karnaufalAvatar border
TS
karnaufal
One More Hour








Cerita ini kupersembahkan untukmu.
Hanya untuk dirimu.


Much Love,

-B-


emoticon-Matahari
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 477 suara
Siapakah yang akan menjadi pasangan hidup Bayu?
Muthia
6%
Sita
28%
Alexy
54%
Wanita lain selain pilihan-pilihan di atas
12%
aeronyx
artups
syaikhal
syaikhal dan 64 lainnya memberi reputasi
61
1.6M
6.1K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
karnaufalAvatar border
TS
karnaufal
#5296
111.
Shocked



Hujan rintik pada hari ini perlahan-lahan turun dan membasahi kaca jendela kamar, bersama gue yang sedang duduk di depan meja kayu kecil, mencoba untuk mengingat-ingat tentang apa yang pernah gue alami selama beberapa tahun ke belakang dan juga mencoba untuk menuangkannya ke dalam sebuah tulisan. Udara di luar sepertinya terasa dingin. Oksigen-oksigen yang gue hirup terasa sangat menyejukkan sekali dan juga ditambah dengan Hoppipolla-nya Sigur Rós pun semakin membuat gue terlena dengan cuaca seperti ini.

Teh manis pada cangkir yang tersimpan di samping laptop kemudian gue angkat secara perlahan. Asap putihnya terlihat menari-nari dengan indah pada permukannya, menghasilkan wangi harum yang khas dari sebuah teh manis buatannya yang membuat gue tersenyum simpul, sebelum pada akhirnya kedua mata gue menangkap sesosok wanita cantik yang sedang menyandarkan kepalanya pada daun pintu, dan dia juga sedang memberikan senyum termanisnya kepada gue.

I love you, mon amour...

Bandung, di suatu hari pada bulan September 2017.


***


"Sini Ca, biar Aa aja yang nyupir..." Ujar gue sembari tergesa-gesa memasukkan barang bawaan ke dalam pintu belakang, dan Anca pun hanya bisa mengangguk tanpa berbicara lalu masuk ke dalam. "Kita ke mana sekarang?"

"Pulang dulu ke rumah A', jemput Mamah dulu."

"Ga bisa langsung ke rumah sakit apa Ca?! Lexy kan di sana!" Nada gue meninggi.

"Pulang dulu A', Mamah sendirian di rumah! Aa tega ninggalin Mamah sendirian?"

Gue pun menghela nafas berat yang panjang setelah mendengar perkataannya itu. Walaupun kini jantung gue sedang berdegup dengan kencang karena khawatir dan sudah tidak sabar inginsegera menemui Alexy, namun mau tidak mau gue harus menjemput ibu di rumah karena mau bagaimanapun juga Anca sudah berkata sesuatu yang benar.

Lalu sambil meremas stir dengan sebelah tangan, gue pun memasukkan perseneling dan beranjak dari pelataran stasiun.

"Pelan-pelan napa bawa mobilnya?!"

"Ya kan Aa juga pengen cepet sampe!"

"Ga usah ngebut juga bawa mobilnya!!!" Ujarnya tanpa mau kalah dengan nada suara gue yang masih tinggi.

Kami berdua pun kemudian saling berdiam diri tanpa berkata apapun untuk beberapa saat, dan ternyata jalanan di depan terlihat macet yang membuat gue mendengus kesal seraya meninju stir. "Lexy kenapa bisa masuk rumah sakit sih?!"

"..."

"CA!!!"

"Apa?!"

"KALO KAKAK KAMU NANYA TUH DIJAWAB!!!"

"UDAH DIEM, NYETIR AJA YANG BENER!"

Deg!

Anca pun kembali terisak, yang membuat gue tiba-tiba saja langsung merasa bersalah karena telah membentaknya seperti itu. "M..maaf Ca..."

"Please, jangan ngebut-ngebut, cepet sampe ke rumah..."

***


Di sepanjang jalan menuju rumah pun gue hanya bisa menyetir dengan hampa, takut, sekaligus khawatir terhadap keadaan Alexy yang hingga kini kabarnya tidak gue ketahui sama sekali sementara Anca juga hanya duduk diam sembari menatap kosong ke arah jalanan komplek rumah yang kini sedang kami susuri secara perlahan.

"Sana gih turun, ajak Mamah langsung masuk ke mobil." Ujar gue.

"Aa turun dulu dong, barang bawaan Aa tuh banyak..." Anca menunjuk ke arah jok belakang seraya menatap gue lemah. "Mamah mau duduk dimana kalo barang-barangnya ga diturunin dulu?"

Dan gue pun kembali mendengus kesal karenanya.

Anca kemudian membukakan pintu gerbang rumah, sementara gue menurunkan ransel dan beberapa buah oleh-oleh yang memang sengaja gue bawa untuk orang-orang di rumah. Ketika gue membalikkan badan dan menghadap ke arah pintu pagar yang sedikit terbuka, entahlah, gue merasakan sebuah rasa rindu yang teramat sangat dengan tempat ini.

Sepertinya sudah lama sekali gue tidak pulang ke rumah. Gue sudah sangat lama sekali tidak pulang ke sebuah tempat di mana gue tumbuh dan dibesarkan oleh kedua orang tua hingga salah satu orang tua gue tiada yang membuat gue memutuskan untuk menjadi tulang punggung bagi keluarga kecil ini.

Lalu sambil dengan agak sedikit menundukkan kepala dan menghela nafas berat yang panjang, gue pun melangkahkan kaki untuk masuk ke dalam.

"Assalamualaikum..."

"..."

Kosong.

Tidak satupun orang rumah yang menjawab salam gue, entah apakah itu Anca ataupun Mamah, keduanya tidak menjawab. Gue pun kemudian menyimpan barang bawaan di samping kursi sofa bersama tas yang sebelumnya masih tersampir pada punggung.

Lantai rumah gue terasa dingin. Telapak kaki yang tadinya terasa panas pun kini sudah menjadi lebih dingin karena sejuknya hawa rumah. Wangi dari rumah ini masih tidak berubah walaupun gue sudah pergi dengan waktu yang lama. Semuanya masih terasa sama seperti saat terakhir kalinya gue ingat. Wangi khas dari pengharum ruangan serta pengepel lantainya itu, mereka semua seolah-olah menarik gue kembali ke masa lalu di mana gue sering tidur-tiduran di atas lantai di depan televisi yang membuat gue sering dimarahi oleh almarhum.

Gue pun kemudian memberanikan diri untuk masuk lebih dalam lagi, dan mendapati bahwa kamar gue agak sedikit terbuka. Wangi khas dari kamar yang sudah lama tidak ditempati pun langsung tercium. Aroma dari debu serta ruangan kosong sangat kentara sekali, namun tempat tidurnya terlihat rapi bersama bantal dan guling favorit gue.

"Aa! Sini..!"Panggil sebuah suara milik Anca, yang terdengar dari halaman belakang rumah.

Lalu tanpa pikir panjang, gue pun langsung berlari untuk mendekati sumber suara mengingat gue harus pergi kembali menuju rumah sakit.

Dan tiba-tiba saja...

"Happy birhtdaaay!!!"

Langkah kaki yang tadinya terasa cepat pun perlahan-lahan menjadi berhenti, lalu digantikan oleh sebuah perasaan tidak percaya yang teramat sangat dengan apa yang terpampang jelas di depan muka.

Halaman belakang rumah gue kini sudah berubah menjadi sedemikian rupa, berubah menjadi sebuah tempat yang sangat indah sekali bagi gue. Terdapat beberapa hiasan ulang tahun yang menggantung di antara dahan-dahan pohon kamboja di sana, dan juga terdapat banyak sekali beraneka ragam warna balon-balonan yang berserakan begitu saja pada permukaan rumput hijau, serta ada juga sebuah meja putih berukuran sedang yang di atasnya ada sebuah kue berwarna cokelat lengkap dengan lilin ulang tahunnya.

Pandangan gue pun menyapu ke setiap sudut halaman. Ada ibu gue yang sedang berdiri di samping meja tersebut sembari tersenyum ke arah gue, memegang sebuah kotak kecil yang sudah dilapisi oleh kertas kado berwarna cokelat, dan beliau juga masih memiliki senyuman khasnya, yang tidak akan pernah pudar oleh waktu. Anca pun tidak mau kalah dengan Mamah. Dia sedang berdiri sambil mesem-mesem ke arah gue, tertawa cengengesan sambil menggumam kata 'traktiran' hingga berkali-kali tanpa mengeluarkan suara, dan dia juga sedang memegang sebuah kotak kado kecil pada tangannya.

Lalu yang terakhir, ada seorang wanita yang teramat sangat cantik sekali yang juga sedang ikut tersenyum ke arah gue. Dia sedang berdiri tepat di belakang meja, anggun sekali, dengan kepala yang agak sedikit dimirngkan sehingga rambut kecokelatannya menjuntai dengan indah di samping bahunya.

Alexy, oh my...

Dia sangat terlihat sangat cantik sekali dengan balutan mini dress hitamnya dan dia ternyata sedang berada di sini, berdiri tepat hanya beberapa langkah di depan gue, dan dia juga sama sekali tidak berada di rumah sakit.

Gue tidak percaya.

Gue masih tidak percaya dengan semua ini.

Gue masih tidak percaya dengan seorang Alexy yang sedang berdiri seraya tersenyum dengan manisnya, hingga tanpa sadar bibir gue pun bergetar pelan dan hampir saja ada air mata yang mengalir pada kedua pipi.

"Hei, birthday boy!" Alexy berkata dengan nada suara yang amat lembut sekali, yaitu suara yang sangat gue rindu-rindukan keberadaannya. "Sini dulu dong tiup lilinnya, masa ga mau niup lilin sih?"

Tanpa pikir panjang, gue pun langsung berjalan cepat ke arah Alexy, menghiraukan keberadaan Mamah dan Anca yang juga sedang berada di tempat yang sama, lalu gue mendekap tubuh hangat milik Alexy.

Erat.




Adam Cohen - Cry Ophelia
itkgid
vertroop
jenggalasunyi
jenggalasunyi dan 6 lainnya memberi reputasi
7