"rin, maafin aku ya kalo kemarin udah bikin kamu tersinggung" ucap dion yang tiba-tiba sudah duduk di bangku sampingku.
"iya yon gakpapa, kalau aku jadi kamu juga bakal ngelakuin hal yang sama kok" jawabku memaklumi sikap dion kemarin.
Dion ini walaupun gengsinya paling gede tapi dia tidak pernah sungkan untuk minta maaf kalau dia ngelakuin kesalahan.
"kita sahabatan lagi kan?" dion berkata dengan nada sok imutnya yang bikin ilfeel.
"gausah gitu napa, jijik sumpah" ucapku geli.
"eh boleh cerita gak? Jadi tadi malem aku mimpi si tiara lagi nangis gitu tapi pas aku samperin dia malah kayak makin jauh gitu. Pertanda apa ya rin?" dion menceritakan tentang mimpinya semalam tentang tiara.
"tandanya dia bentar lagi ketemu, soalnya kamu udah bisa liat wujudnya tiara ya walaupun cuma di mimpi" jawabku.
"kok kamu tau?" tanya dion.
"kemarin aku juga mimpi kayak gitu" kataku.
"handi juga mimpi kayak gitu tapi udah beberapa hari yang lalu" ujar dion.
"emang iya? Hmm bentar-bentar aku mau nanya. Mereka itu tau tiara hilang pas dimana?" aku bertanya pada dion tentang sesuatu yang selama ini ada di benakku.
"katanya sih pas mereka bermalam di salah satu pos. kira-kira jam 3 pagi mereka liat tiara udah gak ada, dicari kemana-mana juga gak ada" ungkap dion.
"pos ganjil bukan?" tanyaku kepo
"kayaknya sih iya. Emangnya kenapa sih?" kata dion yang penasaran dengan pertanyaaanku.
"emmm gakpapa wes. Cuma nebak aja" ucapku lalu dosen datang dengan rekor keterlambatan super parah.

Sesampainya dirumah aku menelfon ayah shomad sesuai dengan saran bapak untuk membantu menemukan tiara.
Aku menceritakan semua duduk perkara pada ayah shomad, dan juga mimpi teman-teman serta pertanyaan yang sudah aku tanyakan pada mereka.
Memang rumit masalahnya tapi ayah shomad berpesan bahwa aku harus menunggu sampai hari ke-39 hilangnya tiara, dan datang ke gunung itu di hari ke-40.
Sama saja ternyata dengan jawaban yang diberikan orang pinter yang didatangi teman-teman, ayah shomad juga tidak mampu menemukan wujud tiara dalam penglihatannya.
Selesai menghubungi ayah shomad, aku berkonsultasi dengan bapak dan ibu tentang nasib tiara.
Bapak bilang tiara masih hidup, hanya saja ia terjebak dalam dunia lain.
Ibu cuma memberi saran untuk tetap mengadakan doa sampai hari ke-39 .

Tepat di hari ke-39 teman-teman berangkat untuk mencari tiara, dion mengajakku ikut serta. Walaupun awalnya aku menolak tetapi dia tetap memaksa agar aku ikut mencari tiara.
Kami sampai di pos tempat tiara menghilang, perasaanku mulai campur aduk karena meski aku sering ikut acara perkemahan seperti di gunung tapi hawa disini benar-benar tidak nyaman.
Kami menunggu sampai besok pagi karena waktu itu kami berangkatnya agak sorean, tepat pukul 00.00 kami berkumpul untuk membacakan tahlil dan doa untuk segera dipertemukan dengan tiara yang dipimpin oleh salah satu dosen kami yang akhirnya diluluhkan hatinya untuk mencari tiara.
Saat pembacaan doa aku jadi teringat dengan mimpiku disuatu waktu, tapi aku pendam sampai pagi karena takut untuk bercerita dengan teman-teman.
Pagi ketika jam menunjukkan pukul 07.00 kami sudah mulai melakukan pencarian untuk menemukan tiara, saat hendak berangkat aku tidak sengaja menceritakan mimpiku kepada mbak faya .
Dia terkejut saat aku berkata bahwa dimimpiku aku melihat tiara duduk meringkuk sembari menangis di belakang pos yang terdapat pohon yang amat besar.
Mbak faya berjalan mendekati pos, dan saat melihat dibelakang ternyata benar tiara ada disana persis seperti apa yang aku katakan.
Aneh memang saat mengingat kembali selama 39 hari pencarian semua tempat telah dijelajahi termasuk pos itu tetapi baru hari ini tiara ditemukan.
Tiara menangis lalu memeluk mbak faya, ia kemudian dibawa ke tenda.
Teman-teman berkumpul, mereka senang karena akhirnya tiara bisa ditemukan.
Tapi tiara terus menangis, badannya amat dingin. Baju yang ia kenakan tetap bagus bahkan tidak ada noda sama sekali.
Dia bercerita bahwa sesuatu telah terjadi padanya, tetapi dia tidak mampu meneruskan Karena badannya sangat lemah.
Kami akhirnya memutuskan untuk membawa tiara kembali kerumah, salah satu polisi menawarkan agar tiara dirawat dulu dirumah sakit tapi dia menolak dan tetap ingin sesegera mungkin sampai dirumahnya.
Sesampainya kita disana, keluarganya menyambut dengan haru. Bahkan ayah tiara rela menggendong anaknya saat turun dari mobil sampai ke kamar tiara.
Keluarganya berterimakasih kepada kita, mereka berkeluh kesah ketika tiara hilang. Ibundaa tiara bercerita bahwa ia selalu menyalakan lampu di kamar tiara agar sesuatu yang buruk tidak sampai terjadi pada anak satu-satunya itu.
Satu jam kemudian tiara bangun dari tidurnya dan dia mau bercerita tentang kejadian yang menimpanya itu.
Setelah selesai bercerita kita memutuskan untuk pulang karena hari sudah mulai larut.

Tiara mulai kembali kuliah setelah seminggu dia istirahat, dan ia juga harus mengejar mata kuliah yang ia lewatkan.
Semenjak kejadian itu kini anak-anak palam lebih selektif lagi dalam memutuskan kemana mereka akan pergi , dan izin dari dosen kini menjadi prioritas utama untuk menghindari kejadian yang sama terulang kembali.