- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
[My Fictions] - CERITA TENTANG KITA
TS
nvrstepback
[My Fictions] - CERITA TENTANG KITA
Quote:
DISCLAIMER
Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Apabila ada kesamaan nama, karakter, tempat, maupun cerita, itu semua hanyalah kebetulan yang tidak disengaja.
Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Apabila ada kesamaan nama, karakter, tempat, maupun cerita, itu semua hanyalah kebetulan yang tidak disengaja.
Quote:
Title : CERITA TENTANG KITA
Author : NVRstepback
Genre : Slice of Life, Drama, Romance, Family
Author : NVRstepback
Genre : Slice of Life, Drama, Romance, Family
INDEKS
:Quote:
Act 1 - "A Meeting"
Act 2 - "Crash!"
Act 3 - "Awake"
Act 4 - "A 'Normal' Day"
Act 5 - "Jealous"
Act 6 - "Preparation"
Act 7 - "Surprise!"
Act 8 - "His Story"
Act 9 - "An Old 'Friend'"*NEW!
Act 10 - "Memory" *NEW!
Act 2 - "Crash!"
Act 3 - "Awake"
Act 4 - "A 'Normal' Day"
Act 5 - "Jealous"
Act 6 - "Preparation"
Act 7 - "Surprise!"
Act 8 - "His Story"
Act 9 - "An Old 'Friend'"*NEW!
Act 10 - "Memory" *NEW!
Quote:
note nov2017: lanjut lagi setelah kentang 3 taun..
update index, linkpost menyusul
update index, linkpost menyusul
Diubah oleh nvrstepback 28-12-2017 01:27
anasabila memberi reputasi
1
4.9K
Kutip
28
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
nvrstepback
#29
Quote:
Quote:
Act 10 - "Memory
Quote:
Di rumah, wajah Mama masih murung. Beliau duduk sendirian di ruang keluarga dan membiarkan TV menyala begitu saja. Kenzo yang baru saja muncul dari dapur langsung duduk di samping ibunda tercintanya. Meletakkan secangkir teh di meja.
"Mama nggak usah khawatir. Alea pasti udah ngerti kok." Kenzo berujar tanpa menoleh. Tangannya meraih remote TV dan mengganti channel ke mode AV.
"Ini-"
Mama terdiam. Kata-kata yang hendak diucapkan mendadak enggan keluar. Berganti dengan senyum yang perlahan mengembang. Video rekaman hari ulang tahun Alea yang ke-7.
Beliau benar-benar rindu kepada Kenzo. Dan saat ini, rasa rindu itu telah terobati. Kenzo yang pandai membaca suasana. Kenzo yang dengan cara sederhana mampu menghapus duka dan menghadirkan bahagia. Mama menyeka bulir air mata yang sudah siap jatuh. Berusaha menggantinya dengan raut bahagia.
"Kenzo selalu pasang rekaman ini, Ma. Supaya kalo Kenzo kangen Papa sama Mama, Kenzo tinggal pencet tombol. Nggak bisa sepenuhnya ngobatin, sih. Tapi minimal bisa bikin hati tenang."
"Kamu mau ke mana?" tanya Mama ketika Kenzo bangkit berdiri.
"Garasi."
Sejenak, perhatian Mama teralihkan. Bukan karena penasaran. Mama tahu betul garasi yang dimaksud Kenzo adalah pojok kecil garasi tempat Kenzo menyimpan alat-alat lukis. Tempat Kenzo dulu menghabiskan waktu. Tapi sudah sejak lama Kenzo seperti lupa pada tempat itu.
Mungkin Kenzo kangen melukis.
Di garasi, Kenzo berdiri sambil mengamati tumpukan kaleng cat dan kuas yang sudah kering. Beberapa kain putih menutupi kanvas yang dibiarkan bersandar begitu saja. Mata Kenzo mencari, dan menemukan sebuah kanvas tertutup kain yang dipisahkan. Dengan sekali tarik, kanvas itu memperlihatkan isinya. Kenzo tersenyum. Tangan kanannya memegang dada sebelah kiri.
"Ternyata rasa sakitnya masih ada."
***
Kenzo sedang sibuk membuat lukisan dari foto Rara yang dia pegang. Di sampingnya, ada Evan yang sabar menemani Kenzo menyelesaikan lukisannya.
“Sob. Loe yakin mau kasihin lukisan ini ke Rara?” tanya Evan ragu-ragu.
“Yakinlah sob. Soalnya cuma ini yang gue punya. Gue di sini kan hidup sendiri, duit dari ortu harus gue atur bener-bener buat kebutuhan gue. Dan gue yakin, Rara pasti suka sama lukisan ini.” Jawab Kenzo yang masih sibuk menggoreskan kuasnya ke kanvas. Evan hanya tersenyum melihat sahabat terbaiknya itu dengan tulus menyelesaikan lukisan itu. Namun Evan merasa kasihan karena Kenzo tampak begitu pucat karena telat makan.
“Kenzo, Evan. Berangkat jam berapa nih?” tanya Tara yang tiba-tiba nyelonong masuk.
“Elo Tar. Permisi dulu kenapa? Jangan asal nyelonong gitu.” Kata Evan memarahi Tara.
“Sori Van. Soalnya udah jam 7 nih. Kan pesta ulang tahunnya si Rara udah mulai.” Kata Tara menjelaskan.
“Yuk berangkat. Lukisannya udah selesai.” Kata Kenzo mantap. Dia sudah menenteng lukisan yang tertutup kain putih. Dengan mobil Tara, mereka bergegas meluncur ke tempat pesta Rara.
Sesampainya di sana, suasana tampak ramai. Begitu banyak teman Rara yang diundang. Dengan segera, Kenzo ditemani Evan dan Tara pun bergegas masuk. Dengan hati-hati, Kenzo membawa lukisannya. Dia menoleh ke sana ke mari mencari di mana Rara berada. Karena tak kunjung ketemu, Kenzo pun bertanya ke salah seorang tamu.
“Rara di mana ya?” tanya Kenzo ke salah seorang tamu.
“Oh, Rara kayaknya lagi di kolam renang belakang tadi.” Jawab Tamu itu. Kenzo pun bergegas mengajak Evan dan Tara ke sana.
“Evan, Tara. Yuk.” Ajak Kenzo bersemangat. Evan tampak kasihan melihat semangat yang dibalut tubuh lemah dan wajah pucat Kenzo. Mereka bertiga berjalan menuju ke kolam renang yang berada di halaman belakang rumah Rara. Tapi langkah kaki Kenzo mendadak terhenti, tubuhnya bergetar hebat. Evan dan Tara pun ikut menghentikan langkah mereka.
“Kok berhenti Zo?” tanya Tara ke Kenzo.
“Iya sob. Kok mendadak berhenti kenapa?” Evan juga bertanya ke arah Kenzo. Tapi Kenzo tidak menjawab.
Mulut Kenzo terkunci melihat pemandangan yang ada di depan matanya saat ini. Tara dan Evan yang mengetahui hal itu pun ikut memandang ke arah pandangan Kenzo. Mereka pun juga terkejut. Tara ikut-ikut berdiri mematung. Mereka melihat Rara sedang berciuman dengan sangat mesra dengan seorang lelaki. Tak lama, Rara pun menyadari kehadiran Kenzo-Evan-Tara. Dia pun nampak gugup.
“Eh, Kenzo.” Kata Rara sambil merapikan rambut dan bajunya. Kenzo tersenyum kecut. Lukisan yang daritadi dia pegang dia letakkan begitu saja. Kemudian dengan langkah gontai, dia pergi meninggalkan tempat itu.
“Kenzo. Tunggu!” teriak Tara berlari mengikuti Kenzo.
“Keterlaluan loe Ra! Mainin perasaan tulus Kenzo! Dasar cewek murahan! Loe gak pantes nerima apapun dari Kenzo!” kata Evan penuh amarah. Evan kemudian berlari mengejar Kenzo dan Tara.
Rara kebingungan karena dia tertangkap basah oleh kedua mata Kenzo. Dilihatnya lukisan Kenzo yang tergeletak dan masih tertutup kain putih. Setelah disingkapkan, nampaklah lukisan wajahnya yang begitu cantik. Goresan kuas Kenzo yang begitu tulus, yang kini hanya tergeletak begitu saja. Tak lagi punya arti. Rara pun bergegas mengejar Kenzo.
Sesampainya di luar rumah Rara, Tara berhenti sejenak mengatur nafasnya. Tapi dilihatnya Kenzo yang nampak terus berjalan tanpa arah, melangkah menuju jalan raya yang ramai. Apalagi mendadak hujan turun dengan deras.
“Kenzo!!” teriak Tara melihat sebuah mobil melaju ke arah Kenzo. Beruntung Kenzo langsung mendengar dan berusaha menghindar. Tapi sayang, Kenzo kehilangan keseimbangan. Dia terjatuh dan kepalanya terantuk bahu jalan. Kenzo pun kehilangan kesadaran. Evan yang baru bisa menyusul Tara, kemudian berlari diikuti Tara ke tempat Kenzo terjatuh.
“Kenzo! Kenzoo!!!” teriak Evan kebingungan. Dari belakang, muncul Rara yang kemudian jatuh terduduk melihat kondisi Kenzo.
***
"Kenzo." Suara Mama dari belakang membuyarkan lamunannya. Dia masih duduk di bangku kecil sambil memandangi sebuah lukisan yang tak lagi tertutup kain.
"Sayang, kamu kenapa?" Tangan Mama terulur menyeka air mata Kenzo.
"Lho, kenapa in? Kok tiba-tiba Aku nangis?" Tangan Kenzo ikut menyeka matanya sendiri. Ada kesedihan yang tiba-tiba memenuhi dadanya. Ingatan yang selama ini hilang, perlahan mengemuka. Muncul bagai potongan-potongan film di dalam kepalanya. Bersama dengan rasa sakit yang begitu familiar. Dia menjatuhkan diri ke dalam pelukan Mamanya. Menangis seperti anak kecil yang terluka di pelukan sang Ibunda.
"Kenzo keinget Rara, Ma."
Satu kalimat itu cukup menjelaskan kondisi Kenzo saat ini. Ingatan Kenzo sudah sepenuhnya kembali. Dan waktu sudah benar-benar bergerak. Meminta Kenzo untuk menerima. Dan sepenuhnya bergerak maju.
"Kenzo," panggil Mama setelah Kenzo sudah lebih tenang. "Mama mau ngomong sesuatu yang penting sama kamu."
"Soal apa, Ma?"
"Alasan Mama kemari."
***
Rara duduk sendirian sambil menatap layar ponselnya. Sebuah foto terpampang sebagai wallpaper. Foto lukisan Kenzo waktu itu. Pada saat-saat seperti inilah Rara menyendiri menghabiskan waktu sambil melihat foto tersebut. Merenungi masa itu. Saat di mana dirinya belum bisa menghargai apa itu cinta. Lukisannya sendiri masih terpasang rapi di dinding kamar Rara. Meski warnanya ada yang agak luntur karena hujan kala itu.
"Kenzo ...." Suara lirih itu tertelan riuhnya acara pentas seni yang saat ini sedang berlangsung di aula.
"Lo beneran nyesel, Ra?" Rara mendongak. Wajahnya nampak tidak siap ketika mendapati sosok Evan yang sedang berdiri di hadapannya.
"Sebenarnya Gue males, Ra nyamperin Lo ke sini." Evan mendudukkan dirinya di sebelah Rara.
"Terus?" Rara bertanya. Tangannya sibuk mengusap kedua mata.
"Tara yang nyuruh Gue. Meskipun dia kelihatan kayak anak kecil, dia punya hati yang besar." Evan menengadah memandang langit.
"Iya juga sih. Dari kalian bertiga, Tara yang kelihatan paling sering ketawa." Rara menanggapi.
"Jadi, Lo beneran nyesel?" Evan kembali ke kalimat pertamanya. Matanya masih belum mau menatap Rara. Senyum Rara meredup.
"Gue bener-bener nyesel, Van. Dan sampai detik ini, Gue masih belum bisa maafin diri Gue sendiri." Rara menunduk. Berusaha menyembunyikan wajahnya.
"Lo tahu kan, kondisi Kenzo sekarang kayak gimana? Shock yang dia alami bikin dia trauma. Dan ingatan Kenzo tentang malam itu, tentang Lo, hilang."
"Iya, Van. Gue tahu. Tahu banget. Dan hal itu bikin Gue nggak tahu harus berbuat apa. Berkali-kali Gue berusaha buat deketin Kenzo untuk minta maaf. Dan berkali-kali juga dia cuma lihat Gue sekilas. Dia bener-bener lupa sama Gue. Dan itu yang bikin Gue tambah sakit." Wajah Rara terangkat. Ada tangis yang berusaha dia tahan. Terdengar helaan napas Evan.
"Seandainya ada kesempatan, Lo mau minta maaf ke Kenzo?" tanya Evan.
"Gue mau." Rara menjawab mantap.
Evan berdiri. Tanpa memalingkan wajah, dia berkata kepada Rara. "Ingatan Kenzo udah kembali normal."
***
Will be continued...
"Mama nggak usah khawatir. Alea pasti udah ngerti kok." Kenzo berujar tanpa menoleh. Tangannya meraih remote TV dan mengganti channel ke mode AV.
"Ini-"
Mama terdiam. Kata-kata yang hendak diucapkan mendadak enggan keluar. Berganti dengan senyum yang perlahan mengembang. Video rekaman hari ulang tahun Alea yang ke-7.
Beliau benar-benar rindu kepada Kenzo. Dan saat ini, rasa rindu itu telah terobati. Kenzo yang pandai membaca suasana. Kenzo yang dengan cara sederhana mampu menghapus duka dan menghadirkan bahagia. Mama menyeka bulir air mata yang sudah siap jatuh. Berusaha menggantinya dengan raut bahagia.
"Kenzo selalu pasang rekaman ini, Ma. Supaya kalo Kenzo kangen Papa sama Mama, Kenzo tinggal pencet tombol. Nggak bisa sepenuhnya ngobatin, sih. Tapi minimal bisa bikin hati tenang."
"Kamu mau ke mana?" tanya Mama ketika Kenzo bangkit berdiri.
"Garasi."
Sejenak, perhatian Mama teralihkan. Bukan karena penasaran. Mama tahu betul garasi yang dimaksud Kenzo adalah pojok kecil garasi tempat Kenzo menyimpan alat-alat lukis. Tempat Kenzo dulu menghabiskan waktu. Tapi sudah sejak lama Kenzo seperti lupa pada tempat itu.
Mungkin Kenzo kangen melukis.
Di garasi, Kenzo berdiri sambil mengamati tumpukan kaleng cat dan kuas yang sudah kering. Beberapa kain putih menutupi kanvas yang dibiarkan bersandar begitu saja. Mata Kenzo mencari, dan menemukan sebuah kanvas tertutup kain yang dipisahkan. Dengan sekali tarik, kanvas itu memperlihatkan isinya. Kenzo tersenyum. Tangan kanannya memegang dada sebelah kiri.
"Ternyata rasa sakitnya masih ada."
***
Kenzo sedang sibuk membuat lukisan dari foto Rara yang dia pegang. Di sampingnya, ada Evan yang sabar menemani Kenzo menyelesaikan lukisannya.
“Sob. Loe yakin mau kasihin lukisan ini ke Rara?” tanya Evan ragu-ragu.
“Yakinlah sob. Soalnya cuma ini yang gue punya. Gue di sini kan hidup sendiri, duit dari ortu harus gue atur bener-bener buat kebutuhan gue. Dan gue yakin, Rara pasti suka sama lukisan ini.” Jawab Kenzo yang masih sibuk menggoreskan kuasnya ke kanvas. Evan hanya tersenyum melihat sahabat terbaiknya itu dengan tulus menyelesaikan lukisan itu. Namun Evan merasa kasihan karena Kenzo tampak begitu pucat karena telat makan.
“Kenzo, Evan. Berangkat jam berapa nih?” tanya Tara yang tiba-tiba nyelonong masuk.
“Elo Tar. Permisi dulu kenapa? Jangan asal nyelonong gitu.” Kata Evan memarahi Tara.
“Sori Van. Soalnya udah jam 7 nih. Kan pesta ulang tahunnya si Rara udah mulai.” Kata Tara menjelaskan.
“Yuk berangkat. Lukisannya udah selesai.” Kata Kenzo mantap. Dia sudah menenteng lukisan yang tertutup kain putih. Dengan mobil Tara, mereka bergegas meluncur ke tempat pesta Rara.
Sesampainya di sana, suasana tampak ramai. Begitu banyak teman Rara yang diundang. Dengan segera, Kenzo ditemani Evan dan Tara pun bergegas masuk. Dengan hati-hati, Kenzo membawa lukisannya. Dia menoleh ke sana ke mari mencari di mana Rara berada. Karena tak kunjung ketemu, Kenzo pun bertanya ke salah seorang tamu.
“Rara di mana ya?” tanya Kenzo ke salah seorang tamu.
“Oh, Rara kayaknya lagi di kolam renang belakang tadi.” Jawab Tamu itu. Kenzo pun bergegas mengajak Evan dan Tara ke sana.
“Evan, Tara. Yuk.” Ajak Kenzo bersemangat. Evan tampak kasihan melihat semangat yang dibalut tubuh lemah dan wajah pucat Kenzo. Mereka bertiga berjalan menuju ke kolam renang yang berada di halaman belakang rumah Rara. Tapi langkah kaki Kenzo mendadak terhenti, tubuhnya bergetar hebat. Evan dan Tara pun ikut menghentikan langkah mereka.
“Kok berhenti Zo?” tanya Tara ke Kenzo.
“Iya sob. Kok mendadak berhenti kenapa?” Evan juga bertanya ke arah Kenzo. Tapi Kenzo tidak menjawab.
Mulut Kenzo terkunci melihat pemandangan yang ada di depan matanya saat ini. Tara dan Evan yang mengetahui hal itu pun ikut memandang ke arah pandangan Kenzo. Mereka pun juga terkejut. Tara ikut-ikut berdiri mematung. Mereka melihat Rara sedang berciuman dengan sangat mesra dengan seorang lelaki. Tak lama, Rara pun menyadari kehadiran Kenzo-Evan-Tara. Dia pun nampak gugup.
“Eh, Kenzo.” Kata Rara sambil merapikan rambut dan bajunya. Kenzo tersenyum kecut. Lukisan yang daritadi dia pegang dia letakkan begitu saja. Kemudian dengan langkah gontai, dia pergi meninggalkan tempat itu.
“Kenzo. Tunggu!” teriak Tara berlari mengikuti Kenzo.
“Keterlaluan loe Ra! Mainin perasaan tulus Kenzo! Dasar cewek murahan! Loe gak pantes nerima apapun dari Kenzo!” kata Evan penuh amarah. Evan kemudian berlari mengejar Kenzo dan Tara.
Rara kebingungan karena dia tertangkap basah oleh kedua mata Kenzo. Dilihatnya lukisan Kenzo yang tergeletak dan masih tertutup kain putih. Setelah disingkapkan, nampaklah lukisan wajahnya yang begitu cantik. Goresan kuas Kenzo yang begitu tulus, yang kini hanya tergeletak begitu saja. Tak lagi punya arti. Rara pun bergegas mengejar Kenzo.
Sesampainya di luar rumah Rara, Tara berhenti sejenak mengatur nafasnya. Tapi dilihatnya Kenzo yang nampak terus berjalan tanpa arah, melangkah menuju jalan raya yang ramai. Apalagi mendadak hujan turun dengan deras.
“Kenzo!!” teriak Tara melihat sebuah mobil melaju ke arah Kenzo. Beruntung Kenzo langsung mendengar dan berusaha menghindar. Tapi sayang, Kenzo kehilangan keseimbangan. Dia terjatuh dan kepalanya terantuk bahu jalan. Kenzo pun kehilangan kesadaran. Evan yang baru bisa menyusul Tara, kemudian berlari diikuti Tara ke tempat Kenzo terjatuh.
“Kenzo! Kenzoo!!!” teriak Evan kebingungan. Dari belakang, muncul Rara yang kemudian jatuh terduduk melihat kondisi Kenzo.
***
"Kenzo." Suara Mama dari belakang membuyarkan lamunannya. Dia masih duduk di bangku kecil sambil memandangi sebuah lukisan yang tak lagi tertutup kain.
"Sayang, kamu kenapa?" Tangan Mama terulur menyeka air mata Kenzo.
"Lho, kenapa in? Kok tiba-tiba Aku nangis?" Tangan Kenzo ikut menyeka matanya sendiri. Ada kesedihan yang tiba-tiba memenuhi dadanya. Ingatan yang selama ini hilang, perlahan mengemuka. Muncul bagai potongan-potongan film di dalam kepalanya. Bersama dengan rasa sakit yang begitu familiar. Dia menjatuhkan diri ke dalam pelukan Mamanya. Menangis seperti anak kecil yang terluka di pelukan sang Ibunda.
"Kenzo keinget Rara, Ma."
Satu kalimat itu cukup menjelaskan kondisi Kenzo saat ini. Ingatan Kenzo sudah sepenuhnya kembali. Dan waktu sudah benar-benar bergerak. Meminta Kenzo untuk menerima. Dan sepenuhnya bergerak maju.
"Kenzo," panggil Mama setelah Kenzo sudah lebih tenang. "Mama mau ngomong sesuatu yang penting sama kamu."
"Soal apa, Ma?"
"Alasan Mama kemari."
***
Rara duduk sendirian sambil menatap layar ponselnya. Sebuah foto terpampang sebagai wallpaper. Foto lukisan Kenzo waktu itu. Pada saat-saat seperti inilah Rara menyendiri menghabiskan waktu sambil melihat foto tersebut. Merenungi masa itu. Saat di mana dirinya belum bisa menghargai apa itu cinta. Lukisannya sendiri masih terpasang rapi di dinding kamar Rara. Meski warnanya ada yang agak luntur karena hujan kala itu.
"Kenzo ...." Suara lirih itu tertelan riuhnya acara pentas seni yang saat ini sedang berlangsung di aula.
"Lo beneran nyesel, Ra?" Rara mendongak. Wajahnya nampak tidak siap ketika mendapati sosok Evan yang sedang berdiri di hadapannya.
"Sebenarnya Gue males, Ra nyamperin Lo ke sini." Evan mendudukkan dirinya di sebelah Rara.
"Terus?" Rara bertanya. Tangannya sibuk mengusap kedua mata.
"Tara yang nyuruh Gue. Meskipun dia kelihatan kayak anak kecil, dia punya hati yang besar." Evan menengadah memandang langit.
"Iya juga sih. Dari kalian bertiga, Tara yang kelihatan paling sering ketawa." Rara menanggapi.
"Jadi, Lo beneran nyesel?" Evan kembali ke kalimat pertamanya. Matanya masih belum mau menatap Rara. Senyum Rara meredup.
"Gue bener-bener nyesel, Van. Dan sampai detik ini, Gue masih belum bisa maafin diri Gue sendiri." Rara menunduk. Berusaha menyembunyikan wajahnya.
"Lo tahu kan, kondisi Kenzo sekarang kayak gimana? Shock yang dia alami bikin dia trauma. Dan ingatan Kenzo tentang malam itu, tentang Lo, hilang."
"Iya, Van. Gue tahu. Tahu banget. Dan hal itu bikin Gue nggak tahu harus berbuat apa. Berkali-kali Gue berusaha buat deketin Kenzo untuk minta maaf. Dan berkali-kali juga dia cuma lihat Gue sekilas. Dia bener-bener lupa sama Gue. Dan itu yang bikin Gue tambah sakit." Wajah Rara terangkat. Ada tangis yang berusaha dia tahan. Terdengar helaan napas Evan.
"Seandainya ada kesempatan, Lo mau minta maaf ke Kenzo?" tanya Evan.
"Gue mau." Rara menjawab mantap.
Evan berdiri. Tanpa memalingkan wajah, dia berkata kepada Rara. "Ingatan Kenzo udah kembali normal."
***
Will be continued...
0
Kutip
Balas