irazz1234Avatar border
TS
irazz1234
Dunia Para Monster [Zombie Apocalypse Story]
Hello kaskuser dan momod tercintah emoticon-heart

Gw mau coba share cerita yang bertema horor.
Tapi horor bukan sembarang horor. emoticon-EEK!
Horor kali ini temanya Zombie Apocalypse.
Mirip kyk resident evil, the last of us, the walking dead, dll.
Tema yg cukup jarang diulas ato dibuat threadnya di SFTH.

Apdet dirilis sesuka hati, tergantung moodnya TS emoticon-Malu
Kentang sih pasti ada, tapi gw usahain gak sampe busuk tuh kentang emoticon-Ngakak (S)

Ga perlu lama-lama dah intronya, semoga semua pada suka emoticon-Embarrassment

Selamat membaca emoticon-Blue Guy Peace

Quote:
Diubah oleh irazz1234 06-03-2019 13:55
rinnopiant
indrag057
Karimake.akuna
Karimake.akuna dan 12 lainnya memberi reputasi
13
36K
264
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
irazz1234Avatar border
TS
irazz1234
#63
Chapter 9



Darah yang Gabriel minum pada saat makan malam sebelumnya, ditambah istirahat yang cukup selama beberapa jam pada waktu siang, memberinya cukup stamina untuk menerbangkan Alyssa beserta barang bawaannya kembali ke kota hanya dalam sekali perjalanan. Dia akan mengisi ulang tenaganya nanti begitu mereka telah sampai di atap apartemen Alyssa, jadi tak perlu merasa khawatir akan kehabisan energi selama perjalanan pulang. Gabriel memutuskan untuk terbang lebih cepat dari biasanya dan berhasil tiba lebih cepat daripada perjalanan mereka ke New Lycan pada malam sebelumnya.

Gabriel mengendap-endap melewati pepohonan yang berada disekitar tembok, lalu melesat cepat melewati tembok dan mendarat dengan sunyi di atap apartemen Alyssa tanpa diketahui siapapun. Gabriel lalu membungkukkan tubuhnya sedikit dan Alyssa segera melompat dari punggungnya. Mereka bersama-sama memasuki ruangan dan Gabriel menghenyakkan tubuhnya pada sofa yang berada di atap ruangan itu, menghembuskan nafas yang panjang dan dalam.

"Ternyata cukup melelahkan daripada yang kukira." Ucap Gabriel sambil menghela nafas.

"Sebentar, kuambilkan makananmu." Ucap Alyssa. Ia lalu membuka gembok di pintu dan setengah berlari menuruni tangga menuju lemari pendingin untuk mengambil kantong darah yang ada. Alyssa membawa kantong darah itu ke atap dan langsung menyerahkan kantong itu kepada Gabriel.

"Terima kasih." Ucap Gabriel yang lalu membuka tutup kantong darah itu, meneguknya secara perlahan. Setelah itu ia menghembuskan nafas panjang sambil merasakan ensrginya sudah mulai kembali pulih. "Jauh lebih baik sekarang."

"Senang mendengarnya." Ucap Alyssa, lalu duduk di atap disebelah Gabriel. "Butuh waktu untuk memulihkan tenagamu?"

"Hanya sebentar saja." Ujar Gabriel mengiyakan. "Aku mengeluarkan tenaga agak banyak pada saat terbang tadi. Aku akan lebih berhati-hati lain kali. Pada saat terbang tadi aku sempat berpikir untuk menjatuhkan barang-barang ini, atau dirimu."

"Untungnya kamu tidak jadi melakukan keduanya." Ucap Alyssa, mengamati Gabriel yang sedang meneguk kantong darah itu.

Butuh waktu beberapa menit bagi Gabriel untuk menghabiskan isi kantong itu. Setelah kantong itu habis, ia lalu berdiri dan menghela nafas panjang sebelum menatap Alyssa.

"Butuh bantuan membawa barang-barang ini kebawah?" Tanya Gabriel.

"Tidak usah, aku bisa sendiri." Jawab Alyssa. "Kamu telah membawa barang-barang ini cukup jauh. Akan kubawa nanti kebawah dan sebaiknya kamu jangan berada disini terlalu lama. Bukannya mau ngusir, tapi aku gak mau ada orang lain yang lihat, khususnya adikku."

"Baiklah kalau begitu." Kata Gabriel, sembari merapikan pakaiannya. "Aku akan pergi sekarang. Terima kasih atas makanan segarnya."

"Sudah merasa baikan?" Alyssa bertanya.

"Ya, tentu saja." Jawab Gabriel. "Makanan barusan akan membuatku bertahan selama beberapa hari. Kantong-kantong yang telah kamu berikan sebelumnya masih cukup untuk membuatku bertahan selama beberapa minggu. Buatlah daftar barang yang baru dan kita akan pergi berbelanja lagi nanti."

"Sudah pasti." Ucap Alyssa sambil meraih tangan Gabriel dan menjabatnya. "Terima kasih."

Gabriel meraih tangan Alyssa, lalu mencium ujung tangannya. Seperti yang dilakukan para pria jaman dulu. "Terima kasih kembali."

Sebelum Alyssa sempat membalasnya, Gabriel telah melesat jauh keatas dan menghilang di kegelapan malam. Kecepatan terbang Gabriel sungguh tak dapat dipercaya, darah yang ia berikan mungkin memberinya kekuatan yang luar biasa.

Alyssa harus bolak balik tiga kali untuk membawa semua barang belanjaan yang ia beli ke lantai bawah. Total ada lima kantong belanjaan besar yang tidak hanya berisi barang-barang yang ada di daftar, tetapi juga banyak barang yang dibeli khusus untuk kebutuhan pribadi Alyssa dan Diane. Alyssa menyimpan barang belanjaan pribadi miliknya dan Diane kedalam kamar, lalu meletakkan barang-barang yang diminta Major di dekat pintu keluar. Ia nanti akan memanggil Major untuk mengambil barang-barang itu sendiri.

Setelah memindahkan barang persediaan yang cukup banyak di dekat pintu, Alyssa memutuskan untuk membaringkan tubuhnya di sofa dan beristirahat. Dirinya tidak dapat tidur nyenyak saat berada di New Lycan dan tidur sejenak sambil menunggu Diane bangun adalah pilihan yang cukup menarik baginya. Alyssa sempat berpikir untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang mungkin nanti akan diajukan padanya, tentang bagaimana ia dapat membawa semua barang-barang ini tanpa diketahui oleh para penjaga di sekitar tembok pembatas.

Untuk sesaat, Alyssa sempat berpikir untuk tidak akan menjawab pertanyaan apapun, dan ia berharap Major akan menghargai perjanjian dengannya dan tidak menanyakan apapun soal bagaimana ia mendapatkan barang-barang tersebut. Alyssa akhirnya dapat terlelap di sofa untuk beberapa jam hingga matahari terbit keesokan paginya, lalu terbangun karena adiknya membangunkannya dengan sebuah pelukan.

"Kapan kamu kembali?" Diane bertanya sambil tersenyum lebar.

"Aku pulang waktu kamu lagi tidur," Alyssa menjawab. "Aku gak mau ngebangunin kamu, karena kemarin sudah larut malam." jawabnya sambil meregangkan tubuhnya lalu kembali berbaring.

"Aku khawatir banget kemarin." Kata Diane lalu memeluk kakaknya lagi.

"Jangan terlalu dibesar-besarkan," Jawab Alyssa sambil tersenyum hangat. "Ayo kita sarapan lalu kita bisa bicara lagi nanti."

"Oke." Jawab Diane, lalu berlari ke arah lemari dan mengambil jaket.

Kedua gadis itu berjalan kearah balai kota untuk sarapan, dan tidak butuh waktu lama bagi Major untuk mengetahui keberadaan mereka. Pria tua itu memutuskan untuk duduk di dekat Alyssa, penasaran atas berbagai hal.

"Diane." Major berkata sambil menyunggingkan senyum khasnya. "Aku ingin berbicara dengan kakakmu sebentar, kamu boleh ambil kue waffle extra dan minum jus buah sesukamu."

"Tentu saja, terima kasih." Jawab Diane yang lalu mengambil piring dan gelasnya untuk diisi ulang.

"Selamat pagi." Ucap Alyssa, tahu apa maksud kedatangan Major.

"Sudah dua kali kamu kembali seperti ini," Major berkata. "Adakah celah keamanan di tembok yang harus kita tutup? Sepertinya mudah sekali bagimu untuk melewatinya tanpa diketahui penjaga."

"Tidak. Temboknya baik-baik saja." Ucap Alyssa. "Aku dapat melewati tembok dengan caraku sendiri. Itulah mengapa aku meminta rumah yang dekat dengan tembok. Kamu gak mau dengar barang-barang yang sudah kudapatkan?"

"Itu yang ingin kudengar darimu." Ucap Major, masih dengan senyumnya.

Alyssa mengembalikan secarik kertas yang berupa daftar barang yang telah diberikan Major minggu sebelumnya.

"Aku tidak dapat menemukan semuanya." Alyssa memulai pembicaraan. "Tapi aku menemukan beberapa barang dalam perjalanan pulang. Aku juga nemuin sweater yang bagus untuk Diane. Kuharap kamu gak keberatan kalau kuberikan sweater itu untuknya."

"Kamu telah mendapatkan setengah dari daftar barang ini." Jawab Major. "Ini sangat menakjubkan. Bagaimana kamu dapat semua barang-barang ini? Apakah lokasinya dekat?"

"Tidak sama sekali." Alyssa berkata, hal jujur yang pertama kali ia katakan padanya.

"Lalu gimana cara kamu kesana?" Major bertanya.

"Aku punya caraku sendiri, dan kita punya perjanjian." Alyssa mengingatkannya. "Jika kamu ingin aku tetap membawa barang-barang ini, lebih baik jangan pernah bertanya."

"Itu memang perjanjian kita, tapi aku harus bertanya." Kata mayor sambil melipat kertas daftar belanjaan. "Apakah kamu mencuri dari seseorang yang mungkin akan mengambil barang-barang ini kembali?"

"Tidak." Jawab Alyssa yakin. "Tidak akan ada orang yang akan merebutnya kembali. Aku janji."

"Baiklah, kenapa harus berdebat dengan hasil yang mengagumkan ini?" Major berkata dengan nada puas. "Dimana barang-barang ini berada sekarang?"

"Ada di apartemenku." Jawab Alyssa. "Maukah kamu ikut pulang denganku dan Diane lalu mengambil barang-barang itu?"

"Dengan senang hati." Ucap Major yang penasaran dengan apa yang telah Alyssa dapatkan.

Setelah ketiganya menghabiskan sarapan, Major berjalan bersama kedua gadis itu pulang menuju apartemen.

"Kuharap tempat tinggal kalian yang baru cukup nyaman." Kata Major.

"Sangat nyaman sekali." Diane menjawab mewakili kakaknya. "Senang bisa punya kamar sendiri lagi."

"Itu hal kecil yang sangat kita rindukan." Ujar Major sambil menepuk punggung Diane. "Seperti memiliki kamar sendiri, dan sedikit privasi. Sesuatu yang kita sia-siakan sebelum perjangkitan virus terjadi."

"Terima kasih." Jawab Diane, tersenyum.

"Berterima kasihlah kepada kakakmu." Ucap Major mengkoreksi. "Ini semua adalah hasil kerja kerasnya yang telah membuat semua ini terjadi."

Setelah sampai di apartemen, Major cukup terkejut dengan apa yang ia lihat. Tiga kantong besar yang terisi penuh, yang ternyata cukup berat untuk dibawa.

"Bagaimana kamu membawa barang-barang ini melewati tembok?" Major bertanya.

"Menggunakan tali." Jawab Alyssa bohong. "Aku mengikatnya satu persatu."

"Kamu harusnya melewati gerbang." Ucap Major menyarankan.

"Aku takut orang-orang akan mencuri barang-barang ini ketika mereka mencoba membantuku." Ujar Alyssa menjelaskan. "Aku tidak ingin kehilangan barang-barang yang berharga."

"Ya, cukup beralasan." Jawab Major sambil memeriksa isi tas, ia lalu tertarik pada sebuah barang yang lama tidak ia lihat dan kelihatan masih baru. "Dimana kamu mendapatkan ini? Ini masih baru?"

"Kamu ingat perjanjiannya." Ucap Alyssa mengingatkan. "Kamu tidak perlu tau gimana caraku mendapatkan semua ini. Selama aku tidak dapat musuh, apa kamu peduli dimana aku mendapatkannya?"

"Kurasa tidak." Jawab Major. "Kerja yang bagus Alyssa."

"Hanya ingin memberitahu saja." Ucap Alyssa sambil menunjuk ke arah sofa. "Aku akan menyimpan beberapa barang untukku dan Diane seperti sweater itu misalnya, tidak banyak, tapi kuharap kamu tidak keberatan."

"Jika kamu terus membawa barang-barang seperti ini, aku tidak keberatan sama sekali." Kata Major.

"Butuh bantuan untuk membawa barang-barang itu?" Alyssa bertanya.

"Tidak usah." Jawab Major. "Aku akan datang lagi nanti. Terima kasih."

Major pergi dengan membawa satu kantong, lalu datang lagi bersama seseorang untuk membantunya membawakan kantong yang lain.

"Apa kamu butuh daftar barang yang baru?" Major bertanya sebelum ia pergi.

"Aku masih punya yang ini." Jawab Alyssa sambil memegang daftar yang lama. "Jika ada barang lain yang ingin dicari, beritahukan kepadaku. Akan kutambahkan nanti di daftar."

"Terima kasih." Ucap Major sambil mengangguk. "Kerja yang bagus."

Setelah pintu tertutup, Alyssa berjalan kearah pintu dan menguncinya. Ia duduk bersandar ke pintu lalu melihat adiknya yang sedang menatap kearahnya dengan pandangan kebingungan.

"Ada apa?" Alyssa bertanya.

"Butuh dua orang dewasa untuk mengangkat tas-tas itu," Kata Diane. "Kamu mau bilang kalau kamu membawa tiga kantong tas itu sendirian diluar sana sambil menghindari zombie?"

"Aku mendapatkan bantuan." Alyssa akhirnya berkata. "Tapi kamu harus merahasiakan ini."

"Bantuan seperti apa?" Diane bertanya.

"Bantuan yang dapat membuat kita mendapatkan masalah." Alyssa memberitahukannya. "Tapi dia akan tetap membantu kita selama aku dapat memberikan apa yang dia butuhkan."

"Apa ada hubungannya sama kantong-kantong merah yang ada di kulkas?" Tanya Diane.

"Ya, itu benar." Jawab Alyssa.

"Emangnya itu kantong apa?" Tanya Diane lagi.

"Itu berisi darah." Jawab Alyssa. "Darahku."

"Ewww..." Ucap Diane merinding. "Emang untuk apa itu?"

"Temanku membutuhkannya." Alyssa menjelaskan. "Aku punya tipe darah yang langka, dan dia membutuhkannya karena dia sedang sakit. Itu satu-satunya cara untuk membuatnya merasa baikan. Jadi sebagai ganti perawatan penyakit itu, dia membantuku mengumpulkan barang-barang ini dan dia sangat ahli dalam melakukannya. Lebih baik dari siapapun di kota ini."

"Siapa nama temanmu itu?" Diane kembali bertanya.

Alyssa menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Merasa tenang karena Diane tidak lagi membahas tentang darah. Sepertinya dia cukup puasa dengan alasan yang telah Alyssa berikan.

"Namanya adalah Gabriel. Tapi jangan bilang siapapun, apalagi sama Major. Semua barang yang ia dapatkan membuat kita bisa dapat tempat ini. Ini adalah pertukaran, sayang. Gabriel mendapatkan yang dia butuhkan, dan kita dapatkan juga apa yang kita butuhkan. Ini adalah pertukaran yang bagus untuk kami berdua."

"Oke, terdengar cukup adil." Jawab Diane, lalu berjalan dan duduk di depan kakaknya. "Dia gak akan ambil darahmu terlalu banyak kan? Kehilangan semua darah ini bukankah membahayakan dirimu?"

"Tidak sama sekali." Alyssa berkata kepadanya, "Yah, mungkin sedikit. Tapi selama aku banyak makan ikan dan buah-buahan, aku akan baik-baik saja."

"Ini aneh sekali," Diane mengakui. "Dimana kamu bertemu orang ini?"

"Jika kamu berjanji untuk menyimpan rahasia, aku akan menceritakan semuanya."Alyssa menyarankan. "Dan jika kamu tetap menyimpan rahasia, mungkin suatu saat Gabriel akan cukup percaya untuk bertemu denganmu."

"Oke." Ucap Diane, ingin mendengar lebih banyak. "Hal apalagi yang belum kamu ceritakan padaku?"

"Ada banyak kota-kota besar." Kata Alyssa. "Kota besar berisi manusia yang berhasil melawan balik zombie-zombie itu."

"Oh, benarkah?" Diane bertanya, "Gimana kamu tau semua ini?"

"Gabriel mengajakku pergi mengunjungi salah satunya." Kata Alyssa. "Itulah dimana aku bisa dapatkan barang-barang ini. Gabriel membelikannya untuk kita."

"Wow." Kata Diane. "Jadi kita gak sendiri?"

"Aku gak yakin." Ucap Alyssa, lalu terdiam sejenak. "Aku gak yakin apa ada orang disini yang tau tentang keadaan diluar sana. Jadi selama kita mencari tau, cerita ini hanya untuk kita berdua saja, oke?"

"Setuju." Ucap Diane tersenyum. "Jadi dimana kota besar ini berada?"
kudo.vicious
kudo.vicious memberi reputasi
3