dudatamvan88Avatar border
TS
dudatamvan88
Sang Wakil Janji [TAMAT]
TRILOGI
OTHER STORY OF BORNEO
SEASON III




Salam Para penghuni Jagad KASKUSTerutama Yang bermukim Di SubFor SFTH.

Hari ini saya akan menulis Season III dan yang akan menjadi akhir Dari Trilogi Other Story Of Borneo yang Telah ane tulis sebelumnya.

Mohon Kritik dan Saran Buat ane yang Nubie ini ya.
Oo iya.. Dimohon kepada pare reader agar mengikuti dan mematuhi aturan yang berlaku di SFTH dan ane ga mentolelir apapun bentuk keKEPOan yang berlebihan..


Quote:


Quote:



PROLOG

Semuanya mengerucut tepat di depan mataku seakan - akan aku adalah antagonis utamanya.
Aku benar - benar merasa menjadi orang yang salah yang berada ditempat yang salah hingga aku harus mengembalikan semua yang kubuang.

Apa memang harus seperti ini??
Semua yang kualami telah menyeretku dalam lingkaran rumit dan menjauh dari tujuan awalku saat berangkat ke pulau ini.
Aku hanya ingin membangun ulang hidupku dari nol. Tapi sekarang Aku sudah menantang orang yang jelas dan sangat jelas berada jauh diatasku.
Untuk pertama kalinya dalam hidupku saat MATImenjadi salah satu pilihanya.

Saat semuanya terpampang dengan jelas di depan mataku. Saat aku mulai merasa mampu menghadapi segalanya yang telah menyeretku.
Tia. Lusi. Aku berjanji akan mengakhirinya tak lama lagi. Mungkin tak lama lagi pula aku akan bertemu kalian. Atau mungkin kalian harus menunggu lebih lama lagi untuk bertemu denganku.


Quote:


Quote:


Quote:
Diubah oleh dipretelin 12-04-2018 08:07
arieaduh
bandarlaguna
antonnuts20453
antonnuts20453 dan 35 lainnya memberi reputasi
36
803.9K
3.2K
Thread Digembok
Tampilkan semua post
dudatamvan88Avatar border
TS
dudatamvan88
#2127
SIDE STORY
Surabaya. 16 Januari

“Westalah mas.. ra usah koyo ngono kui” (“Sudahlah bang.. tidak perlu hal hal yang seperti itu”) ujar farida pada suaminya yang sedang mempersiapkan dupa dan segala pernak – pernik untuk menarik benda ghaib dimalam ini.

“Koe ngerti opo??.. menengo!!” (“Kamu ngerti apa??.. Diam”) Jawab dulan pada istrinya.

Dia sama sekali tidak mempedulikan segala apa yang dikatakan oleh istrinya. Baginya yang sorang pengangguran dan pemabuk itu kegiatan menarik barang – barang ghaib adalah sebuah jalan pintas menuju segala mimpinya yang tertunda. Tertunda dalam imajinasinya yang terggelam dalam angan – angan. Bagaimana tidak. Segala yang dijanjikan mulai dari kekebalan hingga kekayaan ada di dalam perbendaan yang dia incar selama ini.

Bagi farida ya g dari keluarga taat agama tentu saja semua ini sangat bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh keluarganya sejak dia kecil. Tapi cinta telah membutakan segalanya. Dia sama sekali tidak mampu untuk berkata apapun agar melarang orang yang dia cintai melakukan semua itu. Yah mungkin ekonomi adalah faktor utamanya. dulan yang hanya seorang kuli bangunan dengan pekerjaan yang tidak selalu ada dan apalagi himpitan kebutuhan dikarenankan usia kandunganya yang sudah menginjak usia delapan bulan. Semua angan – angan yang dikatakan oleh dulan seakan membutakan hati farida.

“Tapi mas.. duso mas.. nyebut.. aaku iki meteng tuo mas.. engko nak ngapo – ngapo piye??” (Tapi bang.. dosa bang.. istigfar.. aku ini sedang hamil tua.. nanti kalau ada apa – apa bagaimana??”) ujar farida dalam tangisanya.

Tanpa mengindahkan perkataan dari istrinya itu dulan berlalu melewati pintu kamarnya. Salah satu dari dua buah pintu di kontrakanya. Itulah istana kecil mereka yang ada di salah satu sudut kota surabaya. Dan di dalam sebuah ruangan kecil yang ditingalkan oleh dulan itu farida menangis tersedu. Menangis karena meyesali segala ucpan cinta yang dia kejar dan dijanjikan oleh dulan dulu. Tapi segalanya di hadapan farida saat ini hanya seperti nasi yang telah menjadi bubur. Segala macam penyesalan hanyalah tangisan harian yang sudah menjadi hal biasa baginya. Tapi ada satu hal yang telah menjadi penyemangatnya. Anak yang dikandungnya dan beberapa kali dikatakan oleh tukang urut langgananya jika anak yang akan dilahirkanya adalah berjenis kelamin laki – laki. Yang walaupun semuanya masih menjadi misteri. Tapi biasanya ucapan para sesepuh seperti bude darno tak bisa dikesampingkan dengan tingkat keakuratan hampir 100%.

Diluar hujan deras segar mengguyur deras tapi sama sekali tidak menurunkan niat dulan untuk berangkat menuju angan – anganya. Suara petir dan kilat yang menyambar – nyambar seakan malah menjadi penopang semangat baginya.

“Bahkan langit pun mendukungku” Ujarnya pelan saat mulai melangkah menerjang terpaan air hujan.

Tak lama kemudian akhirnya dulan tiba di sebuah rumah yang sudah dijanjikan oleh teman – temanya sebagai tempat berkumpul sebelum keberangkatan.

“Kamu sudah tau tempatnya jo??” tanya dulan pada paijo si pemilik rumah.

“udah.. Malang ********.. aku pernah ke daerah sana sekali” jawab paijo.

“mana si bala belum datang juga??” gerutu dulan yang sudah tak sabar menunggu seorang temanya lagi yang belum juga terlihat batang hidungnya.

Beberapa batang rokok dan segelas kopi yang mereka berdua minum bersama menemani waktu dalam menunggu bala datang. Tapi setelah beberapa jam menunggu bala tak kunjung terlihat batang hidungnya.

“Yasudah.. kita berangkat berdua aja.. aku memang sudah ragu dari awal dia akan ikut.. minum sama kita aja dia langsung pergi.. emang ga punya nyali dia” umpat dulan.

“iya.. ayo” jawab paijo.

Mereka berdua akhirnya masuk ke dalam sebuah mobil carry yang sudah dipinjam paijo dari kakaknya yang memang pemilik sebuah toko yang cukup besar. Sebuah mobil yang akan mengantar mereka berdua menuju suatu tempat yang dianggap keramat dengan angan – angan bisa menarik sebuah benda pusaka yang akan merubah hidup merekka berdua.

Mobil itu melaju kencang ditengah keheningan malam menembus hujan yang cukup lebat. Suasana gelap dan lengang yang diterangi oleh lampu jalan yang bercahaya remang menemani lajunya kendaraan yang dikemudikan oleh paijo hingga akhirnya mereka memasuki sebuah jalan setapak kecil berlumpur gelap. Begitu gelap dengan pepohonan yang cukup lebat di kanan dan kirinya.

“Jo.. kamu yakin lewat sini??” ujar dulan yang nampak sedikit panik dengan pemandangan di kanan dan kirinya.

“Iya.. yakin” Jawab paijo dengan mantap.

Semakin lama jalan semakin sempit hingga mobil yang mereka kendaraipun tidak bisa dibawa lebih jauh lagi dan mereka berdua harus melanjutkan dengan berjalan kaki di jalan setapak berlumpur. Berbekal dua buah senter dan tas besar yang dibawa oleh dulan mereka berdua mulai melangkah di kegelapan malam.

“Jo.. masi jauh tah??” Ujar dulan gusar.

“Aku juga ga tau lan.. waktu kesini waktu itu siang kayaknya deket aja.. tapi ini kok kerasa jauh ya” jawab paijo lesu.

Hampir satu jam mereka berdua menyusuri jalan itu hingga mereka berdua samoai di sebuah pondokan kecil dengan penerangan dari lampu oblek (Lentera Dalam Bahasa Jawa) dan disana telah duduk seseorang yang sudah menunggu kedatangan mereka berdua. Mbah Juan. Itulah nama laki – laki paruh baya itu.

“Assalamualiku mbah” Ujar paijo sambil menjabat tangan mbah juan dan diikuti oleh dulan.

Mbah juan hanya menjawab dengan anggukan tanpa bersuara sedikitpun dan memberi isyarat tangan agar paijo dan dulan duduk.

“Saya kira kamu engga jadi datang jo” Ujar mbah juan dengan menyalakan rokok klobotnya (rokok dengan bungkus dari kulit jagung).

“Jadi mbah.. ya mohon maklumnya.. hujan.. jadi saya dan teman saya ini jadi agak terlambat” jawab paijo dengan menundukan kepala.

“Yasudah.. istirahat dulu.. setekah rokok ini habis kita saya antar kalian kesana.. nah ini nanti kalian bawa terus buka disana” ujar mbah juan sambil menghisap rokoknya dalam – dalam dan memberikan secarik kertas pada masing – masing dari mereka.

Waktu berlalu. Rokok yang mereka semua hisap telah habis dn mbah juan mulai mengantarkan mereka ke lokasi yang mereka tuju. Bisa dikatakan mbah juan adalah penjaga atau juru kunci dari tempat ini. Sebuah tempat petilasan yang biasa digunakan oleh orang – orang putus asa. Walaupun banyak yang gagal dalam usahanya tapi kesaksian berhasil dari satu atau dua orang menjadi pemicu semangat mereka melalui semua kengerian ini. Mbah juan akhirnya berhenti pada sebuah batu besar dan mulutnya mulai berkomat – kamit merapalkan mantra – mantra dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh paijo dan dulan.

“Kalian berdua duduk disini. Seperti arahan saya sebelumnya. Saya akan ulangi sekali lagi. Bacaan yang sudah saya kasih itu dibaca. Jika kalian melihat atau mengalami apapun jangan menyebut nama tuhan. Usahakan tetap diam dan terus membaca bacaan ini. Memejamkan mata lebih baik” ujar mbah juan.

Paijo dan dulan menuruti apa yang dikatakan oleh mbah juan. Mereka membuka kertas pemberian mbah juan dan mulai khusyu dengan apa yang tertulis disana. Semakin lama suasana semakin sunyi dengan kegelapan yag semakin Cumiat. Udara dingin yang sangat menusuk tulang. Tapi kedua orang itu sangat teguh dengan tujuanya. Kecuali paijo yang beberapa kali menggaruk – garuk kepalanya dan berulang kali pula dia terkejut dengan suara – suara disekitarnya dulan yang tetap khusyu pada bacaanya tanpa menghiaraukan sekitarnya bahkan nyamuk yang sedari tadi menempel di pipinya tidak ia indahkan. Perlahan dulan memasuki sebuah alam. Alam segalanya nampak gelap tanpa cahaya dan tanpa dasar.

”aku akan memberikanmu apa yang kamu mau.. tapi apa yang bisa kamu berikan untukku??” ujar sosok kakek tua yang tiba – tiba berdiri di depan dulan.

DEG

“Sii.. siaapa??” jawab dulan tanpa berani melihat wajah sosok yang mengajaknya berbicara.

“Kamu kesini untuk mencariku.. dan aku akan memberikanya.. lalu apa yang bisa kamu berikan??” ujar sosok kakek itu dengan mengangkat wajah dulan agar melihatnya.

Dulan terkejut melihat sosok di depanya adalah sama sekali tidak seperti yang dia bayangkan. Jika dulan membayangkan sebuah sosok yang sangat mengerikan tapi kini di depanya berdiri sesosok orang yang sangat tampan dengan pakaian serba putih.

“Saya ga punya apa – apa mbah.. apa yang bisa saya kasih??” jawab dulan lesu dengan gemetaran.

“Nyawa..!!” jawab sosok kakek itu mantab.

DEG

“Nya.. nyawa mbah??” ujar dulan lemas.

“Aku sudah tanamkan di tempatnya.. dan dia yang akan kuambil adalah orang yang kamu sayangi.. sekarag pulanglah.. mulai besok semua kemudahan akan menghampirimu” ujar sosok itu yang kemudian tiba – tiba menghilang menjadi keplan asap tebal.

“pasti anakku yang ada diperut istriku.. ya pasti Anakku?? Yasudah biarlah.. aku bisa membuatnya lagi” guman dulan saat tersadar.

“Kita gagal lan..” ujar paijo dalam perjalanan mereka kembali.

“engga.. ini bukan penarikan pusaka jo.. aku sudah diwangsiti.. semua akan berubah mulai besok” ujar dulan mantap.

“serius kamu??” jawab paijo dengan suara memburu yang hanya dijawab anggukan oleh dulan.

Tanpa terasa waktu berlalu. Sekarang dulan bisa dikatakan telah memiliki segalanya. Segala kemudahan dalam urusan yang dijanjikan telah ditepati. Saat ini Sudah saatnya bagi Farida untuk melahirkan anak yang telah ia tunggu – tunggu. Sebuah perjuangan hebat anatara hidup, mati dan darah. Sebuah perjuangan kodrat yang menjadikan seorang ibu menjadi keramat yang paling ampuh bagi anak – anaknya. Tapi dulan dengan senyum sinis seakan telah mengetahui takdir terus menyemangati istrinya.

DEG

Tiba – tiba sesosok lelaki tua muncul di hadapan farida. Dengan terkejut dan kebingungan farida menengok ke kanan dan kekiri hingga farida semakin yakin jika hanya dia yang melihat sosok itu karena sang bidan dan suaminya beberapa kali berjalan menembus sosok itu. Ingin sekali dia berteriak tapi mulutnya begitu kelu dan tenggorokanya sama sekali tak mampu untuk mengeluarkan suara.

“Suamimu sudah menjual nyawamu kepadaku.. sudah waktunya.. sekarang ikutlah denganku.” Ujar sosok itu yang kemudian memegang jempol kaki sebelah kiri farida.

Tanpa bisa berkata apapun farida hanya bisa pasrah. Tapi disaat – saat terakhirnya ia menatap nanar wajah suaminya ditengah semua teriakan penghabisan hingga air mata. Tatapan penuh tanya. Kenapa suami yang sangat dicintainya begitu tega menjual nyawanya.

"oooooowwwwaaaa.. oooowwwaaaaa.." suara tangis seorang bayi di salah satu kamar rumah milik dulan.

"DDIIIIIIEEEEEEMM.. Gara - gara kamu istrikuuu maatiiiii.. DDIIIIIEEEEEEMMM.. ATAU SAYA BUNUH KAMU!!" bentak dulan yang memasuki ruangan tempat anaknya itu menangis.

BRUGGHH

"Jangan sembarangan ngomong.. Ini anakmu Lan!!" bentak bala pada dulan.

"BUKAN!! INI SETAAN YANG UDAH BUNUH ISTRIKU!!" jawab dulan emosi.
"INI ANAKMU!!" bala kembali membentaknya dengan suara yang tak kalah keras.

"BUUUKKKAAAAAANN!!" teriak dulan sekencang – kencangnya.

BRUUGGHHH

Tinju dulan itu mendarat di punggung bala yang dengan sengaja menutupi bayi itu dengan tubuhnya. Dan tanpa berkata apapun bala langsung menggendong bayi itu dan membawanya keluar ruangan kamar ini.

"BAWA!! BAWA PERGI SETAN ITU DARI SINI!!" teriak dulan diikuti dengan tangis penyesalanya.
Diubah oleh dudatamvan88 24-01-2018 08:33
rara7anya196
itkgid
jenggalasunyi
jenggalasunyi dan 6 lainnya memberi reputasi
7