- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Investigasi Supranatural: Dendam Arwah Penunggu Jalan Angker (dongeng seram)
![dodydrogba](https://s.kaskus.id/user/avatar/2013/11/17/avatar6106911_2.gif)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
TS
dodydrogba
Investigasi Supranatural: Dendam Arwah Penunggu Jalan Angker (dongeng seram)
![Investigasi Supranatural: Dendam Arwah Penunggu Jalan Angker (dongeng seram)](https://dl.kaskus.id/2.bp.blogspot.com/-OJDAmVQ4rkU/WqyXhifOGlI/AAAAAAAAArc/TOqQlL3XnaYnt1N-drlZ6q0GfyktsGk3ACLcBGAs/s1600/image.jpeg)
Mencoba membagikan karya ane yang baru gan, terinspirasi dari serial Constantine, Supernatural dan DI sini ada Setan, judulnya Investigasi Supranatural: Dendam Arwah Penunggu Jalan Angker. Berkisah tentang Aryo yang kehilangan saudari kembarnya secara misterus, hal itu mengundang rasa penasarannya dan berniat menolongnya, namun sebelum itu ia harus mengikuti permintaan saudarinya itu yaitu menyelesaikan kasus yang berkaitan dengan kejadian mistis atau supranatural. Semoga bisa terhibur dan mohon kritik dan sarannya.
Spoiler for Bab 1:
Sudah jatuh tertimpa tangga pula, itulah yang dialami oleh Aryo saat ini ketika mendengar sebuah kabar buruk yang menimpa keluarganya. Setelah sebelumnya di putus hubungan kerjanya karena perusahaanya bangkrut, kini ia tengah mencoba tegar setelah tahu saudari kembarnya Arina menghilang di sebuah gunung. Pencarian dan segala usaha lain sudah dilakukan, sayangnya hasil nihil tanpa mendapatkan bukti apa pun. Tim penolong memutuskan untuk menyerah setelah menguber ke segala sisi gunung tersebut yaitu Gunung Sanjaya. Berbeda dengan dirinya, Arina sendiri sedikit unik kehidupannya. Ia tak menjadi karyawan atau wirausahawan seperti pada umumnya namun menjadi praktisi supranatural, para psikolog atau apapun itu yang berkaitan dengan hal - hal berbau supranatural. Ia menolong siapapun yang terkena masalah berbau supranatural. Uniknya walau dibayar secara sukarela atau bahkan kadang tak dibayar sama sekali, entah kenapa ia bisa survive hingga saat ini.
Sedangkan Aryo, ia malah tak mendapatkan kemampuan yang dimiliki Arina sejak lahir yaitu indera ke enam. Tentu ia sangat bersyukur tak bisa berinteraksi dengan mahluk kasat mata di berbagai tempat karena jika tak siap bisa menimbulkan tekanan psikis tersendiri yang mungkin mempengaruhi kehidupannya. Aryo sendiri merupakan pria muda yang cukup tangguh dan pemberani, buktinya ia bahkan sering melewati jalan angker ketika pulang dari kantornya berkali - kali. Ia bahkan lebih takut bertemu begal dan perampok daripada hantu karena taruhannya nyawa terkadang duit. Mungkin karena ia yang tak diberkahi kemampuan unik seperti jadi tak merasa was - was ada aura negatif di sekelilingnya.
Sebelum Arina menghilang, Aryo tak mendapatkan kabar apapun dari saudari kembarnya itu. Mungkin karena kesibukkan yang sangat padat jadi tak sempat mengirim pesan terakhir kepada Aryo. Padahal biasanya Arina akan menyempat mengirim pesan singkat melalui ponselnya kepada saudara kembarnya itu. Ah, andai saja punya kemampuan unik seperti Arina, mungkin hal seperti ini bisa dicegah lebih dulu, batin Aryo. Namun nasi sudah menjadi bubur, yang ia bisa lakukan sekarang adalah mencari tahu siapa saja yang pernah melakukan kontak dengan saudarinya itu.
Di kamar saudarinya yang harum semerbak dan terawat rapi, ia memeriksa satu persatu buku - buku di lemarinya. Berharap keberuntungan menyertainya, berbagai lembar dilirik dengan penuh ketelitian. Sayangnya, tak ada satu pun yang menyertakan nama - nama orang yang dikenalnya. Andai saja ponselnya tertinggal, mungkin masih ada sedikit harapan. Sang ibu sebenarnya sudah merelakan anaknya, ia bahkan rajin beribadah agar anaknya bisa diberi tempat terbaik di sisinya. Berbeda dengan Aryo, walau tak percaya hal yang tak masuk akal, firasatnya terus mengatakan bahwa Arina masih hidup. Usaha pencarian itu juga membuatnya lelah, ia pun merebahkan diri ke kasur milik Arina. Ia tak kuasa menahan kantuk, mata pun ia pejamkan dengan rapat, berharap hari esok lebih baik dari sebelumnya. Aryo akhirnya tertidur pulas di malam yang belum terlalu larut.
Di tengah - tengah tidurnya, ia tenggelam pada lautan mimpi yang sangat dalam. Rasanya aneh, ia sama sekali belum pernah mengalaminya. Lalu ia terjatuh di sebuah hamparan padang rumput yang dibelakangnya terdapat gunung yang besar dan indah. Sebuah siluet bayangan tiba - tiba muncul di depannya, lama - lama berbentuk padat, mirip manusia. Ia sepertinya kenal, itu adalah saudari kembarnya, Arina. Melihat hal itu membuat Aryo merangkak perlahan lalu berdiri tegak. Ia masih tak percaya akan apa yang dipandangnya, ia pun mengucek matanya. Ternyata benar, ia tak salah lihat, kekuatirannya yang memuncak perlahan sirna. Mungkin ini sebuah pertanda jika dia masih hidup ditambah ia punya kemampuan indera ke enam dari lahir. Dengan mental baja ia memberanikan diri untuk bertanya sesuatu kepadanya perihal kehilangannya itu.
"Arina!!! Engkau kah itu?"
Arina tersenyum lalu berbicara sesuatu padanya, "Iya Aryo, ini aku, saudari kembar mu."
"Benerkah itu?? Di mana kah kamu berada sekarang? Kamu tahu ibu dan saudara - saudara kita benar - benar mencemaskan mu, bahkan mereka hampir mengira kamu sudah mati," Aryo menatap dengan penuh kesedihan.
"Aku minta maaf sudah mencemaskan kalian, tapi aku masih hidup," Arina berbicara datar kali ini.
"Kalau begitu biar lah aku menolong mu kali ini, kita bersaudara kembar bukan. Saudara kembar yang baik harus tolong menolong apapun itu kondisinya. Dan mereka tidak akan percaya kamu masih hidup selama diri mu belum diketemukan," Aryo berusaha meyakinkan Arina.
"Tidak perlu Aryo, itu hanya buang - buang waktu dan merepotkan mu saja. Atau malah bisa membuat mu suatu saat terbunuh, apa kamu tak tahu itu?" Arina menolak.
"Tidak perlu??? Apa kamu tak tahu batin derita yang dirasakan ibu mu, tangis harunya tak pernah berhenti sebelum melihat senyum indah mu. Kamu tahu ia sangat mencintai mu, ibu mana yang tak sedih ketika anaknya sedang dalam masalah. Biarkan aku menolong mu Arina, walau mungkin aku bukan orang yang punya kemampuan unik seperti diri mu. Tapi setidaknya aku akan berusaha mati - matian untuk menolong mu," Aryo kembali mencoba meyakinkannya.
Arina tak berkata satu patah kata pun, ia membalikan badannya, menatap langit cerah di atas gunung, tiba - tiba pelangi cantik muncul, menambah pesona indah dari pemandangan tersebut. Ternyata itu adalah gambaran perasaanya, sebuah bentuk komunikasi non verbal yang sangat aneh tapi penuh seni keindahan. Hatinya perlahan luluh ketika mendengar kata ibu, ia teringat ibu selalu mengkuatirkannya ketika ia pergi. Atas dasar itu, maka ia memutuskan untuk menyetujui permohonan saudar kembarnya itu.
"Baiklah, jika kamu ingin menolong ku, maka kamu juga harus menolong yang lain."
"Apa maksud mu Arina, aku tidak mengerti?"
"Lihat lah pelangi itu, indah bukan."
Arina menunjuk dengan tangannya, Aryo menatap dengan serius. Pelangi itu rupanya mengalihkan perhatiannya dari Arina yang perlahan memudar lalu menghilang.
"Arina tunggu!!! Arina!!!" teriak Aryo.
Keanehan kembali terjadi, kali ini semburan api melahap kakinya lalu menuju ke atas. Seketika langit yang cerah menjadi gelap gulita. Ia yang terkejut tak kuasa menahan rasa takutnya.
"Apa yang terjadi, tolong!!!!!"
Dalam seketika ia terbangun dari alam mimpi di luar nalarnya itu. Nafasnya terengah - engah bak habis lari sepuluh kali memutari lapangan. Otaknya berputar memikirkan apa yang baru saja ia alami sebelumnya. Ia menghela nafas sebentar, mencoba untuk lebih rileks, kepalanya mendongak lalu menatap ke arah pintu yang berada tak jauh di depannya. Sebuah jaket wanita berwarna cokelat tergantung pada gantungan di pintu itu. Ada hal yang telah menarik perhatiannya di jaket itu. Iya, merek pelangi, ia teringat perkataan Arina yang terpukau pada pelangi yang indah. Mungkin saja dia bermaksud ada sebuah keindahan di balik jaket itu, tapi apa, tak ada yang tahu. Sejatinya Aryo kesal dengan teka - teki konyol ini, hanya malah mempersulit dirinya menolong saudarinya itu. Tapi sayangnya, itu bagaikan wasiat langung dari nya, dan ketika menolaknya, yang ditakuti adalah kesialan yang menimpa sekitar dirinya atau orang terdekatnya. Mau gak mau, ia mencoba mendekati jaket itu. Tak dirasa waktu berjalan lebih cepat, kini sudah menunjukkan jam empat pagi. Batin Aryo berharap belum terlambat untuk kehilangan saudarinya itu.
Jaket merek pelangi itu dirabanya, dari atas sampai bawah lalu ke segala sisi. Sampai ia berhenti pada bagian tengah jaket itu, terdapat sebuah kantung di luarnya. Dilihatnya kantung itu, tak terdapat apa - apa. Tapi yang aneh terasa padat berisi, membuat kantung itu sedikit berat. Ia coba cek kembali, kali ini dari dalam. Dan ternyata ia menemukan resreting kantung dalam bagian jaket itu. Dengan terburu - buru ia membukanya, akhirnya usahanya tak sia - sia. Ia menemukan sebuah buku kecil yang sepertinya milik Arina. Setelah itu ia mulai berjalan menuju semacam meja belajar di samping lemari. Lembar demi lembar mulai dibukanya, tulisan - tulisan yang ia tatap dengan teliti itu meningkatkan rasa penasaran dari Aryo. Bentuknya seperti sebuah diary, tetapi tak sepenuhnya jadi. Judul dari tulisan catatan harian itu juga terasa aneh, seperti berita kasus kriminal, ada juga yang cuma menunjukan alamat sebuah tempat saja. Ia terus melanjutkan membuka lembaran buku itu hingga ia menemukan sebuah catatan aneh di belakangnya.
"Tanda - tanda kehadiran mahluk astral atau gaib:
1. Timbul bau aneh seperti wangi kemenyan, bau anyir darah atau bau daging busuk secara mendadak.
2. Adanya penerangan lampu yang selalu redup atau kelap - kelip bahkan ketika sudah diganti lampu baru.
3. Perubahan suhu secara mendadak, seperti suhu dingin yang membuat bulu kuduk merinding.
4. Pergerakan benda yang melawan hukum alam, fisika atau apapun itu.
5. Suara - suara aneh yang muncul mendadak seperti tangisan atau tertawa.
Jika aku tak muncul beberapa hari atau tahun, harap hubungi alamat ini:
Jl. Putri Kahiyang, no. 4, perumahan Cempaka Biru, kecamatan Sukamaju."
Lagi - lagi firasat Aryo mengatakan bahwa mungkin ini yang dimaksud menolongnya melalui menolong orang lain. "Apa mungkin aku disuruh menyelesaikan kasus - kasusnya yang belum tuntas itu sebelum menemukan dirinya? Yah, mungkin saja, setidaknya alamat ini mungkin bisa berguna bagi ku dalam mencari dirinya yang hilang," kata Aryo dalam hati.
Niat beserta tekad yang kuat sudah ia bulatkan dalam hati, tak ingin mundur sebelum tujuan tercapai. Pagi hari Aryo menemui ibunya di kamarnya, meminta izin sekaligus pamit kepada ibunya. Ia mencoba mengajak ibunya untuk terus berharap akan sebuah keajaiban bisa menghampiri keluarga mereka.
"Nak, kamu yakin soal ini, bagaimana kalau semua ini sia - sia, bagaimana kalau ini hanya ujian buat keluarga kita agar tetap tabah dalam situasi apa pun," sang ibu kuatir.
"Tenang aja bu, aku yakin keajaiban itu ada. Dan tentu semua masalah yang kita hadapi adalah ujian hidup. Tapi firasat kuat ku mengatakan dia masih hidup," kata Aryo dengan penuh keyakinan.
"Iya, ibu tahu, tapi ibu sudah kehilangan saudari mu untuk saat ini, ibu tak mau kehilangan mu, anak ibu yang masih tersisa dan sangat ibu cintai," ibu yang sedih menggenggam erat tangan anaknya.
"Ibu, Aryo kan sudah besar, sudah mandiri, Aryo bisa kok mengatasi masalah sendiri. Jadi ibu tak perlu berpikir aneh - aneh, entar jadi malah bisa stres sendiri dan Aryo tak ingin ibu seperti itu," kata Aryo dengan tenang.
"Baiklah, ibu tak bisa memaksa mu untuk tetap di sini, kamu sudah besar nak. Aku harap tuhan selalu melindungi dari segala marabahaya," yang tak kuasa menahan sedih mulai meneteskan air mata.
"Ibu, maafkan Aryo sudah merepotkan ibu. Kalau begitu Aryo pamit dulu, bi Sumi, tolong jaga ibu dengan baik ya," Aryo mengusap air mata ibu dan meminta pembantu rumahnya untuk menjaga sang ibu.
"Iya mas, bi Sumi pasti akan menjaga ibu dengan baik," bi Sumi tersenyum lepas.
Senyuman bi Sumi juga menular ke sang ibu, mungkin kini ia lebih lega karena harapan kecil mulai timbul di benak pikirannya akan keberadaan anak perempuannya itu. Sementara itu Aryo berangkat dengan sepeda motor harley milik mendiang ayahnya yang sudah meninggal lima tahun lalu itu. Sambil berkendara, alunan musik Highway to Hell milik AC/DC menyertai perjalanannya, menuju sang matahari terbit di mana harapan akan terus ada selama masih ada hari esok yang cerah.
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9 Part 1
Bab 9 Part 2
Diubah oleh dodydrogba 12-05-2018 07:36
![anasabila](https://s.kaskus.id/user/avatar/2016/06/30/avatar8914126_40.gif)
anasabila memberi reputasi
2
8.6K
Kutip
25
Balasan
![Guest](https://s.kaskus.id/user/avatar/default.png)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
![dodydrogba](https://s.kaskus.id/user/avatar/2013/11/17/avatar6106911_2.gif)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
TS
dodydrogba
#12
Spoiler for Bab 5:
Dengan motor Harleynya itu Risa terus melaju kencang, membelah tekanan angin yang berusaha mendorongnya. Situasi yang kini ia hadapi tak beda jauh dengan sebelumnya, yang membedakan tak ada Arina di situ namun sebagai gantinya Aryo lah yang mengalami hal buruk itu. Sebuah pistol dengan peluru yang sudah dibaluri oleh garam murni atau kasar tersimpan dibalik jaketnya, berjaga - jaga jika suatu saat siap untuk dibutuhkan. Benda itu mungkin tak melenyapkan mahluk halus semacam arwah penasaran namun setidaknya mampu membuat mereka sedikit terluka. Risa hampir sampai di tempat mobil van miliknya terparkir dan dari jauh ia bisa melihat jelas sebuah kabut putih mengelilingi mobil itu. Samar - samar ia mendengar teriakan minta tolong dari dalam mobil itu. Ia memutuskan untuk berhenti tak jauh dari mobil itu. Sementara itu keadaan dalam mobil itu sudah semakin menggila, mereka sudah panik tak karuan. Suara misterius dan aneh layaknya wanita tua terus berdengung di telinga mereka.
"Pergilah kalian dari sini atau kalian akan menemui ajal sekarang juga," suara itu terus berbisik di telinga Riko dan Aryo.
Di sela - sela teriakan meminta bantuan itu, Aryo pun menyempatkan diri untuk menanyakan suara misterius yang terus menghampiri telinganya itu.
"Riko, apa kamu terus mendengar suara aneh yang tampaknya tak suka dengan kehadiran kita??"
"Apa?? Di saat seperti ini kamu malah bertanya seperti itu?"
"Maaf, jika merusak suasana ini!!"
"Tidak apa - apa, aku bercanda soal tadi terkadang candaan bisa menenangkan suasana dan ya aku terus mendengar suara aneh di telinga ku itu."
"Apakah itu suara wanita??"
"Ya, seperti begitu, emang kenapa Aryo?"
Mendadak wajah Aryo menjadi pucat pasi, dahinya mengkerut, tatapan kosong ke depan, ia diam bergeming seperti menatap suatu hal mengerikan yang ada di depannya.
"Aryo apa yang terjadi?" Riko menepuk bahu Aryo.
"Liiiihatlah itu Riko!!" seru Aryo sambik ketakutan.
Keduanya menatap jendela kaca depan, seorang wanita dengan muka rusak, rambut panjang acak - acakan, memakai gaun yang lusuh dan kusam dengan sedikit noda darah di bagian dada dan perutnya sedang berdiri tepat di depan mereka. Perlahan arwah penasaran itu merangsek masuk menembus bagian depan mobil itu, lalu kini berada di dalam mobil itu sambil menatap Riko dan Aryo dengan penuh amarah dan dendam. Tangan arwah itu mulai bergerak dan dengan cepat mencekik leher dari Aryo dan Riko. Arwah itu menyerap energi mereka, membuat fisik mereka semakin tak berdaya, menyebabkan mereka kesulitan untuk berteriak keras meminta pertolongan. Baik Riko dan Aryo tak mampu melakukan apapun selain pasrah kepada keberuntungan yang masih tersisa. Tak lama kemudian sebuah teriakan lantang datang menghampiri mereka, teriakan itu berhasil mengalihkan perhatian sang arwah penasaran.
"Riko!!!!! Aryo!!!!! Kamu tidak apa - apa?"
Sang arwah yang merasa geram karena aksinya diusik itu merubah targetnya dari kedua pria itu menjadi seorang wanita tangguh yang bernama Risa. Arwah itu melepas cengkramannya lalu berniat melayang untuk menyergap wanita itu. Sembari waspada, Risa terus mengarahkan pistolnya ke arah mobil itu. Dan yang ditakutkan pun muncul, sosok wanita menyeramkan muncul dari mobil itu dengan tiba - tiba. Risa yang sempat tercengang melihat sosok mengerikan melayang kencang ke arahnya dari mobil van miliknya itu dengan sigap langsung melepaskan tembakan ke arah mahluk gaib itu.
"Dor ... Dorr ... Dorr!!!"
Dan arwah itu pun lenyap seketika, sayangnya arwah itu masih belum mati. Setelah arwah itu menghilang, kabut putih di sekitar mobil pun juga turut surut. Risa kini bisa melihat jelas kedua rekannya itu terbaring lemas di kursi depan. Ia melangkah cepat ke arahnya lalu membuka pintu mobil tersebut.
"Riko kamu tidak apa - apa kan? Aryo bagaimana dengan mu? Apa kalian semua baik - baik saja?" Risa khawatir.
"Baik - baik saja gundul mu, badan kita melemah gara - gara setan wanita itu," jawab Riko yang sedikit kesal.
"Woi, santai aja jawabnya, gak perlu ngegas, kalau gak ada aku, kamu bisa koid loh, hehehehe," sindir Risa.
"Tenang, kalau aku baik - baik saja, sedikit istirahat, mungkin badan bisa pulih seperti sedia kala. Tapi mahluk tadi benar - benar menyeramkan, bukan hanya tampang tapi juga jurusnya itu, hufhh," Aryo mencoba mengambil nafas sebentar.
"Hahaha, kalau itu aku hanya bisa berkata, selamat datang di dunia kami kawan, dan beginilah kebiasaan dari pekerjaan kami, bertemu mahluk aneh, lalu membasminya, dan akhirnya menyelamatkan orang - orang banyak," ucap Risa.
"Terlihat seperti pekerjaan yang sangat menantang daripada yang lain ya, hehehe," Aryo membalas dengan candaan santai.
"Kakak, lalu bagaimana dengan mahluk itu, jadi itu benar - benar arwah penasaran?" tanya Riko.
"Yup, itu benar - benar arwah penasaran, mahluk gaib itu seperti sudah disuntik oleh serum dendam kesumat yang luar biasa hebat," jawab Risa.
"Lalu bagaimana aksi kita selanjutnya?" Riko menunggu rencana selanjutnya.
"Aku punya ide, bagaimana kalau kamu besok cari data siapa yang pertama kecelakaan di sini yang berakhir dengan kematian atau kecelakaan awal yang setelahnya terdapat kecelakaan terus menerus hingga saat ini, setelah itu kita cari rumah keluarga korbannya untuk investigasi lebih lanjut," Risa menjelaskan idenya dengan gamblang.
"Bagaimana dengan ku?" Aryo merasa ingin membantu menyelesaikan masalah ini.
"Untuk kamu, bagaimana kalau besok kamu ke kantor polisi di kota seberang. Tempat polisi - polisi tadi memeriksa TKP ini, kasih tahu kepada mereka kamu utusan detektif Tasya maka mereka akan memberi mu akses masuk. Carilah beberapa data bukti terkait kecelakaan di Anggrek Hitam, lalu identifikasi kesamaan dan perbedaan korban satu dengan lainnya, kamu bisa kan?" Risa berharap penuh.
"Eeee... baiklah," Aryo menjawab dengan ragu - ragu karena tak yakin idenya berjalan dengan mulus.
"Baguslah kalau begitu, sekarang kita kembali ke hotel kecil murahan itu, dan beristirahat dengan nyenyak dan nyaman. Pastikan tenaga kalian terkumpul buat esok hari," perintah Risa dijawab dengan anggukan kedua pria tersebut.
Memang harus diakui sikap pemimpin dan kedewasaan Risa serta pengalamannya memang sangat bagus, berbeda dengan adiknya yang masih sedikit polos dan Aryo yang masih baru soal ini. Mereka pun bergegas kembali ke hotel, mengumpulkan tenaga demi tugas berat di esok hari.
***
Pukul sembilan pagi, motor harley milik Aryo akhirnya mendarat di kantor polisi kota Batu Raya, kota kecil indah yang berada di dekat pegunungan. Tak ingin membuang waktu, ia pun langsung membuka pintu kantor itu. Bak orang baru yang tak tahu apa - apa, ia kebingungan melihat para polisi sibuk dengan tugasnya masing - masing, ada yang mengurus daftar tamu, laporan kejahatan, pengurusan SIM dan STNK dan lain - lain. Mereka berlalu lalang seperti belanja di pasar tradisional pada umumnya. Aryo tak tahu harus melapor kepada siapa, namun tiba - tiba sesosok wanita yang tak asing baginya datang menghampirinya. Aryo yang berpakaian rapi dengan celana panjang hitam serta kemeja putih plus dasi panjang berwarna hitam ala orang kantoran ditambah sebuah jaket kulit yang menutupi sebagian badannya sempat merasa gelisah akan apa yang ia hadapi nanti. Bisa saja polisi itu tahu kalau dia cuma asisten detektif gadungan dan akhirnya masuk jeruji besi saat itu juga. Tapi sepertinya firasat buruk itu buyar setelah polisi wanita itu tampak mengetahui maksud dan tujuan dari Aryo itu sendiri.
"Kamu yang kemaren sama Detektif Tasya itu ya, ayo ikut aku, tak usah sungkan - sungkan?" ajak Dorna.
Aryo yang sudah keringat dingin itu tanpa basa - basi mengikutinya, mereka berjalan ke sebuah ruangan yang terdiri dari berbagai rak. Dorna sang polisi wanita itu akhirnya berhenti di ujung lorong di antara rak, lalu memperhatikan dengan seksama dan teliti berbagai kardus yang sudah dikasih stempel kode kasus - kasus tertentu. Tak butuh waktu lama, ia akhirnya meraih sebuah kardus dengan kode K Anggrek Hitam, yaitu kumpulan data bukti kasus terkait kecelakaan di jalan Anggrek Hitam.
"Ini dia, benda - benda yang kalian perlukan buat investigasi lebih lanjut bukan?" tebak Dorna.
"Eeee... Iya benar sekali," entah kenapa Aryo yang tiba - tiba grogi menjadi kebingungan mau jawab apa.
Sudah lama ia tak menjumpai wanita cantik yang unik selain Risa dan juga Dorna, hal itu malah membuatnya cepat menjadi salah tingkah.
"Untung kemaren Tasya ngeWA aku, jadi aku bisa sedikit siap agar bisa tampil keren di depan mu," ternyata Dorna memberi kode ketertarikannya kepada Aryo.
"Eeee... aku tak mengerti maksud mbak polisi eh maksud ku petugas Dorna," kode dari Dorna ternyata tak mudah dimengerti oleh Aryo yang juga masih was - was, apalagi berbicara di depan polisi.
"Sudah kamu tidak usah tegang, kamu ada waktu luang tidak nanti malam?" Dorna menurunkan nadanya, tangannya menepuk bahu bagian kiri dengan pelan, matanya berkelip sekali, membuat situasi lebih rileks, di sisi lain ia juga mencoba menggoda Aryo di waktu yang sempit namun di ruangan yang tepat.
"Maaf tapi aku ada kesibukan lain..." Aryo yang masih merasa kurang nyaman menjawab dengan perlahan.
"Hufhh, sudah kuduga, soal kasus ini bukan, baiklah, tapi setidaknya kamu punya nomer WA atau SMS kan?" Dorna yang kecewa masih bersemangat walau ditolak halus oleh Aryo.
"Ohhh tentu saja!!" Aryo sambil gelagapan meraih ponselnya lalu menunjukkannya kepada polisi itu.
Tentu situasi ini membuat keadaan jadi lebih kompleks, Dorna yang sebenarnya tertarik dengan aura sekaligus ketampanan Aryo semenjak pertemuan pertama kemaren ditanggapi dingin dan kaku oleh Aryo yang mengira kalau dia mungkin saja hanya pura - pura untuk menguak jati diri nya dan juga Risa dan Riko. Tentu ini hanya akan mengganggu usaha mereka dalam mencari titik terang dari kasus ini. Setelah pertemuan itu Aryo diantar ke sebuah ruangan lain, mirip seperti perpustakaan agar ia bisa memeriksa data - data itu dengan teliti, baik dan benar.
Di lain tempat Riko dan Risa masih bergerak menuju kota Muara Buaya, kota yang sedikit lebih besar dengan beberapa bangunan megahnya. Dengan seksama Risa terus menatap layar ponselnya yang ia tempelkan di dekat rak mobil depannya. Ponsel itu menunjukkan betapa rumitnya arah jalan menuju rumah Pak Soni, yang mungkin sebelumnya juga sudah pindah ke hunian lain.
"Kamu yakin soal arah jalan ini, gak ngaco kan petanya?" ledek Riko sambil menyetir mobil.
"Udah kamu nyetir aja, kalau tabrakan malah kita yang jadi arwah penasaran!" balas Risa.
"Iya, tapi sudah tiga kali kita nyasar gara - gara aplikasi peta sialan itu. Masak tujuannya ke kuburan malah diantar ke warung remang - remang kan gak lucu," keluh Riko yang kecewa akan aplikasi itu.
"Halah, kamu juga senang kan ke tempat kayak gitu, bukannya itu kebiasaan mu, hahahaha," Risa tertawa pulas.
"Wah sialan, adeknya sendiri diledek, awas aja ntar kalau jadi jomblo akut terus - terusan, hahahha," Riko tidak mau kalah.
"Loh kok bawa - bawa jomblo sih, dasar adik gak laku, dasar cupu, mana ada cewek yang mau, hahahha," sindir Risa.
Tawa canda seperti itu merupakan cara untuk melepaskan segala rasa kepenatan yang ada, menimbulkan aura positif sebagai semangat baru untuk memulai aktifitas setiap hari. Namun beberapa saat kemudian, tawa canda mereka dipotong oleh suara wanita robot yang berasal dari ponsel Risa.
"Kita sudah sampai pada tujuan!!"
Sontak Riko pun langsung mengerem mendadak, membuat Riko dan Risa terdorong kuat hingga berbenturan dengan jendela di depannya. Untung saja tidak pecah, di sisi lain mereka tak terluka sama sekali.
"Woi, kamu sudah gilaa ya!! Mau buat kita semua mati??" Risa kadung jengkel.
"Jangan salahin aku, tuh aplikasinya, mendadak ngomong dah sampai saja, ya saya rem!!" Riko mencari alasan.
"Argghh, udahlah, lain kali biar aku yang nyetir!! Ayo kita turun, bisa gila lama - lama di sini," seru Risa.
Sambil memegang dahinya dan menahan rasa sakit, Risa pun turun dari mobil, menuju sebuah rumah besar tak terurus yang berada di sampingnya itu.
"Kalau dilihat - lihat, kayaknya dari rumahnya dah kelihatan kalau dalamnya pasti angkernya minta ampun," celetuk Riko.
"Hush, jangan sembarangan kamu, kalau penunggunya dengar, bisa - bisa kita yang mampus," Risa menasehati.
"Iya kakakku yang cantik, ngomong - ngomong sepi amat rumahnya ya?" Riko menatap ke berbagai sisi sekitar rumah itu.
"Entahlah, mungkin penghuninya ada di dalam, aku coba pencet ini saja," Risa memencet tombol bel rumah dekat pagar itu.
Suara dari bel itu terdengar nyaring hingga ke luar rumah, membuat siapapun yang berada di dekat situ merinding karena seolah ada suara merdu dari rumah yang tak berpenghuni. Namun kali ini sepertinya tidak begitu, sesosok pria tua berumur tujuh puluh tahun keluar dari pintu. Melangkah pelan menenteng tongkat alat bantu jalan, tampaknya ia sudah sangat renta sehingga segala penyakit mungkin saja menghampirinya. Tapi jika dilihat - lihat orang tua ini tampak mandiri, ia juga tidak seperti orang tua lain yang sedikit kolot. Terbukti dari pakaiannya yang modern seperti kaos polo dan celana pendek berwarna cokelat. Tatapan ramahnya benar - benar membuat damai di hati, sambil tersenyum ia menanyakan maksud dan tujuan kedua orang asing itu datang ke rumahnya.
"Maaf, kalian ini siapa dan mau nyari siapa ya?" tanya kakek itu.
"Maaf mengganggu kek, kami di sini bermaksud untuk menanyakan keadaan Pak Soni," jawab Risa.
"Hmm, Pak Soni ..." kakek itu termenung sebentar lalu kembali berbicara, "Oh Pak Soni itu, dia sudah pindah."
"Pindah ke mana ya kek?" Risa penasaran.
"Tuh, tak jauh dari situ ada rusun murah. Ia sudah pindah ke sana," kakek itu menunjuk ke arah rusun bertingkat yang tak jauh dari rumahnya.
Setelah mendapatkan petunjuk dari kakek aneh itu, mereka bergegas ke rusun yang dimaksud dengan berjalan kaki. Sesampainya di sana, mereka juga harus berkali - kali bertanya dengan beberapa penghuni rusun setempat sebelum akhirnya menemukan hunian Pak Soni yang tinggal di lantai tiga. Di depan pintu, mereka mengetuk tiga kali, namun suasana seperti hening tak berpenghuni. Mereka kembali mengetuk namun kali ini lebih keras dan akhirnya seseorang dari dalam tampak ingin membukakan pintu itu.
"Maaf mas dan mbak, saya sudah bayar utang saya yang sebelumnya, mohon jangan ganggu saya lagi mbak dan masnya, saya mohon," bapak itu menjawab dengan tampang memelas.
"Oh, bukan pak, kami dari komunitas peduli korban kecelakaan pak? Ini dengan Bapak Soni kan?" Risa menerangkan bak aktifis kemanusiaan.
"Komunitas peduli korban kecelakaan? Baru dengar saya, oh iya, saya memang Bapak Soni, ada keperluan apa ya?" Pak Soni meminta penjelasan akan kepentingan dua orang misterius itu.
"Jadi gini pak, kami hanya ingin mendata sanak, saudara atau keluarga korban kecelakaan yang tak berpunya agar nantinya kita bisa berbagi bantuan atau sumbangan kepada mereka," Riko menunjukkan kartu identitas dirinya.
"Oh begitu, masuklah, bapak kira kalian itu debt kolektor yang dari kemaren datang melulu, padahal utang saya semua sudah lunas," bapak itu merasa lega.
Riko dan Risa menerima ajakan bapak itu, mereka dipersilahkan untuk duduk sementara Pak Soni membuatkan dua gelas teh terlebih dahulu. Riko dan Risa melihat sekeliling ruangan tamu, entah kenapa mereka dibuat terpana oleh berbagai foto keluarga bahagia yang menghiasi dinding ruangan itu. Hingga akhirnya rasa kagum itu terhenti setelah Riko melirik salah satu foto yang tak asing buatnya. Iya, ada seorang wanita dengan gaun daster yang mirip dengan yang dipakai mahluk gaib di jalan Anggrek Hitam itu sedang menggendong seeorang anak cewek yang cantik dan imut. Tangannya tiba - tiba menarik bahu milik Risa, bertanya apakah kakaknya memikirkan hal yang sama dengan dirinya.
"Kakak, coba kamu lihat foto itu, apakah kamu merasa ada yang aneh tentang foto itu?" tangan Riko menunjuk ke salah satu foto yang ada di dinding.
Risa pun dibuat terdiam olehnya, ia tahu bahwa pakaian itu juga pakaian yang sama yang dikenakan oleh sang arwah penasaran itu. Semenit kemudian sang kakak kembali membuka mulutnya setelah shock melihat apa yang mereka cari berada tepat di tempat itu.
"Itu, itu kan pakaian sama yang dikenakan mahluk yang kemaren malam menyerang kita itu kan?"
"Iya itu benar kak, sepertinya tujuan kita benar berada di sini."
Lagi seriusnya menatap foto itu, suara dering ponsel Risa berbunyi nyaring, memecah suasana kalem yang ada diruangan itu. Sebuah panggilan dari Aryo yang sedang mencari bukti lain di kantor polisi membuat Risa tak bisa menolak untuk menjawabnya. Maka mau tak mau ia harus menerimanya, ia beranjak dari kursi lalu pergi ke ujung ruangan tepat di depan pintu dengan terburu - buru.
"Halo, ada apa Aryo? Apa kamu mendapat masalah di sana?"
"Tidak sama sekali sih, polisi yang kemaren itu baik, entah emang baik atau sedang suka sama saya."
"Hah, maksudnya??"
"Ah, lupakan saja soal itu."
"Lalu apakah kamu menemukan perbedaan dan persamaan dari data yang kamu dapatkan?"
"Nah itu dia, sejauh ini perbedaannya ya muka korban beda - beda satu sama lain, identitas di KTP juga beda - beda."
"Kayaknya nenek - nenek salto juga tahu soal hal itu, bagaimana dengan persamaannya?"
Aryo kembali menatap data bukti korban kecelakaan itu, diperhatikannya foto dan keterangan korban ketika di TKP itu dengan seksama. Ada suatu hal yang menggugah pikirannya secara tiba - tiba setelah sebelumnya tak menemukan apa - apa. Dari semua korban yang ada sejak tahun dua ribu, mereka semua berkelamin laki - laki, pulang pada saat malam hari, dan memakai cincin di salah satu jarinya, sepertinya itu cincin perkimpoian.
"Tunggu sebentar, aku mendapatkan suatu hal yang menarik. Kemaren Riko mengatakan kalau semua korban laki - laki bukan, sepertinya itu benar dan bukan hanya itu. Kebanyakan laki - laki itu pulang kerja pada larut malam dan memakai cincin kimpoi."
"Lelaki, pulang larut malam dan cincin kimpoi ya, jadi maksud mu arwah sialan ini tak menyerang secara random kan, mungkin dia menyerang pria yang sudah menikah dan suka pulang larut malam. Hmmm sangat menarik, kerja bagus Aryo, kamu memang sangat berguna. Kalau begitu teruskan kerja mu, kalau sudah selesai telpon kami kembali, kami masih ada urusan lain di sini, oke, bye!!"
"Hufhh, dasar cewek aneh, cepat amat ngomongnya. Kenapa akhir - akhir ini aku selalu ketemu cewek aneh ya, apa aku ditakdirkan buat mereka ya? Ini kenapa pula kepala ku terngiang - ngiang akan polisi tadi sih, ganggu konsentrasi aja."
Aryo kembali menganalisa data bukti yang ada, selain itu ia juga memotretnya untuk ditelaah lebih lanjut oleh Risa dan Riko. Sementara Risa dan Riko masih melakukan investigasi di rumah Pak Soni, sejauh ini usaha mereka masih berjalan dengan lancar.
Diubah oleh dodydrogba 01-05-2018 06:07
0
Kutip
Balas