- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Sang Wakil Janji [TAMAT]
TS
dudatamvan88
Sang Wakil Janji [TAMAT]
TRILOGI
OTHER STORY OF BORNEO
SEASON III
Salam Para penghuni Jagad KASKUSTerutama Yang bermukim Di SubFor SFTH.
Hari ini saya akan menulis Season III dan yang akan menjadi akhir Dari Trilogi Other Story Of Borneo yang Telah ane tulis sebelumnya.
Mohon Kritik dan Saran Buat ane yang Nubie ini ya.
Oo iya.. Dimohon kepada pare reader agar mengikuti dan mematuhi aturan yang berlaku di SFTH dan ane ga mentolelir apapun bentuk keKEPOan yang berlebihan..
OTHER STORY OF BORNEO
SEASON III
Salam Para penghuni Jagad KASKUSTerutama Yang bermukim Di SubFor SFTH.
Hari ini saya akan menulis Season III dan yang akan menjadi akhir Dari Trilogi Other Story Of Borneo yang Telah ane tulis sebelumnya.
Mohon Kritik dan Saran Buat ane yang Nubie ini ya.
Oo iya.. Dimohon kepada pare reader agar mengikuti dan mematuhi aturan yang berlaku di SFTH dan ane ga mentolelir apapun bentuk keKEPOan yang berlebihan..
Quote:
Quote:
PROLOG
Semuanya mengerucut tepat di depan mataku seakan - akan aku adalah antagonis utamanya.
Aku benar - benar merasa menjadi orang yang salah yang berada ditempat yang salah hingga aku harus mengembalikan semua yang kubuang.
Apa memang harus seperti ini??
Semua yang kualami telah menyeretku dalam lingkaran rumit dan menjauh dari tujuan awalku saat berangkat ke pulau ini.
Aku hanya ingin membangun ulang hidupku dari nol. Tapi sekarang Aku sudah menantang orang yang jelas dan sangat jelas berada jauh diatasku.
Untuk pertama kalinya dalam hidupku saat MATImenjadi salah satu pilihanya.
Saat semuanya terpampang dengan jelas di depan mataku. Saat aku mulai merasa mampu menghadapi segalanya yang telah menyeretku.
Tia. Lusi. Aku berjanji akan mengakhirinya tak lama lagi. Mungkin tak lama lagi pula aku akan bertemu kalian. Atau mungkin kalian harus menunggu lebih lama lagi untuk bertemu denganku.
Semuanya mengerucut tepat di depan mataku seakan - akan aku adalah antagonis utamanya.
Aku benar - benar merasa menjadi orang yang salah yang berada ditempat yang salah hingga aku harus mengembalikan semua yang kubuang.
Apa memang harus seperti ini??
Semua yang kualami telah menyeretku dalam lingkaran rumit dan menjauh dari tujuan awalku saat berangkat ke pulau ini.
Aku hanya ingin membangun ulang hidupku dari nol. Tapi sekarang Aku sudah menantang orang yang jelas dan sangat jelas berada jauh diatasku.
Untuk pertama kalinya dalam hidupku saat MATImenjadi salah satu pilihanya.
Saat semuanya terpampang dengan jelas di depan mataku. Saat aku mulai merasa mampu menghadapi segalanya yang telah menyeretku.
Tia. Lusi. Aku berjanji akan mengakhirinya tak lama lagi. Mungkin tak lama lagi pula aku akan bertemu kalian. Atau mungkin kalian harus menunggu lebih lama lagi untuk bertemu denganku.
Quote:
Quote:
Quote:
Diubah oleh dipretelin 12-04-2018 08:07
dodolgarut134 dan 36 lainnya memberi reputasi
37
805.3K
3.2K
Thread Digembok
Tampilkan semua post
TS
dudatamvan88
#917
TEMAN ATAU MUSUH??
Entah sudah berapa menit berlalu Rian tak berhenti menyalahkanku sambil tetap memegangi kerah bajuku. Aku hanya bisa mendengarkanya dan berkata "engga". Ditengah perdebatan ku dengan Rian sekilas aku melihat jika pak Dion sedang berbicara pada Ida. Tapi ada satu orang yang sedari tadi tetap diam dan tidak mengeluarkan suara sedikitpun dengan tangan yang mengepal kuat dan sedikit bergetar.
"Yan. Kok pak Yudi disini??" Tanyaku pada Rian dengan suara pelan.
"Eh.. heeeeeeeeeeeeh.. gini ndra.. pak totok udah ga ada" ujar Rian dengan lesu.
DEG
Tidak terlalu terkejut aku mendengarnya karena sebelumnya pak sami sudah mengatakannya padaku. Tapi yang membuatku terkejut dan bingung adalah bagaimana Rian bisa tau?? Dan Rian bersama dengan pak Dion dan pak Yudi. Berarti mereka berdua juga sudah tau?? Atau??
"Pak Yudi tau??" Tanyaku pelan.
"Mayat pak totok masih dimobil ndra.. kenapa bisa sampel begini sih.. kenapa lu bisa Ampe terlibat sejauh ini??" Tanya rian.
Aku tidak tau harus menjawab dengan kata - kata seperti apa terhadap pertanyaan Rian ini. Karena aku juga tidak tau dan jika memang bisa memilih aku akan memilih untuk tidak terlibat sama sekali. Tapi Rian benar. Aku benar - benar terseret pada sebuah masalah yang entah aku harus melakukan apa saat ini. Dan juga kenapa mereka harus membawa mayat pak totok?? Apa sebenarnya yang pak Dion rencanakan. Dengan langkah sedikit cepat dan menahan emosi akhirnya aku melangkah mendekati pak Dion.
"Kata Rian mayat pak totok dibawa??" Ujarku saat memutus obrolan antara pak Dion dan Ida.
"Gini lho ndra.. kalo kita serahkan ke kepolisian kasus ini akan panjang dan runyam.. " ujar pak Dion yang berbalik ke arahku.
"Apanya panjang dan runyam pak.. pelakunya jelas ada dua.. dan itu sudah jelas mereka.. dimana letak runyamnya??" Tanyaku dengan sedikit emosi.
"Emangnya kamu kira polisi akan percaya kalo totok ini dibunuh sama kuyang dan antek - anteknya??" Ujar pak Dion.
"Maksud bapak antek - antek?? Mereka ada banyak??" Tanyaku bingung.
Bukan karena perkataan pak Dion yang sangatasuk akal. Tapi karena pernyataannya saat mengatakan antek - antek yang sangat bisa diartikan dengan jamak yang berarti lebih dari satu. Lalu siapa lagi yang sebenarnya terlibat sebagai antek - anteknya??
Tanpa menjawabku pak Dion melangkahkan kakinya mendekati pak Yudi yang sedari tadi terdiam seribu bahasa. Aku bisa mengerti akan sikapnya itu. Mungkin ini pertama kalinya dia melihat mayat dan yang menjadi mayat itu adalah temanya sendiri. Entah seperti apa pikirannya saat ini.
"Yudi" ujar pak Dion sambil menepuk pundak pak Yudi dan seketika itu pula pak Yudi langsung tergeletak tak sadarkan diri.
"Hipnotis??" Tanyaku dalam hati saat melihat apa yang dilakukan oleh pak Dion.
"Aku antar Yudi sama Rian dulu.. kalian tunggu disini ya" ujar pak Dion pada aku dan Ida yang kemudian dia mengangkat pak Yudi dengan begitu entengnya.
"Saya disini aja pak.. sama Indra" ujar Rian.
"Kamu ga akan kuat yan.. sekarang aku minta tolong kamu jaga si Yudi dulu dirumah saya" jawab pak dion.
"Kalo gw ga balik.. tolong lu benerin makam anak gw ya kalo lu pulang ke Bekasi" ujarku dengan memberikan sebuah ATM pada Rian.
"Lu harus balik" ujar Rian dengan mengacak - acak rambutku. "Atu lagi.. pliss jangan bikin perkara Ama cewe ini" lanjut Rian dengan berbisik padaku.
Rian tidak mengambil ATM yang ingin kuserahkan padanya dan langsung berbalik meninggalkanku yang hanya tinggal berdua dengan Ida.
Dalam keadaan yang kembali sepi kami berdua hanya bisa terdiam beberapa saat hingga akhirnya ada sedikit keberanian bagiku untuk memulai obrolan.
"Jadi gimana da??" Tanyaku ringan.
"Apanya??" Jawab Ida bingung dengan sedikit tersentak.
"Engga papa" ujarku dengan memalingkan wajahku.
Entah berapa lama waktu sudah berlalu dalam keheningan antara aku dan Ida. Sebenarnya aku sangat ingin pergi dari sini dan mendatangi mbak Endah. Tapi bagaimana caranya??
DEG
Tiba - tiba ada sebuah gambaran tentang suatu tempat dipikiranku. Tempat yang sepertinya tidak begitu asing. Dan disana berdiri seorang laki - laki.
"Aji" gumanku pelan.
"Kenapa aji ndra??" Tanya Ida penasaran.
Aku tak langsung menjawab pertanyaan Ida dan mulai memfokuskan pikiranku agar lebih dapat mengetahui posisi yang pasti dari penglihatan sekilas ku barusan. Tapi sekeras apapun aku mencobanya seperti ada sebuah dinding kabut yang sangat tebal menutupi apa yang ingin ku ketahui.
"Ketemu lu bangs*t.. gw harus bikin perhitungan sama lu.. karena lu tau dan selama ini lu diem!!" ujarku dalam hati saat mengetahui dimana letak tempat itu.
Dengan sedikit mengumpulkan keberanian aku berdiri dengan mengepalkan tangan sekeras - kerasnya dan melangkah meninggalkan ida. Beberapa kali Ida memanggilku tapi aku menoleh bahkan menjawabnya hingga akhirnya aku sampai di pagar rumah Ida dan menyadari satu hal.
"Motor ada di Ranto pulung?? Gimana gw kesana??" Pikirku dengan menoleh ke arah Ida yang sedang memperhatikanku dengan wajah aneh dan bingung.
"Kenapa ndra??" Tanya Ida.
"Bisa tolong aku??" Ujarku.
"Apa?" Jawab Ida singkat.
"Kita ke tempat yang seharusnya kepikiran dari awal.. Tempat semua ini dimulai dan akan jadi tempat semua ini di akhiri.. tempat dimana urat bumi manggil semua eksistensi yang ga kasat mata.. kita ke rumah walet itu da" ujarku pada Ida dengan berbalik padanya.
DEG
"Apaan ntu??" Gumanku pelan saat melihat atap rumah Ida.
Tepat di atas atap rumah Ida ada seekor burung dengan paruh yang sangat besar dan ada sesuatu seperti mahkota di kepalanya. Dengan mata yang merah menyala dan sedikit diterangi oleh lampu jalan yang cukup remang bisa terlihat dengan jelas olehku jika bulu burung itu berwarna hitam pekat dengan sedikit ada corak putih dan yang lebih membuatku bingung bercampur takut adalah saat burung itu membentangkan sayapnya yang ukuranya tak kurang dari enam meter.
"Engga.. kita ke tempat bapak aja ndra.. perasaanku ga enak nah" ujar Ida dengan sedikit lirih.
Aku tak menghiraukan apa yang Ida katakan dan sekarang pandanganku tertuju pada burung besar aneh yang ada di atap rumah Ida. Apa itu??
"Ndraaa.. kamu kenapa??" Tanya Ida yang mulai sadar dengan kepanikan ku dengan melangkah mendekatiku.
"Apaan itu da?? Apa ini yang dipanggil orang - orang panglima burung??" Tanyaku dengan suara sedikit serak.
"Bukan.. itu cuma burung biasa.. belom ada alasan buat panglima turun dalam waktu dekat.." ujar Ida yang kemudian menarik tanganku.
Lagi - lagi dan entah darimana tapi tiba - tiba kami berdua sudah diselimuti oleh kabut tebal yang jauh lebih pekat dari sebelumnya.
GREEEEPPPPPP
entah kenapa seperti ada sesuatu yang menarik punggungku hingga genggaman tanganku dan Ida akhirnya terlepas dan.
BRRRUUGGGGHH
"aaakkkkhhh" erangku saat tersungkur di tanah rerumputan dengan keadaan sekitar yang amat gelap gulita. "Daaaaaaa.." teriakku memanggil Ida yang sepertinya sekarang tidak ada di dekatku.
DEG
Setelah memanggil Ida beberapa kali Aku sedikit terkejut saat menyadari sepertinya memang Ida sekarang tidak ada disekitarku. Tapi dimana dia?? Atau mungkin lebih tepatnya dimana aku?? Semua yang ada di sekelilingku hanyalah kegelapan dengan rerumputan yang menjadi pijakanya. Tapi perasaanku mengatakan jika aku saat ini tidak sendiri dan ada orang yang memperhatikanku dari kegelapan. Aku sedikit menyeringai saat tau dan menyadari siapa yang sedari tadi melihatku dari kegelapan.
"Aji" gumanku pelan. "KELUAR LOO!!" Bentak ku dengan melihat ke sekelilingku dan akhirnya tertuju pada sosok aji yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakangku.
"UDAH CUKUP NDRAAA!!" Ujar aji membentukku.
"Kalo ada yang bilang cukup itu harusnya aku" ujarku dengan sangat emosi.
"Yan. Kok pak Yudi disini??" Tanyaku pada Rian dengan suara pelan.
"Eh.. heeeeeeeeeeeeh.. gini ndra.. pak totok udah ga ada" ujar Rian dengan lesu.
DEG
Tidak terlalu terkejut aku mendengarnya karena sebelumnya pak sami sudah mengatakannya padaku. Tapi yang membuatku terkejut dan bingung adalah bagaimana Rian bisa tau?? Dan Rian bersama dengan pak Dion dan pak Yudi. Berarti mereka berdua juga sudah tau?? Atau??
"Pak Yudi tau??" Tanyaku pelan.
"Mayat pak totok masih dimobil ndra.. kenapa bisa sampel begini sih.. kenapa lu bisa Ampe terlibat sejauh ini??" Tanya rian.
Aku tidak tau harus menjawab dengan kata - kata seperti apa terhadap pertanyaan Rian ini. Karena aku juga tidak tau dan jika memang bisa memilih aku akan memilih untuk tidak terlibat sama sekali. Tapi Rian benar. Aku benar - benar terseret pada sebuah masalah yang entah aku harus melakukan apa saat ini. Dan juga kenapa mereka harus membawa mayat pak totok?? Apa sebenarnya yang pak Dion rencanakan. Dengan langkah sedikit cepat dan menahan emosi akhirnya aku melangkah mendekati pak Dion.
"Kata Rian mayat pak totok dibawa??" Ujarku saat memutus obrolan antara pak Dion dan Ida.
"Gini lho ndra.. kalo kita serahkan ke kepolisian kasus ini akan panjang dan runyam.. " ujar pak Dion yang berbalik ke arahku.
"Apanya panjang dan runyam pak.. pelakunya jelas ada dua.. dan itu sudah jelas mereka.. dimana letak runyamnya??" Tanyaku dengan sedikit emosi.
"Emangnya kamu kira polisi akan percaya kalo totok ini dibunuh sama kuyang dan antek - anteknya??" Ujar pak Dion.
"Maksud bapak antek - antek?? Mereka ada banyak??" Tanyaku bingung.
Bukan karena perkataan pak Dion yang sangatasuk akal. Tapi karena pernyataannya saat mengatakan antek - antek yang sangat bisa diartikan dengan jamak yang berarti lebih dari satu. Lalu siapa lagi yang sebenarnya terlibat sebagai antek - anteknya??
Tanpa menjawabku pak Dion melangkahkan kakinya mendekati pak Yudi yang sedari tadi terdiam seribu bahasa. Aku bisa mengerti akan sikapnya itu. Mungkin ini pertama kalinya dia melihat mayat dan yang menjadi mayat itu adalah temanya sendiri. Entah seperti apa pikirannya saat ini.
"Yudi" ujar pak Dion sambil menepuk pundak pak Yudi dan seketika itu pula pak Yudi langsung tergeletak tak sadarkan diri.
"Hipnotis??" Tanyaku dalam hati saat melihat apa yang dilakukan oleh pak Dion.
"Aku antar Yudi sama Rian dulu.. kalian tunggu disini ya" ujar pak Dion pada aku dan Ida yang kemudian dia mengangkat pak Yudi dengan begitu entengnya.
"Saya disini aja pak.. sama Indra" ujar Rian.
"Kamu ga akan kuat yan.. sekarang aku minta tolong kamu jaga si Yudi dulu dirumah saya" jawab pak dion.
"Kalo gw ga balik.. tolong lu benerin makam anak gw ya kalo lu pulang ke Bekasi" ujarku dengan memberikan sebuah ATM pada Rian.
"Lu harus balik" ujar Rian dengan mengacak - acak rambutku. "Atu lagi.. pliss jangan bikin perkara Ama cewe ini" lanjut Rian dengan berbisik padaku.
Rian tidak mengambil ATM yang ingin kuserahkan padanya dan langsung berbalik meninggalkanku yang hanya tinggal berdua dengan Ida.
Dalam keadaan yang kembali sepi kami berdua hanya bisa terdiam beberapa saat hingga akhirnya ada sedikit keberanian bagiku untuk memulai obrolan.
"Jadi gimana da??" Tanyaku ringan.
"Apanya??" Jawab Ida bingung dengan sedikit tersentak.
"Engga papa" ujarku dengan memalingkan wajahku.
Entah berapa lama waktu sudah berlalu dalam keheningan antara aku dan Ida. Sebenarnya aku sangat ingin pergi dari sini dan mendatangi mbak Endah. Tapi bagaimana caranya??
DEG
Tiba - tiba ada sebuah gambaran tentang suatu tempat dipikiranku. Tempat yang sepertinya tidak begitu asing. Dan disana berdiri seorang laki - laki.
"Aji" gumanku pelan.
"Kenapa aji ndra??" Tanya Ida penasaran.
Aku tak langsung menjawab pertanyaan Ida dan mulai memfokuskan pikiranku agar lebih dapat mengetahui posisi yang pasti dari penglihatan sekilas ku barusan. Tapi sekeras apapun aku mencobanya seperti ada sebuah dinding kabut yang sangat tebal menutupi apa yang ingin ku ketahui.
"Ketemu lu bangs*t.. gw harus bikin perhitungan sama lu.. karena lu tau dan selama ini lu diem!!" ujarku dalam hati saat mengetahui dimana letak tempat itu.
Dengan sedikit mengumpulkan keberanian aku berdiri dengan mengepalkan tangan sekeras - kerasnya dan melangkah meninggalkan ida. Beberapa kali Ida memanggilku tapi aku menoleh bahkan menjawabnya hingga akhirnya aku sampai di pagar rumah Ida dan menyadari satu hal.
"Motor ada di Ranto pulung?? Gimana gw kesana??" Pikirku dengan menoleh ke arah Ida yang sedang memperhatikanku dengan wajah aneh dan bingung.
"Kenapa ndra??" Tanya Ida.
"Bisa tolong aku??" Ujarku.
"Apa?" Jawab Ida singkat.
"Kita ke tempat yang seharusnya kepikiran dari awal.. Tempat semua ini dimulai dan akan jadi tempat semua ini di akhiri.. tempat dimana urat bumi manggil semua eksistensi yang ga kasat mata.. kita ke rumah walet itu da" ujarku pada Ida dengan berbalik padanya.
DEG
"Apaan ntu??" Gumanku pelan saat melihat atap rumah Ida.
Tepat di atas atap rumah Ida ada seekor burung dengan paruh yang sangat besar dan ada sesuatu seperti mahkota di kepalanya. Dengan mata yang merah menyala dan sedikit diterangi oleh lampu jalan yang cukup remang bisa terlihat dengan jelas olehku jika bulu burung itu berwarna hitam pekat dengan sedikit ada corak putih dan yang lebih membuatku bingung bercampur takut adalah saat burung itu membentangkan sayapnya yang ukuranya tak kurang dari enam meter.
"Engga.. kita ke tempat bapak aja ndra.. perasaanku ga enak nah" ujar Ida dengan sedikit lirih.
Aku tak menghiraukan apa yang Ida katakan dan sekarang pandanganku tertuju pada burung besar aneh yang ada di atap rumah Ida. Apa itu??
"Ndraaa.. kamu kenapa??" Tanya Ida yang mulai sadar dengan kepanikan ku dengan melangkah mendekatiku.
"Apaan itu da?? Apa ini yang dipanggil orang - orang panglima burung??" Tanyaku dengan suara sedikit serak.
"Bukan.. itu cuma burung biasa.. belom ada alasan buat panglima turun dalam waktu dekat.." ujar Ida yang kemudian menarik tanganku.
Lagi - lagi dan entah darimana tapi tiba - tiba kami berdua sudah diselimuti oleh kabut tebal yang jauh lebih pekat dari sebelumnya.
GREEEEPPPPPP
entah kenapa seperti ada sesuatu yang menarik punggungku hingga genggaman tanganku dan Ida akhirnya terlepas dan.
BRRRUUGGGGHH
"aaakkkkhhh" erangku saat tersungkur di tanah rerumputan dengan keadaan sekitar yang amat gelap gulita. "Daaaaaaa.." teriakku memanggil Ida yang sepertinya sekarang tidak ada di dekatku.
DEG
Setelah memanggil Ida beberapa kali Aku sedikit terkejut saat menyadari sepertinya memang Ida sekarang tidak ada disekitarku. Tapi dimana dia?? Atau mungkin lebih tepatnya dimana aku?? Semua yang ada di sekelilingku hanyalah kegelapan dengan rerumputan yang menjadi pijakanya. Tapi perasaanku mengatakan jika aku saat ini tidak sendiri dan ada orang yang memperhatikanku dari kegelapan. Aku sedikit menyeringai saat tau dan menyadari siapa yang sedari tadi melihatku dari kegelapan.
"Aji" gumanku pelan. "KELUAR LOO!!" Bentak ku dengan melihat ke sekelilingku dan akhirnya tertuju pada sosok aji yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakangku.
"UDAH CUKUP NDRAAA!!" Ujar aji membentukku.
"Kalo ada yang bilang cukup itu harusnya aku" ujarku dengan sangat emosi.
dodolgarut134 dan 17 lainnya memberi reputasi
18