- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Sang Wakil Janji [TAMAT]
TS
dudatamvan88
Sang Wakil Janji [TAMAT]
TRILOGI
OTHER STORY OF BORNEO
SEASON III
Salam Para penghuni Jagad KASKUSTerutama Yang bermukim Di SubFor SFTH.
Hari ini saya akan menulis Season III dan yang akan menjadi akhir Dari Trilogi Other Story Of Borneo yang Telah ane tulis sebelumnya.
Mohon Kritik dan Saran Buat ane yang Nubie ini ya.
Oo iya.. Dimohon kepada pare reader agar mengikuti dan mematuhi aturan yang berlaku di SFTH dan ane ga mentolelir apapun bentuk keKEPOan yang berlebihan..
OTHER STORY OF BORNEO
SEASON III
Salam Para penghuni Jagad KASKUSTerutama Yang bermukim Di SubFor SFTH.
Hari ini saya akan menulis Season III dan yang akan menjadi akhir Dari Trilogi Other Story Of Borneo yang Telah ane tulis sebelumnya.
Mohon Kritik dan Saran Buat ane yang Nubie ini ya.
Oo iya.. Dimohon kepada pare reader agar mengikuti dan mematuhi aturan yang berlaku di SFTH dan ane ga mentolelir apapun bentuk keKEPOan yang berlebihan..
Quote:
Quote:
PROLOG
Semuanya mengerucut tepat di depan mataku seakan - akan aku adalah antagonis utamanya.
Aku benar - benar merasa menjadi orang yang salah yang berada ditempat yang salah hingga aku harus mengembalikan semua yang kubuang.
Apa memang harus seperti ini??
Semua yang kualami telah menyeretku dalam lingkaran rumit dan menjauh dari tujuan awalku saat berangkat ke pulau ini.
Aku hanya ingin membangun ulang hidupku dari nol. Tapi sekarang Aku sudah menantang orang yang jelas dan sangat jelas berada jauh diatasku.
Untuk pertama kalinya dalam hidupku saat MATImenjadi salah satu pilihanya.
Saat semuanya terpampang dengan jelas di depan mataku. Saat aku mulai merasa mampu menghadapi segalanya yang telah menyeretku.
Tia. Lusi. Aku berjanji akan mengakhirinya tak lama lagi. Mungkin tak lama lagi pula aku akan bertemu kalian. Atau mungkin kalian harus menunggu lebih lama lagi untuk bertemu denganku.
Semuanya mengerucut tepat di depan mataku seakan - akan aku adalah antagonis utamanya.
Aku benar - benar merasa menjadi orang yang salah yang berada ditempat yang salah hingga aku harus mengembalikan semua yang kubuang.
Apa memang harus seperti ini??
Semua yang kualami telah menyeretku dalam lingkaran rumit dan menjauh dari tujuan awalku saat berangkat ke pulau ini.
Aku hanya ingin membangun ulang hidupku dari nol. Tapi sekarang Aku sudah menantang orang yang jelas dan sangat jelas berada jauh diatasku.
Untuk pertama kalinya dalam hidupku saat MATImenjadi salah satu pilihanya.
Saat semuanya terpampang dengan jelas di depan mataku. Saat aku mulai merasa mampu menghadapi segalanya yang telah menyeretku.
Tia. Lusi. Aku berjanji akan mengakhirinya tak lama lagi. Mungkin tak lama lagi pula aku akan bertemu kalian. Atau mungkin kalian harus menunggu lebih lama lagi untuk bertemu denganku.
Quote:
Quote:
Quote:
Diubah oleh dipretelin 12-04-2018 08:07
dodolgarut134 dan 36 lainnya memberi reputasi
37
805.3K
3.2K
Thread Digembok
Tampilkan semua post
TS
dudatamvan88
#2229
YANG TAK DIINGINKAN
dep.. dep.. dep.. dep..
Langkah yang pelan tapi dengan pasti semakin mendekat ke arahku. Di satu sisi aku bersyukur mengetahui jika kaki kakek ini menapak ke tanah. Tapi jika diingat aku sekarang sedang berada di pulau kalimantan. Pulau dengan segala bantahan mengenai mitos yang beredar di tengah khalayak luas. Jika selama ini aku dan yang lainya berpikiran jika hal yang tidak beres tidak menapak di tanah. Tap disisni aku tidak satu atau dua kali bertemu dan mereka semua menginjak dan bahkan beberapa kali ada yang sampai menghentakkan tanah. Dengan dirundung ketakutan aku memejamkan mataku rapat – rapat berharap segala yang ada di depanku saat ini menghilang seiring segala dzikir dan ayat – ayat yang kubaca dalam hati.
GRREEEEEEPPP..
DEG
Saat sedang sangat khusyu aku membaca – baca semua ayat yang kuhafal tiba – tiba aku dikejutkan oleh sebuah tangan yang mencengkram pudak kananku dengan keras. Cukuk peras hingga membuat cengkraman itu terasa hingga ke tulangku.
“Ampun mbah..” ujarku pelan dengan nada gemetar.
Tapi jangankan mendengarkanku. Cengkraman itu malah terasa semakin keras dari sebelumnya. Perlahan aku mengumpulkan keberanian dan membuka mata. Perlahan mulai dari bawah dengan jelas aku dapat melihat sepasang kaki dengan kulit hitam legam yang penuh keriput.
“Orang?? Bisa dilawan..” ujarku dalam hati meyaklinkan diriku sendiri.
Setelah semua keberanian terkumpul. Walaupun dengan penuh keraguan aku mendongakkan kepalaku dan.
WHHUUUUUSSSSS
Sosok di depanku tiba – tiba menghilang menjadi angin pelan yang bertiup ke wajahku. Begitu pelan hingga aku bisa melihat dengan jelas proses perubahanya. Sebuah materi yang padat tiba – tiba menghilang menjadi udara dan membuatku tertegun bingung sebenarnya apa yang terjadi dan siapa dia??
KLENTIIING..
Suara khas dari sebuah koin yang terjatuh membuyarkan semua lamunanku tepat sesaat setelah sosok itu menghilang.
“Apaan lagi tu??” ujarku pelan dengan sedikit panik.
Tapi rasa penasaran memaksaku untuk mencari asal suara sekitar tempatku terduduk saat ini. Hingga akhirnya aku menemukan sebuah benda yang bentuknya mirip sebuah kampas rem cakram yang telah sangat aus tepat di depanku. Kecil tipis dan tumpul.
“Emang mirip kampas rem sih kalo sekilas..” tanyaku dalam hati sambil mencoba menganalisa bentuknya.
Bentuk tidak asing seperti senjata tradisional orang sunda dulu. Yang sebuah rencong yang sangat kecil yang berwarna kuning.
DEG
“PUSAKA?? Tapi mirip kampas rem kok??” Ujarku sambil berdiri dan kembali berjalan ke arah rumah pak dion. “tapi kenapa dikasi ke gw?? Dan kalo ngasih ginian harus nakut – nakutin dulu?? Tapi maaf gw ga minat apapun fungsinya”
Hal pertama saat aku bertemu dengan pak dion adalah meminta maaf atas perbuatanku saat malam itu dan beliau pun mewajarkan perbuatanku itu karena kesalah pahamanku atas perilaku aji. Setelah itu beliau mengatakan jika pak orang yang ada di belakangku saat itu (Yang dimaksud pak Dion adalah Pak Aksa) setelah bersalaman dengan Pak sami beliau pun melompat dan hilang di kegelapan langit malam.
“Terbang?? Kok gw ga diajarin??” gerutuku saat mendengar penjelasan pak dion.
Dia juga mengatakan jika bengkelku disana sudah ditutup dan aku tidak perlu kembali kesana. Pak yudi akan mengurus semuanya begitu juga dengan mengambilkan semua barang – barangku yang tertinggal disana. Aku sangat bersyukur beryukur mendengar penjelasan pak dion karena aku jadi tidak perlu kembali ke bangunan mengerikan itu. Dan juga kenapa Pak aksa begitu terburu – buru meninggalkanku. Padahal ada ratusan pertanyaan yang ingin kutanyakan padanya.
“Apa semuanya sudah selesai pak?? Maksud saya semua yang terjadi malam itu.” Tanyaku sambil menyeruput kopi yang disediakan Pak dion.
“Ya.. semuanya udah berakhir.. dua orang kejam itu udah diakhiri oleh tangan yang tepat” jawab pak Dion dengan menghisap rokok yang ada disela – sela jarinya.
“Oh iya pak.. saya nemu ini” ujarku dengan menyodorkan benda yang kutemukan tadi.
“Kamu dapat darimana??” tanya pak Dion.
Akhirnya aku menceritakan kronologis bagaimana aku menemukanya. Dari mulai kemunculan si kakek itu hingga akhirnya menghilang di depanku dengan berubah menjadi benda yang mirip kampas rem itu. Pak dionpun mendengarkanya dengan seksama sambil sesekali menganggukan kepala dan matanya tak lepas dari benda yang saat ini ada di ujung jarinya.
“Menurut kamu?? Gimana rasanya saat kamu megang ini??” tanya pak dion dengan nada serius.
“Hangat.. bergetar” ujarku polos.
“Di tanah jawa ini dipanggil cundrik.. tapi ini berasal dari tanah sunda.. ini kujang ndra” ujar pak dion sambil menganyunkanya dan tiba – tiba benda itupun berubah menjadi sebuah kujang denagn lengkungan yang sagat khas ditanganya.
DEG
“Berubah pak??” Tanyaku bingung.
“Kamu pernah denger tentang tentang kujang kembar??” Tanya pak dion.
Aku hanya menggelengkan kepala karena memang aku tidak mengetahui apa – apa walaupun aku pernah mendengar salah satu tokoh di sinetron Raden kian santang mengucapkanya. Apakah benda yang dibicarakan di sinetron itu dan benda yang dipegang oleh pak dion ini adalah benda yag sama??
“Kamu beruntung nemu ini.. atau ini dikasih ke kamu.. banyak kolektor yang nyari..” Ujar pak dion sambil mengembalikan benda itu padaku dan seketika bentuknya kembali mengecil bagaikan kampas rem.
“Oh iya.. saya inget.. senjatanya prabu siliwangi kah??” ujarku sedikit bersemangat.
“Bukan.. Benda itu udah moksa ngikutin majikanya.. dan setau saya Beliau engga nurunin senjata itu ke anak cucunya” jawab pak dion dengan menyerengitkan dahi.
“Terus kok bisa kemari?? Saya juga kayaknya sama sekali ga ada darah sunda” jawabku datar.
“engga tau kalo cerita gimana nyampe kesininya.. tapi Ini Cuma diserupakan dan dikasih isian dengan fungsi yang beda juga.. kalo punya prabu siliwangi yag asli bisa manggil petir dan belah batu dengan gampang.. kalo yang ini Cuma replikanya tapi tetep ada isinya” ujar pak dion.
“Engga saya ga minat pak.. bapak aja yang pegang” jawabku sembari menyodorkanya kembali.
“Tapi kamu bisa kaya terus enteng jodoh lho ndra” ujar pak dion dengan menahan tawa.
“Saya beneran ga minat pak” jawabku sedikit tegas.
“Yaudah.. tapi kalo kamu butuh kamu bisa ngambil kesini kapan aja” jawab pak dion.
Tak terasa sudah satu jam kami berdua mengobrol kesana – kemari. Dibalik tampang garang dan tubuh yang kekar itu ternyata banyak sifat humor yang dimilikinya. Jika orang yang tidak mengenalnya pasti akan ciut nyalinya saat berhadapan dengan pak dion. Tapi jika sudah mengenalnya dengan dekat maka pak dion adalah pribadi yang sangat ramah.
Brrrrruuuuuuuuummmm
Sebuah sepeda motor berhenti di depan rumah pak dion ya g kukenali adalah sepeda motor milik aji. Masih terasa sangat lucu bagitu dengan apa yang sudah kami semua alami di malam itu. Rasanya sangat tidak perlu bagi mereka untuk menggunakan kendaraan jika ingin pergi kemanapun. Tapi yah beginilah memang seharusnya manusia mejalani hidupnya secara manusiawi.
“Eh.. kalian udah baikan kan masalah perempuan.. jangan sampe kalian bertengkar dirumahku.. hhe” ujar pak dion saat melihat aji turun dari motornya.
“Laaaah.. salah paham sih pak..” jawabku menahan malu.
“Jangan cerita ke aji tentang benda itu pak” ujarku berbisik.
“Hooo.. kenapa??” ujar pak dion penasaran.
“Jangan. Nanti panjang urusanya sama dia sih” jawabku.
Setelahnya aji menceritakan perihal keberangkatan kami berdua ke kilo 42 untuk membantu temanya. Tak terlalu rinci apa yang dijelaskan oleh aji dan dia hanya mengatakan jika temanya itu sedang membutuhkan bantuan. Tapi yang aku bingung disampaikan dari perkataan dan jawaban yang disampaikan oleh Pak dion sepertinya dia sangat mengerti dengan keadaan yang sedang terjadi disana.
“Bagus kamu bawa ndra.. kamu bakal butuh” ujar pak dion membisikiku.
“Engga pak..” ujarku dengan menggemgamkan tanganku erat – erat hingga ada setitik cahaya merah diujung jariku. “Apapun itu.. asal bantu orang lain.. saya Insya Allah bisa” lanjutku.
“Tapi yang akan kamu hadapin ini bukan manusia” Jawab pak dion datar.
“Eh.. maksud bapak??” tanyaku bingung.
“Apa memang yang harus dibawa sama indra pak??” potong aji dengan penasaran.
“Engga.. yaudah kalian jalan sana.. keburu tengah malam sampai disana” jawab pak dion dengan menahan tawannya hingga membuat wajah aji semakin penasaran.
“Jelasin dulu ke aku ji” ujarku lesu.
“Dijalan aja.. keburu malem.. yuk” jawab aji dengan bangkit dari duduknya.
Dengan sedikit gontai dan ragu aku mengikuti langkah aji ke motornya. Aku benar – benar tidak bisa membayangkan apa yang akan kami hadapi nanti atau lebih tepatnya apa yang akan terjadi kepadaku nanti.
Langit malam dengan bintang – bintangnya menemani perjalanku dan aji malam ini. Jalan pooros yang kuingat pernah aku lewati dengan rian berisi sejuta kengerian dan segala misteri yang tak akan bisa dijelaskan dengan akal sehat. Tapi peduli setan lah. Apa yang kualalmi selama ini pun tak akan bisa kujelaskan dengan logika dan akal sehat. Aku saat ini hanya harus menikmati perjalanan ini dan sesegera mungkin menyelesaikan masalah yang sedang kami tuju kemudian kembali ke bontang dengan selamat tentunya.
Langkah yang pelan tapi dengan pasti semakin mendekat ke arahku. Di satu sisi aku bersyukur mengetahui jika kaki kakek ini menapak ke tanah. Tapi jika diingat aku sekarang sedang berada di pulau kalimantan. Pulau dengan segala bantahan mengenai mitos yang beredar di tengah khalayak luas. Jika selama ini aku dan yang lainya berpikiran jika hal yang tidak beres tidak menapak di tanah. Tap disisni aku tidak satu atau dua kali bertemu dan mereka semua menginjak dan bahkan beberapa kali ada yang sampai menghentakkan tanah. Dengan dirundung ketakutan aku memejamkan mataku rapat – rapat berharap segala yang ada di depanku saat ini menghilang seiring segala dzikir dan ayat – ayat yang kubaca dalam hati.
GRREEEEEEPPP..
DEG
Saat sedang sangat khusyu aku membaca – baca semua ayat yang kuhafal tiba – tiba aku dikejutkan oleh sebuah tangan yang mencengkram pudak kananku dengan keras. Cukuk peras hingga membuat cengkraman itu terasa hingga ke tulangku.
“Ampun mbah..” ujarku pelan dengan nada gemetar.
Tapi jangankan mendengarkanku. Cengkraman itu malah terasa semakin keras dari sebelumnya. Perlahan aku mengumpulkan keberanian dan membuka mata. Perlahan mulai dari bawah dengan jelas aku dapat melihat sepasang kaki dengan kulit hitam legam yang penuh keriput.
“Orang?? Bisa dilawan..” ujarku dalam hati meyaklinkan diriku sendiri.
Setelah semua keberanian terkumpul. Walaupun dengan penuh keraguan aku mendongakkan kepalaku dan.
WHHUUUUUSSSSS
Sosok di depanku tiba – tiba menghilang menjadi angin pelan yang bertiup ke wajahku. Begitu pelan hingga aku bisa melihat dengan jelas proses perubahanya. Sebuah materi yang padat tiba – tiba menghilang menjadi udara dan membuatku tertegun bingung sebenarnya apa yang terjadi dan siapa dia??
KLENTIIING..
Suara khas dari sebuah koin yang terjatuh membuyarkan semua lamunanku tepat sesaat setelah sosok itu menghilang.
“Apaan lagi tu??” ujarku pelan dengan sedikit panik.
Tapi rasa penasaran memaksaku untuk mencari asal suara sekitar tempatku terduduk saat ini. Hingga akhirnya aku menemukan sebuah benda yang bentuknya mirip sebuah kampas rem cakram yang telah sangat aus tepat di depanku. Kecil tipis dan tumpul.
“Emang mirip kampas rem sih kalo sekilas..” tanyaku dalam hati sambil mencoba menganalisa bentuknya.
Bentuk tidak asing seperti senjata tradisional orang sunda dulu. Yang sebuah rencong yang sangat kecil yang berwarna kuning.
DEG
“PUSAKA?? Tapi mirip kampas rem kok??” Ujarku sambil berdiri dan kembali berjalan ke arah rumah pak dion. “tapi kenapa dikasi ke gw?? Dan kalo ngasih ginian harus nakut – nakutin dulu?? Tapi maaf gw ga minat apapun fungsinya”
Hal pertama saat aku bertemu dengan pak dion adalah meminta maaf atas perbuatanku saat malam itu dan beliau pun mewajarkan perbuatanku itu karena kesalah pahamanku atas perilaku aji. Setelah itu beliau mengatakan jika pak orang yang ada di belakangku saat itu (Yang dimaksud pak Dion adalah Pak Aksa) setelah bersalaman dengan Pak sami beliau pun melompat dan hilang di kegelapan langit malam.
“Terbang?? Kok gw ga diajarin??” gerutuku saat mendengar penjelasan pak dion.
Dia juga mengatakan jika bengkelku disana sudah ditutup dan aku tidak perlu kembali kesana. Pak yudi akan mengurus semuanya begitu juga dengan mengambilkan semua barang – barangku yang tertinggal disana. Aku sangat bersyukur beryukur mendengar penjelasan pak dion karena aku jadi tidak perlu kembali ke bangunan mengerikan itu. Dan juga kenapa Pak aksa begitu terburu – buru meninggalkanku. Padahal ada ratusan pertanyaan yang ingin kutanyakan padanya.
“Apa semuanya sudah selesai pak?? Maksud saya semua yang terjadi malam itu.” Tanyaku sambil menyeruput kopi yang disediakan Pak dion.
“Ya.. semuanya udah berakhir.. dua orang kejam itu udah diakhiri oleh tangan yang tepat” jawab pak Dion dengan menghisap rokok yang ada disela – sela jarinya.
“Oh iya pak.. saya nemu ini” ujarku dengan menyodorkan benda yang kutemukan tadi.
“Kamu dapat darimana??” tanya pak Dion.
Akhirnya aku menceritakan kronologis bagaimana aku menemukanya. Dari mulai kemunculan si kakek itu hingga akhirnya menghilang di depanku dengan berubah menjadi benda yang mirip kampas rem itu. Pak dionpun mendengarkanya dengan seksama sambil sesekali menganggukan kepala dan matanya tak lepas dari benda yang saat ini ada di ujung jarinya.
“Menurut kamu?? Gimana rasanya saat kamu megang ini??” tanya pak dion dengan nada serius.
“Hangat.. bergetar” ujarku polos.
“Di tanah jawa ini dipanggil cundrik.. tapi ini berasal dari tanah sunda.. ini kujang ndra” ujar pak dion sambil menganyunkanya dan tiba – tiba benda itupun berubah menjadi sebuah kujang denagn lengkungan yang sagat khas ditanganya.
DEG
“Berubah pak??” Tanyaku bingung.
“Kamu pernah denger tentang tentang kujang kembar??” Tanya pak dion.
Aku hanya menggelengkan kepala karena memang aku tidak mengetahui apa – apa walaupun aku pernah mendengar salah satu tokoh di sinetron Raden kian santang mengucapkanya. Apakah benda yang dibicarakan di sinetron itu dan benda yang dipegang oleh pak dion ini adalah benda yag sama??
“Kamu beruntung nemu ini.. atau ini dikasih ke kamu.. banyak kolektor yang nyari..” Ujar pak dion sambil mengembalikan benda itu padaku dan seketika bentuknya kembali mengecil bagaikan kampas rem.
“Oh iya.. saya inget.. senjatanya prabu siliwangi kah??” ujarku sedikit bersemangat.
“Bukan.. Benda itu udah moksa ngikutin majikanya.. dan setau saya Beliau engga nurunin senjata itu ke anak cucunya” jawab pak dion dengan menyerengitkan dahi.
“Terus kok bisa kemari?? Saya juga kayaknya sama sekali ga ada darah sunda” jawabku datar.
“engga tau kalo cerita gimana nyampe kesininya.. tapi Ini Cuma diserupakan dan dikasih isian dengan fungsi yang beda juga.. kalo punya prabu siliwangi yag asli bisa manggil petir dan belah batu dengan gampang.. kalo yang ini Cuma replikanya tapi tetep ada isinya” ujar pak dion.
“Engga saya ga minat pak.. bapak aja yang pegang” jawabku sembari menyodorkanya kembali.
“Tapi kamu bisa kaya terus enteng jodoh lho ndra” ujar pak dion dengan menahan tawa.
“Saya beneran ga minat pak” jawabku sedikit tegas.
“Yaudah.. tapi kalo kamu butuh kamu bisa ngambil kesini kapan aja” jawab pak dion.
Tak terasa sudah satu jam kami berdua mengobrol kesana – kemari. Dibalik tampang garang dan tubuh yang kekar itu ternyata banyak sifat humor yang dimilikinya. Jika orang yang tidak mengenalnya pasti akan ciut nyalinya saat berhadapan dengan pak dion. Tapi jika sudah mengenalnya dengan dekat maka pak dion adalah pribadi yang sangat ramah.
Brrrrruuuuuuuuummmm
Sebuah sepeda motor berhenti di depan rumah pak dion ya g kukenali adalah sepeda motor milik aji. Masih terasa sangat lucu bagitu dengan apa yang sudah kami semua alami di malam itu. Rasanya sangat tidak perlu bagi mereka untuk menggunakan kendaraan jika ingin pergi kemanapun. Tapi yah beginilah memang seharusnya manusia mejalani hidupnya secara manusiawi.
“Eh.. kalian udah baikan kan masalah perempuan.. jangan sampe kalian bertengkar dirumahku.. hhe” ujar pak dion saat melihat aji turun dari motornya.
“Laaaah.. salah paham sih pak..” jawabku menahan malu.
“Jangan cerita ke aji tentang benda itu pak” ujarku berbisik.
“Hooo.. kenapa??” ujar pak dion penasaran.
“Jangan. Nanti panjang urusanya sama dia sih” jawabku.
Setelahnya aji menceritakan perihal keberangkatan kami berdua ke kilo 42 untuk membantu temanya. Tak terlalu rinci apa yang dijelaskan oleh aji dan dia hanya mengatakan jika temanya itu sedang membutuhkan bantuan. Tapi yang aku bingung disampaikan dari perkataan dan jawaban yang disampaikan oleh Pak dion sepertinya dia sangat mengerti dengan keadaan yang sedang terjadi disana.
“Bagus kamu bawa ndra.. kamu bakal butuh” ujar pak dion membisikiku.
“Engga pak..” ujarku dengan menggemgamkan tanganku erat – erat hingga ada setitik cahaya merah diujung jariku. “Apapun itu.. asal bantu orang lain.. saya Insya Allah bisa” lanjutku.
“Tapi yang akan kamu hadapin ini bukan manusia” Jawab pak dion datar.
“Eh.. maksud bapak??” tanyaku bingung.
“Apa memang yang harus dibawa sama indra pak??” potong aji dengan penasaran.
“Engga.. yaudah kalian jalan sana.. keburu tengah malam sampai disana” jawab pak dion dengan menahan tawannya hingga membuat wajah aji semakin penasaran.
“Jelasin dulu ke aku ji” ujarku lesu.
“Dijalan aja.. keburu malem.. yuk” jawab aji dengan bangkit dari duduknya.
Dengan sedikit gontai dan ragu aku mengikuti langkah aji ke motornya. Aku benar – benar tidak bisa membayangkan apa yang akan kami hadapi nanti atau lebih tepatnya apa yang akan terjadi kepadaku nanti.
Langit malam dengan bintang – bintangnya menemani perjalanku dan aji malam ini. Jalan pooros yang kuingat pernah aku lewati dengan rian berisi sejuta kengerian dan segala misteri yang tak akan bisa dijelaskan dengan akal sehat. Tapi peduli setan lah. Apa yang kualalmi selama ini pun tak akan bisa kujelaskan dengan logika dan akal sehat. Aku saat ini hanya harus menikmati perjalanan ini dan sesegera mungkin menyelesaikan masalah yang sedang kami tuju kemudian kembali ke bontang dengan selamat tentunya.
dodolgarut134 dan 17 lainnya memberi reputasi
18