- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
DIBALIK JENDELA RUMAH WALET [TAMAT]
TS
dudatamvan88
DIBALIK JENDELA RUMAH WALET [TAMAT]
TRILOGI
OTHER STORY OF BORNEO
SEASON II
Salam penghuni Jagad KASKUS Terutama yang berada di Sub Forum SFTH
Hari ini ane nulis kisah kelanjutan dari cerita yang ane tulis sebelumnya mengenai hal - hal yang ane alami beberapa tahun yang lalu
Dan ane tetep mohon dengan sangat Kritik. Saran. Dan bimbinganya Buat ane yang Nubie ini.
OTHER STORY OF BORNEO
SEASON II
Salam penghuni Jagad KASKUS Terutama yang berada di Sub Forum SFTH
Hari ini ane nulis kisah kelanjutan dari cerita yang ane tulis sebelumnya mengenai hal - hal yang ane alami beberapa tahun yang lalu
Dan ane tetep mohon dengan sangat Kritik. Saran. Dan bimbinganya Buat ane yang Nubie ini.
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
PROLOG
Masih terngiang dengan jelas dikepalaku rasa sakit akan Kehilangan.
Semua yang aku miliki saat aku berjaya di jakarta hanya seperti cerita dongeng yang berakhir dengan tragis.
Rian mengajakku untuk merantau kekota Bontang.
Aku berharap bisa merubah hidupku saat aku menginjakan kaki di pulau terbeasar di indonesia ini.
Tapi semuanya tidak berjalan begitu lancar saat aku dan rian berkendara menyusuri Jalan Poros Sejauh 240 kilometer Dari kota Balikpapan menuju ke Kota Bontang.
Di kota ini aku Bertemu dengan lingkungan baru.
Bertemu dengan teman baru.
Dan hal yang tak pernah kubayangkan ternyata juga kualami di kota ini.
Akulah sang wakil janji itu.
Akankah semuanya akan berakhir disini???
Masih terngiang dengan jelas dikepalaku rasa sakit akan Kehilangan.
Semua yang aku miliki saat aku berjaya di jakarta hanya seperti cerita dongeng yang berakhir dengan tragis.
Rian mengajakku untuk merantau kekota Bontang.
Aku berharap bisa merubah hidupku saat aku menginjakan kaki di pulau terbeasar di indonesia ini.
Tapi semuanya tidak berjalan begitu lancar saat aku dan rian berkendara menyusuri Jalan Poros Sejauh 240 kilometer Dari kota Balikpapan menuju ke Kota Bontang.
Di kota ini aku Bertemu dengan lingkungan baru.
Bertemu dengan teman baru.
Dan hal yang tak pernah kubayangkan ternyata juga kualami di kota ini.
Akulah sang wakil janji itu.
Akankah semuanya akan berakhir disini???
Quote:
Quote:
Quote:
Diubah oleh dudatamvan88 24-11-2017 17:14
dodolgarut134 dan 38 lainnya memberi reputasi
39
945.6K
4.1K
Thread Digembok
Tampilkan semua post
TS
dudatamvan88
#2218
TERPISAH
Suasana hening tercipta diantara kami. Tak ada satu orang pun yang berani bersuara. Kami berempat memandang pak dion yang sedang menatap tajam ke arah atas tangga.
BRRUUUGGGHH
Suara benda jatuh yang sangat keras diluar mengejutkan kami hingga mas said langsung melompat memeluk rian.
Sedangkan aku. Mas said dan rian mengucap istigfar dengan cukup keras.
Aku perlahan mendekati aji yang sedang mengucapkan sesuatu yang aku sama sekali tidak mengerti apa yang dia ucapkan. Yang ada dipikiranku hanyalah berada di dekat aji sepertinya lebih menjanjikan untuk mendapatkan keamanan daripada ikut berpelukan dengan duet penakut disudut dinding.
Aji perlahan membuka matanya dan mengeluarkan sebuah pisau kecil dari sakunya dan ikut menatap tajam ke arah atas tangga seperti pak dion yang berada di depan kami.
DEG
Entah kenapa tiba - tiba rasanya gravitasi disekitarku terasa sangat berat hingga aku tak kuat menahan berat tubuhku dan akhirnya berlutut.
"Jiiiiiii" lirihku pelan sambil mencoba menggapai kaki aji.
Tapi Aji masih tak bergeming dan masih tak bergeming.
AAAKKKKHHHH.. TOOOLLOOONGG!!
Teriakan dari suara mas said yang sangat kencang mengejutkanku dan betapa terkejutnya aku saat aku melihat ke arahnya ternyata mas said sedang terseret di tanah oleh sesuatu yang tidak nampak.
Rian tampak spontan mengejarnya.
BBRRAAAAAK
pintu depan yang tertutup sangat rapat itu tiba - tiba terbuka dan mas said terlempar keluar. Rian menyusulnya dengan keluar dari pintu.
Aku berlari sekencang - kencangnya untuk menyusul mereka sebelum tiba - tiba BBRRRAAAAKKK
Pintu depan kembali menutup rapat. Aku menaik turunkan gagang pintu sekuat tenaga tapi tak ada pergerakan di pintu kayu yang cukup besar ini.
BRAK.. BRAK.. BRAK
Aku memukul Jendela dengan telapak tanganku untuk memanggil rian yang sedang panik kebingungan menolong mas said yang masih tergeletak di tanah.
"Yaaaaaaaaaaaaan!!!" teriakku. "Lu langsung balik ke bengkel aja.. Tutup semua pintu.. Masuk kamar kunci dari dalemm!!!" perintahku dengan nada membentak.
Rian menganggukan kepalanya yang berarti dia mendengarku.
perlahan aku mengatur nafas dan membalikkan badan ke arah aji dan pak dion dan ternyata mereka berdua ada tepat dibelakangku hingga membuatku terkejut dan terduduk di tanah.
"Pi.. Pintunya kekunci lagi" ujarku lesu.
Tanpa berkata apapun aji mengulurkan tanganya untuk membantuku berdiri.
"Emang musti cuma kita bertiga" ujar pak dion dengan berbalik arah dan kembali melangkah ke arah tangga sementara aku dan aji mengikutinya dari belakang.
"Kita kumpulin kerangkanya ndra. Biar pak dion yang ngatasin" ujar aji pelan dan kujawab dengan anggukan kepala.
Aji membuka selembar kain putih yang akan kami gunakan untuk mengumpulkan dan membungkus kerangka Tiara.
Satu persatu tulang belulang kami kumpulkan dan menaruhnya di atas kain putih.
"TUUURRRRUUUNN IIKAAAAAAMM!!!!!!!" Bentak pak dion secara tiba - tiba yang sontak saja menbuat aku dan aji terkejut.
Suasana tetap sunyi saat aji mengambil tengkorak yang tepat berada di depan tangga dan menaruhnya di atas kain putih.
Pak dion masih berdiri tegap sambil memegang mandaunya dan menatap tajam kearah atas tangga.
"Kayaknya udah semuanya ji" ujarku.
"Bungkus sudah" ujar aji sambil mulai menutup kain putihnya.
"Udah pak.. Tujuan kita udah selesai" ujar aji pada pak dion.
DUG.. DUG.. DUG.. DUG.. DUG.. DUG..
Suara langkah kaki dari tangga terdengar mendekat seperti ada seseorang yang melangkah turun.
Pandanganku tertuju pada tangga dan begitu pula aji dan pak dion.
Suara itu Semakin dekat dan dekat tapi tak ada satupun sosok yang nampak.
keeeelluuaaarr..!!!!
Desahan suara pelan tapi terdengar jelas di telinga kami bertiga.
"Oh.. Perilmuan ****** kah?? Bukan pribumi ternyata ikam.. KEELUAARRR!!" ujar pak dion yang ia akhiri dengan bentakan.
"Paaak.. Sudah pak.. Kita ga perlu lanjuti.. Ini udah diluar batas pak" ujar aji pada pak dion.
"Diam!!" ujar pak dion menahan emosi.
Sedangkan aku hanya bisa mematung ditengah kengerian yang aku alami saat ini.
BBRRUUUAAAAKKK
tiba - tiba pintu depan kembali terbuka.
"Yon.. Cukup..!!" ujar suara yang tidak asing bagiku dan terang saja langsung membuatku merinding.
Kabut putij tebal tiba - tib menyelimuti kami bertiga hingga beberapa saat kemudian muncul sosok gagah memegangi pundak Pak dion.
"Pak.. Pak.. Pak sami" ujarku tergagap.
Pak sami menoleh ke arahku kemudian tersenyum.
"Aku belum minta bantuanmu kenapa kamu datang??" ujar pak dion emosi.
"Kita tau dan kita semua tau ini bukan teritori kita.. Kalo kamu lanjuti sang atta turun.. Bisa rata seluruh Kalimantan Timur" ujar pak sami.
Pak dion sepertinya mengerti dengan apa yang diutarakan oleh pak sami dan akhirnya menyetujui untuk keluar dan menghentikan pencarian ini.
Kami berempat melangkah keluar.
HHHIIIHIHIHIHIHIIIIIHIHIHI
suara tawa yang membuat bulu kuduk berdiri disekujur tubuh terdengar sangat jelas saat kami baru keluar dari pintu dan berada di teras depan.
Perlahan aku membaliklan badan dan mengarahkan cahaya lampu senter kedalam.
DEG
Diujung lampu senter yang kuarahkan kedalam berdiri sosok yang mengenakan jubah hitam.
Dia berdiri menghadap ke kami tapi dengam wajah yang tertutup oleh rambut panjang yang terlihat sangat kusam.
BRRAAAAAAAAAAKKK
Pintu tertutup tepat dibdepan wajahku dan membuatku terkejut hingga melompat ke belakang.
"Lho?? Pak sami mana??" ujarku bingung karena saat berbalik aku tidak melihat pak sami diantara kami bertiga.
"Udah balik dia ndra" ujar pak dion.
"Hah??" ujarku bingung.
"Yaudalah.. Ayo ndra" ujar aji.
"ji..ji.. Tangga bengkel masi dibelakang" ujarku oada aji sambil berbisik.
"eh.. iya ya" ujar aji "besok pagi aja lah ndra" lanjut aji.
"Yowes deh" ujarku dengan tetap berjalan.
Kami meletakkan semua perlengkapan yang kami bawa untuk menggali di depan bengkel.
Sementara aku menggedor pintu untuk memanggil rian aji dan pak dion duduk di teras dan sepertinya mereka membicarakan sesuatu.
Tak lama kemudian rian membukakan pintu dan kami bertiga masuk dan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri dari sisa - sisa tanah yang menempel di tubuh dan pakaian.
Hingga saat giliranku tiba aku sedikit ragu untuk masuk ke kamar mandi.
Aku menengok ke arah rian dan sepertinya dia juga tidak membersihkan apapun dengan bekas tanah yang masih menempel disana sini di tubuh dan pakaianya.
Tapi hal yang paling membuatku dongkol adalah saat melihat mas said dengan tubuh belepotan tanah itu dia berbaring di kasurku seperti tanpa berdosa.
"Ji kita taro di mobil dulu ini.. Besok aja baru kita urus.." ujar oak dion dengan mengajak aji meletakkan bungkusan kain putih berisi kerangka Tiara di mobilnya.
"Alhamdulilah.. Berakhir sudah" ujarku dalam hati penuh perasaan lega.
Malam itu kami masing - masing langsung beristirahat tanpa obrolan yang berarti dan tak butuh waktu lama bagi kami untuk berangkat ke alam mimpi masing - masing.
Matahari sudah tinggi saat aku terbangun dari tidur. Waktu sudah menunjukan pukul 8 pagi dan aku belum membuka bengkel.
Aku bergegas ke kamar mandi dan langsung membuka bengkel sesudahnya.
Rosa sedang duduk di teras saat aku membuka pintu roling dor.
"Ehm.. Ehm.. Ehm.. Ranto pulung berbunga - bunga" ujarku menggodanya.
"Ih apaan sih.. Rian lagi tidur kah??" tanya rosa sambil masuk ke bengkel dan langsung duduk di singgahsananya.
"Bo.. Bo.." ujarku dengan tertawa kecil.
Pada pukul 10 siang pak dion. Rian. Dan aji berpamitan untuk pulang diikuti oleh mas said sekitar lima belas menit kemudian.
Tampak wajah rosa sedikit kusut karena ditinggal oleh pacar barunya.
Aku memutuskan untuk tidak menggodanya dulu hingga siang nanti. Biarkan dia menikmati kegalaluan dulu dalam beberapa jam kedepan.
"Makasih ya kak" ujar suara seorang anak kecil yang terasa begitu dekat denganku tapi saat aku menoleh kekanan dan kekiri sama sekali tidak ada yang terlihat.
DEG
Tapi saat melihat ke pantulan dari kaca etalase bengkel aku aku melihat seorang anak kecil berpakaian putih sedang berdiri di samping kiriku.
"Ti.. Tia" ujarku tergagap.
whuss
Entah darimana tapi tiba - tiba angin lembut meniup tengkukku.
Siang sudah menjelang dan rosa sudah berpamitan untuk pulang beristirahat.
Aku menyandarkan tubuhku di dinding teras bengkel menikmati semilir angin yang menerpa lembut dengan silih berganti membantu penguapan keringat dari tubuh.
Aku melihat ke sekitaran dan menatapnke arah bangunan itu.
"Tiara udah selesai nak. Istirahat yang tenang kamu ya" ujarku dalam hati.
DEG
"Sial.. Lupa minta tolong ngambil tangga" ujarku sambil menepuk jidad.
Dengan berat hati aku melangkahkan kaki untuk mengambil tangga yang tertinggal di belakang bangunan itu.
Beberapa langkah aku terhenti karena melihat seseorang tergeletak di depan bengkel saat aku menoleh ke arah teras.
Tunggu bukan seseorang. Itu adalah diriku.
Ada apa ini???
Tiba - tiba kabut pekat menyelimutiku.
Perlahan lahan dadaku terasa sesak sampai aku benar - benar tidak bisa bernafas. Atau memang aku tidak bernafas saat ini??
BRRUUUGGGHH
Suara benda jatuh yang sangat keras diluar mengejutkan kami hingga mas said langsung melompat memeluk rian.
Sedangkan aku. Mas said dan rian mengucap istigfar dengan cukup keras.
Aku perlahan mendekati aji yang sedang mengucapkan sesuatu yang aku sama sekali tidak mengerti apa yang dia ucapkan. Yang ada dipikiranku hanyalah berada di dekat aji sepertinya lebih menjanjikan untuk mendapatkan keamanan daripada ikut berpelukan dengan duet penakut disudut dinding.
Aji perlahan membuka matanya dan mengeluarkan sebuah pisau kecil dari sakunya dan ikut menatap tajam ke arah atas tangga seperti pak dion yang berada di depan kami.
DEG
Entah kenapa tiba - tiba rasanya gravitasi disekitarku terasa sangat berat hingga aku tak kuat menahan berat tubuhku dan akhirnya berlutut.
"Jiiiiiii" lirihku pelan sambil mencoba menggapai kaki aji.
Tapi Aji masih tak bergeming dan masih tak bergeming.
AAAKKKKHHHH.. TOOOLLOOONGG!!
Teriakan dari suara mas said yang sangat kencang mengejutkanku dan betapa terkejutnya aku saat aku melihat ke arahnya ternyata mas said sedang terseret di tanah oleh sesuatu yang tidak nampak.
Rian tampak spontan mengejarnya.
BBRRAAAAAK
pintu depan yang tertutup sangat rapat itu tiba - tiba terbuka dan mas said terlempar keluar. Rian menyusulnya dengan keluar dari pintu.
Aku berlari sekencang - kencangnya untuk menyusul mereka sebelum tiba - tiba BBRRRAAAAKKK
Pintu depan kembali menutup rapat. Aku menaik turunkan gagang pintu sekuat tenaga tapi tak ada pergerakan di pintu kayu yang cukup besar ini.
BRAK.. BRAK.. BRAK
Aku memukul Jendela dengan telapak tanganku untuk memanggil rian yang sedang panik kebingungan menolong mas said yang masih tergeletak di tanah.
"Yaaaaaaaaaaaaan!!!" teriakku. "Lu langsung balik ke bengkel aja.. Tutup semua pintu.. Masuk kamar kunci dari dalemm!!!" perintahku dengan nada membentak.
Rian menganggukan kepalanya yang berarti dia mendengarku.
perlahan aku mengatur nafas dan membalikkan badan ke arah aji dan pak dion dan ternyata mereka berdua ada tepat dibelakangku hingga membuatku terkejut dan terduduk di tanah.
"Pi.. Pintunya kekunci lagi" ujarku lesu.
Tanpa berkata apapun aji mengulurkan tanganya untuk membantuku berdiri.
"Emang musti cuma kita bertiga" ujar pak dion dengan berbalik arah dan kembali melangkah ke arah tangga sementara aku dan aji mengikutinya dari belakang.
"Kita kumpulin kerangkanya ndra. Biar pak dion yang ngatasin" ujar aji pelan dan kujawab dengan anggukan kepala.
Aji membuka selembar kain putih yang akan kami gunakan untuk mengumpulkan dan membungkus kerangka Tiara.
Satu persatu tulang belulang kami kumpulkan dan menaruhnya di atas kain putih.
"TUUURRRRUUUNN IIKAAAAAAMM!!!!!!!" Bentak pak dion secara tiba - tiba yang sontak saja menbuat aku dan aji terkejut.
Suasana tetap sunyi saat aji mengambil tengkorak yang tepat berada di depan tangga dan menaruhnya di atas kain putih.
Pak dion masih berdiri tegap sambil memegang mandaunya dan menatap tajam kearah atas tangga.
"Kayaknya udah semuanya ji" ujarku.
"Bungkus sudah" ujar aji sambil mulai menutup kain putihnya.
"Udah pak.. Tujuan kita udah selesai" ujar aji pada pak dion.
DUG.. DUG.. DUG.. DUG.. DUG.. DUG..
Suara langkah kaki dari tangga terdengar mendekat seperti ada seseorang yang melangkah turun.
Pandanganku tertuju pada tangga dan begitu pula aji dan pak dion.
Suara itu Semakin dekat dan dekat tapi tak ada satupun sosok yang nampak.
keeeelluuaaarr..!!!!
Desahan suara pelan tapi terdengar jelas di telinga kami bertiga.
"Oh.. Perilmuan ****** kah?? Bukan pribumi ternyata ikam.. KEELUAARRR!!" ujar pak dion yang ia akhiri dengan bentakan.
"Paaak.. Sudah pak.. Kita ga perlu lanjuti.. Ini udah diluar batas pak" ujar aji pada pak dion.
"Diam!!" ujar pak dion menahan emosi.
Sedangkan aku hanya bisa mematung ditengah kengerian yang aku alami saat ini.
BBRRUUUAAAAKKK
tiba - tiba pintu depan kembali terbuka.
"Yon.. Cukup..!!" ujar suara yang tidak asing bagiku dan terang saja langsung membuatku merinding.
Kabut putij tebal tiba - tib menyelimuti kami bertiga hingga beberapa saat kemudian muncul sosok gagah memegangi pundak Pak dion.
"Pak.. Pak.. Pak sami" ujarku tergagap.
Pak sami menoleh ke arahku kemudian tersenyum.
"Aku belum minta bantuanmu kenapa kamu datang??" ujar pak dion emosi.
"Kita tau dan kita semua tau ini bukan teritori kita.. Kalo kamu lanjuti sang atta turun.. Bisa rata seluruh Kalimantan Timur" ujar pak sami.
Pak dion sepertinya mengerti dengan apa yang diutarakan oleh pak sami dan akhirnya menyetujui untuk keluar dan menghentikan pencarian ini.
Kami berempat melangkah keluar.
HHHIIIHIHIHIHIHIIIIIHIHIHI
suara tawa yang membuat bulu kuduk berdiri disekujur tubuh terdengar sangat jelas saat kami baru keluar dari pintu dan berada di teras depan.
Perlahan aku membaliklan badan dan mengarahkan cahaya lampu senter kedalam.
DEG
Diujung lampu senter yang kuarahkan kedalam berdiri sosok yang mengenakan jubah hitam.
Dia berdiri menghadap ke kami tapi dengam wajah yang tertutup oleh rambut panjang yang terlihat sangat kusam.
BRRAAAAAAAAAAKKK
Pintu tertutup tepat dibdepan wajahku dan membuatku terkejut hingga melompat ke belakang.
"Lho?? Pak sami mana??" ujarku bingung karena saat berbalik aku tidak melihat pak sami diantara kami bertiga.
"Udah balik dia ndra" ujar pak dion.
"Hah??" ujarku bingung.
"Yaudalah.. Ayo ndra" ujar aji.
"ji..ji.. Tangga bengkel masi dibelakang" ujarku oada aji sambil berbisik.
"eh.. iya ya" ujar aji "besok pagi aja lah ndra" lanjut aji.
"Yowes deh" ujarku dengan tetap berjalan.
Kami meletakkan semua perlengkapan yang kami bawa untuk menggali di depan bengkel.
Sementara aku menggedor pintu untuk memanggil rian aji dan pak dion duduk di teras dan sepertinya mereka membicarakan sesuatu.
Tak lama kemudian rian membukakan pintu dan kami bertiga masuk dan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri dari sisa - sisa tanah yang menempel di tubuh dan pakaian.
Hingga saat giliranku tiba aku sedikit ragu untuk masuk ke kamar mandi.
Aku menengok ke arah rian dan sepertinya dia juga tidak membersihkan apapun dengan bekas tanah yang masih menempel disana sini di tubuh dan pakaianya.
Tapi hal yang paling membuatku dongkol adalah saat melihat mas said dengan tubuh belepotan tanah itu dia berbaring di kasurku seperti tanpa berdosa.
"Ji kita taro di mobil dulu ini.. Besok aja baru kita urus.." ujar oak dion dengan mengajak aji meletakkan bungkusan kain putih berisi kerangka Tiara di mobilnya.
"Alhamdulilah.. Berakhir sudah" ujarku dalam hati penuh perasaan lega.
Malam itu kami masing - masing langsung beristirahat tanpa obrolan yang berarti dan tak butuh waktu lama bagi kami untuk berangkat ke alam mimpi masing - masing.
-----------------------------
Matahari sudah tinggi saat aku terbangun dari tidur. Waktu sudah menunjukan pukul 8 pagi dan aku belum membuka bengkel.
Aku bergegas ke kamar mandi dan langsung membuka bengkel sesudahnya.
Rosa sedang duduk di teras saat aku membuka pintu roling dor.
"Ehm.. Ehm.. Ehm.. Ranto pulung berbunga - bunga" ujarku menggodanya.
"Ih apaan sih.. Rian lagi tidur kah??" tanya rosa sambil masuk ke bengkel dan langsung duduk di singgahsananya.
"Bo.. Bo.." ujarku dengan tertawa kecil.
Pada pukul 10 siang pak dion. Rian. Dan aji berpamitan untuk pulang diikuti oleh mas said sekitar lima belas menit kemudian.
Tampak wajah rosa sedikit kusut karena ditinggal oleh pacar barunya.
Aku memutuskan untuk tidak menggodanya dulu hingga siang nanti. Biarkan dia menikmati kegalaluan dulu dalam beberapa jam kedepan.
"Makasih ya kak" ujar suara seorang anak kecil yang terasa begitu dekat denganku tapi saat aku menoleh kekanan dan kekiri sama sekali tidak ada yang terlihat.
DEG
Tapi saat melihat ke pantulan dari kaca etalase bengkel aku aku melihat seorang anak kecil berpakaian putih sedang berdiri di samping kiriku.
"Ti.. Tia" ujarku tergagap.
whuss
Entah darimana tapi tiba - tiba angin lembut meniup tengkukku.
Siang sudah menjelang dan rosa sudah berpamitan untuk pulang beristirahat.
Aku menyandarkan tubuhku di dinding teras bengkel menikmati semilir angin yang menerpa lembut dengan silih berganti membantu penguapan keringat dari tubuh.
Aku melihat ke sekitaran dan menatapnke arah bangunan itu.
"Tiara udah selesai nak. Istirahat yang tenang kamu ya" ujarku dalam hati.
DEG
"Sial.. Lupa minta tolong ngambil tangga" ujarku sambil menepuk jidad.
Dengan berat hati aku melangkahkan kaki untuk mengambil tangga yang tertinggal di belakang bangunan itu.
Beberapa langkah aku terhenti karena melihat seseorang tergeletak di depan bengkel saat aku menoleh ke arah teras.
Tunggu bukan seseorang. Itu adalah diriku.
Ada apa ini???
Tiba - tiba kabut pekat menyelimutiku.
Perlahan lahan dadaku terasa sesak sampai aku benar - benar tidak bisa bernafas. Atau memang aku tidak bernafas saat ini??
Diubah oleh dudatamvan88 09-11-2017 17:06
symoel08 dan 15 lainnya memberi reputasi
16