Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

inginmenghilangAvatar border
TS
inginmenghilang
The Battle Retains Of The Gates
The Battle Retains Of The Gates
(Action & Romance)


The Battle Retains Of The Gates

The Battle Retains Of The Gates







The Battle Retains Of The Gates


The Battle Retains Of The Gates

The Battle Retains Of The Gates

The Battle Retains Of The Gates



The Battle Retains Of The Gates




S i n o p s i s


Jin adalah salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang terbuat dari api. Mereka memliki akal dan nafsu layaknya manusia. Ada yang berperilaku jahat dan ada pula yang berperilaku baik. Sebagian diantara mereka memiliki bentuk fisik yang tidak jauh berbeda dengan manusia. Hanya saja mereka diberi kelebihan dapat melihat dunia manusia sedangkan manusia sebaliknya. Hanya beberapa manusia saja yang diberikan keistimewaan untuk dapat berkomunikasi dengan bangsa jin. Secara umum derajat manusia berada diatas golongan jin dan malaikat. Manusia adalah makhluk sempurna yang diciptakan Tuhan setelah jin dan malaikat sehingga hal itu membuat iblis cemburu. Iblis adalah golongan jin pembangkang yang menolak untuk tunduk kepada manusia saat diperintahkan Tuhan dan pada akhirnya Tuhan mengharamkan iblis untuk menginjak surga. Akibat dari kutukan itu, membuat iblis mengibarkan bendera perang kepada manusia sampai akhir zaman.

Iblis menyadari manusia tidak dapat dikalahkan begitu saja karena malaikat dan jin yang masih bertawakal kepada Tuhan adalah sekutu manusia. Hal itu membuat iblis berpikir ulang untuk menyerbu manusia di medan terbuka. Akhirnya iblis mengirimkan beberapa penyusup ke dunia untuk menghasut dan menghancurkan kekuatan manusia sedikit demi sedikit secara perlahan. Mereka mengadu domba manusia dan menghasut para pemimpin untuk membuat rakyatnya menderita sampai putus asa. Di sisi lain, iblis berusaha menghancurkan para sekutu manusia yang tidak lain adalah para jin yang bertawakal dan malaikat. Semua dilakukan agar nanti saatnya tiba, iblis akan dengan mudah menghancurkan ras manusia yang ada di muka bumi.

Banyak manusia yang menyadari akan hal itu, tapi tidak banyak yang menyadari bahwa pergerakan iblis semakin begitu mendekat. Karena kelemahan manusia terdapat pada penglihatan mereka yang terbatas untuk melihat alam gaib, mereka tidak menyadari telah terjadi peperangan hebat antara malaikat, jin dan iblis di alam lain. Manusia sedang disibukkan oleh perang dengan sesamanya di bumi oleh hasutan iblis sementara kekuatan iblis semakin membesar.

Kisah ini bermula saat tiga orang sahabat diculik ketika berada di hutan. Ternyata ketiga sahabat itu dibawa oleh bangsa jin ke negeri mereka. Pada akhirnya ketiga orang sahabat itu terjebak dalam cukup waktu yang lama di sebuah kerajaan jin. Celakanya tempat mereka berada terancam oleh serbuan iblis yang bersiap meluluh lantakan kerajaan tersebut. 

Bojan, Giovardi dan Moreno adalah segelintir orang dari sekian banyak manusia yang ditawan oleh pasukan kerajaan jin. Ketiga sahabat ini terus berupaya menyelamatkan diri sebelum perang berkecamuk. Apakah ada kesempatan untuk mereka kembali ke dunianya? Dunia tempat dimana mereka berasal...




Spoiler for mulustrasi:




Spoiler for "Kerajaan-kerajaan di negeri jin":

The Battle Retains Of The Gates



Quote:


I N D E X

Spoiler for index:



Quote:

The Battle Retains Of The Gates



Spoiler for gambar:
Diubah oleh dipretelin 09-04-2018 01:16
0
34.7K
162
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
inginmenghilangAvatar border
TS
inginmenghilang
#64
Chapter 3. Cahaya Misterius



Setelah melewati beberapa kota kecil akhirnya kami bertiga berbelok dari jalan aspal menuju jalan tanah berbatu. Ada sebuah gapura kecil yang terlihat rusak bertuliskan "Kampung Meratus". Di dalamnya memang terdapat sebuah perkampungan kecil berpenduduk hanya sekitar 200 orang saja. Aku sudah beberapa kali melewati jalan ini saat menemani Ayah mengangkut kayu. Lokasi ini memang terkenal angker apalagi saat malam hari tiba. Banyak kejadian mistis terjadi disini, tapi aku tidak mau ambil pusing. Aku hanya memikirkan bagaimana caranya menyelesaikan tugas lalu pulang ke rumah dengan selamat. 

Di depanku ada sebuah truk yang sedang terparkir di sisi jalan sempit dimana hanya ada pepohonan dan semak belukar sejauh mata memandang. Itu adalah truk tetanggaku. Kami biasanya berkonvoi untuk memasuki kawasan hutan ini.

Sudah menjadi hal yang lumrah diantara kami untuk saling menunggu. Aku berhenti tepat di belakang truk berwarna hijau itu. Seseorang berambut cepak dan berperawakan tinggi menghampiriku. "Ayahmu sakit apa?" Ia bertanya. "Biasa lah, Mang... Faktor umur." Jawabku sambil membuka pintu kabin truk lalu turun ke jalan. Agus adalah teman Ayahku. Aku biasa memanggilnya dengan sebutan 'Amang' karena usianya yang jauh lebih tua dariku tapi tidak lebih tua dari Ayahku.

"Kalau lama, kita tinggal saja yang lain," Ujar amang sambil melirik jam tangannya. Memang tidak ada peraturan tertulis tentang kewajiban berkonvoi saat memasuki hutan lebat dan menyeramkan ini, namun kami sadar semakin banyak jumlah kami maka keamanan akan lebih terjamin. Kami tidak pernah tahu resiko apa yang akan kami hadapi di jalan. Gio dan Moreno turun lalu menghampiriku.

"Mengerikan sekali tempat ini..." Ujar Gio sambil mengamati keadaan di tengah hutan yang gelap gulita hanya ada penerangan dari lampu truk. "Beratnya perjuangan mencari sesuap nasi, sampai harus bertaruh nyawa di tempat seperti ini." Moreno menimpali.

"Ini cuma contoh kecil betapa beratnya perjuangan orang tua kita mencari nafkah untuk keluarganya." Ujarku sambil mematikan mesin truk. "Nanti kalau sudah jadi suami Felia, apa seperti ini juga kerjaanmu?" Celetuk Gio yang mencoba menggodaku. Aku langsung meraih leher Barzek dan berusaha mengacak-acak rambutnya. Mereka berdua tertawa melihatku salah tingkah saat nama Felia mereka sebut.

Beberapa menit kemudian dari arah belakang samar-samar terlihat sorot lampu mobil yang tampak semakin mendekat. Ada tiga buah konvoi truk yang melaju dengan kecepatan sedang menuju ke arah kami. Suara mesin diesel mulai terdengar sayup-sayup. Jumlah truk yang ada kini menjadi lima buah. Setelah berbasa-basi sebentar dengan para supir truk yang belum ku kenal dekat, akhirnya kami melanjutkan perjalanan untuk memasuki hutan jauh lebih ke dalam.

Suara mesin yang tepat berada dibawah jok kabin yang kami duduki terdengar bising. Kendati demikian, hal itu tidak terlalu mengganggu kenyamanan kami bertiga yang asyik menghabiskan waktu di perjalanan sambil mengobrol. Alunan musik dangdut menemani kesunyian malam ditengah rimbunnya pepohonan. Aku tidak dapat menemukan kaset lain selain musik dangdut di tempat koleksi dvd milik Ayahku. Beliau memang pecinta musik dangdut sejati, berbeda denganku yang lebih menyukai musik-musik beraliran rock atau alternative.

Hampir satu jam lamanya kami menempuh perjalanan. Di depan mulai terlihat sebuah perkampungan kecil. Ada sinar cahaya redup yang bersumber dari beberapa rumah penduduk. Pemukiman ini memang belum terjangkau oleh listrik. Semua rumah penduduk berjajar di sepanjang sisi jalan sedangkan dibelakangnya hanya ada hamparan hutan belantara. Aku terus memperhatikan satu persatu rumah penduduk yang ku lewati. Suasana begitu gelap dan terkesan mencekam. Terkadang aku tidak habis pikir, kenapa mereka sanggup hidup dalam keadaan serba terbatas dan jauh dari peradaban seperti ini. 

Ku lihat kedua sahabatku hanya diam dan termenung sambil menatap ke depan. Mungkin mereka sudah kehabisan bahan obrolan. "Nih, daripada melamun mending makan kacang." Ujarku sambil menyodorkan beberapa bungkus kacang dari dalam plastik yang ku beli di warung. Mereka membuka bungkusnya lalu mengunyah kacang-kacang itu dengan lahap, dan tanpa disadari mereka berdua kembali berceloteh. 

Sebuah excavator berukuran kecil terparkir di atas tanggul. Kami melewatinya dan bersiap menghadapi jalan menanjak yang lumayan terjal. Satu persatu kami berhenti di turunan sebelum naik ke atas. Dalam kondisi seperti ini kami harus naik secara bergantian dengan persneling rendah. Aku memindahkan persneling ke gigi satu dan menunggu giliran untuk menaiki jalan tanah liat yang telah di padatkan tersebut. Tidak lama lagi kami akan sampai di tempat tujuan.

Kulihat jam tangan sudah menunjukkan pukul 10 malam. Kami parkir di sebuah tempat datar yang dikelilingi oleh berbagai batang pohon berdiameter besar. Batang-batang pohon tersebut baru saja selesai ditebang. Penerangan di tempat penimbunan kayu ini hanya menggunakan beberapa buah lampu halogen yang berwarna kekuningan. Lima truk yang terparkir bersiap melakukan loading saat sebuah excavator berwarna kuning telah siap mengangkat batang kayu satu persatu. Ukuran excavator ini berukuran sedikit lebih besar dari yang kami temui saat di jalan tadi. 

Kurasakan guncangan saat batang kayu diletakkan ke dalam bak truk yang ku kendarai. Seorang penjaga memberi aba-aba padaku untuk segera jalan karena muatan sudah terisi penuh. Aku menjalankan truk dengan sangat perlahan. Memperlakukan truk saat kosongan dan muatan sangatlah berbeda. Aku sudah lumayan menguasai. Ayah sudah mengajarkanku cara membawa truk sedari aku duduk di bangku SMP. Ini bukan hal yang terlalu sulit tapi aku tetap harus waspada saat membawa truk berisi muatan seperti ini.

Seperti di awal tadi, dengan posisi bermuatan, kami kembali berkonvoi setelah semua truk terisi kayu. Jalur yang harus kami lewati adalah jalan tadi. Kami harus membawa muatan ini ke tempat pemotongan kayu di sebuah kota kecil yang kami lalui. Aku sangat berhati-hati melajukan truk karena komponen kaki-kaki truk sangat rentan patah bila kurang hati-hati membawanya dijalan rusak. Langit malam yang bermandikan bintang dan cahaya bulan terlihat indah dari bawah sini. Aku sampai lupa saat ini kami berada di tempat yang sangat angker.

Saat di pertengahan jalan, tiba-tiba ada salah satu truk dibelakang kami berhenti sambil membunyikan klakson. Sepertinya truk itu mengalami masalah. Aku pun memberhentikan laju truk ditengah jalan. Aku merogoh ke belakang jok truk untuk mencari senter. Setelah mendapatkannya, aku turun untuk mendatangi truk yang berjarak sekitar 50 meter dariku tersebut. Beberapa supir truk yang lain pun melakukan hal yang sama. Disinilah bentuk rasa solidaritas kami di uji. Apabila salah satu dari rombongan kami mengalami masalah maka yang lain akan ikut membantu.

Ketika di periksa, ternyata as roda truk tersebut patah. Ini masalah yang cukup krusial bagi seorang supir truk seperti kami. Untuk mengganti komponen tersebut memerlukan mekanik dan peralatan yang memadai. Saat kami berkumpul di sekitar truk yang mengalami masalah tersebut, entah kenapa tiba-tiba aku merasakan hal yang tidak enak. Gio terlihat memegangi bulu kuduknya. Apa ia merasakan hal yang sama denganku? Aku langsung membuang pikiran yang tidak-tidak di kepalaku. Mungkin aku hanya terbawa suasana saja pikirku. Biasanya di kondisi seperti ini, supir truk akan meninggalkan sementara truknya untuk meminta bantuan di kota. Tanpa berlama-lama kami semua memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Aku sudah hampir mendekati truk yang ku tumpangi namun tiba-tiba angin bertiup kencang. Aku pikir akan turun hujan, tapi langit sangat cerah. Tidak masuk akal rasanya akan hujan dikondisi langit secerah itu.

Perasaanku semakin tidak karuan, terlebih Giovardi, wajahnya sedari tadi begitu ketakutan. Aku memperhatikan keadaan di sekitar yang hanya ada pepohonan berdiri disepanjang sisi jalan. Tiba-tiba semua mesin truk mati mendadak. Tidak hanya itu, lampu-lampu pun ikut padam. Keadaan benar-benar menjadi gelap gulita. Semua orang yang berada di sekitarku mendadak terkejut sama seperti halnya diriku yang masih berdiri mematung menyaksikan kejadian barusan. Gio dan Moreno memandang ke arahku. Kami bertiga saling bertatapan dengan ekspresi penuh tanda tanya. Apa yang terjadi? Kenapa semua mesin truk bisa mati mendadak secara bersamaan? Ini mulai terlihat tidak masuk akal, batinku terus bertanya.

Disaat kami sedang disibukkan dengan berbagai macam pertanyaan. Sebuah sinar kebiruan muncul diantara pepohonan tidak jauh dari rombongan kami. Jaraknya hanya beberapa puluh meter. Aku penasaran ada apa dibalik cahaya tersebut. Tapi tidak ada keberanian sedikitpun dalam diriku untuk mencari tahu lebih lanjut. Aku hanya memikirkan bagaimana caranya aku bisa lari secepat mungkin apabila cahaya tersebut adalah sesuatu yang dapat menimbulkan petaka. Amang berjalan perlahan mendekati cahaya tersebut. Ku akui ia adalah seorang yang pemberani. Tapi untuk saat ini rasanya kurang tepat bila ia bertindak ceroboh dengan mengandalkan keberanian yang ia punya.

Aku terus memperhatikan Amang yang terus berjalan memasuki semak belukar. Tubuhnya kini hilang ditelan kegelapan. Aku sama sekali tidak bisa melihat keberadaan Amang. Lalu tiba-tiba terdengar teriakan keras namun hilang begitu saja setelahnya. Aku yakin itu suara Amang. Gio dan Moreno berlari ketakutan berusaha menjauh dari cahaya itu. Sekarang hanya aku satu-satunya orang yang berada paling dekat dengan cahaya itu. Semua orang berlari menjauh dari truk. Kaki ini terasa kaku. Aku ingin berlari tapi rasanya tubuh ini tidak setuju dengan pikiranku. Suara gemuruh mulai terdengar dan cahaya itu semakin membesar. Tiba-tiba ada seseorang yang menarik tanganku.

"Ayo, Jan!!!" Teriak Moreno dan Gio. Mereka menarikku dengan sekuat tenaga sampai-sampai kami bertiga hampir terjatuh. Aku berlari sekuat tenaga tanpa peduli ada hal apa di belakangku. Kabut tebal mulai menyelimuti kami bertiga. Aku tahu dibelakangku ada sesuatu... Tapi aku sama sekali tidak ingin menoleh ke belakang. Aku hanya ingin berlari dan terus berlari...
Diubah oleh inginmenghilang 04-04-2018 12:18
1