- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Sang Wakil Janji [TAMAT]
TS
dudatamvan88
Sang Wakil Janji [TAMAT]
TRILOGI
OTHER STORY OF BORNEO
SEASON III
Salam Para penghuni Jagad KASKUSTerutama Yang bermukim Di SubFor SFTH.
Hari ini saya akan menulis Season III dan yang akan menjadi akhir Dari Trilogi Other Story Of Borneo yang Telah ane tulis sebelumnya.
Mohon Kritik dan Saran Buat ane yang Nubie ini ya.
Oo iya.. Dimohon kepada pare reader agar mengikuti dan mematuhi aturan yang berlaku di SFTH dan ane ga mentolelir apapun bentuk keKEPOan yang berlebihan..
OTHER STORY OF BORNEO
SEASON III
Salam Para penghuni Jagad KASKUSTerutama Yang bermukim Di SubFor SFTH.
Hari ini saya akan menulis Season III dan yang akan menjadi akhir Dari Trilogi Other Story Of Borneo yang Telah ane tulis sebelumnya.
Mohon Kritik dan Saran Buat ane yang Nubie ini ya.
Oo iya.. Dimohon kepada pare reader agar mengikuti dan mematuhi aturan yang berlaku di SFTH dan ane ga mentolelir apapun bentuk keKEPOan yang berlebihan..
Quote:
Quote:
PROLOG
Semuanya mengerucut tepat di depan mataku seakan - akan aku adalah antagonis utamanya.
Aku benar - benar merasa menjadi orang yang salah yang berada ditempat yang salah hingga aku harus mengembalikan semua yang kubuang.
Apa memang harus seperti ini??
Semua yang kualami telah menyeretku dalam lingkaran rumit dan menjauh dari tujuan awalku saat berangkat ke pulau ini.
Aku hanya ingin membangun ulang hidupku dari nol. Tapi sekarang Aku sudah menantang orang yang jelas dan sangat jelas berada jauh diatasku.
Untuk pertama kalinya dalam hidupku saat MATImenjadi salah satu pilihanya.
Saat semuanya terpampang dengan jelas di depan mataku. Saat aku mulai merasa mampu menghadapi segalanya yang telah menyeretku.
Tia. Lusi. Aku berjanji akan mengakhirinya tak lama lagi. Mungkin tak lama lagi pula aku akan bertemu kalian. Atau mungkin kalian harus menunggu lebih lama lagi untuk bertemu denganku.
Semuanya mengerucut tepat di depan mataku seakan - akan aku adalah antagonis utamanya.
Aku benar - benar merasa menjadi orang yang salah yang berada ditempat yang salah hingga aku harus mengembalikan semua yang kubuang.
Apa memang harus seperti ini??
Semua yang kualami telah menyeretku dalam lingkaran rumit dan menjauh dari tujuan awalku saat berangkat ke pulau ini.
Aku hanya ingin membangun ulang hidupku dari nol. Tapi sekarang Aku sudah menantang orang yang jelas dan sangat jelas berada jauh diatasku.
Untuk pertama kalinya dalam hidupku saat MATImenjadi salah satu pilihanya.
Saat semuanya terpampang dengan jelas di depan mataku. Saat aku mulai merasa mampu menghadapi segalanya yang telah menyeretku.
Tia. Lusi. Aku berjanji akan mengakhirinya tak lama lagi. Mungkin tak lama lagi pula aku akan bertemu kalian. Atau mungkin kalian harus menunggu lebih lama lagi untuk bertemu denganku.
Quote:
Quote:
Quote:
Diubah oleh dipretelin 12-04-2018 08:07
dodolgarut134 dan 36 lainnya memberi reputasi
37
805.3K
3.2K
Thread Digembok
Tampilkan semua post
TS
dudatamvan88
#2040
PENGGALI DISIANG BOLONG
Tak ada jawaban yang keluar dari mulut mereka berdua yang ada hanya diam dan saling melihat satu sama lain. Yah sekarang aku yakin jika mereka pun sama tidak taunya sepertiku. Tapi dengan raut wajah seperti berpikir aji sepertinya sebentar lagi akan mengeluarkan pendapat sok tahunya.
“Dari namanya kok asing banget ya ndra?? Emang kenapa orang itu??” ujar aji sambil memegang dagunya.
“Bukan nama orang daerah sini juga” sambung ida.
“Yap.. dari namanya emang aku ngerasa bukan orang sini.. yah aku penasaran aja.. malem itu sang atta bilang kalo aku keturunan dari Reksogti ini dan juga aku disuruh nemuin beliau.. yang jadi masalah berarti aku harus ketemu sama leluhurku dimana aku sendiri ga tau siapa nama kakekku.. dan lagi kemana nyari seseorang yang jelas – jelas udh ga ada??” ujarku dengan menyandarkan tubuh di dinding.
“Coba kamu tanya bapak” Jawab ida datar.
Yah. Ida ada benarnya. Sejak malam itu aku sama sekali belum bertemu dengan Pak sami. Pak dion. Bahkan Pak aksa yang sudah datang sejauh ribuan kilometer hanya untuk menyelamatkanku. Dan ya. Daftar orang yang akan kumintai maaf akan bertambah.
“Kamu tau ndra.. kamu beruntung.. bisa ngobrol langsung sama sang atta” ujar aji dengan suara agak pelan.
“Lebih beruntung lagi bu ning sama mbak endah.. bisa dapet perlindunganya” ujarku lirih karena mengingat segala yang sudah mereka berdua lakukan dan mungkin inilah sisi psikopatku yang tersembunyi. Aku merasa jika kematian mereka berdua terasa terlalu cepat dan seharusnya mereka berdua merasakan sakit lebih dari ini.
Tapi semuanya sudah berakhir sekarang dan aku juga harus mulai menata hidupku lagi dari awal. Setelah beberapa lama mengobrol kesana dan kemari akhirnya ida dan aji berpamitan untuk pulang. Tapi sesaat sebelum pulang aji sempat memintaku untuk menemaninya ke kilo 42 malam ini dan tanpa merasa keberatan aku menyanggupi untuk menemaninya. Lucu memang tapi Masih terasa sangat janggal untukku melihat ida dibonceng oleh aji. Seorang wanita yang sebelum ini aku ketahui bisa melipat jarak sekarang mengendarai kendaraan seperti manusia normal lainya. Tapi aku juga ikut bahagia karena sebentar lagi mereka akan menikah. Sebuah pernikahan adat yang selama ini belum pernah aku lihat yang pastinya akan sangat meriah. Aku memutuskan malam ini mungkin akan menemui pak dion lebih dulu dengan pertimbangan jarak.\ dan setelahnya aku akan menemani aji.
Panas terik yang menyegat. Kegerahan yang sama sekali tidak bersahabat. Semuanya menemaniku disiang hari dengan keadaan listrik mati. Di kota bontang ini mungkin mati lampu adalah kegiatan mingguan yang terbilang wajib dengan tanpa ada peringatan sebelumnya. Dan karena aku berada di pulau yang dilalui oleh garis katulistiwa maka matari seakan mendekat dan semakin mendekat dan walaupun sekarang di indonesia sedang mengalami musim penghujan tapi entah kenapa hal itu tidak kurasakan di kota ini. Seorang pengangguran yang sedang menunggu hari berganti dan lebih sialnya lagi handphoneku juga mati karena kehabisan baterainya beberapa saat yang lalu dan jika masih menyala pun tetap tak ada gunanya karena ada satu keunikan lain di kota ini. Yaitu sinyal handphone akan ikut menghilang seiring dengan padamnya listrik.
“Masak mie terus tidur siang” Pikirku sambil melangkah ke arah dapur.
DUG.. DUG.. DUG..
Suara yang sangat tidak asing bagiku tiba – tiba terdengar dari arah kebun yang terletak dibelakang rumah kontrakan rian. Seuah suara dulu pernah kudengar dan bertemu dengan seorang bapak tua yang sedang menggali ditengah malam. Tapi bedanya sekarang waktu masih menunjukan pukul tiga dan sangat jelas jika sekarang masih siang bolong.
DEG
Dengan langkah ragu aku mendekati pintu belakang. Yang aku bingungkan adalah kemana semua nyaliku sebelumnya?? Apa yang akan kulakukan jika saat aku membuka pintu dan bapak tua itu memang sedang berada disana?? Aaaakkkhhh. Mungkin aku saatr ini harus mengikuti anjuran rian agar tidak mempedulikan hal apa yang bukan urusanku.
KLLEEEK
DEG
Tiba – tiba kompor yang kugunakan untuk merebus air tiba – tiba mati dengan sendirinya yang tak pelak langsung membuat keringat dingin di wajahku mulai bercucuran. Apa semua gangguan ini belum berakhir?? Apa mereka benar – benar mengikutiku higga kesini?? Aku biarkan kompor dalam keadaan mati tanpa mencoba untuk kembali menyalakanya. Pikiranku mulai kacau saat ini. Dengan perasaan sangat siaga aku duduk diruang tengah dan mulai menyalakan sebatang rokok berharap suara itu tidak terdengar lagi. Tapi aku salah. Tak beberapa lama berselang suara itupun kembali terdegar dan bahkan semakin jelas dan lebih jelas dari sebelumnya. Sebuah suara khas saat tanah beradu dengan cangkul.
“Engga.. ga beres.. ga beres..” gerutuku sambil menghisap sebatang rokok yang ada diujung jariku dalam – dalam.
Tapi sekeras apapun usaha yang aku lakukan keadaan disekitarku sama sekali tidak mendukung untukku mengacuhkan suara penggalian misterius yang berasal dari arah belakang. Keadaan listrik mati dan tanpa satupun sesuatu yang bisa membuat perhatianku beralih.
“Masih siang.. pasti ga terlalu serem” ujarku dalam hati sambil memberanikan diri untuk berdiri mendekati pintu belakang. Tanganku sedikit bergetar saat menggenggam gagang pintu.
Terjawab sudah. Bagaimanapun aku tetap saja aku seorang pengecut jika dihadapkan pada sesuatu yang misterius lagi mengerikan seperti ini. Perlahan dengan ragu – ragu aku mulai membuka pintu.
KLEEKK
WHUSSSSSS
Semilir angin pelan menerpa wajahku saat pintu belakang sudah terbuka. Dan benar saja suara itu kini berhenti. Perlahan aku membuka mata yang sedari tadi kupejamkan rapat – rapat saat akan membuka membuka pintu. Terang. Tenang dan sepi. Itulah yang aku rasakan saat melihat kesekeliling kebun di belakang rumah kontrakan rian. Hanya ada suara burung hutan yang bersahut – sahutan silih berganti dan mataku sekarang sibuk mencari bekas galian di tanah. Sejenak aku merasa bodoh juga. Jangakan suara. Bahkan bekas galianya sendiri pun tidak ada. Tapi rasa penasaran membuatku melangkah lebih jauh ke arah kebun untuk hanya sekedar memastikan semuanya baik – baik saja.
BRRUUUUMMMM
Samar aku mendengar suara motor rian berhenti di depan rumah. Sedikit lega jika rian pulang. Setidaknya aku memiliki teman dan tidak sendirian.
“Woi.. ngapain lu disana?? Ada tamu bukanya dibikinin minum malah ngider di kebon” ujar rian yang sekarang berada tepat di pintu belakang dengan menggunakan seragam kerjanya.
DEG
“Tamu??” gerutuku yang langsung berlari menghampiri rian.
BRRRUUUUGGHHH
“Ngapain sih lu lari – larian” gerutu rian saat aku menabrak tubuhnya yang memang menghalangi karena berada tepat ditengah pintu.
“Mana yaaan?? Jangan becanda lu.. sumpah ga lucu” Teriakku saat berada diruang tengah karena tidak menjumpai apapun.
“Loh ndra.. tadi ada bapak – bapak duduk disini.. sambil ngerokok juga.. tuh bekas rokoknya” sahut rian yang entah sejak kapan sudah berada disampingku.
Yah. Memang ada sebatang rokok yang sedang menyala dan tidak berada di asbak. Tapi apa – apaan ini. Bahkan disiang bolong seperti ini pun aku mendapat gangguan. Dan sesaat setelahnya aku menceritakan perihal kenapa aku tadi celingukan di kebun belakang. Sedikit meriding saat menceritakan kepada rian detail dari ceritanya karena aku kembali terbayang wajah bapak tua mengerikan yang ada di jendela pada malam itu.
“Tapi ndra.. gw kok ga asing ya sama bapak itu” ujar rian saat keadaan kami mulai tenang.
“Tapi lu yakin dia orang yag sama kaya yang gw ceritain??” tanyaku penuh selidik.
“Iya.. makanya ga asing juga gw kira kenalan lu.. haduuuh.. masa iya kontrakan gw jadi serem begini” jawab rian.
“Yauahlah.. biarin aja.. oh iya.. gw ntar malem mau nganterin aji ke kilo 42” ujarku sambil meninggalkan rian ke kamar mandi.
“Mau bikin ulah apa lagi kalian??” jawab rian datar.
“Ga tau.. gw Cuma disuruh nemenin” jawabku dengan setengah berteriak kaena pintu kamar mandi sudah kututup.
Bodohnya aku tak menyadarinya sedari tadi dan baru terbesit saat rian berkata seperti itu jika pergi dengan aji malam ini pasti ada sesuatu hal yang aneh yang akan kami lakukan. Tapi bagaimanapun juga aku sudah terlanjur mengiyakan ajakanya dan mudah – mudahan bukan sesuatu yang seperti aku perkirakan. Mungkin aku bisa sedikit melihatnya. Tapi tidak. Karena aku hanya manusia biasa dan aku telah bersumpah untuk itu.
Tanpa terasa malam sudah menjelang dan adzan isya sudah berakhir hampir tiga puluh menit yang lalu saat aku melangkahkan kaki untuk menuju ke rumah pak dion dan meminta maaf padanya atas apa yang telah aku lakukan padanya dimalam itu. Sedikit ada rasa penasaran sebenarnya apa yang terjadi selama aku tidak sadarkan diri saat itu dan mungkin pak dion mau menceritakanya.
DEG
Langkahku tiba – tiba terhenti saat aku melihat ke depan. Karena didepanku dan tepat berada ditengah jalan kini berdiri sesosok laki – laki tua tanpa pakaian dengan celana hitam. Dan dari jarak ini aku bisa mengenalnya. Dia adalah laki – laki tua yang malam itu membuatku tidak sadarkan diri dengan wajah mengerikanya di jendela rumah rian. Jangankan berlari. Bahkan menggerakkan bibir untuk berteriak minta tolong tubuhku ini tidak sanggup. Tapi aku menyadari satu hal. Ini bukan efek dari ketakutan kaena jika ketakutan setidaknya aku bisa bergerak dan lari dari sini dengan secepat – cepatnya. Apa ini?? Kenapa dia sengaja menahanku disini?? Apa yang akan dia lakukan?? Dan siapa sebenarnya dia??
“Dari namanya kok asing banget ya ndra?? Emang kenapa orang itu??” ujar aji sambil memegang dagunya.
“Bukan nama orang daerah sini juga” sambung ida.
“Yap.. dari namanya emang aku ngerasa bukan orang sini.. yah aku penasaran aja.. malem itu sang atta bilang kalo aku keturunan dari Reksogti ini dan juga aku disuruh nemuin beliau.. yang jadi masalah berarti aku harus ketemu sama leluhurku dimana aku sendiri ga tau siapa nama kakekku.. dan lagi kemana nyari seseorang yang jelas – jelas udh ga ada??” ujarku dengan menyandarkan tubuh di dinding.
“Coba kamu tanya bapak” Jawab ida datar.
Yah. Ida ada benarnya. Sejak malam itu aku sama sekali belum bertemu dengan Pak sami. Pak dion. Bahkan Pak aksa yang sudah datang sejauh ribuan kilometer hanya untuk menyelamatkanku. Dan ya. Daftar orang yang akan kumintai maaf akan bertambah.
“Kamu tau ndra.. kamu beruntung.. bisa ngobrol langsung sama sang atta” ujar aji dengan suara agak pelan.
“Lebih beruntung lagi bu ning sama mbak endah.. bisa dapet perlindunganya” ujarku lirih karena mengingat segala yang sudah mereka berdua lakukan dan mungkin inilah sisi psikopatku yang tersembunyi. Aku merasa jika kematian mereka berdua terasa terlalu cepat dan seharusnya mereka berdua merasakan sakit lebih dari ini.
Tapi semuanya sudah berakhir sekarang dan aku juga harus mulai menata hidupku lagi dari awal. Setelah beberapa lama mengobrol kesana dan kemari akhirnya ida dan aji berpamitan untuk pulang. Tapi sesaat sebelum pulang aji sempat memintaku untuk menemaninya ke kilo 42 malam ini dan tanpa merasa keberatan aku menyanggupi untuk menemaninya. Lucu memang tapi Masih terasa sangat janggal untukku melihat ida dibonceng oleh aji. Seorang wanita yang sebelum ini aku ketahui bisa melipat jarak sekarang mengendarai kendaraan seperti manusia normal lainya. Tapi aku juga ikut bahagia karena sebentar lagi mereka akan menikah. Sebuah pernikahan adat yang selama ini belum pernah aku lihat yang pastinya akan sangat meriah. Aku memutuskan malam ini mungkin akan menemui pak dion lebih dulu dengan pertimbangan jarak.\ dan setelahnya aku akan menemani aji.
Panas terik yang menyegat. Kegerahan yang sama sekali tidak bersahabat. Semuanya menemaniku disiang hari dengan keadaan listrik mati. Di kota bontang ini mungkin mati lampu adalah kegiatan mingguan yang terbilang wajib dengan tanpa ada peringatan sebelumnya. Dan karena aku berada di pulau yang dilalui oleh garis katulistiwa maka matari seakan mendekat dan semakin mendekat dan walaupun sekarang di indonesia sedang mengalami musim penghujan tapi entah kenapa hal itu tidak kurasakan di kota ini. Seorang pengangguran yang sedang menunggu hari berganti dan lebih sialnya lagi handphoneku juga mati karena kehabisan baterainya beberapa saat yang lalu dan jika masih menyala pun tetap tak ada gunanya karena ada satu keunikan lain di kota ini. Yaitu sinyal handphone akan ikut menghilang seiring dengan padamnya listrik.
“Masak mie terus tidur siang” Pikirku sambil melangkah ke arah dapur.
DUG.. DUG.. DUG..
Suara yang sangat tidak asing bagiku tiba – tiba terdengar dari arah kebun yang terletak dibelakang rumah kontrakan rian. Seuah suara dulu pernah kudengar dan bertemu dengan seorang bapak tua yang sedang menggali ditengah malam. Tapi bedanya sekarang waktu masih menunjukan pukul tiga dan sangat jelas jika sekarang masih siang bolong.
DEG
Dengan langkah ragu aku mendekati pintu belakang. Yang aku bingungkan adalah kemana semua nyaliku sebelumnya?? Apa yang akan kulakukan jika saat aku membuka pintu dan bapak tua itu memang sedang berada disana?? Aaaakkkhhh. Mungkin aku saatr ini harus mengikuti anjuran rian agar tidak mempedulikan hal apa yang bukan urusanku.
KLLEEEK
DEG
Tiba – tiba kompor yang kugunakan untuk merebus air tiba – tiba mati dengan sendirinya yang tak pelak langsung membuat keringat dingin di wajahku mulai bercucuran. Apa semua gangguan ini belum berakhir?? Apa mereka benar – benar mengikutiku higga kesini?? Aku biarkan kompor dalam keadaan mati tanpa mencoba untuk kembali menyalakanya. Pikiranku mulai kacau saat ini. Dengan perasaan sangat siaga aku duduk diruang tengah dan mulai menyalakan sebatang rokok berharap suara itu tidak terdengar lagi. Tapi aku salah. Tak beberapa lama berselang suara itupun kembali terdegar dan bahkan semakin jelas dan lebih jelas dari sebelumnya. Sebuah suara khas saat tanah beradu dengan cangkul.
“Engga.. ga beres.. ga beres..” gerutuku sambil menghisap sebatang rokok yang ada diujung jariku dalam – dalam.
Tapi sekeras apapun usaha yang aku lakukan keadaan disekitarku sama sekali tidak mendukung untukku mengacuhkan suara penggalian misterius yang berasal dari arah belakang. Keadaan listrik mati dan tanpa satupun sesuatu yang bisa membuat perhatianku beralih.
“Masih siang.. pasti ga terlalu serem” ujarku dalam hati sambil memberanikan diri untuk berdiri mendekati pintu belakang. Tanganku sedikit bergetar saat menggenggam gagang pintu.
Terjawab sudah. Bagaimanapun aku tetap saja aku seorang pengecut jika dihadapkan pada sesuatu yang misterius lagi mengerikan seperti ini. Perlahan dengan ragu – ragu aku mulai membuka pintu.
KLEEKK
WHUSSSSSS
Semilir angin pelan menerpa wajahku saat pintu belakang sudah terbuka. Dan benar saja suara itu kini berhenti. Perlahan aku membuka mata yang sedari tadi kupejamkan rapat – rapat saat akan membuka membuka pintu. Terang. Tenang dan sepi. Itulah yang aku rasakan saat melihat kesekeliling kebun di belakang rumah kontrakan rian. Hanya ada suara burung hutan yang bersahut – sahutan silih berganti dan mataku sekarang sibuk mencari bekas galian di tanah. Sejenak aku merasa bodoh juga. Jangakan suara. Bahkan bekas galianya sendiri pun tidak ada. Tapi rasa penasaran membuatku melangkah lebih jauh ke arah kebun untuk hanya sekedar memastikan semuanya baik – baik saja.
BRRUUUUMMMM
Samar aku mendengar suara motor rian berhenti di depan rumah. Sedikit lega jika rian pulang. Setidaknya aku memiliki teman dan tidak sendirian.
“Woi.. ngapain lu disana?? Ada tamu bukanya dibikinin minum malah ngider di kebon” ujar rian yang sekarang berada tepat di pintu belakang dengan menggunakan seragam kerjanya.
DEG
“Tamu??” gerutuku yang langsung berlari menghampiri rian.
BRRRUUUUGGHHH
“Ngapain sih lu lari – larian” gerutu rian saat aku menabrak tubuhnya yang memang menghalangi karena berada tepat ditengah pintu.
“Mana yaaan?? Jangan becanda lu.. sumpah ga lucu” Teriakku saat berada diruang tengah karena tidak menjumpai apapun.
“Loh ndra.. tadi ada bapak – bapak duduk disini.. sambil ngerokok juga.. tuh bekas rokoknya” sahut rian yang entah sejak kapan sudah berada disampingku.
Yah. Memang ada sebatang rokok yang sedang menyala dan tidak berada di asbak. Tapi apa – apaan ini. Bahkan disiang bolong seperti ini pun aku mendapat gangguan. Dan sesaat setelahnya aku menceritakan perihal kenapa aku tadi celingukan di kebun belakang. Sedikit meriding saat menceritakan kepada rian detail dari ceritanya karena aku kembali terbayang wajah bapak tua mengerikan yang ada di jendela pada malam itu.
“Tapi ndra.. gw kok ga asing ya sama bapak itu” ujar rian saat keadaan kami mulai tenang.
“Tapi lu yakin dia orang yag sama kaya yang gw ceritain??” tanyaku penuh selidik.
“Iya.. makanya ga asing juga gw kira kenalan lu.. haduuuh.. masa iya kontrakan gw jadi serem begini” jawab rian.
“Yauahlah.. biarin aja.. oh iya.. gw ntar malem mau nganterin aji ke kilo 42” ujarku sambil meninggalkan rian ke kamar mandi.
“Mau bikin ulah apa lagi kalian??” jawab rian datar.
“Ga tau.. gw Cuma disuruh nemenin” jawabku dengan setengah berteriak kaena pintu kamar mandi sudah kututup.
Bodohnya aku tak menyadarinya sedari tadi dan baru terbesit saat rian berkata seperti itu jika pergi dengan aji malam ini pasti ada sesuatu hal yang aneh yang akan kami lakukan. Tapi bagaimanapun juga aku sudah terlanjur mengiyakan ajakanya dan mudah – mudahan bukan sesuatu yang seperti aku perkirakan. Mungkin aku bisa sedikit melihatnya. Tapi tidak. Karena aku hanya manusia biasa dan aku telah bersumpah untuk itu.
Tanpa terasa malam sudah menjelang dan adzan isya sudah berakhir hampir tiga puluh menit yang lalu saat aku melangkahkan kaki untuk menuju ke rumah pak dion dan meminta maaf padanya atas apa yang telah aku lakukan padanya dimalam itu. Sedikit ada rasa penasaran sebenarnya apa yang terjadi selama aku tidak sadarkan diri saat itu dan mungkin pak dion mau menceritakanya.
DEG
Langkahku tiba – tiba terhenti saat aku melihat ke depan. Karena didepanku dan tepat berada ditengah jalan kini berdiri sesosok laki – laki tua tanpa pakaian dengan celana hitam. Dan dari jarak ini aku bisa mengenalnya. Dia adalah laki – laki tua yang malam itu membuatku tidak sadarkan diri dengan wajah mengerikanya di jendela rumah rian. Jangankan berlari. Bahkan menggerakkan bibir untuk berteriak minta tolong tubuhku ini tidak sanggup. Tapi aku menyadari satu hal. Ini bukan efek dari ketakutan kaena jika ketakutan setidaknya aku bisa bergerak dan lari dari sini dengan secepat – cepatnya. Apa ini?? Kenapa dia sengaja menahanku disini?? Apa yang akan dia lakukan?? Dan siapa sebenarnya dia??
dodolgarut134 dan 22 lainnya memberi reputasi
21