuatu terhadap Risa.
"Kak, setelah ini kita akan ke mana lagi?" Riko bertanya dengan nada rendah.
"Ya ke mana lagi kalau bukan toko penjual cincin milik Pak Soni itu," jawab Risa sambil berbisik.
"Tapi kakak yakin sumber masalah ini dari situ?" Riko meragukan rencana Risa.
"Ya kalau nggak nyoba, mana kita tahu. Tenang aja aku dah pengalaman dengan ginian, kamu juga kan?" Risa merasa yakin akan pemikirannya.
Sedangkan Riko hanya terdiam, ia sedikit kesal akan jawaban yang ia terima. Ia tak tahu pasti apakah sumber masalah itu ada dari cincin atau tidak walau ada petunjuk kuat mengarah ke sana. Dan beberapa saat kemudian, dering hp Risa kembali berbunyi, memecah kesunyian yang ada. Lagi - lagi itu dari Aryo, ia seperti memanggil untuk urusan yang sangat penting.
"Iya halo, ada apa Aryo?"
"Risa, aku sudah cek semua data yang ada, foto - fotonya sudah ku kirim ke email Riko. Aku ke hotel duluan ya, sekalian cari makan."
"Oke Aryo, kamu posisi masih di sana kan?"
"Iya, loh emang kalian belum selesai?"
"Belum, masih ada yang harus diurus."
"Ada apa emangnya di sana?"
"Seperti yang kamu bicarakan tadi, banyak korban yang kebetulan memakai cincin sedangkan secara kebetulan istri Pak Soni juga meninggal memakai cincin."
"Jadi ada kaitannya dengan cincin ya?"
"Benar sekali Aryo, sepertinya kakakmu tidak mencatatkan di buku itu ya? Kalau menurut kakak mu, arwah penasaran yang penuh dendam kesumat seperti itu biasanya terikat pada tempat kematiannya, benda yang membunuhnya atau segala benda yang berhubungan erat dengannya entah benda yang penuh kenangan, masa kelam dan sejenisnya."
"Hmmm begitu ya, lalu kalian mau nunggu apa lagi?"
"Nunggu informasi seputar toko yang menjual cincin kepada Pak Soni, kita akan pulang sekitar malam hari. Oh iya aku bisa minta bantuan mu gak?"
"Bantuan apa?"
"Kamu bisa kan menjaga jalan Anggrek Hitam nanti malam?"
"Hah menjaga?"
"Maksudnya di sini kamu menjaga area itu agar orang - orang tidak melewati jalan itu untuk sementara waktu."
"Wah gila aja, kemaren kamu tahu sendiri kan aku hampir mati bareng adik mu?"
"Tenang kamu akan mendapatkan segala senjata yang penting dan sangat dibutuhkan oleh mu. Lagipula ini cuma satu hari ini saja, aku mohon kamu bisa kan? Aku yakin kamu bisa, kamu tak jauh beda dengan saudari kembar mu yang punya jiwa sosial tinggi."
Keadaan hati Aryo sedang berguncang ketika mendengar saudari kembar nya itu. Tubuhnya yang diterpa lelah yang berlebihan mau tak mau harus bertahan demi bisa bertemu kembali dengan saudari tercintanya itu. Ia juga tak ingin mengecewakan ibunya, apalagi kembali dengan tangan hampa. Maka ia pun harus rela mengikuti kemauan Risa agar tujuannya bisa tercapai.
"Baiklah, aku harus bagaimana?"
"Kamu akan menyamar sebagai bajing loncar atau apapun itu. Takuti setiap kendaraan yang lewat agar mereka menjauhi tempat itu. Di hotel kamu akan menemukan sebuah tas besar untuk menyimpan pakaian, namun isi sebenarnya adalah pistol air soft gun yang pelurunya dibaluri garam, dan juga pisau khusus yang sudah diberi cairan ekstrak bawang putih dan juga garam kasar."
"Tapi aku tak bisa menembak dan kenapa banyak benda yang kamu miliki berbau garam? Maaf aku hanya penasaran."
"Tenang aja, kamu hanya perlu menggunakan pistol itu untuk menakut - nakuti jangan ditembak beneran atau kita akan kena masalah baru. Dan jika ketemu arwah yang kemaren pastikan kamu telpon kami. Pastikan kamu selalu dekat dengan senjata mu yang sudah dibaluri garam itu karena pada dasarnya garam kasar punya semacam zat kuat untuk menetralisir energi mereka, tidak membuat mereka mati tapi menjadi lemah atau sekedar mengusir. Kamu mengerti kan sekarang?"
"Ya, aku mengerti!!"
"Baguslah, tunggu kami nanti malam!"
Panggilan Aryo sudah tertutup, entah kenapa Aryo merasakan sedikit penyesalan ketika harus menyetujui permohonan Risa. Ia tahu ia bisa saja mati bahkan tak sempat bertemu kembali dengan Arina. Ia menganggap bahwa melakukan pekerjaan yang dulu mungkin jauh lebih enak dari pada yang sekarang, tapi yang namanya hidup tak ada yang tahu. Seperti sebuah misteri yang tak kunjung usai, sulit ditebak ke mana arahnya.
Diubah oleh dodydrogba 01-05-2018 06:05
0
Kutip
Balas