Waktu itu saat liburan kenaikan kelas thn 1995. Saya & teman2 sedang dlm perjalanan menuju Sumenep, Madura. Kami menumpang mobil milik orangtua teman saya yg menjemput kami di Surabaya. Tiba2, teman saya yg sejak berangkat tidur pulas terbangun, dan rupanya dia sedikit terganggu dgn musik di radio. Kemudian dia bilang: "Woi, jgn yg ini, pindahin ke radio SK dong!" Huahahaha... Ini lg di Madura Broer!!
Perspektif Seorang Pendengar
Tulisan ini sekedar mengenang suatu segmen waktu dr sebuah stasiun radio yg prnh mencapai puncak kejayaan yg kini tinggal masa lalu. Walau bagaimanapun jg, jatuh dan bangunnya radio ini ikut mewarnai wajah dunia media elektronik dan dunia komedi Indonesia saat ini.
Bagi mereka yg tinggal di Jakarta & sekitarnya, tentu pernah mengenal Radio SK. Singkatan SK itu sebetulnya diambil dari namanya, Suara Kejayaan. Namun, krn lbh dikenal sbg radio humor, SK sering diasosiasikan dgn Senyum dan Ketawa. Disebut sbg radio humor, krn memang sebagian besar programnya adlh lawakan. Bbrapa grup lawak besar prnah ikut membesarkan nama radio ini, sebut saja
Warkop DKI pd akhir 1980an, kemudian diikuti oleh
Bagito,
Empat Sekawan,
Diamor (Komeng, Jarwo, Mamo, Rudi Sipit) ,
Patrio (Parto, Akri, dan Eko),
K-Basah (grup musik parodi sblm adanya Padhyangan), dll. Sblm berkarir di dunia tivi, mereka memang sdh punya nama besar di radio ini. Kala itu stasiun TV swasta baru ada 2, RCTI dan SCTV. Dan blm ada satupun yg masuk tv.
Walaupun nuansa humornya sgt kental, namun program radio ini tdk hanya melulu guyon. Ada jg
talkshow dan acara musik bnyk digemari anak muda. Program yg saya suka antara lain
SK Rock Air Play. Program ini dibawakan oleh
Nugie. Waktu itu Nugie msh jd penyiar di radio ini. Rambutnya pun msh gondrong. Selain Nugie, ada bnyk sederetan nama lain yg prnh jd penyiar radio ini. Sebut saja
Pepeng, Taufik Savalas, Ulfa Dwi Yanti, Ricky Jo, Temon, Abdel, Yasser, Tukul Arwana, dan jg Alvito Deanova (skrg di Tv One). Sblm menginjakkan kaki di tv, namanya sdh bnyk dikenal oleh pendengar radio SK. Nama2 yg lain saya sdh tdk ingat.
Menembus Regulasi
Saya tdk mengerti seluk beluk dunia penyiaran, apalg
business process dari sebuah stasiun radio. Namun, saya percaya bahwa, utk menjaga predikat sbg radio humor tentu bukan hal yg biasa dan mudah. Humor tdk bisa dimonopoli spt siaran berita di jaman itu. Humor bisa dimiliki siapa saja, bahkan oleh mrk yg memiliki
sense of humor yg buruk sekalipun. Oleh krn itu, segmen yg dijangkaunya lbh lebar dari berita. Ya, semua org suka humor.
Stasiun lain pun sbnrnya, bukan tdk lucu. Hanya saja, kalah segar & segi orisinalitasnya tidak ada. Siaran berita & informasi yg formal bisa diregulasi, diatur, dimonopoli, dan ditetapkan dgn undang-undang. Tetapi bgmn cara meregulasi humor?
Jika kita tdk leluasa berekspresi & memberi kritik, ada jalan lain yaitu lewat humor. Bentuk ekspresi inilah yg sbnrnya jarang digarap oleh stasiun lain waktu itu. Dgn gaya yg kocak, acara malam jumat yg mencekam menjdi ajang utk tertawa sejadi2nya, lewat program
SK Horror Night. Acara
talkshow sosial politik yg serius menjd ajang banyolan yg segar. Tentu dgn tanpa mengurangi semangat dri topik yg diangkatnya.
"Almamater" yg Terlupakan
Menjelang pertengahan 1990an, stasiun TV swasta pun mulai melirik potensi hiburan dari lawakan ini. Org baru membawa suasana baru. Memberi alternatif selain lawakan "angkatan 45". Muncullah Diamor di TPI, diikuti Patrio, dll. Bagito dan Empat Sekawan malah sdh bikin film dan sinetron. Bersamaan waktunya, Nugi mulai naik daun. Karir mrk di dunia hiburan makin berkibar.
Waktu itu pertengahan tahun 1997, saya sdh pindah ke Bandung utk melanjutkan studi ke ITB. Kontak dgn Radio SK pun terputus. Pd awal reformasi 1998, saya baru mengetahui dari adik dan ibu saya bahwa Radio SK sdh "pindah tangan". Dibeli oleh org lain. Ganti manajemen dsbgnya. Katanya sih, bangkrut. Lho? Saya jadi heran. Bgtu keraskah krismon smp bisa mengantam dunia humor?
Tapi tdk demikian dgn para "lulusannya". Patrio, Ulfa, Komeng dll. justru makin berkibar. Komeng sendiri pun akhirnya tdk lg bergabung dlm kelompok Diamor dan memilih "solo karir". Jarwo dan Rudi sipit eks Diamor tdk lagi kelihatan di tivi. Tapi belakangan, Mamo bergabung dgn grup Sampoerna Hijau. Melihat ancaman serupa bisa menghantam grupnya, Patrio justru membulatkan komitmen utk terus bersatu. Walaupun Eko lbh bnyk muncul, namun sptnya anggota yg lain melihat jalan keluar yg lain agar grup bisa bertahan. Smp kini, hanya Patrio yg masih utuh dlm satu grup (walaupun sdh jarang tampil utuh satu grup). Grup yg lain justru terpisah dan bubar krn tdk bisa menjwb tantangan perubahan yg bgtu "luar biasa".
Nasib Radio SK sendiri? Saya kehilangan jejak. Rupanya, sejak program2nya tdk memiliki diferensiasi yg jelas, keluarga saya jarang mendengarkan dan akhirnya tdk prnh mendengarkan lagi. Bagaikan tenggelam di laut yg dalam, nama radio SK tdk lagi disebut2 di lingkungan pergaulan saya. Kalau Pertamina bangkrut krn korupsi yg makin parah, radio SK bangkrut krn jadi serius. Tidak lucu lg. Itu menurut saya lho...
Kalah Lucu
Seiring dgn kencangnya angin pembaruan di sana-sini, ngomong apa saja dgn gaya apa saja bisa dilakukan di mana saja. Bgt jg di tv. Koridor itu pun makin terbuka lebar. Kita mulai mengenal gaya lawakan yg baru. Mungkin krn waktu itu otak kita tdk bisa membedakan lg mana lawakan yg asli dan yg bukan, sebab semua tampak sama lucu.
Jadi menurut saya, itulah penyebab matinya radio yg prnh jd panutan tua muda dlm mengolah senyum dan ketawa. Jelas saja kalah, sebab hrs bersaing dgn "pelawak2" yg punya massa dan pengaruh politik... Jadi bangkrut deh kita...
Source : ebonk.org (edited) <<-- link-nya dah mokat cing!