- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Sang Wakil Janji [TAMAT]
TS
dudatamvan88
Sang Wakil Janji [TAMAT]
TRILOGI
OTHER STORY OF BORNEO
SEASON III
Salam Para penghuni Jagad KASKUSTerutama Yang bermukim Di SubFor SFTH.
Hari ini saya akan menulis Season III dan yang akan menjadi akhir Dari Trilogi Other Story Of Borneo yang Telah ane tulis sebelumnya.
Mohon Kritik dan Saran Buat ane yang Nubie ini ya.
Oo iya.. Dimohon kepada pare reader agar mengikuti dan mematuhi aturan yang berlaku di SFTH dan ane ga mentolelir apapun bentuk keKEPOan yang berlebihan..
OTHER STORY OF BORNEO
SEASON III
Salam Para penghuni Jagad KASKUSTerutama Yang bermukim Di SubFor SFTH.
Hari ini saya akan menulis Season III dan yang akan menjadi akhir Dari Trilogi Other Story Of Borneo yang Telah ane tulis sebelumnya.
Mohon Kritik dan Saran Buat ane yang Nubie ini ya.
Oo iya.. Dimohon kepada pare reader agar mengikuti dan mematuhi aturan yang berlaku di SFTH dan ane ga mentolelir apapun bentuk keKEPOan yang berlebihan..
Quote:
Quote:
PROLOG
Semuanya mengerucut tepat di depan mataku seakan - akan aku adalah antagonis utamanya.
Aku benar - benar merasa menjadi orang yang salah yang berada ditempat yang salah hingga aku harus mengembalikan semua yang kubuang.
Apa memang harus seperti ini??
Semua yang kualami telah menyeretku dalam lingkaran rumit dan menjauh dari tujuan awalku saat berangkat ke pulau ini.
Aku hanya ingin membangun ulang hidupku dari nol. Tapi sekarang Aku sudah menantang orang yang jelas dan sangat jelas berada jauh diatasku.
Untuk pertama kalinya dalam hidupku saat MATImenjadi salah satu pilihanya.
Saat semuanya terpampang dengan jelas di depan mataku. Saat aku mulai merasa mampu menghadapi segalanya yang telah menyeretku.
Tia. Lusi. Aku berjanji akan mengakhirinya tak lama lagi. Mungkin tak lama lagi pula aku akan bertemu kalian. Atau mungkin kalian harus menunggu lebih lama lagi untuk bertemu denganku.
Semuanya mengerucut tepat di depan mataku seakan - akan aku adalah antagonis utamanya.
Aku benar - benar merasa menjadi orang yang salah yang berada ditempat yang salah hingga aku harus mengembalikan semua yang kubuang.
Apa memang harus seperti ini??
Semua yang kualami telah menyeretku dalam lingkaran rumit dan menjauh dari tujuan awalku saat berangkat ke pulau ini.
Aku hanya ingin membangun ulang hidupku dari nol. Tapi sekarang Aku sudah menantang orang yang jelas dan sangat jelas berada jauh diatasku.
Untuk pertama kalinya dalam hidupku saat MATImenjadi salah satu pilihanya.
Saat semuanya terpampang dengan jelas di depan mataku. Saat aku mulai merasa mampu menghadapi segalanya yang telah menyeretku.
Tia. Lusi. Aku berjanji akan mengakhirinya tak lama lagi. Mungkin tak lama lagi pula aku akan bertemu kalian. Atau mungkin kalian harus menunggu lebih lama lagi untuk bertemu denganku.
Quote:
Quote:
Quote:
Diubah oleh dipretelin 12-04-2018 08:07
dodolgarut134 dan 36 lainnya memberi reputasi
37
805.3K
3.2K
Thread Digembok
Tampilkan semua post
TS
dudatamvan88
#684
TETAPLAH WANITA BIASA
Dihadapkan pada pertanyaan ini apa yang harus kujawab? Bagiku ida adalah sosok adik dan tak lebih dari itu. Memang bodoh rasanya jika menolak seorang wanita seperti Ida. Tapi apa memang harus secepat ini?
"Kamu ini ngomong apa sih?? Bapakmu itu disamakan lagi kesusahan. Kamu malah ngajak lari? Ngajak kimpoi juga. Apa sih yang ada dipikiranmu itu? Sekarang kita balik kesana. Kita bantu bapakmu!!" Ujarku emosi.
Ida hanya terdiam melihatku dengan mata yang sedikit berkaca - kaca. Entah apa yang ada di dpikiranya saat ini. Tapi aku benar - benar tak mampu menebaknya.
"Da.. sekarang bukan saat yang tepat kita ngomongin ini.. aku harus ngakhirin kisah pembunuhan ini.. aku harus bantu bapakmu yang lagi kesusahan disamakan. Ngerti dong Da.." ujarku dengan memegang kedua pundak Ida untuk menenangkannya.
Ida hanya menggelengkan kepala tanpa berucap satu patah katapun dan dia tetap hanya tertunduk lesu.
Apa yang harus aku lakukan sekarang?? Apa aku harus meninggalkan ida?? Apa aku harus tetap bersamanya disini?? Walaupun aku pergi. Tapi aku harus pergi kemana?? Aku bahkan tidak tau dimana letak pasti pak sami dan yang lainya tadi.
"Ndraaa.." ujar Ida lirih ditengah kebingunganku.
Dengan sangat perlahan tapi pasti Ida memajukan wajahnya mendekati wajahku sambil menutup matanya. Sebagai orang yang sudah berpengalaman aku sudah tau kemana arah kejadian selanjutnya jika aku mendiamkan situasi ini. Tapi aku juga hanya manusia biasa yang bingung dan sayang sekali mendapatkan sesuatu yang (ah sudahlah) dari wanita cantik di depanku.
Srrrreeeeeggg
Setelah hanya tinggal beberapa Centimeter lagi hal - hal yang aku inginkan terjadi dengan sangat berat hati dalam meyakinkan diri aku menghentikan Ida.
"Sekarang bukan saat yang tepat.. masih banyak waktu buat kita ngobrol." Ujarku dengan jantung yang sudah berdebar sejak tadi.
"Ternyata emang ga mau ya.. Beruntungnya Lusi" ujar Ida sedikit merajuk dan membalikkan badannya.
"Bukan gitu da.. aku takut.." ujarku pelan.
"Apa yang kamu takuti??" Guman Ida pelan.
"Kata temanku Rian.. kalo aku macem - macem sama perempuan asli Kalimantan.. apalagi nih ya.. yang udah jelas - jelas anak dari Pak sami yang notabennya **** ****. Dan kamu sendiri juga punya *************. Nanti ini pusaka bertuah bisa ilang. Kalo ilang nanti Seluruh Janda di Kalimantan Timur bakal sedih.. hhihhehe" ujarku dengan menahan tawa sebisaku tapi tetap saja aku tak bisa menahannya.
Ida berbalik menghadapnya dengan wajah yang sangat merah dan mimik muka yang marah.
Ceekkkkk.. Plak.. Plak.. Plak..
"Apa maksudmu?? Kenapa bawa2 janda se-Kaltim?? Kamu punya pikiran nakal ke aku?? Kepalamu lepas aja kusambung.. kenapa takut ilang??" Cerocos Ida tanpa henti sambil tangan kirinya mencubit perutku dan tangan kanannya memukuli wajah pundak dan bagian tubuh atasku yang lain.
"Hhhuuaahhahahaha.. SSSAAAAAKKKEEEETT.. AAMMPPOOONNN" ujarku dengan tawa terbahak - bahak dan mencoba menghindari pukulan Ida.
Tapi percuma. Tenaga wanita mungil ini ternyata cukup besar untuk menahan cubitannya di perutku dan tangan kanannya terus memukuliku.
Hanya kata "maaf.. ampun" yang bisa keluar dari mulutku dengan tawa lepas yang sejenak telah membuatku lupa akan masalah pelik yang tengah kami hadapi. Tidak bukan kami. Tapi masalah pelik yang aku hadapi. Tapi dengan begini. Rona wajah Ida yang sejak tadi ketakutan telah berganti dengan tawa dan senyum yang entah bagaimana aku bisa menuliskan keindahan yang ada di hadapanku saat ini.
"Uuudddaaah.. Udaaaahh daaa.. ammpuuunn" ujarku dengan terduduk karena lelah tertawa.
Ida duduk di sampingku.
Kami duduk dilantai teras rumah yang diterangi oleh lampu yang kutebak hanya berdaya 10 Watt hingga terasa sangat tenang ditengah gelapnya malam. Setelah lelah tertawa kesunyian tercipta diantara kami berdua. Yang ada saat ini adalah kami bingung apa yang harus kami tanyakan satu sama lain. Tidak. Ini bukan kecanggungan karena rasa suka atau rasa cinta seperti di pilem - pilem FTV. Tapi kecanggungan ini terjadi karena kecemasan kami akan masalah yang kami hadapi telah kembali berada di kepala kami masing - masing. Entah apa yang ada di pikiran Ida saat ini. Tapi yang ada di kepalaku adalah bagaimana aku bisa menghabisi mbak endak dan Bu Ning dan mengakhiri kisah penjagalan manusia yang mereka lakukan.
"Ndraaa.. aku tetep pengen pergi.. aku pengen kaya kamu.. bebas pergi kemanapun kamu mau.. aku pengen hidup normal kaya orang - orang diluar sana.. nikah.. punya anak.. nunggu suami pulang kerja.. masak.. jalan - jalan.. belanja ke mall.. liburan ke pantai.." ujar Ida dengan meletakkan kepalanya di dengkulnya dan menatap luas ke arah langit yang penuh bintang.
"Perempuan.. ternyata sama aja yah.. mau yang sakti ataupun yang sosialita.. dikepalanya ada belanja ke mall.. hehehehe" ujarku pelan.
"Aku cuma pengen itu.. salah??" Ujar Ida.
"Dengerin sebentar ya aku mau ngomong.. jadi gini.. kita manusia ga akan pernah puas dengan apa yang kita punya.. sekarang.. besok.. lusa.. seterusnya selalu ada batasan baru yang akan kita ciptakan.. kamu bilang keinginanmu cuma itu.. iya bener.. tapi cuma itu dimalam ini.. apa kamu yakin keinginanmu taun depan masih sama kaya malem ini?? Terus kalo aku nurutin kamu dengan bawa kamu lari.. bawa kamu hidup di antah berantah.. memulai semuanya dari nol.. apa iya aku ga bakalan dicari sama bapakmu.. sama sodaramu.. sama sukumu.. itu artinya aku ngebeli kesenangan dan keamananku dengan ngorbanin kebebasan kita.. dan kalo aku sama kamu ngelakuin itu.. aku jamin kita ga akan dapet semua itu.. hidup dalam pelarian akan selalu was - was.. dan hidup dengan dibayangi ketakutan itu ga enak" ujarku panjang lebar.
"Buat yang pertama kamu bener.. mungkin tujuanku akan berkembang.. dan Asal ada kamu kita bisa saling bantu buat wujutin semuanya.. buat yang kedua kamu salah besar weeeeeeeeeee" ujar Ida yang diakhiri dengan olokan padaku.
"Salah?? Dimana ya??" Ujarku bingung.
"Iyalah salah.. nanti kalo udah punya anak kita pulang.. masa iya bapak dibawain cucu masih marah.. hhehe" ujar Ida dengan menyembunyikan wajahnya.
"Hadeeeeeeh.." ujarku kesal karena mendengar jawaban Ida yang berarti dia tetap menggampangkan semua masalah yang akan timbul setelahnya.
DEG
Entah hanya perasaanku atau bukan tapi sekilas aku melihat dikejauhan ada cahaya merah dilangit malam. Sangat jauh hingga hanya titik dan terjadi hanya dalam sepersekian detik.
"Bukan lampu tambang.. ini pasti sesuatu yang ga beres" ujarku dalam hati karena perasaanku menjadi sungguh tidak enak setelahnya.
"Kamu juga ngerasain ndraaa??" Ujar Ida lirih.
"iya" jawabku singkat.
"Bapak ndra.." ujar Ida pelan.
"Bapakmu kenapa??" Tanyaku panik.
"Ga papa.." jawab Ida singkat.
"Apanya yang ga papa.. ada apa daaaa" ujarku sedikit emosi.
"Kamu tenang aja.. ga akan terjadi apa - apa sama bapak.. kami sudah ada perjanjian menghentikan kebiasaan Kayau (duel memenggal kepala antar suku Dayak dan biasanya dilakukan saat terjadi perselisihan sudah tidak dapat diselesaikan dengan pembicaraan) puluhan taun lalu.. tapiiiii.." ujar Ida terputus.
"Tapi apa??" Tanyaku bingung bercampur panik. "Udahlah ga usah dijawab.. sekarang aku mohon banget sama kamu.. ayo kita balik ke tempat itu" lanjutku dengan berdiri di depan Ida.
Ida hanya diam dan tak menjawab kata - kataku. Dia sesekali menatap mataku dan mengalihkan pandangan ke tempat yang lain saat mata kami beradu pandang.
"Emang lebih baik kamu disini aja.. kamu akan aman.. biar aku sendiri yang kesana" ujarku dengan membalikkan badan.
Belum sempat aku melangkah Ida memegang tanganku untuk mencegah langkahku.
"Ini perintah bapak ndra.. kita ga usah kesana" ujar ida lirih.
Memang benar jika aku berangkat sendiri aku tidak tau kemana arah yang harus kutuju untuk kembali ke tempat pak sami. Tapi memaksa Ida hanya akan membahayakannya. Lalu apa yang harus aku lakukan?? Apa aku harus diam saja dan kembali lari dari masalahku?? Apa aku harus membiarkan kisah penjagalan ini berlanjut. Tapi jika sejenak aku berpikir jernih. Orang seperti pak sami tak akan pernah membiarkan sesuatu yang kejam ini terjadi. Dia pasti bisa menyelesaikannya. Tapi kenapa dia hanya diam dan terkesan menjadi penonton?? Apa ini ada hubungannya dengan kata - kata mereka tentang perlindungan?? Jika memang benar begitu maka jalan satu - satunya menyelesaikan semua ini adalah bertemu dengan yang telah memberi perlindungan pada kedua orang itu. Aku harus menemui Sang Atta.
"Da.. gimana caranya buat ketemu sama Sang Atta??" Tanyaku dengan suara pelan.
"Eeehh.. engga ada.. engga tau" ujar Ida lalu membuang muka.
"Pasti ada caranya.. karena kalo emang ga ada caranya Bu Ning sama mbak Endah ga mungkin bisa dapet perlindungan dari dia.. sekarang kamu harus kasih tau aku gimana caranya" ujarku dengan keyakinan tinggi. "Eh tunggu.. kalo emang bener.. di tempat tadi ya" lanjutku saat mengingat apa yang dikatakan pak sami tadi.
Brrrruuummmm
Sebuah mobil tiba - tiba berhenti tepat di depan rumah Ida. Dan mobil itu tidak asing bagiku. Itu adalah mobil pak Dion.
Tak berapa lama berselang pak Dion keluar dan diikuti dengan Rian. Dan yang paling membuatku terkejut adalah saat pak Yudi ikut keluar dari dalam mobil itu. Kenapa pak Yudi ada disana dan ikut bersama mereka??
"Kamu udah disini ndra??" Tanya pak Dion saat memasuki pagar.
Belum sempat aku menjawabnya Rian tiba - tiba berlari ke arahku dan..
BBBRRRUUUUUUGGGHHH
Sebuah pukulan yang cukup keras mendarat di perutku yang sontak saja membuatku tersungkur karena tidak siap menerimanya. Aku pikir Rian akan memelukku seperti seorang teman yang lama tidak berjumpa dan aku sama sekali tidak menyangka dia akan begitu galak hingga mendaratkan pukulan keras padaku.
"ABIS BIKIN MASALAH APALAGI LU BEGOO!! KENAPA BAJULU DARAH SEMUA?? ABIS BUNUH SIAPA LU ANJ**NG??!!" Bentak Rian dengan memegang kerah bajuku.
"Gw ga ngapa - ngapain.. sumpah deh" ujarku dengan mengacungkan dua jari yang bisa diartikan sebagai piss.
"Kamu ini ngomong apa sih?? Bapakmu itu disamakan lagi kesusahan. Kamu malah ngajak lari? Ngajak kimpoi juga. Apa sih yang ada dipikiranmu itu? Sekarang kita balik kesana. Kita bantu bapakmu!!" Ujarku emosi.
Ida hanya terdiam melihatku dengan mata yang sedikit berkaca - kaca. Entah apa yang ada di dpikiranya saat ini. Tapi aku benar - benar tak mampu menebaknya.
"Da.. sekarang bukan saat yang tepat kita ngomongin ini.. aku harus ngakhirin kisah pembunuhan ini.. aku harus bantu bapakmu yang lagi kesusahan disamakan. Ngerti dong Da.." ujarku dengan memegang kedua pundak Ida untuk menenangkannya.
Ida hanya menggelengkan kepala tanpa berucap satu patah katapun dan dia tetap hanya tertunduk lesu.
Apa yang harus aku lakukan sekarang?? Apa aku harus meninggalkan ida?? Apa aku harus tetap bersamanya disini?? Walaupun aku pergi. Tapi aku harus pergi kemana?? Aku bahkan tidak tau dimana letak pasti pak sami dan yang lainya tadi.
"Ndraaa.." ujar Ida lirih ditengah kebingunganku.
Dengan sangat perlahan tapi pasti Ida memajukan wajahnya mendekati wajahku sambil menutup matanya. Sebagai orang yang sudah berpengalaman aku sudah tau kemana arah kejadian selanjutnya jika aku mendiamkan situasi ini. Tapi aku juga hanya manusia biasa yang bingung dan sayang sekali mendapatkan sesuatu yang (ah sudahlah) dari wanita cantik di depanku.
Srrrreeeeeggg
Setelah hanya tinggal beberapa Centimeter lagi hal - hal yang aku inginkan terjadi dengan sangat berat hati dalam meyakinkan diri aku menghentikan Ida.
"Sekarang bukan saat yang tepat.. masih banyak waktu buat kita ngobrol." Ujarku dengan jantung yang sudah berdebar sejak tadi.
"Ternyata emang ga mau ya.. Beruntungnya Lusi" ujar Ida sedikit merajuk dan membalikkan badannya.
"Bukan gitu da.. aku takut.." ujarku pelan.
"Apa yang kamu takuti??" Guman Ida pelan.
"Kata temanku Rian.. kalo aku macem - macem sama perempuan asli Kalimantan.. apalagi nih ya.. yang udah jelas - jelas anak dari Pak sami yang notabennya **** ****. Dan kamu sendiri juga punya *************. Nanti ini pusaka bertuah bisa ilang. Kalo ilang nanti Seluruh Janda di Kalimantan Timur bakal sedih.. hhihhehe" ujarku dengan menahan tawa sebisaku tapi tetap saja aku tak bisa menahannya.
Ida berbalik menghadapnya dengan wajah yang sangat merah dan mimik muka yang marah.
Ceekkkkk.. Plak.. Plak.. Plak..
"Apa maksudmu?? Kenapa bawa2 janda se-Kaltim?? Kamu punya pikiran nakal ke aku?? Kepalamu lepas aja kusambung.. kenapa takut ilang??" Cerocos Ida tanpa henti sambil tangan kirinya mencubit perutku dan tangan kanannya memukuli wajah pundak dan bagian tubuh atasku yang lain.
"Hhhuuaahhahahaha.. SSSAAAAAKKKEEEETT.. AAMMPPOOONNN" ujarku dengan tawa terbahak - bahak dan mencoba menghindari pukulan Ida.
Tapi percuma. Tenaga wanita mungil ini ternyata cukup besar untuk menahan cubitannya di perutku dan tangan kanannya terus memukuliku.
Hanya kata "maaf.. ampun" yang bisa keluar dari mulutku dengan tawa lepas yang sejenak telah membuatku lupa akan masalah pelik yang tengah kami hadapi. Tidak bukan kami. Tapi masalah pelik yang aku hadapi. Tapi dengan begini. Rona wajah Ida yang sejak tadi ketakutan telah berganti dengan tawa dan senyum yang entah bagaimana aku bisa menuliskan keindahan yang ada di hadapanku saat ini.
"Uuudddaaah.. Udaaaahh daaa.. ammpuuunn" ujarku dengan terduduk karena lelah tertawa.
Ida duduk di sampingku.
Kami duduk dilantai teras rumah yang diterangi oleh lampu yang kutebak hanya berdaya 10 Watt hingga terasa sangat tenang ditengah gelapnya malam. Setelah lelah tertawa kesunyian tercipta diantara kami berdua. Yang ada saat ini adalah kami bingung apa yang harus kami tanyakan satu sama lain. Tidak. Ini bukan kecanggungan karena rasa suka atau rasa cinta seperti di pilem - pilem FTV. Tapi kecanggungan ini terjadi karena kecemasan kami akan masalah yang kami hadapi telah kembali berada di kepala kami masing - masing. Entah apa yang ada di pikiran Ida saat ini. Tapi yang ada di kepalaku adalah bagaimana aku bisa menghabisi mbak endak dan Bu Ning dan mengakhiri kisah penjagalan manusia yang mereka lakukan.
"Ndraaa.. aku tetep pengen pergi.. aku pengen kaya kamu.. bebas pergi kemanapun kamu mau.. aku pengen hidup normal kaya orang - orang diluar sana.. nikah.. punya anak.. nunggu suami pulang kerja.. masak.. jalan - jalan.. belanja ke mall.. liburan ke pantai.." ujar Ida dengan meletakkan kepalanya di dengkulnya dan menatap luas ke arah langit yang penuh bintang.
"Perempuan.. ternyata sama aja yah.. mau yang sakti ataupun yang sosialita.. dikepalanya ada belanja ke mall.. hehehehe" ujarku pelan.
"Aku cuma pengen itu.. salah??" Ujar Ida.
"Dengerin sebentar ya aku mau ngomong.. jadi gini.. kita manusia ga akan pernah puas dengan apa yang kita punya.. sekarang.. besok.. lusa.. seterusnya selalu ada batasan baru yang akan kita ciptakan.. kamu bilang keinginanmu cuma itu.. iya bener.. tapi cuma itu dimalam ini.. apa kamu yakin keinginanmu taun depan masih sama kaya malem ini?? Terus kalo aku nurutin kamu dengan bawa kamu lari.. bawa kamu hidup di antah berantah.. memulai semuanya dari nol.. apa iya aku ga bakalan dicari sama bapakmu.. sama sodaramu.. sama sukumu.. itu artinya aku ngebeli kesenangan dan keamananku dengan ngorbanin kebebasan kita.. dan kalo aku sama kamu ngelakuin itu.. aku jamin kita ga akan dapet semua itu.. hidup dalam pelarian akan selalu was - was.. dan hidup dengan dibayangi ketakutan itu ga enak" ujarku panjang lebar.
"Buat yang pertama kamu bener.. mungkin tujuanku akan berkembang.. dan Asal ada kamu kita bisa saling bantu buat wujutin semuanya.. buat yang kedua kamu salah besar weeeeeeeeeee" ujar Ida yang diakhiri dengan olokan padaku.
"Salah?? Dimana ya??" Ujarku bingung.
"Iyalah salah.. nanti kalo udah punya anak kita pulang.. masa iya bapak dibawain cucu masih marah.. hhehe" ujar Ida dengan menyembunyikan wajahnya.
"Hadeeeeeeh.." ujarku kesal karena mendengar jawaban Ida yang berarti dia tetap menggampangkan semua masalah yang akan timbul setelahnya.
DEG
Entah hanya perasaanku atau bukan tapi sekilas aku melihat dikejauhan ada cahaya merah dilangit malam. Sangat jauh hingga hanya titik dan terjadi hanya dalam sepersekian detik.
"Bukan lampu tambang.. ini pasti sesuatu yang ga beres" ujarku dalam hati karena perasaanku menjadi sungguh tidak enak setelahnya.
"Kamu juga ngerasain ndraaa??" Ujar Ida lirih.
"iya" jawabku singkat.
"Bapak ndra.." ujar Ida pelan.
"Bapakmu kenapa??" Tanyaku panik.
"Ga papa.." jawab Ida singkat.
"Apanya yang ga papa.. ada apa daaaa" ujarku sedikit emosi.
"Kamu tenang aja.. ga akan terjadi apa - apa sama bapak.. kami sudah ada perjanjian menghentikan kebiasaan Kayau (duel memenggal kepala antar suku Dayak dan biasanya dilakukan saat terjadi perselisihan sudah tidak dapat diselesaikan dengan pembicaraan) puluhan taun lalu.. tapiiiii.." ujar Ida terputus.
"Tapi apa??" Tanyaku bingung bercampur panik. "Udahlah ga usah dijawab.. sekarang aku mohon banget sama kamu.. ayo kita balik ke tempat itu" lanjutku dengan berdiri di depan Ida.
Ida hanya diam dan tak menjawab kata - kataku. Dia sesekali menatap mataku dan mengalihkan pandangan ke tempat yang lain saat mata kami beradu pandang.
"Emang lebih baik kamu disini aja.. kamu akan aman.. biar aku sendiri yang kesana" ujarku dengan membalikkan badan.
Belum sempat aku melangkah Ida memegang tanganku untuk mencegah langkahku.
"Ini perintah bapak ndra.. kita ga usah kesana" ujar ida lirih.
Memang benar jika aku berangkat sendiri aku tidak tau kemana arah yang harus kutuju untuk kembali ke tempat pak sami. Tapi memaksa Ida hanya akan membahayakannya. Lalu apa yang harus aku lakukan?? Apa aku harus diam saja dan kembali lari dari masalahku?? Apa aku harus membiarkan kisah penjagalan ini berlanjut. Tapi jika sejenak aku berpikir jernih. Orang seperti pak sami tak akan pernah membiarkan sesuatu yang kejam ini terjadi. Dia pasti bisa menyelesaikannya. Tapi kenapa dia hanya diam dan terkesan menjadi penonton?? Apa ini ada hubungannya dengan kata - kata mereka tentang perlindungan?? Jika memang benar begitu maka jalan satu - satunya menyelesaikan semua ini adalah bertemu dengan yang telah memberi perlindungan pada kedua orang itu. Aku harus menemui Sang Atta.
"Da.. gimana caranya buat ketemu sama Sang Atta??" Tanyaku dengan suara pelan.
"Eeehh.. engga ada.. engga tau" ujar Ida lalu membuang muka.
"Pasti ada caranya.. karena kalo emang ga ada caranya Bu Ning sama mbak Endah ga mungkin bisa dapet perlindungan dari dia.. sekarang kamu harus kasih tau aku gimana caranya" ujarku dengan keyakinan tinggi. "Eh tunggu.. kalo emang bener.. di tempat tadi ya" lanjutku saat mengingat apa yang dikatakan pak sami tadi.
Brrrruuummmm
Sebuah mobil tiba - tiba berhenti tepat di depan rumah Ida. Dan mobil itu tidak asing bagiku. Itu adalah mobil pak Dion.
Tak berapa lama berselang pak Dion keluar dan diikuti dengan Rian. Dan yang paling membuatku terkejut adalah saat pak Yudi ikut keluar dari dalam mobil itu. Kenapa pak Yudi ada disana dan ikut bersama mereka??
"Kamu udah disini ndra??" Tanya pak Dion saat memasuki pagar.
Belum sempat aku menjawabnya Rian tiba - tiba berlari ke arahku dan..
BBBRRRUUUUUUGGGHHH
Sebuah pukulan yang cukup keras mendarat di perutku yang sontak saja membuatku tersungkur karena tidak siap menerimanya. Aku pikir Rian akan memelukku seperti seorang teman yang lama tidak berjumpa dan aku sama sekali tidak menyangka dia akan begitu galak hingga mendaratkan pukulan keras padaku.
"ABIS BIKIN MASALAH APALAGI LU BEGOO!! KENAPA BAJULU DARAH SEMUA?? ABIS BUNUH SIAPA LU ANJ**NG??!!" Bentak Rian dengan memegang kerah bajuku.
"Gw ga ngapa - ngapain.. sumpah deh" ujarku dengan mengacungkan dua jari yang bisa diartikan sebagai piss.
dodolgarut134 dan 16 lainnya memberi reputasi
17