- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Sang Wakil Janji [TAMAT]
TS
dudatamvan88
Sang Wakil Janji [TAMAT]
TRILOGI
OTHER STORY OF BORNEO
SEASON III
Salam Para penghuni Jagad KASKUSTerutama Yang bermukim Di SubFor SFTH.
Hari ini saya akan menulis Season III dan yang akan menjadi akhir Dari Trilogi Other Story Of Borneo yang Telah ane tulis sebelumnya.
Mohon Kritik dan Saran Buat ane yang Nubie ini ya.
Oo iya.. Dimohon kepada pare reader agar mengikuti dan mematuhi aturan yang berlaku di SFTH dan ane ga mentolelir apapun bentuk keKEPOan yang berlebihan..
OTHER STORY OF BORNEO
SEASON III
Salam Para penghuni Jagad KASKUSTerutama Yang bermukim Di SubFor SFTH.
Hari ini saya akan menulis Season III dan yang akan menjadi akhir Dari Trilogi Other Story Of Borneo yang Telah ane tulis sebelumnya.
Mohon Kritik dan Saran Buat ane yang Nubie ini ya.
Oo iya.. Dimohon kepada pare reader agar mengikuti dan mematuhi aturan yang berlaku di SFTH dan ane ga mentolelir apapun bentuk keKEPOan yang berlebihan..
Quote:
Quote:
PROLOG
Semuanya mengerucut tepat di depan mataku seakan - akan aku adalah antagonis utamanya.
Aku benar - benar merasa menjadi orang yang salah yang berada ditempat yang salah hingga aku harus mengembalikan semua yang kubuang.
Apa memang harus seperti ini??
Semua yang kualami telah menyeretku dalam lingkaran rumit dan menjauh dari tujuan awalku saat berangkat ke pulau ini.
Aku hanya ingin membangun ulang hidupku dari nol. Tapi sekarang Aku sudah menantang orang yang jelas dan sangat jelas berada jauh diatasku.
Untuk pertama kalinya dalam hidupku saat MATImenjadi salah satu pilihanya.
Saat semuanya terpampang dengan jelas di depan mataku. Saat aku mulai merasa mampu menghadapi segalanya yang telah menyeretku.
Tia. Lusi. Aku berjanji akan mengakhirinya tak lama lagi. Mungkin tak lama lagi pula aku akan bertemu kalian. Atau mungkin kalian harus menunggu lebih lama lagi untuk bertemu denganku.
Semuanya mengerucut tepat di depan mataku seakan - akan aku adalah antagonis utamanya.
Aku benar - benar merasa menjadi orang yang salah yang berada ditempat yang salah hingga aku harus mengembalikan semua yang kubuang.
Apa memang harus seperti ini??
Semua yang kualami telah menyeretku dalam lingkaran rumit dan menjauh dari tujuan awalku saat berangkat ke pulau ini.
Aku hanya ingin membangun ulang hidupku dari nol. Tapi sekarang Aku sudah menantang orang yang jelas dan sangat jelas berada jauh diatasku.
Untuk pertama kalinya dalam hidupku saat MATImenjadi salah satu pilihanya.
Saat semuanya terpampang dengan jelas di depan mataku. Saat aku mulai merasa mampu menghadapi segalanya yang telah menyeretku.
Tia. Lusi. Aku berjanji akan mengakhirinya tak lama lagi. Mungkin tak lama lagi pula aku akan bertemu kalian. Atau mungkin kalian harus menunggu lebih lama lagi untuk bertemu denganku.
Quote:
Quote:
Quote:
Diubah oleh dipretelin 12-04-2018 08:07
dodolgarut134 dan 36 lainnya memberi reputasi
37
805.3K
3.2K
Thread Digembok
Tampilkan semua post
TS
dudatamvan88
#2851
SIDE STORY
SEDA
Menjelang malam hilda masih menunggu suaminya yag belum juga pulang dari tempat dimana suaminya itu bekerja. Dan pula tempat dimana suaminya bekerja itu tidk berada satu jauh dengan kediaman mereka. Lebih tepatnya berada disebuah pulau yang ada disebrang lautan yaitu pulau kalimantan. hilda hanya bisa uring – uringan jika saat ia menelpon tidak dijawab oleh suaminya itu.
“Beberapa hari lagi mas pulang.” Ujar hilda dalam hatinya untuk terus menyemangati diri dalam kesenderiian.
“Udahlah nduk.. sabar.. suamimu pasti mbalek kok bentar lagi” ujar mbok darmi ibunda hilda yang entah sejak kapan sudah berdiri disampingnya.
“Iya bu.. maaf.. tapi aku takut kalo mas ninggalin aku.. kaya bapak dulu ninggalin ibu” jawab hilda sambil menundukan kepalanya.
“Kamu ini ngomong apa toh.. gausah aneh2.. ayo masuk” ujar mbok darmi sambil menarik tangan anaknya.
“Gimana aku ga takut bu.. ibu yang cantik begitu aja bapak bisa berpaling.. giamana aku yang pas – pasan gini.. ibu ga pernah ngerti aa yang aku rasain” ujar hilda dalam hati sambil mengikuti langkah ibunya masuk kedalam rumah.
Di dalam kamar pengantin yang seharusnya diisi oleh dua orang kini hilda hanya terdiam seorang diri menatap tajam ke arah handphonenya. Berharap dan selalu menunggu sepatah dua patah pesan dari suaminya yang tak kunjung dia dapatkan. Dalam benaknya kini penuh kekhawatiran. Perasaan akan takut kehilangan sang suami karena hilda merasa sebagai wanita yang serba kekurangan dalam segala hal dibandingkan dengan wanita – wanita yang sebaya denganya di sebuah dusun kecil dibilangan kota Madiun. Mbok darmi pun seperti mengerti apa yang dipikirkan oleh anak satu – satunya itu dan beberapa kali beliau mengingatkan farida akan kekuatan tuhan yang maha esa tapi tetap saja. Rasa khawatir itu tak pernah hilang dari diri hilda.
Dalam kekalutanya perlahan hilda mulai menitihkan air mata sambil bersandar di tepian ranjang diterangi oleh lampu remang sebagai penerangan kamarnya. Dia memandangi sekitarnya. Dinding triplek kokoh yang tergantung beberapa foto pernikahan disana. Hingga tak beberapa lama cahaya remang bulam mulai memasuki kamarnya dari sela – sela jendela kayu yang sudah ia tutup sore tadi.
HEEEEEEEEEEEEEEEEEHHHHH
DEG
Hilda tiba – tiba terkejut dengan suara desah nafas yang tiba – tiba berhembus tepat di tengkuknya. Dengan panik dia menoleh tapi tidak menemukan apapun ada disekitarnya. Memang sudah sejak lama ia mendengar desah nafas itu. Tapi beberapa hari belakangan hilda menjadi semakin sering mendengarnya. Sempat pula ia menceritakan kepada ibunya. Dan ibunya hanya menjawab “itu Cuma khayalanmu karena kesepian”. Jelas itu sama sekali bukan jawaban yang diharapkan olehnya.
Malam semakin larut saat hilada mulai memejamkan matanya. Rasa lelah akan penantian benar – benar bisa mengantarkanya ke alam mimpi saat ini. Sebuah alam yang sangan diinginkan oleh hilda agar bisa bertemu dan memeluk suaminya yang berada jauh disebrang lautan.
Tiba – tiba ruangan berubah menjadi terang dan hilda segera duduk disamping ranjang memandangi keanehan yang dialaminya. Dengan rasa bingung dia memandangi sekitarnya. Tak ada yang berubah, yang ada sekarang ruangan kamarnya terasa sangat terang dan sangat berbeda dari malam – malam sebelumnya.
“Ada apa ini?? Kenapa jadi terang banget” pikir hilda dalam hati.
”Buatlah suamimu aman.. tuliskan dengan darahmu..”ujar suara seorang wanita tua yang entah datang darimana.
DEG
Hilda terkejut dengan sangat ketakutan. Dia langsung menelungkupkan tubuhnya di ranjang tanpa berani membuka matanya sedikitpun. Sadar dan sangat sadar. Hilda merasa ada orang lain dikamarnya saat ini. Dalam hatinya dengan tergesa – gesa hilda melafalkan ayat – ayat suci yang ia hafal berharap sosok asal suara itu kepanasan mendengarnya dan pergi sejauh mungkin. Tapi yang terjadi sekarang tubuh hilda semakin merinding hebat. Kakinya bergetar. Keringat dingin perlahan keluar dari pori – pori wajahnya dan membasahi bantal yang ia gunakan untuk menutupi wajahnya.
“Siapa?? Tolong pergi.. aku ga pernah buat salah.. ini rumahku.. tolong pergi” Ujar hilda dengan suara tertahan.
”Buka kamar itu..” ujar suara itu yang terdengar sangat mengerikan ditelinga hilda.
“Kamar apa??” tanya hilda dengan ketakutan.
Tak ada jawaban. Suasana kembali sangat sunyi diiringi oleh suara serangga malam dari sekitaran rumah ini yang memang adalah kebun pohon jati. Setelah tenang dan hawa keberadaan orang lain dikamarnya menghilang hilda memberanikan diri membuka wajahnya dari bantal yang sedari tadi ditempelkan ke wajahnya. Kamarnya kini kembali remang. Hilda memandangi sekitarnya dengan merinding. Tak berani rasanya dia tidur seorang diri hingga dia berdiri dan mulai melangkah untuk menuju ke kamar ibunya.
“Malem ini tidur sama ibuk” pikirnya saat mulai melangkah dibawah cahaya lampu remang.
Langkah demi langkah dilakukan hilda dengan sangat pelan dan waspada. Rasa merinding belum benar – benar hilang dari perasaanya. Dirumah kayu ini berteriak sekencang – kencangnya hanya akan membuat ibunya panik dan hilda tak mau ibunya jantungan. Hingga langkah hilda terhenti disalah satu pintu kamar tertutup yang sejak bapak meninggalkanya tak pernah dibuka oleh ibunya dan hilda teringat ucapan dari suara yang tak kasat mata itu. “Buka kamar itu”.
DEG
“Apa kamar ini??” Tanya hilda dalam hati.
Rasa penasaran mengalahkan semua ketakutan yang ada pada diri hilda hingga entah dengan kekuatan darimana hilda kini telah memegang dengan erat gagang pintu kamar yang tertutup rapat itu. Suasana seketika hening. Tak terdengar suara serangga malam bernyanyi. Sepi dan benar – benar sepi saat kulit tangan hilda menyentuh gagang pintu itu.
“Emangnya ada apa?? Ini kan rumahku.. tempat aku dilahirin.. kenapa aku harus takut dirumahku sendiri” guman hilda sambil membuka pintu kamar itu secara perlahan.
KRIIIIIEEEETTT
Sebisa mungkin hilda membuka pintu itu dengan perlahan. Tapi tetap saja menimbulkan suara yang cukup nyaring ditelinga karena engsel berkarat yang sudah sangat lama tidak bergerak. Dengan menahan nafas hilda melangkah masuk ke ruangan gelap yang seharusnya tidak asing baginya karena saat bapaknya masih tinggal bersama ruangan ini menjadi tempat penyimpanan barang – barang perkakas kerja milik ayahnya. Tapi suasana ini terasa sangat asing bagi hilda. Dengan perlahan ia meraba dinding untuk menemukan sakelar lampu.
CTAAKK
Kini lampu diruangan itu sudah menyala. Hilda memandang sekitarnya. Tak ada yang aneh. Semua perkakas yang memang sengaja ditinggalkan oleh ayahnya masih tergeletak ditempatnya, hanya bedanya kini banyak ditutupi oleh sarang laba – laba disana sini. Sesaat setelah memastikan tak ada yang aneh hilda berbalik badan hendak meninggalkan ruangan itu. Saat ia melangkah ke arah pintu.
SSSSSSHHHHHH
Desisan aneh terdengar dengan jelas ditelinga hilda hingga membuat merinding sekujur tubuhnya. Denga ragu dan takut dia menoleh ke arah sumber suara mengerikan itu. Pandanganya kini tertuju pada sesuatu yang terletak disalah satu rak yang ditutupi oleh sarang laba – laba. Sebuah benda kecil berbentuk kotak berwarna coklat kusam. Dengan ragu hilda mengambil benda itu.
“Apa ini??” guman hilda saat menyentuh benda itu.
Ditanganya kini hilda memegang sebuah benda yang tidak dikenali olehnya. Tapi ia tau jelas ini adalah sebuah buku kuno saat ia melihat terdapat tulisan jawa kuno yang tertulis pada sebuah daun lontar. Lembaran – demi lenbaran hilda membukanya tapi sama sekali tidak mengerti apa yang tertulis pada benda itu hingga tiba – tiba.
“AAAAKKKKKHHH” pekik hilda saat ujung jari telunjuknya seperti tertusuk sebuah duri yang sangat tajam.
Karena terkejut hilda menjatuhkan buku lontar itu kelantai dan kemudian memeriksa ujung jarinya. Benar saja. Ujung jari hilda terluka dan mengeluarkan setitik darah. Dengan epat hilda memasukkan jari tangan itu kedalam mulutnya untuk menghentikan darah yang keluar. Mata hilda tertuju ke arah bawah untuk mencari benda yang ia jatuhkan tapi.
DEG
Mata hilda terhenti saat melihat sepasang kaki dengan warna kulit yang sangat pucat. Perlahan ia menaikkan pandanganya dan terlihat pakaian putih yang sangat kusam. Jantung hilda bergetar hebat seiring dengan pandanganya yang semakin keatas dan kini terlihat jelas seorang wanita berdiri didepanya dengan lingkar mata hitam yang teramat jelas diwajahnya tersenyum menampakkan gigi yang terlihat berwarna kehitaman.
”HIIIHIHIHI.. sseeedddoooo”
DEG..
BRUGGHHH..
“AAAAKKKKKHHHHHHHH.. aku ga mau matiiii” Teriak hilda dengan sekencang – kencangnya saat terjatuh ke lantai karena terkejut.
Hangat cahaya matahari pagi yang menerpa wajah hilda membangunkan hilda dari tidurnya. Dengan panik dan terkejut ia langsung memegang wajahnya dan melihat ke sekitarnya.
“Mimpi??” ujar hilda denga jantung berdebar diatas ranjang kamarnya.
Tapi hilda tersentak saat melihat luka diujung jarinya yang telihat sangat nyata yang menandakan semua yang dialami hilda ternyata bukanlah mimpi. Tapi sebuah kenyataan. Dengan panik hilda melompat dari ranjangnya dan kemudian berlari sambil memanggil ibunya. Tak mendapat jawaban hilda kemudian berlari ke arah kamar ibunya dan.
“AAAAAAAKKKKHHH.. IBUUUUUUU” Teriak hilda saat mendapati ibunya terbujur kaku dengan mulut terbuka dan mata melotot diatas tempat tidurnya dengan masih mengenakan pakaian tidur berwarna kuning yang biasa beliau kenakan.
Menjelang malam hilda masih menunggu suaminya yag belum juga pulang dari tempat dimana suaminya itu bekerja. Dan pula tempat dimana suaminya bekerja itu tidk berada satu jauh dengan kediaman mereka. Lebih tepatnya berada disebuah pulau yang ada disebrang lautan yaitu pulau kalimantan. hilda hanya bisa uring – uringan jika saat ia menelpon tidak dijawab oleh suaminya itu.
“Beberapa hari lagi mas pulang.” Ujar hilda dalam hatinya untuk terus menyemangati diri dalam kesenderiian.
“Udahlah nduk.. sabar.. suamimu pasti mbalek kok bentar lagi” ujar mbok darmi ibunda hilda yang entah sejak kapan sudah berdiri disampingnya.
“Iya bu.. maaf.. tapi aku takut kalo mas ninggalin aku.. kaya bapak dulu ninggalin ibu” jawab hilda sambil menundukan kepalanya.
“Kamu ini ngomong apa toh.. gausah aneh2.. ayo masuk” ujar mbok darmi sambil menarik tangan anaknya.
“Gimana aku ga takut bu.. ibu yang cantik begitu aja bapak bisa berpaling.. giamana aku yang pas – pasan gini.. ibu ga pernah ngerti aa yang aku rasain” ujar hilda dalam hati sambil mengikuti langkah ibunya masuk kedalam rumah.
Di dalam kamar pengantin yang seharusnya diisi oleh dua orang kini hilda hanya terdiam seorang diri menatap tajam ke arah handphonenya. Berharap dan selalu menunggu sepatah dua patah pesan dari suaminya yang tak kunjung dia dapatkan. Dalam benaknya kini penuh kekhawatiran. Perasaan akan takut kehilangan sang suami karena hilda merasa sebagai wanita yang serba kekurangan dalam segala hal dibandingkan dengan wanita – wanita yang sebaya denganya di sebuah dusun kecil dibilangan kota Madiun. Mbok darmi pun seperti mengerti apa yang dipikirkan oleh anak satu – satunya itu dan beberapa kali beliau mengingatkan farida akan kekuatan tuhan yang maha esa tapi tetap saja. Rasa khawatir itu tak pernah hilang dari diri hilda.
Dalam kekalutanya perlahan hilda mulai menitihkan air mata sambil bersandar di tepian ranjang diterangi oleh lampu remang sebagai penerangan kamarnya. Dia memandangi sekitarnya. Dinding triplek kokoh yang tergantung beberapa foto pernikahan disana. Hingga tak beberapa lama cahaya remang bulam mulai memasuki kamarnya dari sela – sela jendela kayu yang sudah ia tutup sore tadi.
HEEEEEEEEEEEEEEEEEHHHHH
DEG
Hilda tiba – tiba terkejut dengan suara desah nafas yang tiba – tiba berhembus tepat di tengkuknya. Dengan panik dia menoleh tapi tidak menemukan apapun ada disekitarnya. Memang sudah sejak lama ia mendengar desah nafas itu. Tapi beberapa hari belakangan hilda menjadi semakin sering mendengarnya. Sempat pula ia menceritakan kepada ibunya. Dan ibunya hanya menjawab “itu Cuma khayalanmu karena kesepian”. Jelas itu sama sekali bukan jawaban yang diharapkan olehnya.
Malam semakin larut saat hilada mulai memejamkan matanya. Rasa lelah akan penantian benar – benar bisa mengantarkanya ke alam mimpi saat ini. Sebuah alam yang sangan diinginkan oleh hilda agar bisa bertemu dan memeluk suaminya yang berada jauh disebrang lautan.
Tiba – tiba ruangan berubah menjadi terang dan hilda segera duduk disamping ranjang memandangi keanehan yang dialaminya. Dengan rasa bingung dia memandangi sekitarnya. Tak ada yang berubah, yang ada sekarang ruangan kamarnya terasa sangat terang dan sangat berbeda dari malam – malam sebelumnya.
“Ada apa ini?? Kenapa jadi terang banget” pikir hilda dalam hati.
”Buatlah suamimu aman.. tuliskan dengan darahmu..”ujar suara seorang wanita tua yang entah datang darimana.
DEG
Hilda terkejut dengan sangat ketakutan. Dia langsung menelungkupkan tubuhnya di ranjang tanpa berani membuka matanya sedikitpun. Sadar dan sangat sadar. Hilda merasa ada orang lain dikamarnya saat ini. Dalam hatinya dengan tergesa – gesa hilda melafalkan ayat – ayat suci yang ia hafal berharap sosok asal suara itu kepanasan mendengarnya dan pergi sejauh mungkin. Tapi yang terjadi sekarang tubuh hilda semakin merinding hebat. Kakinya bergetar. Keringat dingin perlahan keluar dari pori – pori wajahnya dan membasahi bantal yang ia gunakan untuk menutupi wajahnya.
“Siapa?? Tolong pergi.. aku ga pernah buat salah.. ini rumahku.. tolong pergi” Ujar hilda dengan suara tertahan.
”Buka kamar itu..” ujar suara itu yang terdengar sangat mengerikan ditelinga hilda.
“Kamar apa??” tanya hilda dengan ketakutan.
Tak ada jawaban. Suasana kembali sangat sunyi diiringi oleh suara serangga malam dari sekitaran rumah ini yang memang adalah kebun pohon jati. Setelah tenang dan hawa keberadaan orang lain dikamarnya menghilang hilda memberanikan diri membuka wajahnya dari bantal yang sedari tadi ditempelkan ke wajahnya. Kamarnya kini kembali remang. Hilda memandangi sekitarnya dengan merinding. Tak berani rasanya dia tidur seorang diri hingga dia berdiri dan mulai melangkah untuk menuju ke kamar ibunya.
“Malem ini tidur sama ibuk” pikirnya saat mulai melangkah dibawah cahaya lampu remang.
Langkah demi langkah dilakukan hilda dengan sangat pelan dan waspada. Rasa merinding belum benar – benar hilang dari perasaanya. Dirumah kayu ini berteriak sekencang – kencangnya hanya akan membuat ibunya panik dan hilda tak mau ibunya jantungan. Hingga langkah hilda terhenti disalah satu pintu kamar tertutup yang sejak bapak meninggalkanya tak pernah dibuka oleh ibunya dan hilda teringat ucapan dari suara yang tak kasat mata itu. “Buka kamar itu”.
DEG
“Apa kamar ini??” Tanya hilda dalam hati.
Rasa penasaran mengalahkan semua ketakutan yang ada pada diri hilda hingga entah dengan kekuatan darimana hilda kini telah memegang dengan erat gagang pintu kamar yang tertutup rapat itu. Suasana seketika hening. Tak terdengar suara serangga malam bernyanyi. Sepi dan benar – benar sepi saat kulit tangan hilda menyentuh gagang pintu itu.
“Emangnya ada apa?? Ini kan rumahku.. tempat aku dilahirin.. kenapa aku harus takut dirumahku sendiri” guman hilda sambil membuka pintu kamar itu secara perlahan.
KRIIIIIEEEETTT
Sebisa mungkin hilda membuka pintu itu dengan perlahan. Tapi tetap saja menimbulkan suara yang cukup nyaring ditelinga karena engsel berkarat yang sudah sangat lama tidak bergerak. Dengan menahan nafas hilda melangkah masuk ke ruangan gelap yang seharusnya tidak asing baginya karena saat bapaknya masih tinggal bersama ruangan ini menjadi tempat penyimpanan barang – barang perkakas kerja milik ayahnya. Tapi suasana ini terasa sangat asing bagi hilda. Dengan perlahan ia meraba dinding untuk menemukan sakelar lampu.
CTAAKK
Kini lampu diruangan itu sudah menyala. Hilda memandang sekitarnya. Tak ada yang aneh. Semua perkakas yang memang sengaja ditinggalkan oleh ayahnya masih tergeletak ditempatnya, hanya bedanya kini banyak ditutupi oleh sarang laba – laba disana sini. Sesaat setelah memastikan tak ada yang aneh hilda berbalik badan hendak meninggalkan ruangan itu. Saat ia melangkah ke arah pintu.
SSSSSSHHHHHH
Desisan aneh terdengar dengan jelas ditelinga hilda hingga membuat merinding sekujur tubuhnya. Denga ragu dan takut dia menoleh ke arah sumber suara mengerikan itu. Pandanganya kini tertuju pada sesuatu yang terletak disalah satu rak yang ditutupi oleh sarang laba – laba. Sebuah benda kecil berbentuk kotak berwarna coklat kusam. Dengan ragu hilda mengambil benda itu.
“Apa ini??” guman hilda saat menyentuh benda itu.
Ditanganya kini hilda memegang sebuah benda yang tidak dikenali olehnya. Tapi ia tau jelas ini adalah sebuah buku kuno saat ia melihat terdapat tulisan jawa kuno yang tertulis pada sebuah daun lontar. Lembaran – demi lenbaran hilda membukanya tapi sama sekali tidak mengerti apa yang tertulis pada benda itu hingga tiba – tiba.
“AAAAKKKKKHHH” pekik hilda saat ujung jari telunjuknya seperti tertusuk sebuah duri yang sangat tajam.
Karena terkejut hilda menjatuhkan buku lontar itu kelantai dan kemudian memeriksa ujung jarinya. Benar saja. Ujung jari hilda terluka dan mengeluarkan setitik darah. Dengan epat hilda memasukkan jari tangan itu kedalam mulutnya untuk menghentikan darah yang keluar. Mata hilda tertuju ke arah bawah untuk mencari benda yang ia jatuhkan tapi.
DEG
Mata hilda terhenti saat melihat sepasang kaki dengan warna kulit yang sangat pucat. Perlahan ia menaikkan pandanganya dan terlihat pakaian putih yang sangat kusam. Jantung hilda bergetar hebat seiring dengan pandanganya yang semakin keatas dan kini terlihat jelas seorang wanita berdiri didepanya dengan lingkar mata hitam yang teramat jelas diwajahnya tersenyum menampakkan gigi yang terlihat berwarna kehitaman.
”HIIIHIHIHI.. sseeedddoooo”
DEG..
BRUGGHHH..
“AAAAKKKKKHHHHHHHH.. aku ga mau matiiii” Teriak hilda dengan sekencang – kencangnya saat terjatuh ke lantai karena terkejut.
Hangat cahaya matahari pagi yang menerpa wajah hilda membangunkan hilda dari tidurnya. Dengan panik dan terkejut ia langsung memegang wajahnya dan melihat ke sekitarnya.
“Mimpi??” ujar hilda denga jantung berdebar diatas ranjang kamarnya.
Tapi hilda tersentak saat melihat luka diujung jarinya yang telihat sangat nyata yang menandakan semua yang dialami hilda ternyata bukanlah mimpi. Tapi sebuah kenyataan. Dengan panik hilda melompat dari ranjangnya dan kemudian berlari sambil memanggil ibunya. Tak mendapat jawaban hilda kemudian berlari ke arah kamar ibunya dan.
“AAAAAAAKKKKHHH.. IBUUUUUUU” Teriak hilda saat mendapati ibunya terbujur kaku dengan mulut terbuka dan mata melotot diatas tempat tidurnya dengan masih mengenakan pakaian tidur berwarna kuning yang biasa beliau kenakan.
jenggalasunyi dan 9 lainnya memberi reputasi
10