- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Investigasi Supranatural: Dendam Arwah Penunggu Jalan Angker (dongeng seram)
TS
dodydrogba
Investigasi Supranatural: Dendam Arwah Penunggu Jalan Angker (dongeng seram)
Mencoba membagikan karya ane yang baru gan, terinspirasi dari serial Constantine, Supernatural dan DI sini ada Setan, judulnya Investigasi Supranatural: Dendam Arwah Penunggu Jalan Angker. Berkisah tentang Aryo yang kehilangan saudari kembarnya secara misterus, hal itu mengundang rasa penasarannya dan berniat menolongnya, namun sebelum itu ia harus mengikuti permintaan saudarinya itu yaitu menyelesaikan kasus yang berkaitan dengan kejadian mistis atau supranatural. Semoga bisa terhibur dan mohon kritik dan sarannya.
Spoiler for Bab 1:
Sudah jatuh tertimpa tangga pula, itulah yang dialami oleh Aryo saat ini ketika mendengar sebuah kabar buruk yang menimpa keluarganya. Setelah sebelumnya di putus hubungan kerjanya karena perusahaanya bangkrut, kini ia tengah mencoba tegar setelah tahu saudari kembarnya Arina menghilang di sebuah gunung. Pencarian dan segala usaha lain sudah dilakukan, sayangnya hasil nihil tanpa mendapatkan bukti apa pun. Tim penolong memutuskan untuk menyerah setelah menguber ke segala sisi gunung tersebut yaitu Gunung Sanjaya. Berbeda dengan dirinya, Arina sendiri sedikit unik kehidupannya. Ia tak menjadi karyawan atau wirausahawan seperti pada umumnya namun menjadi praktisi supranatural, para psikolog atau apapun itu yang berkaitan dengan hal - hal berbau supranatural. Ia menolong siapapun yang terkena masalah berbau supranatural. Uniknya walau dibayar secara sukarela atau bahkan kadang tak dibayar sama sekali, entah kenapa ia bisa survive hingga saat ini.
Sedangkan Aryo, ia malah tak mendapatkan kemampuan yang dimiliki Arina sejak lahir yaitu indera ke enam. Tentu ia sangat bersyukur tak bisa berinteraksi dengan mahluk kasat mata di berbagai tempat karena jika tak siap bisa menimbulkan tekanan psikis tersendiri yang mungkin mempengaruhi kehidupannya. Aryo sendiri merupakan pria muda yang cukup tangguh dan pemberani, buktinya ia bahkan sering melewati jalan angker ketika pulang dari kantornya berkali - kali. Ia bahkan lebih takut bertemu begal dan perampok daripada hantu karena taruhannya nyawa terkadang duit. Mungkin karena ia yang tak diberkahi kemampuan unik seperti jadi tak merasa was - was ada aura negatif di sekelilingnya.
Sebelum Arina menghilang, Aryo tak mendapatkan kabar apapun dari saudari kembarnya itu. Mungkin karena kesibukkan yang sangat padat jadi tak sempat mengirim pesan terakhir kepada Aryo. Padahal biasanya Arina akan menyempat mengirim pesan singkat melalui ponselnya kepada saudara kembarnya itu. Ah, andai saja punya kemampuan unik seperti Arina, mungkin hal seperti ini bisa dicegah lebih dulu, batin Aryo. Namun nasi sudah menjadi bubur, yang ia bisa lakukan sekarang adalah mencari tahu siapa saja yang pernah melakukan kontak dengan saudarinya itu.
Di kamar saudarinya yang harum semerbak dan terawat rapi, ia memeriksa satu persatu buku - buku di lemarinya. Berharap keberuntungan menyertainya, berbagai lembar dilirik dengan penuh ketelitian. Sayangnya, tak ada satu pun yang menyertakan nama - nama orang yang dikenalnya. Andai saja ponselnya tertinggal, mungkin masih ada sedikit harapan. Sang ibu sebenarnya sudah merelakan anaknya, ia bahkan rajin beribadah agar anaknya bisa diberi tempat terbaik di sisinya. Berbeda dengan Aryo, walau tak percaya hal yang tak masuk akal, firasatnya terus mengatakan bahwa Arina masih hidup. Usaha pencarian itu juga membuatnya lelah, ia pun merebahkan diri ke kasur milik Arina. Ia tak kuasa menahan kantuk, mata pun ia pejamkan dengan rapat, berharap hari esok lebih baik dari sebelumnya. Aryo akhirnya tertidur pulas di malam yang belum terlalu larut.
Di tengah - tengah tidurnya, ia tenggelam pada lautan mimpi yang sangat dalam. Rasanya aneh, ia sama sekali belum pernah mengalaminya. Lalu ia terjatuh di sebuah hamparan padang rumput yang dibelakangnya terdapat gunung yang besar dan indah. Sebuah siluet bayangan tiba - tiba muncul di depannya, lama - lama berbentuk padat, mirip manusia. Ia sepertinya kenal, itu adalah saudari kembarnya, Arina. Melihat hal itu membuat Aryo merangkak perlahan lalu berdiri tegak. Ia masih tak percaya akan apa yang dipandangnya, ia pun mengucek matanya. Ternyata benar, ia tak salah lihat, kekuatirannya yang memuncak perlahan sirna. Mungkin ini sebuah pertanda jika dia masih hidup ditambah ia punya kemampuan indera ke enam dari lahir. Dengan mental baja ia memberanikan diri untuk bertanya sesuatu kepadanya perihal kehilangannya itu.
"Arina!!! Engkau kah itu?"
Arina tersenyum lalu berbicara sesuatu padanya, "Iya Aryo, ini aku, saudari kembar mu."
"Benerkah itu?? Di mana kah kamu berada sekarang? Kamu tahu ibu dan saudara - saudara kita benar - benar mencemaskan mu, bahkan mereka hampir mengira kamu sudah mati," Aryo menatap dengan penuh kesedihan.
"Aku minta maaf sudah mencemaskan kalian, tapi aku masih hidup," Arina berbicara datar kali ini.
"Kalau begitu biar lah aku menolong mu kali ini, kita bersaudara kembar bukan. Saudara kembar yang baik harus tolong menolong apapun itu kondisinya. Dan mereka tidak akan percaya kamu masih hidup selama diri mu belum diketemukan," Aryo berusaha meyakinkan Arina.
"Tidak perlu Aryo, itu hanya buang - buang waktu dan merepotkan mu saja. Atau malah bisa membuat mu suatu saat terbunuh, apa kamu tak tahu itu?" Arina menolak.
"Tidak perlu??? Apa kamu tak tahu batin derita yang dirasakan ibu mu, tangis harunya tak pernah berhenti sebelum melihat senyum indah mu. Kamu tahu ia sangat mencintai mu, ibu mana yang tak sedih ketika anaknya sedang dalam masalah. Biarkan aku menolong mu Arina, walau mungkin aku bukan orang yang punya kemampuan unik seperti diri mu. Tapi setidaknya aku akan berusaha mati - matian untuk menolong mu," Aryo kembali mencoba meyakinkannya.
Arina tak berkata satu patah kata pun, ia membalikan badannya, menatap langit cerah di atas gunung, tiba - tiba pelangi cantik muncul, menambah pesona indah dari pemandangan tersebut. Ternyata itu adalah gambaran perasaanya, sebuah bentuk komunikasi non verbal yang sangat aneh tapi penuh seni keindahan. Hatinya perlahan luluh ketika mendengar kata ibu, ia teringat ibu selalu mengkuatirkannya ketika ia pergi. Atas dasar itu, maka ia memutuskan untuk menyetujui permohonan saudar kembarnya itu.
"Baiklah, jika kamu ingin menolong ku, maka kamu juga harus menolong yang lain."
"Apa maksud mu Arina, aku tidak mengerti?"
"Lihat lah pelangi itu, indah bukan."
Arina menunjuk dengan tangannya, Aryo menatap dengan serius. Pelangi itu rupanya mengalihkan perhatiannya dari Arina yang perlahan memudar lalu menghilang.
"Arina tunggu!!! Arina!!!" teriak Aryo.
Keanehan kembali terjadi, kali ini semburan api melahap kakinya lalu menuju ke atas. Seketika langit yang cerah menjadi gelap gulita. Ia yang terkejut tak kuasa menahan rasa takutnya.
"Apa yang terjadi, tolong!!!!!"
Dalam seketika ia terbangun dari alam mimpi di luar nalarnya itu. Nafasnya terengah - engah bak habis lari sepuluh kali memutari lapangan. Otaknya berputar memikirkan apa yang baru saja ia alami sebelumnya. Ia menghela nafas sebentar, mencoba untuk lebih rileks, kepalanya mendongak lalu menatap ke arah pintu yang berada tak jauh di depannya. Sebuah jaket wanita berwarna cokelat tergantung pada gantungan di pintu itu. Ada hal yang telah menarik perhatiannya di jaket itu. Iya, merek pelangi, ia teringat perkataan Arina yang terpukau pada pelangi yang indah. Mungkin saja dia bermaksud ada sebuah keindahan di balik jaket itu, tapi apa, tak ada yang tahu. Sejatinya Aryo kesal dengan teka - teki konyol ini, hanya malah mempersulit dirinya menolong saudarinya itu. Tapi sayangnya, itu bagaikan wasiat langung dari nya, dan ketika menolaknya, yang ditakuti adalah kesialan yang menimpa sekitar dirinya atau orang terdekatnya. Mau gak mau, ia mencoba mendekati jaket itu. Tak dirasa waktu berjalan lebih cepat, kini sudah menunjukkan jam empat pagi. Batin Aryo berharap belum terlambat untuk kehilangan saudarinya itu.
Jaket merek pelangi itu dirabanya, dari atas sampai bawah lalu ke segala sisi. Sampai ia berhenti pada bagian tengah jaket itu, terdapat sebuah kantung di luarnya. Dilihatnya kantung itu, tak terdapat apa - apa. Tapi yang aneh terasa padat berisi, membuat kantung itu sedikit berat. Ia coba cek kembali, kali ini dari dalam. Dan ternyata ia menemukan resreting kantung dalam bagian jaket itu. Dengan terburu - buru ia membukanya, akhirnya usahanya tak sia - sia. Ia menemukan sebuah buku kecil yang sepertinya milik Arina. Setelah itu ia mulai berjalan menuju semacam meja belajar di samping lemari. Lembar demi lembar mulai dibukanya, tulisan - tulisan yang ia tatap dengan teliti itu meningkatkan rasa penasaran dari Aryo. Bentuknya seperti sebuah diary, tetapi tak sepenuhnya jadi. Judul dari tulisan catatan harian itu juga terasa aneh, seperti berita kasus kriminal, ada juga yang cuma menunjukan alamat sebuah tempat saja. Ia terus melanjutkan membuka lembaran buku itu hingga ia menemukan sebuah catatan aneh di belakangnya.
"Tanda - tanda kehadiran mahluk astral atau gaib:
1. Timbul bau aneh seperti wangi kemenyan, bau anyir darah atau bau daging busuk secara mendadak.
2. Adanya penerangan lampu yang selalu redup atau kelap - kelip bahkan ketika sudah diganti lampu baru.
3. Perubahan suhu secara mendadak, seperti suhu dingin yang membuat bulu kuduk merinding.
4. Pergerakan benda yang melawan hukum alam, fisika atau apapun itu.
5. Suara - suara aneh yang muncul mendadak seperti tangisan atau tertawa.
Jika aku tak muncul beberapa hari atau tahun, harap hubungi alamat ini:
Jl. Putri Kahiyang, no. 4, perumahan Cempaka Biru, kecamatan Sukamaju."
Lagi - lagi firasat Aryo mengatakan bahwa mungkin ini yang dimaksud menolongnya melalui menolong orang lain. "Apa mungkin aku disuruh menyelesaikan kasus - kasusnya yang belum tuntas itu sebelum menemukan dirinya? Yah, mungkin saja, setidaknya alamat ini mungkin bisa berguna bagi ku dalam mencari dirinya yang hilang," kata Aryo dalam hati.
Niat beserta tekad yang kuat sudah ia bulatkan dalam hati, tak ingin mundur sebelum tujuan tercapai. Pagi hari Aryo menemui ibunya di kamarnya, meminta izin sekaligus pamit kepada ibunya. Ia mencoba mengajak ibunya untuk terus berharap akan sebuah keajaiban bisa menghampiri keluarga mereka.
"Nak, kamu yakin soal ini, bagaimana kalau semua ini sia - sia, bagaimana kalau ini hanya ujian buat keluarga kita agar tetap tabah dalam situasi apa pun," sang ibu kuatir.
"Tenang aja bu, aku yakin keajaiban itu ada. Dan tentu semua masalah yang kita hadapi adalah ujian hidup. Tapi firasat kuat ku mengatakan dia masih hidup," kata Aryo dengan penuh keyakinan.
"Iya, ibu tahu, tapi ibu sudah kehilangan saudari mu untuk saat ini, ibu tak mau kehilangan mu, anak ibu yang masih tersisa dan sangat ibu cintai," ibu yang sedih menggenggam erat tangan anaknya.
"Ibu, Aryo kan sudah besar, sudah mandiri, Aryo bisa kok mengatasi masalah sendiri. Jadi ibu tak perlu berpikir aneh - aneh, entar jadi malah bisa stres sendiri dan Aryo tak ingin ibu seperti itu," kata Aryo dengan tenang.
"Baiklah, ibu tak bisa memaksa mu untuk tetap di sini, kamu sudah besar nak. Aku harap tuhan selalu melindungi dari segala marabahaya," yang tak kuasa menahan sedih mulai meneteskan air mata.
"Ibu, maafkan Aryo sudah merepotkan ibu. Kalau begitu Aryo pamit dulu, bi Sumi, tolong jaga ibu dengan baik ya," Aryo mengusap air mata ibu dan meminta pembantu rumahnya untuk menjaga sang ibu.
"Iya mas, bi Sumi pasti akan menjaga ibu dengan baik," bi Sumi tersenyum lepas.
Senyuman bi Sumi juga menular ke sang ibu, mungkin kini ia lebih lega karena harapan kecil mulai timbul di benak pikirannya akan keberadaan anak perempuannya itu. Sementara itu Aryo berangkat dengan sepeda motor harley milik mendiang ayahnya yang sudah meninggal lima tahun lalu itu. Sambil berkendara, alunan musik Highway to Hell milik AC/DC menyertai perjalanannya, menuju sang matahari terbit di mana harapan akan terus ada selama masih ada hari esok yang cerah.
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9 Part 1
Bab 9 Part 2
Diubah oleh dodydrogba 12-05-2018 07:36
anasabila memberi reputasi
2
8.6K
Kutip
25
Balasan
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
dodydrogba
#3
Spoiler for Bab 2:
Bab 2
Terangnya cahaya bulan itu mulai menerangi malam yang kelam. Angin dingin yang berhembus ke segala penjuru membuat sejuk siapa saja yang melewatinya. Menyebabkan batang pohon beserta daun bergesekan, bergerak membentuk sebuah tarian yang indah di mata. Namun di jalan Anggrek Hitam, jalan penghubung kota satu dengan kota lainnya, semua itu tak berlaku. Malam hari adalah tanda bagi setiap pengendara yang melewati jalan itu harus mewaspadai setiap kemungkinan yang ada. Bahkan mereka lebih memilih menghindari jalan itu ketimbang melaluinya. Sebuah malapetaka akan datang menghampiri apabila kita bernasib naas. Padahal jalan itu jarang menjadi sarang perampok, begal atau sejenisnya. Melainkan hanya sebuah jalan besar lurus dengan hutan di samping kanan kiri nya, bahkan tebing jurang yang tinggi pun malah tidak ada sama sekali. Tidak ada rumah penduduk, pembatas jalan, hanya ada penerangan lampu yang sebagian tak terawat. Baru - baru ini sering terjadi kecelakaan parah yang diluar dugaan, sejatinya jalan itu bukan tipe jalan yang membuat pengemudinya resah karena bukan jalan berkelok, menukik, menanjak curam dan menurun terjal. Hanya bahaya ketika hujan, di mana ini juga terjadi pada jalan lainnya ketika jalan menjadi licin ketika basah. Mereka yang mengalami kecelakaan itu ada yang hidup, namun lebih banyak yang tewas mengenaskan. Menurut kisah para saksi yang hidup, sebelum mereka celaka, mereka melihat penampakan sosok wanita pucat dengan rambut panjang dengan daster putih sepanjang lutut. Namun pihak polisi sepertinya tak mempedulikan hal itu, selama mereka tak melihat secara langsung, maka itu hanya cerita bualan belaka untuk menutupi alasan mereka karena berkendara sambil mabuk, mengantuk atau sambil bermain ponsel.
Kini sebuah truk pengangkut barang - barang supermarket hendak melintasi jalanan itu. Tampaknya ia tak tahu kengerian apa yang akan ia hadapi pada nantinya. Sambil berkendara santai, alunan musik dangdut terus menemani nya semalam suntuk. Tak ada yang menemani dirinya selain musik dari radio itu. Tak terasa beberapa meter telah ia lalui dan kini mulai memasuki area jalan Anggrek Hitam. Awalnya ia tidak merasakan apa - apa, segala hal berjalan biasa saja. Tapi semua itu tiba - tiba berubah ketika ia masuk lebih jauh daerah itu, terlebih ketika melewati sebuah pohon beringin besar di pinggir jalan. Entah kenapa hawa dingin mulai menyelimuti ruangan dalam truk. Dinginnya berbeda dengan biasanya, bukan dingin angin malam ataupun ac. Sang sopir mulai merasakan keganjilan di sekelilingnya. Bulu kuduknya mendadak merinding, ditambah suara radio yang tiba - tiba berubah seperti kaset rusak. Ia pun akhirnya mencoba memeriksa keadaan radionya agar berfungsi kembali untuk menenangkan suasana.
"Ini kenapa firasat ku jadi gak enak gini ya, mana dingin lagi. Dinginnya benar - benar nusuk kulit, padahal ac nya gak terlalu dingin. Ini juga kenapa radionya kayak nyetel kaset rusak gini sih. Coba saya ganti saluran nya," sang sopir menekan tombol radionya, "Lah kok masih kayak gini sih, biasanya kalau saluran frekuensinya gak bagus suaranya mengecil atau seperti orang berisik tapi dengan volume yang kecil. Ini kan keras banget, apa radionya yang rusak ya? Aneh."
Keheranan sang sopir pun tiba - tiba teralihkan setelah di depan ada pemandangan aneh yang menarik perhatian matanya. Sebuah kabut tebal tiba - tiba muncul entah datang dari mana, dan mau tak mau cuma itu jalur yang ada maka ia pun terpaksa melewatinya. Kabut tersebut benar - benar menggangu pandangannya dalam melihat ke depan, ia hanya mengandalkan insting dan juga pengalamannya.
"Ini apalagi coba, kenapa tiba - tiba ada kabut tebal gini sih. Bikin repot aja," sopir yang kesal mencoba memperhatikan seksama jalan yang tertutup kabut itu, berharap tak ada orang menyebrang di larut malam seperti ini walau itu tak mungkin.
Dan apa yang ditakutkan terjadi, sebuah bayangan manusia mendadak muncul tepat di depan truk. Sopir yang kaget itu langsung membanting setir ke lajur yang berlawanan lalu perlahan kembali ke lajur semula. Sepertinya ia sudah lumayan berpengalaman dengan hal seperti ini. Tapi tetap saja ini membuatnya berkeringat dingin, dahinya berkerut, jantungnya terus berdegup kencang, dirinya sudah diselimuti aura ketakutan akan hal yang tidak - tidak.
"Fiuuh... Untung saja, bikin kaget saja tuh orang. Mendadak muncul kayak setan aja, benar - benar bikin jantungan. Dasar orang gila!!"
Makian sopir itu ternyata mengundang sosok mengerikan yang tak disadarinya setelah melewati orang tadi. Suara lirih mengerikan muncul dari samping tempat duduknya.
"Bangg.... Tolonggg akuuu banggg, aku bukan setannn!!!!"
Mata sang sopir melotot, dadanya bak ditusuk dari belakang, diam bergeming. Ia terdiam setelah tahu firasat buruknya telah menjadi kenyataan. Perlahan ia menolehkan kepalanya, jantungnya semakin kuat berdetak, ia sejatinya takut untuk menolehnya namun entah kenapa seperti ada dorongan yang kuat untuk menatap sosok tersebut. Lalu akhirnya ia menatap mahluk itu, sesosok wanita berdaster putih panjang, rambut acak - acakan, kulit putih pucat seperti orang mati dengan keadaan muka rusak di sisi kanannya menatapnya dengan tatapan penuh amarah. Ia terdiam sesaat kemudian, tak bisa bersuara bak terkunci rapat, dan setelah beberapa saat ia berhasil membuka mulutnya lalu berteriak lantang.
"Sssesseeeseeesseetannnnnnn!!!!"
Perasaanya sudah tak karuan, ia dilanda panik yang dahsyat, yang ada dibenaknya adalah bagaimana bisa melewati ini dengan selamat walau kecil kemungkinannya. Belum beberapa saat apes, kini ia mendapat kesialan lagi, ia tercengang dan bingung karena setirnya tak digunakan. Di tambah suara cekikikan setan wanita itu benar - benar membuat bulu kuduk merinding.
"Hihihihi...hihihi... ayo ikutlah dengan ku ke alam baka, hihihi!!!"
Setan wanita itu tertawa puas melihat korbannya menderita, tenaganya begitu kuat sehingga mampu mengendalikan setir mobil. Nasib naas pun tak bisa terhindarkan, truk itu menikung tajam, di saat yang bersamaan pedal rem juga seperti terinjak kuat, alhasil truk kehilangan keseimbangan. Truk itu jatuh terguling sampai akhirnya berhenti mengenai tiang listrik besi yang tertancap kokoh. Sang sopir yang bernasib malang meninggal di tempat, sementara sang hantu wanita itu lenyap dalam tragedi malam yang mengerikan.
Setelah melaju kencang dengan motor harleynya itu sambil membelah malam yang gelap gulita, Aryo akhirnya tiba pada sebuah rumah kontrakan dengan halaman yang luas. Pintu pagarnya tak terkunci, sebuah mobil van juga nampak terparkir di depan teras rumah. Dengan nyali baja, ia memberanikan diri masuk ke rumah itu. Dalam hati ia juga resah kalau dituduh maling karena datang pada larut malam, di sisi lain ia juga harus segera menolong saudarinya yang menghilang secara misterius itu. Sampai di depan pintu, tatapannya beralih sebuah tombol yang bertuliskan, "Bel Rumah." Tanpa pikir panjang ia menekan tombol itu. Sebuah suara merdu layaknya mainan ponsel anak - anak keluar dari dalam rumah. Sayup - sayup Aryo masih bisa mendengarnya dengan jelas.
Di dalam rumah itu rupanya terdapat dua orang kakak beradik yang usianya tak terlalu jauh, Risa dan Riko. Aktifitas keduanya terhenti setelah suara bel nyaring terdengar ke seisi dalam rumah. Sang kakak yaitu Risa yang curiga sekaligus penasaran mendatangi kamar adiknya setelah mematikan televisinya. Ia mengetuk pintu dengan pelan, Riko sang adik yang sedikit kesal karena harus menghentikan permainan game onlinenya terpaksa mengikuti arahan kakaknya itu demi kenyamanan dan keamanan bersama.
"Hei, kamu mendengar bel itu kan?" bisik kakaknya.
"Tentu saja aku mendengarnya, lagian kenapa kakak gak mau sih mengunci pagar jam sembilanan gitu. Permainan ku kan terganggu," kesal Riko.
"Heh, udah diam saja, kamu tak ingin kan kejadian yang dulu - dulu itu berulang lagi," kakaknya mengancam halus.
"Sekte aneh - aneh itu maksudnya, kita kan bisa telpon Arina," jawab Riko.
"Tapi ia tak pernah muncul lagi akhir - akhir ini. Bahkan kita sudah jarang menemuinya, kita harus lebih mandiri kali ini," kakaknya kembali menegur.
"Iya - iya, sekarang bagaimana?" Riko menggaruk kepalanya.
"Huuuffh, kerjaan aku lagi kayaknya. Kamu jaga aku dari belakang tapi jangan terlalu dekat, sediakan pistol mu. Ingat!!! Tembak orang itu ketika sudah melakukan perbuatan tak wajar karena dia..." omongan Risa terpotong.
"Aku tahu, sekte penyembah iblis bukan?" tebak adiknya.
"Ya sudah kalau begitu, berdiri di posisi mu, aku akan membuka pintu itu," Risa berjalan perlahan ke pintu depan.
Sambil menahan rasa takut, ia menarik gagang pintu dengan pelan. Pintu terbuka namun tidak terlalu lebar, hanya memperlihatkan sebagian tubuh saja. Seorang pria tampan memakai jaket kulit dengan resreting terbuka sudah menunggu di depan mata. Kecurigaannya perlahan sirna, ia tak tahu kalau ada pengikut sekte yang setampan ini, biasanya juga burik - burik. Walau begitu ia tak mau tenggelam dalam ilusi keindahan semu itu, ia wanita yang hebat dan tangguh, tak ingin seseorang dengan mudah mengusik keluarganya.
"Siapa diri mu dan ada apa kemari malam larut seperti ini??" Risa bertanya dengan tegas.
"Maaf jika mengganggu waktu mu, nama ku Aryo, aku hanya ingin..." ucapan grogi Aryo diakhiri dengan pintu yang ditutup cepat.
Hal itu sontak mengagetkan Aryo, namun ia tak patah arang. Ia kembali mencoba meyakinkan wanita cantik dengan rambut terikat dengan celana jeans panjang berserta jaket itu bahwa ia tidak datang dengan maksud jahat.
"Arinaaa!!!! Kamu kenal dia bukan?" kini Aryo berteriak lantang.
Mendadak pintu terbuka kembali, sepertinya Risa mulai luluh dan bersedia mendengar penjelasannya itu.
"Bagaimana kamu bisa tahu dia?"
"Nama ku Aryo, Aryo Sutanto, saudara kembar dari Arina Sutanto. Aku ke sini karena ingin meminta bantuan mu, dia telah lama menghilang misterius tanpa jejak," Aryo dengan sabar menjelaskan.
"Hmmm... tunggulah sebentar," Risa menutup kembali pintu dengan keras.
Ia lalu melangkah menghampiri adiknya itu dengan rasa penasaran yang tinggi namun di sisi lain masih sedikit bimbang.
"Bagaimana ini, kamu percaya kalau dia saudara kembarnya?" tanya Risa.
"Arina memang punya saudara kembar bukan. Tunggu, aku pernah ingat, dia pernah berbicara kalau ketika ada yang mengaku adiknya, mencari dirinya dengan mengunjungi kita, maka ia sedang bernasib buruk. Mungkin saja telah tiada," adiknya mengingat petuah Arina.
"Husshh, ngaco kamu, tapi bagaimana kalau dia cuma orang yang mengaku - ngaku saudara kembanya itu," Risa menduga.
"Kamu punya fotonya bukan, coba kamu lihat kembali," sang adik menyarankan.
Dengan terburu - buru tangan Risa merogoh sakunya, ia mengambil dompet cokelatnya lalu menemukan foto itu. Dan ia tercengang dengan apa yang ia lihat saat itu.
"Tttternyata benar, ia saudara kembarnya," Risa tak percaya dengan apa yang ia lihat.
Sang adik yang juga penasaran langsung merebut foto itu dari tangannya, ia melihat Arina bersama seorang pria yang diduga saudara kembarnya itu. Foto itu sejatinya sebagai nomor kontak Arina yang sulit dihapal, ia juga pernah menjelaskan bahwa pria di foto itu bukanlah pacarnya melainkan saudara kembarnya.
Setelah cukup yakin, Risa akhirnya membuka pintu dan mempersilahkan orang itu masuk.
"Masuklah!!! Dan jangan bikin suara gaduh," Risa memperingatkan.
"Bbbbaiklah, nyonya ehh mbak," jawab Aryo dengan sedikit grogi.
"Panggil saja aku Risa," setelah Aryo masuk, Risa memeriksa keadaan sekitar, memastikan tak ada orang yang mencurigakan di sekitar mereka, setelah itu barulah pintu ditutup kembali.
Mata Aryo menatap orang lain yang jauh lebih muda darinya, memakai kacamata seperti orang yang ahli IT sekaligus juga ahli dalam bermain game online.
"Kamu pasti pacarnya dia bukan, oh iya, namaku Aryo, saudara kembar Arina," Aryo memperkenalkan diri.
"Eee... aku adiknya dia sih," kata Riko dengan sedikit kikuk.
"Ohh, maaf kalau begitu," Aryo merasa tak enak.
Risa sang kakak tiba - tiba memotong pembicaraan mereka yang sederhana itu. Ia menanyakan maksud sebenarnya kedatangannya yang sepertinya terlihat sangat penting apalagi datang pas larut malam.
"Jadi, apa yang membuat mu kemari?"
"Ini soal Arina, aku yakin kalian mengenalnya karena ia menyertakan alamat kalian pada buku catatannya. Dan aku harap kalian bersedia mendengar cerita ku ini, tapi sebelum itu bolehlah aku duduk terlebih dahulu. Maaf, soalnya aku sedikit capek habis jalan jauh tadi," ujar Aryo.
Risa yang tertarik dengan cerita Aryo mempersilahkan duduk di sofa empuk itu. Aryo menceritakan duduk perkara menghilangnya adiknya secara misterius dengan khidmat sementara Risa dan Riko mendengarkan dengan seksama. Mereka tenggelam dengan kisah tragis nan haru tersebut sekaligus rasa iba mendalam yang menyertai ketiganya di malam yang semakin larut itu.
Terangnya cahaya bulan itu mulai menerangi malam yang kelam. Angin dingin yang berhembus ke segala penjuru membuat sejuk siapa saja yang melewatinya. Menyebabkan batang pohon beserta daun bergesekan, bergerak membentuk sebuah tarian yang indah di mata. Namun di jalan Anggrek Hitam, jalan penghubung kota satu dengan kota lainnya, semua itu tak berlaku. Malam hari adalah tanda bagi setiap pengendara yang melewati jalan itu harus mewaspadai setiap kemungkinan yang ada. Bahkan mereka lebih memilih menghindari jalan itu ketimbang melaluinya. Sebuah malapetaka akan datang menghampiri apabila kita bernasib naas. Padahal jalan itu jarang menjadi sarang perampok, begal atau sejenisnya. Melainkan hanya sebuah jalan besar lurus dengan hutan di samping kanan kiri nya, bahkan tebing jurang yang tinggi pun malah tidak ada sama sekali. Tidak ada rumah penduduk, pembatas jalan, hanya ada penerangan lampu yang sebagian tak terawat. Baru - baru ini sering terjadi kecelakaan parah yang diluar dugaan, sejatinya jalan itu bukan tipe jalan yang membuat pengemudinya resah karena bukan jalan berkelok, menukik, menanjak curam dan menurun terjal. Hanya bahaya ketika hujan, di mana ini juga terjadi pada jalan lainnya ketika jalan menjadi licin ketika basah. Mereka yang mengalami kecelakaan itu ada yang hidup, namun lebih banyak yang tewas mengenaskan. Menurut kisah para saksi yang hidup, sebelum mereka celaka, mereka melihat penampakan sosok wanita pucat dengan rambut panjang dengan daster putih sepanjang lutut. Namun pihak polisi sepertinya tak mempedulikan hal itu, selama mereka tak melihat secara langsung, maka itu hanya cerita bualan belaka untuk menutupi alasan mereka karena berkendara sambil mabuk, mengantuk atau sambil bermain ponsel.
Kini sebuah truk pengangkut barang - barang supermarket hendak melintasi jalanan itu. Tampaknya ia tak tahu kengerian apa yang akan ia hadapi pada nantinya. Sambil berkendara santai, alunan musik dangdut terus menemani nya semalam suntuk. Tak ada yang menemani dirinya selain musik dari radio itu. Tak terasa beberapa meter telah ia lalui dan kini mulai memasuki area jalan Anggrek Hitam. Awalnya ia tidak merasakan apa - apa, segala hal berjalan biasa saja. Tapi semua itu tiba - tiba berubah ketika ia masuk lebih jauh daerah itu, terlebih ketika melewati sebuah pohon beringin besar di pinggir jalan. Entah kenapa hawa dingin mulai menyelimuti ruangan dalam truk. Dinginnya berbeda dengan biasanya, bukan dingin angin malam ataupun ac. Sang sopir mulai merasakan keganjilan di sekelilingnya. Bulu kuduknya mendadak merinding, ditambah suara radio yang tiba - tiba berubah seperti kaset rusak. Ia pun akhirnya mencoba memeriksa keadaan radionya agar berfungsi kembali untuk menenangkan suasana.
"Ini kenapa firasat ku jadi gak enak gini ya, mana dingin lagi. Dinginnya benar - benar nusuk kulit, padahal ac nya gak terlalu dingin. Ini juga kenapa radionya kayak nyetel kaset rusak gini sih. Coba saya ganti saluran nya," sang sopir menekan tombol radionya, "Lah kok masih kayak gini sih, biasanya kalau saluran frekuensinya gak bagus suaranya mengecil atau seperti orang berisik tapi dengan volume yang kecil. Ini kan keras banget, apa radionya yang rusak ya? Aneh."
Keheranan sang sopir pun tiba - tiba teralihkan setelah di depan ada pemandangan aneh yang menarik perhatian matanya. Sebuah kabut tebal tiba - tiba muncul entah datang dari mana, dan mau tak mau cuma itu jalur yang ada maka ia pun terpaksa melewatinya. Kabut tersebut benar - benar menggangu pandangannya dalam melihat ke depan, ia hanya mengandalkan insting dan juga pengalamannya.
"Ini apalagi coba, kenapa tiba - tiba ada kabut tebal gini sih. Bikin repot aja," sopir yang kesal mencoba memperhatikan seksama jalan yang tertutup kabut itu, berharap tak ada orang menyebrang di larut malam seperti ini walau itu tak mungkin.
Dan apa yang ditakutkan terjadi, sebuah bayangan manusia mendadak muncul tepat di depan truk. Sopir yang kaget itu langsung membanting setir ke lajur yang berlawanan lalu perlahan kembali ke lajur semula. Sepertinya ia sudah lumayan berpengalaman dengan hal seperti ini. Tapi tetap saja ini membuatnya berkeringat dingin, dahinya berkerut, jantungnya terus berdegup kencang, dirinya sudah diselimuti aura ketakutan akan hal yang tidak - tidak.
"Fiuuh... Untung saja, bikin kaget saja tuh orang. Mendadak muncul kayak setan aja, benar - benar bikin jantungan. Dasar orang gila!!"
Makian sopir itu ternyata mengundang sosok mengerikan yang tak disadarinya setelah melewati orang tadi. Suara lirih mengerikan muncul dari samping tempat duduknya.
"Bangg.... Tolonggg akuuu banggg, aku bukan setannn!!!!"
Mata sang sopir melotot, dadanya bak ditusuk dari belakang, diam bergeming. Ia terdiam setelah tahu firasat buruknya telah menjadi kenyataan. Perlahan ia menolehkan kepalanya, jantungnya semakin kuat berdetak, ia sejatinya takut untuk menolehnya namun entah kenapa seperti ada dorongan yang kuat untuk menatap sosok tersebut. Lalu akhirnya ia menatap mahluk itu, sesosok wanita berdaster putih panjang, rambut acak - acakan, kulit putih pucat seperti orang mati dengan keadaan muka rusak di sisi kanannya menatapnya dengan tatapan penuh amarah. Ia terdiam sesaat kemudian, tak bisa bersuara bak terkunci rapat, dan setelah beberapa saat ia berhasil membuka mulutnya lalu berteriak lantang.
"Sssesseeeseeesseetannnnnnn!!!!"
Perasaanya sudah tak karuan, ia dilanda panik yang dahsyat, yang ada dibenaknya adalah bagaimana bisa melewati ini dengan selamat walau kecil kemungkinannya. Belum beberapa saat apes, kini ia mendapat kesialan lagi, ia tercengang dan bingung karena setirnya tak digunakan. Di tambah suara cekikikan setan wanita itu benar - benar membuat bulu kuduk merinding.
"Hihihihi...hihihi... ayo ikutlah dengan ku ke alam baka, hihihi!!!"
Setan wanita itu tertawa puas melihat korbannya menderita, tenaganya begitu kuat sehingga mampu mengendalikan setir mobil. Nasib naas pun tak bisa terhindarkan, truk itu menikung tajam, di saat yang bersamaan pedal rem juga seperti terinjak kuat, alhasil truk kehilangan keseimbangan. Truk itu jatuh terguling sampai akhirnya berhenti mengenai tiang listrik besi yang tertancap kokoh. Sang sopir yang bernasib malang meninggal di tempat, sementara sang hantu wanita itu lenyap dalam tragedi malam yang mengerikan.
***
Setelah melaju kencang dengan motor harleynya itu sambil membelah malam yang gelap gulita, Aryo akhirnya tiba pada sebuah rumah kontrakan dengan halaman yang luas. Pintu pagarnya tak terkunci, sebuah mobil van juga nampak terparkir di depan teras rumah. Dengan nyali baja, ia memberanikan diri masuk ke rumah itu. Dalam hati ia juga resah kalau dituduh maling karena datang pada larut malam, di sisi lain ia juga harus segera menolong saudarinya yang menghilang secara misterius itu. Sampai di depan pintu, tatapannya beralih sebuah tombol yang bertuliskan, "Bel Rumah." Tanpa pikir panjang ia menekan tombol itu. Sebuah suara merdu layaknya mainan ponsel anak - anak keluar dari dalam rumah. Sayup - sayup Aryo masih bisa mendengarnya dengan jelas.
Di dalam rumah itu rupanya terdapat dua orang kakak beradik yang usianya tak terlalu jauh, Risa dan Riko. Aktifitas keduanya terhenti setelah suara bel nyaring terdengar ke seisi dalam rumah. Sang kakak yaitu Risa yang curiga sekaligus penasaran mendatangi kamar adiknya setelah mematikan televisinya. Ia mengetuk pintu dengan pelan, Riko sang adik yang sedikit kesal karena harus menghentikan permainan game onlinenya terpaksa mengikuti arahan kakaknya itu demi kenyamanan dan keamanan bersama.
"Hei, kamu mendengar bel itu kan?" bisik kakaknya.
"Tentu saja aku mendengarnya, lagian kenapa kakak gak mau sih mengunci pagar jam sembilanan gitu. Permainan ku kan terganggu," kesal Riko.
"Heh, udah diam saja, kamu tak ingin kan kejadian yang dulu - dulu itu berulang lagi," kakaknya mengancam halus.
"Sekte aneh - aneh itu maksudnya, kita kan bisa telpon Arina," jawab Riko.
"Tapi ia tak pernah muncul lagi akhir - akhir ini. Bahkan kita sudah jarang menemuinya, kita harus lebih mandiri kali ini," kakaknya kembali menegur.
"Iya - iya, sekarang bagaimana?" Riko menggaruk kepalanya.
"Huuuffh, kerjaan aku lagi kayaknya. Kamu jaga aku dari belakang tapi jangan terlalu dekat, sediakan pistol mu. Ingat!!! Tembak orang itu ketika sudah melakukan perbuatan tak wajar karena dia..." omongan Risa terpotong.
"Aku tahu, sekte penyembah iblis bukan?" tebak adiknya.
"Ya sudah kalau begitu, berdiri di posisi mu, aku akan membuka pintu itu," Risa berjalan perlahan ke pintu depan.
Sambil menahan rasa takut, ia menarik gagang pintu dengan pelan. Pintu terbuka namun tidak terlalu lebar, hanya memperlihatkan sebagian tubuh saja. Seorang pria tampan memakai jaket kulit dengan resreting terbuka sudah menunggu di depan mata. Kecurigaannya perlahan sirna, ia tak tahu kalau ada pengikut sekte yang setampan ini, biasanya juga burik - burik. Walau begitu ia tak mau tenggelam dalam ilusi keindahan semu itu, ia wanita yang hebat dan tangguh, tak ingin seseorang dengan mudah mengusik keluarganya.
"Siapa diri mu dan ada apa kemari malam larut seperti ini??" Risa bertanya dengan tegas.
"Maaf jika mengganggu waktu mu, nama ku Aryo, aku hanya ingin..." ucapan grogi Aryo diakhiri dengan pintu yang ditutup cepat.
Hal itu sontak mengagetkan Aryo, namun ia tak patah arang. Ia kembali mencoba meyakinkan wanita cantik dengan rambut terikat dengan celana jeans panjang berserta jaket itu bahwa ia tidak datang dengan maksud jahat.
"Arinaaa!!!! Kamu kenal dia bukan?" kini Aryo berteriak lantang.
Mendadak pintu terbuka kembali, sepertinya Risa mulai luluh dan bersedia mendengar penjelasannya itu.
"Bagaimana kamu bisa tahu dia?"
"Nama ku Aryo, Aryo Sutanto, saudara kembar dari Arina Sutanto. Aku ke sini karena ingin meminta bantuan mu, dia telah lama menghilang misterius tanpa jejak," Aryo dengan sabar menjelaskan.
"Hmmm... tunggulah sebentar," Risa menutup kembali pintu dengan keras.
Ia lalu melangkah menghampiri adiknya itu dengan rasa penasaran yang tinggi namun di sisi lain masih sedikit bimbang.
"Bagaimana ini, kamu percaya kalau dia saudara kembarnya?" tanya Risa.
"Arina memang punya saudara kembar bukan. Tunggu, aku pernah ingat, dia pernah berbicara kalau ketika ada yang mengaku adiknya, mencari dirinya dengan mengunjungi kita, maka ia sedang bernasib buruk. Mungkin saja telah tiada," adiknya mengingat petuah Arina.
"Husshh, ngaco kamu, tapi bagaimana kalau dia cuma orang yang mengaku - ngaku saudara kembanya itu," Risa menduga.
"Kamu punya fotonya bukan, coba kamu lihat kembali," sang adik menyarankan.
Dengan terburu - buru tangan Risa merogoh sakunya, ia mengambil dompet cokelatnya lalu menemukan foto itu. Dan ia tercengang dengan apa yang ia lihat saat itu.
"Tttternyata benar, ia saudara kembarnya," Risa tak percaya dengan apa yang ia lihat.
Sang adik yang juga penasaran langsung merebut foto itu dari tangannya, ia melihat Arina bersama seorang pria yang diduga saudara kembarnya itu. Foto itu sejatinya sebagai nomor kontak Arina yang sulit dihapal, ia juga pernah menjelaskan bahwa pria di foto itu bukanlah pacarnya melainkan saudara kembarnya.
Setelah cukup yakin, Risa akhirnya membuka pintu dan mempersilahkan orang itu masuk.
"Masuklah!!! Dan jangan bikin suara gaduh," Risa memperingatkan.
"Bbbbaiklah, nyonya ehh mbak," jawab Aryo dengan sedikit grogi.
"Panggil saja aku Risa," setelah Aryo masuk, Risa memeriksa keadaan sekitar, memastikan tak ada orang yang mencurigakan di sekitar mereka, setelah itu barulah pintu ditutup kembali.
Mata Aryo menatap orang lain yang jauh lebih muda darinya, memakai kacamata seperti orang yang ahli IT sekaligus juga ahli dalam bermain game online.
"Kamu pasti pacarnya dia bukan, oh iya, namaku Aryo, saudara kembar Arina," Aryo memperkenalkan diri.
"Eee... aku adiknya dia sih," kata Riko dengan sedikit kikuk.
"Ohh, maaf kalau begitu," Aryo merasa tak enak.
Risa sang kakak tiba - tiba memotong pembicaraan mereka yang sederhana itu. Ia menanyakan maksud sebenarnya kedatangannya yang sepertinya terlihat sangat penting apalagi datang pas larut malam.
"Jadi, apa yang membuat mu kemari?"
"Ini soal Arina, aku yakin kalian mengenalnya karena ia menyertakan alamat kalian pada buku catatannya. Dan aku harap kalian bersedia mendengar cerita ku ini, tapi sebelum itu bolehlah aku duduk terlebih dahulu. Maaf, soalnya aku sedikit capek habis jalan jauh tadi," ujar Aryo.
Risa yang tertarik dengan cerita Aryo mempersilahkan duduk di sofa empuk itu. Aryo menceritakan duduk perkara menghilangnya adiknya secara misterius dengan khidmat sementara Risa dan Riko mendengarkan dengan seksama. Mereka tenggelam dengan kisah tragis nan haru tersebut sekaligus rasa iba mendalam yang menyertai ketiganya di malam yang semakin larut itu.
Diubah oleh dodydrogba 19-03-2018 03:30
0
Kutip
Balas