- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
100 Tahun Setelah Aku Mati [TAMAT]


TS
kulon.kali
100 Tahun Setelah Aku Mati [TAMAT]
![100 Tahun Setelah Aku Mati [TAMAT]](https://s.kaskus.id/images/2016/08/08/8901141_20160808100843.jpg)
Cover keren By Awayaye
Salam untuk semua warga jagad Kaskus, ane disini adalah newbie se newbie-newbienya, sekian lama menjadi Silent Rider akhirnya ane memutuskan untuk menulis cerita saya.
sebelumnya ane juga permisi dulu sama momod dan sesepuh pinisepuh yang menghuni sub forum SFTH

dan mohon maaf jika banyak salah dalam penulisan cerita ini.
"Kita hidup di dunia yang sama dengan mereka, kita hanya berbeda dimensi dengan mereka, percayalah.. mungkin mereka ada disampingmu sekarang"
Nama saya Rizal panggil saja saya dg nama itu dicerita ini, saya orang jogja tulen, saat ini saya adalah a real man dalam arti saya adalah laki-laki dewasa. Kisahku ini akan menceritakan awal kehidupanku yang bisa dikatakan adalah pil pahit yg harus kutelan, akan banyak air mata yg tertumpah, dan ketakutan yang tergenang, sebaiknya siapkan hati kalian dan jangan parno..
saya Rizal, saya INDIGO !!
Dan kisah saya dimulaii..
....
INDEKS :
PART1
PART2
PART3
PART4
PART5
PART6
PART7
PART8
PART9
PART10
PART11
PART12
PART13
PART14
PART15
PART16
PART17
PART18
PART19
PART20
PART21
PART22
PART23
PART24
PART25
PART26
PART27
PART28
PART29
PART30
PART31
PART32
PART33
PART34
PART35
PART36
PART37
PART38
PART39
PART40
PART41
PART42
PART43
PART44
PART45
PART46
PART47
PART48
PART49
PART50
PART51
PART52
PART53
PART54
PART55
PART56
PART57
PART58
PART59
PART60
PART61
PART62
PART63
PART64
PART65
PART66(6)
PART67
PART68
PART69
PART70
100 TAHUN SETELAH AKU MATI
EPILOG
PART 1 (Teman masa kecil).
apakah kalian pernah main ayunan? saat kecil saya ingat betul ada ayunan yg dibuatkan dar ban bekas oleh bapak saya yg di ikatkan di sebuah pohon nangka, setiap pagi dan sore saya sering main disitu. sendirian karena di tempat tnggalku yg dulu tidak banyak anak seusiaku. sampai suatu hari saat saya tengah bermain ada yang mendorong ayunan pelan, saya menoleh dan dibelakang saya ada seorang anak perempuan seusia saya kala itu. Dia tersenyum dan berkata "aku ikut main yaa, aku sedih main sendiri terus" anak ini memakai baju terusan rok dengan warna putih berenda.
Saya : ayokkk.. Kamu siapa?
Kataku dengan khas suara anak usia 6 tahun..
"Sari"
Saya : oooo ayo main..
Kami pun bermain layaknya bocah tk pada umumnya, Sari ini waktu itu penampilanya sama seprti layaknya anak umur 6tahun biasa, seingatku dulu rambutnya panjang dan kulitnya putih sekali..
Sore menjelang kami dduk2 di dekat ayunan.
sari : pulang yaa.. Ibuku manggil..
Saya : mana?? Aku gak denger?
Sari : kamu belum bisa denger sekarang... Besok main lagi yaa..
sari berlari ke semak2 dan ga tau kemana dia pergi...
Oh iya saat itu saya tinggal di daerah semarang. Karena bapak saya tugas disana sebagai angkatan bersenjata. Tempatnya msh d desa jd rumah2 sdikit berjauhan..
Saya dijemput ibu saya yang muncul dr samping rumah.
Ibu : ayoo rizal mandi dulu,

saya : sama sari bukk
ibu : sari siapa nak?
saya : sari ya sari buk
saya dan ibu saya akhirnya masuk kerumah.
setelah pertemuanku dengan sari perlahannn saya merasa tak hanya keluarga saya yg tinggal disini... hari pertemuan dengan sari adalah hari kamis. selain hari kamis kami tidak pernah bertemu.. pertemuan kamipun brlangsung sudah bberapa minggu.. dan banyak kejadian anehh yg br saya sadari setelah sedikit lebih berumur..
diantaranya sari mennunjukan rumahnya tapi saya gak liat apa2
begitu ibu saya datang sari langsung pergi ngumpet. bahkan ibu saya sempat ikut mencarinya tp tidak pernah ketemu padahal saya yakin dia td dibalik pohon, dia juga sering memakan bunga, ya bunga melati dimakan mentah.
saya jg masih bocah kala itu dan pikiran saya blm sampai jauh.. tidak ada rasa khawatir sama sekali yabg saya tau saya punya teman bermain yang menyenangkan......
berbeda dengan ibu saya. ya beliau mulai khawatirr. ternyata diam2 beliau sering mengintip saya. dan yang mengejutkan beliau berkata tidak melihat apa pun selain saya yg bermain sendiri dan berbicara sendiri !!!
kisah ini tentu juga banyak dialami anak2 dg kemanpuan kusus lain seperti saya pola yg selalu seperti ini, nanti akan saya ceritakan..
hari demi hari berlalu ibu melarang saya bermain lagi dengan sari. tiap saya curi waktu bermain ayunan di hari kamis sari pasti sudah duduk sambil mengayunkan ayunan pelan sambil bersenandung macapat jawa. dan setiap pulang kerumah dan ditanya main dimana saya jawab main sama sari. ibu pasti langsung memarahi saya. saya jg gak tau knp..
saking khawatirnya ibu menyuruh orang untuk mencopot ayunanya dan dipindah ke depan teras depan rumah.. tapi itu tidak membuat saya jera saya masih saja bermain di dekat pohon nangka dan asem jawa di belakang rumah. untuk apa lagi kalau bukan bermain dengan sari..
sampai akhirnya ibu marah besar dan meminta orang utk meratakan dan membersihkan halaman belakang rumah dr pepohonan. awalnya banyak yg gak ngebolehin krna rumah yg di huni kami sekarang adl rumah dinas tua dan pohon2 d belakang rumah jg sangat tua. dan orang yg dimintai tolong jg merasa keberatan. tp bukan ibuk namanya kalau sudah pnya keinginan harus terlaksana. setelah dapat meyakinkan bapak akhirnya pohon2 di halaman belakang ditebang. dan dibuat pelataran dr konblok..
disinilah kisah kelam saya dimulai dan akan berlanjut hingga saya dewasa.
Diubah oleh kulon.kali 03-01-2017 07:27



rahmahjr19287 dan 112 lainnya memberi reputasi
97
5.4M
9K
Thread Digembok
Tampilkan semua post


TS
kulon.kali
#8544
Part 71 (100 Tahun Setelah Aku Mati)
pohon itu berdiri kokoh di tepian sungai, saya mengamatinya dan bertanya...
“Kembalikan bunga itu!”
Tapi pohon itu berkata “tidak”...
pohon itu berdiri kokoh di tepian sungai, saya mengamatinya dan bertanya...
“Kembalikan bunga itu!”
Tapi pohon itu berkata “tidak”...
Saya marah dengan pohon, saya yang gusar hanya duduk di lindungan naunganya.
Bunga indah itu kini tiada lagi.
Saya menengadah namun tidak ada bunga seindah yang jatuh tadi.
Kumpulan bunga di dahanya tiada menarik hati buatku.
Saya hiraukan silir angin, gemricik air yang menenangkan,serta warna pelangi dan senja jingga yang memanja.
Saya tersadar ketika satu bunga waru sengaja dijatuhkan pohon ke kepalaku, aku melihat bunga yang berbeda dari yang pertama, namun sangat indah bagiku.
Kutimang bunga itu untuk kubawa pulang saat bunga lain tiba2 terjatuh diatas aliran, dia bunga yang sama persis indahnya dengan bunga pertama, dan bunga iterakhir itu hanyut bersama air dan segala sesalku yang menguap.
-Yogyakarta, Maret 2015-
****
Sari sudah pergi, dan saya malah tidak kuasa menahan tangis, sekucur tubuh saya semuanya bergetar hebat saat sari menampakan wujudnya, saat dia menuakan wujudnya dari anak kecil menjadi seolah dia yang dewasa, yang terlihat sama persis dengan Risa, saya tidak tau kenapa bisa seperti itu, seolah sari yang melambai didepan pintu tadi adalah risa yang sedang pamit untuk pergi selamanya, saya menutup wajah dengan tangan, secepat mungkin saya lap linangan air mata itu, sambil berharap akan ada suara yang mengejutkanku dari belakang yang menegurku dengan kalimat
“jangan pake tangan, dasar cowok jorok”
Tapi sayang, suara bentakan yang saya rindukan itu tidak muncul jua, saya berharap ada yang mencubitku lagi, karena saya rindu ketika lengan dan perut saya membiru akibat cubitan itu,saya rindu tawa lucunya, saya rindu komentar2nya terhadap hal yang sepele, saya rindu bagaimana dia bisa menjadi wanita yang cerdas sekaligus konyol, bagiamana dia bisa menjadi wanitaku yang lembut namun tegas diwaktu yang sama, saya merindukan bagaimana cara dia mencintai saya dan mencintai abima, saya benar2 merindukanya.... dan mencintai semua yang ada padanya...
Saya atur nafas yang tersengal karena tangisan saya itu... saya menyadari sudah 1,5 tahun saya kehilanganya, saya sudah ikhlas tapi tetap saja rasa rindu ini masih menyiksa saya, rasa rindu ini membuat saya khilaf dan sejenak melupakan hukum ketiadaan kekekalan selain Allah,
Teringat betul bagimana jatuhnya mental saya waktu itu, saat setelah pemakaman risa, ketika saya hanya bisa meratapi semuanya, bahkan dewi dan suaminya yang bernama anwar yang dulu masih menjadi pengantin baru rela menginap berhari2 demi untuk menemaniku yang sudah seperti orang gila,sebisa mungkin mereka menguatkankku, begitu juga mertuaku yang malah lebih bisa menghadapi kenyataan, bahwa anak mereka kini sudah tiada lagi, putri semata wayang mereka yang menjadi kebanggaan keluarga sudah hilang, saya ingat semua temanku,kerabatku seperti om bowo dan keluarga, bahkan kyai datang dan memberikan penghormatan terakhir untuk risa,dan dukungan moral kepadaku..
Setiap malam setelah kejadian itu ketika saya tidur memeluk abima saya memejamkan mata dan berdoa semoga hal buruk tadi hanya mimpi buruk yang sering kualami, tapi begitu membuka mata dipagi hari...
Begitu bangun... saya sadar bahwa yang saya alami adalah nyata... kenyataan bahwa tidak ada orang lain disamping abima selain saya!. Bahkan saya sering menangis di menit pertama saya bangun,saat melihat kasur lebar ini hanya diisi saya dan abima, tanpa ada ibunya lagi disampingnya...
Saya pandangi foto keluarga yang masih sengaja kupasang didinding, dan benar2 membuat periih hati ini, pikiran saya melayang lagi kejadian itu, saat saya meletakan kepalanya di pangkuan saya, berharap masih ada nafas, detak jantung, dan denyut nadi di tubuhnya,tapi...dia sudah pergi untuk selamanya, saya menguggat Tuhan waktu itu, saya mohon untuk mengembalikan risa, kembalikan nyawanya Tuhan!!!, bawa dia kembali kedunia!! Teriakan saya akan membuat orang yang mendengarnya ikut merasakan sesak yang saya rasakan in, sangat sesak... saya merasa tidak ada guna saya jadi dokter jika nyawa istri saya sendiri bahkan tidak bisa kutolong. Saya sudah gagal teman....saya sudah gagal....
Setelah semua yang kulalui itu, setelah amarah itu menurun baru saya sadar,bahwa risa itu ibarat bunga yang ingin kumiliki, tapi ternyata saya salah... bunga waru itu bukan miliku, bunga itu adalah kepunyaan pohon, seperti juga risa yang kuanggap selama ini miliku tapi pada hakekatnya risa bukan miliku, dia adalah kepunyaan Tuhan.. Pohon itu tidak memiliki sesal saat bunganya yang paling indah gugur dan hanyut di sungai kehidupan yang fana, begitu juga Tuhan yang mengambil risa dari alur kehidupan yang serba mungkin ini untuk kembali kepada-Nya...
***
“mas.... “ suara lembut diiringi pegangan tangan dipundaku membuatku buru2 menyeka lelehan air mata ini...
“dek,kamu kok belum tidur?” kata saya yang kaget ternyata tangis saya ini membuatnya bangun
“aku temenin ya” katanya dengan lembut sambil mengusap pipiku yang masih basah..
Wanita manis ini duduk disampingku dan menggenggam tanganku erat sekali, matanya menyorot kearah mana saya melihat. Ke dinding,lebih tepatnya kearah foto itu..
“mas, lagi kangen sama mbak Risa?” tanya dia lagi sambil menyibak rambutnya yang hitam pekat yang biasanya terlindung jilbab..
“iya dek, maafin mas ya ...” kata saya yang merasa bersalah, karena kenyataanya dia adalah istri ke2 saya, dan saya tau persis wanita adalah mahluk yang tidak mau berbagi cinta, meskipun kepada orang yang sudah meninggal...
Dia tersenyum dengan teduhnya sambil menggeleng..
“sebuah luka yang dalam perlu waktu lama untuk sembuh, belum lama mbak risa meninggal, dan aku paham mas, mungkin butuh waktu seumur hidup buat sembuh dari ini” jawabnya lembut dengan mengelus pipiku lagi.
“enggak dek, aku akan cepat semuh, selama kamu terus bersama aku dan abima”
**
Saya sudah jalani rutinitasku, saya kejar mimpi saya lagi yang sempat terbengkalai, saya buka dua buku terpenting di hidup saya, dan saya baca lagi dengan berulang buku catatan Husain, untuk mengingatkan saya tentang tujuan dari impian saya, saya buka buku satunya, buku diary dari risa untuk mengingatkanku bahwa risa, kecerianya, dan semua mimpinya akan tetap abadi dalam tulisan ini.
“suatu saat nanti akan tiba saatnya, dimana tidak ada lagi yang kelaparan, tidak ada lagi orang sakit yang terbengkalai, tidak ada orang jompo terlantar, tidak ada lagi anak yatim yang mengemis dijalan,tidak ada orang bodoh dan tidak ada lagi pencuri yang duduk di kursi pemimpin”
Salah satu kutipan catatan Husain ini seperti menjadi tujuan saya untuk mengejar mimpi saya lagi dan lagi...
“semuanya begitu indah, dan mas kamu tau?, aku pengen seluruh dunia tau tentang cinta kita,soalnya kalo mungkin kita tidak bisa bersama selamanya, kisah kita yang akan abadi dalam sebuah kenangan yang bisa direkam”
Ini adalah salah satu kalimat permintaan dari risa, yang menginginkan pengabadian dalam wujud yang bisa dibaca, direkam dan dirasakan oleh orang lain.
Saya menutup kedua buku itu, dan menaruhnya ditempat khusus, saya berdoa kepada Tuhan, untuk anugerah besar yang saya terima, kedatangan risa merupakan anugrah saat Tuhan mengirimkan satu orang yang saya cintai dan menjadi istriku, kepergian risa walaupun pedih juga merupakan anugrah dimana disitu saya sadar bahwa memang risa sekarang sudah dipetik dan ditempatkan disebuah tatanan pualam terindah di alam sana...
Saya keluar dari ruang baca yang saya gunakan sekaligus ruang kerja, dan melihat abima, dia semakin pintar saja, dan semakin lucu, kalian akan gemas melihatnya, dia selalu mengingatkan saya kepada ibunya. Abima begitu melihatku dia berdiri, dan dengan langkah kaki anak2 dia berjalan pelan dan memeluk kakiku dengan manja, saya gendong anak ini dan menciumnya berkali2,
“dek sini dek” kata saya kepada istri, dan seperti tipikal istri saya yang kalem dia menurut tanpa banyak bicara dan menghampiri saya dan abima, kudekatkan bibir saya dan saya kecup keningya, yang dia balas dengan pipi memerah, dia cantik, sangat cantik, wanita yang menjadi istri saya ini memiliki jalan hidup yang juga berliku, walaupun dia tidak berindra sama sepertiku.
“dek, aku mau pergi ke semarang, dan mungkin gak pulang, masalah kemarin yang aku ceritain kekamu. Kamu gapapa sendirian sendiri sama abima di rumah? Tanya saya kepadanya.
“aku gapapa mas, mas selesein aja apa yang udah jadi tanggungan mas, dan hati2 mas.. aku berdoa dari sini” ucapnya sambil memandang saya dalam2.
Saya tersenyum dan mengecup keningnya untuk kedua kalinya, saya memberikan abima dari gendongan saya untuk dia gendong,dan langsung mengambil tas dan kunci mobil, untuk berangkat ke semarang pagi itu..
Saya memanasi mobil di depan garasi, saya lambaikan tangan kepada abima yang mulai merengek karena ingin ikut dengan bapaknya, dia memang anak yang sangat lengket denganku.
Saya memasukan perseneleng satu, dan melaju di jalanan kota jogja pagi itu, menuju tempat penepatan janji, kepada sahabatku Sari, yang sudah menunggu selama 100 tahun untuk hari ini, saya tidak tau kenapa dia menghabiskan waktu selama itu, tapi hari ini saya akan segera tau..
Butuh waktu beberapa jam untuk sampai alamatku yang dulu, ditambah lalulintas jogja yang macet membuat saya harus lebih bersabar menunggu...
Rumah itu sudah ditempati lagi,juga oleh keluarga tentara, entah sejak kapan. informasi itu saya dapatkan dari om bowo yang membantu mencari tau lewat koneksinya sebagai purnawirawan perwira TNI, dan sudah diberikan izin juga untuk saya berkunjung ke rumah itu lagi...
Jalanan di jawa tengah yang dikelilingi sawah yang sangat luas menemani perjalananku, saya matikan ac mobil dan angin segar meniup wajahku dari luar, tidak terasa saya sudah belasan tahun, sejak saya sering bolak-balik jogja semarang bersama bapak, terkenang masa itu, masa saya bersaamanya bersama risa, bersama sari dan semua yang sudah pergi dan akan pergi meninggalkanku. Saya masing mengingatnya, semua yang sedih dikenang, semua yang sayang dibuang...
Setelah sekian jam perjalanan, saya sudah sampai didepan rumah itu, rumah yang menjadi awal dan akhir dari cerita ini, saya ketuk pintu yang mulai termakan usia. Dan seorang laki2 muda membuka pintu itu, gagah dengan tubuh yang lebih kecil dariku namun kekar berisi, baret hijau masih dia kenakan dengan lambang kesatuan kostrad,epolet di bahunya menunjukan pangkatnya sebagai seorang sersan mayor.
Saya bersalaman denganya, seorang tentara yang tidak jauh beda umurnya denganku bernama Satrio. Saya diterima dengan baik disini, dikenalkan dengan keluarganya, seorang istri dan seorang anak seumuran Abima.. ahhhh hal itu membuatku bernostalgia...
Kami berbincang, dan yang membuat saya terheran adalah Sersan Satrio mengenal almarhum bapak, katanya nama Letnan Hartono sudah menjadi legenda disini, dedikasi dan pengabdian, serta prilakunya masih menjadi contoh, bahkan setelah 11 tahun beliau meninggal.
“coba saja, mas tanya, siapa yang gak kenal Letnan Hartono disini, Fotonya tercetak besar dan tertempel didinding, sebagai kusuma bangsa yang sudah gugur” begitu kata tentara yang ramah ini.
Setelah obrolan basa basi berakhir, saya memohon izin untuk ke halaman belakang, saya tidak mengatakan maksudku, karena mungkin akan sulit dipercaya satria, dan saya dipersilahkan ke halaman belakang.
Saya menapaki rerumputan yang kukenal itu, saya memandang berkeliling di pekarangan yang dikelilingi dinding setingi satu setengah meter.. tapi..
Dimana dia?, dimana sari?, dia tidak ada.. harum melatinya tidak tercium disini, getaran energinya juga tidak terasa.. lantas dimana sari??..
Saya panggil dia dengan teriakan bahasa batin “Sariii!!!!” tapi tetap sosok anak kecilyang berumur 106 tahun itu tidak muncul, dia tidak ada.. dimana dia???
Belum habis misteri itu tentang 100 tahun dia menunggu,kini dia malah menghilang tanpa sebab dan petunjuk....
Lalu Sebuah tepukan mengaggetkanku, dimana itu adalah satrio..
“sebenarnya apa maksud mas rizal? kesini, saya sudah mendengar cerita tentang rumah ini, tentang sebuah keluarga yang pernah tinggal disini yang tidak tenang karena anaknya diganggu penunggu rumah ini, mas rizal.. tolong jelaskan, apa anak itu adalah mas rizal?”
Saya kaget dengan perkataan satrio yang menebak dengan betul, dan disitu saya sudah kehabisan alasan dan mengatakan kenapa saya disini.. akhirnya saya jelaskan pada satrio rangkaian kejadian masa lalu, dan alasan utama saya bisa sampai disini.. sersan satrio mendengarkan ceritaku dengan seksama sambil sesekali bertanya, dan kujawab dengan apa adanya, dan setelah semua alasanku selesai saya beritahu,dia berkacakpinggang dan memandang kebawah, seperti berfikir..
“mas rizal bolehkah saya membantu?, saya mungkin tidak seperti mas rizal tapi saya menangkap ada petunjuk. Karena saya dan keluarga tinggal disini, dan saya tidak mau keluarga saya tinggal seatap dengan jin yang tidak tenang” kata satrio
“ya, menurut mas bagaimana tentang ini?, ini adalah tahun ke 100nya, tapi.. saya tidak bisa merasakan kehadiranya, saya hanya bisa merasakan sosok lain yang memang sudah lama ikut menghuni disini” kata saya yang balik bertanya..
“menurut cerita mas rizal tadi teman mas itu mengatakan kalau meminta mas rizal datang tepat 3 purnama setelah pertemuan terakhirnya dengan mas rizal?” tanya satrio yang menyelidik...
“iya.. dan itu tepat hari ini” jawab saya dengan yakin..
“ada satu hal yang terlewat olehmu mas” jawab satrio yang menengadah kelangit..
“hari ini masih sore ...”
**
Saya baru sadar setelah perkataan satrio tadi yang menjelaskan bahwa terlalu dini bagi saya, saya terlalu cepat sampai.. satrio menawarkan saya untuk menunggu didalam rumah, menunggu sampai mentari yang masih berpijar berganti menjadi rembulan dengan purnama penuh...
Saya ,dijamu dengan baik oleh satria, sersan muda ini tidak menyangkal setiap jawaban dari pertanyaan yang dia tanyakan, menunjukan bahwa dia adalah orang yang rendah hati dan siap mengosongkan gelas, untuk sebuah hal tabu yang dia terima...
Waktu terus berjalan, dan matahari sudah condong ke barat, rembulan penuh sudah mulai tampak dengan samar dari arah lain, menunjukan bahwa ini sudah dekat dengan saatnya... saya sudah menunggu beberapa tahun untuk malam ini, dan sari sudah menunggunya tepat 100 tahun, Saya memberikan masukan agar satrio mengungsi bersama keluarga, karena saya tidak tau apa yang akan terjadi malam ini, dan hal gaib bukanlah sesuatu yang dapat dilawan dengan sangkur atau senapan SS2 miliknya, satrio setuju. Tapi hanya anak istrinya yang dia minta untuk malam ini tidak tidur dirumah, dia memilih ikut dengan saya, sekedar menemani saya, dan mendapat pengalaman baru yang tidak bisa dia lihat dan dia rasakan. Saya tersenyum dan dalam hati berkata kalau nama satrio pantas dia sandang...
Kamimenunggu didalam rumah, ditemani kopi dan makanan yang disediakan istri satrio, saya menganggapnya sebagai seorang yang amanah untuk menjaga rahasia,maka ketika dia bertanya maka saya jawab dengan apa adanya kecuali bagian ketika saya sudah pernah kehilangan istri dan sudah beristri lagi, saya hanya mengatakan bahwa saya sudah berkeluarga.
Yang tanpa dibantah dan dijawab dengan kalimat tasbih oleh satrio, dia menghormati saya tanpa banyak bertanya karena dia tau pertanyaan yang berkaitan dengan masa lalu saya adalah berarti saya mengorek luka yang sudah kering.
**
Saya menunggu cukup lama, sudah lewat jam 21.00 tapi tidak ada tanda kemunculan apapun, disitu saya mulai khawatir kenapa dan ada apa ini... saya pasang indra saya untuk saya maksimalkan kebatas kepekaan maksimal yang saya bisa, tapi tetap saja.. energi yang saya rasakan hanya berasal dari penghuni lain sekitar..
Asbak didepan satrio sampai penuh dengan abu dan puntung rokok yang dia sulut terus menerus.
“mas rizal tidak perlu khawatir, malam ini mungkin akan jadi penantian yang pantas untuk mas rizal, saya merasa ada maksud baik dari 100 tahun ini, dan mungkin hal itu tidak bisa dijelaskan selain dari penafsiran orang yang mengerti dari hidup mas rizal” kata satrio yang sepertinya tau kenapa saya gelisah..
Saya mengangguk, dan mengerti maksud kalimat bijak yang dia katakan barusan, saya ikut duduk dan tetap berusaha merasakan dimana posisi sari. Sambil berbincang dengan satrio...
**
“Tutur bener puniku,
Sayektine apantes tiniru
Nadyan metu saking wong sudra papeki
Lamun becik nggone muruk
Iku pantes sira anggo”
Waktu itu jam sepuluh malam, saat saya masih sabar menanti sari, dan terdengar tembang yang familiar, tembang macapat yang mungkin hampir mirip seperti ini, tembang itu ditulis dalam bahasa jawa yang tidak saya mengerti, dan mungkin berarti seperti ini
“Ucapan benar itu
Sejatinya pantas diikuti
Meskipun keluar dari orang yang rendah derajatnya
Jika baik dalam mengajarkan
Itu pantas kamu pakai”
Suara tembang jawa dengan suara tinggi itu terdengar jelas ditelingaku, diiringi suara gending dan harum melati yang sangat pekat tercium menyengat hidungku. Saya sontak berdiri dan memandang keluar jendela, saya lirik satrio yang dia hanya mengikuti gerakanku tanpa bertanya.
Akhirnya saya merasakanya... energi itu, saya hafal ini adalah milik sari, saya keluar rumah dan masuk ke halaman, saya jelas merasakan energinya, tapi sari belum menampakan diri... tungguu..
Ada apa ini????
LKLIK LANJUTAN
pohon itu berdiri kokoh di tepian sungai, saya mengamatinya dan bertanya...
“Kembalikan bunga itu!”
Tapi pohon itu berkata “tidak”...
pohon itu berdiri kokoh di tepian sungai, saya mengamatinya dan bertanya...
“Kembalikan bunga itu!”
Tapi pohon itu berkata “tidak”...
Saya marah dengan pohon, saya yang gusar hanya duduk di lindungan naunganya.
Bunga indah itu kini tiada lagi.
Saya menengadah namun tidak ada bunga seindah yang jatuh tadi.
Kumpulan bunga di dahanya tiada menarik hati buatku.
Saya hiraukan silir angin, gemricik air yang menenangkan,serta warna pelangi dan senja jingga yang memanja.
Saya tersadar ketika satu bunga waru sengaja dijatuhkan pohon ke kepalaku, aku melihat bunga yang berbeda dari yang pertama, namun sangat indah bagiku.
Kutimang bunga itu untuk kubawa pulang saat bunga lain tiba2 terjatuh diatas aliran, dia bunga yang sama persis indahnya dengan bunga pertama, dan bunga iterakhir itu hanyut bersama air dan segala sesalku yang menguap.
-Yogyakarta, Maret 2015-
****
Sari sudah pergi, dan saya malah tidak kuasa menahan tangis, sekucur tubuh saya semuanya bergetar hebat saat sari menampakan wujudnya, saat dia menuakan wujudnya dari anak kecil menjadi seolah dia yang dewasa, yang terlihat sama persis dengan Risa, saya tidak tau kenapa bisa seperti itu, seolah sari yang melambai didepan pintu tadi adalah risa yang sedang pamit untuk pergi selamanya, saya menutup wajah dengan tangan, secepat mungkin saya lap linangan air mata itu, sambil berharap akan ada suara yang mengejutkanku dari belakang yang menegurku dengan kalimat
“jangan pake tangan, dasar cowok jorok”
Tapi sayang, suara bentakan yang saya rindukan itu tidak muncul jua, saya berharap ada yang mencubitku lagi, karena saya rindu ketika lengan dan perut saya membiru akibat cubitan itu,saya rindu tawa lucunya, saya rindu komentar2nya terhadap hal yang sepele, saya rindu bagaimana dia bisa menjadi wanita yang cerdas sekaligus konyol, bagiamana dia bisa menjadi wanitaku yang lembut namun tegas diwaktu yang sama, saya merindukan bagaimana cara dia mencintai saya dan mencintai abima, saya benar2 merindukanya.... dan mencintai semua yang ada padanya...
Saya atur nafas yang tersengal karena tangisan saya itu... saya menyadari sudah 1,5 tahun saya kehilanganya, saya sudah ikhlas tapi tetap saja rasa rindu ini masih menyiksa saya, rasa rindu ini membuat saya khilaf dan sejenak melupakan hukum ketiadaan kekekalan selain Allah,
Teringat betul bagimana jatuhnya mental saya waktu itu, saat setelah pemakaman risa, ketika saya hanya bisa meratapi semuanya, bahkan dewi dan suaminya yang bernama anwar yang dulu masih menjadi pengantin baru rela menginap berhari2 demi untuk menemaniku yang sudah seperti orang gila,sebisa mungkin mereka menguatkankku, begitu juga mertuaku yang malah lebih bisa menghadapi kenyataan, bahwa anak mereka kini sudah tiada lagi, putri semata wayang mereka yang menjadi kebanggaan keluarga sudah hilang, saya ingat semua temanku,kerabatku seperti om bowo dan keluarga, bahkan kyai datang dan memberikan penghormatan terakhir untuk risa,dan dukungan moral kepadaku..
Setiap malam setelah kejadian itu ketika saya tidur memeluk abima saya memejamkan mata dan berdoa semoga hal buruk tadi hanya mimpi buruk yang sering kualami, tapi begitu membuka mata dipagi hari...
Begitu bangun... saya sadar bahwa yang saya alami adalah nyata... kenyataan bahwa tidak ada orang lain disamping abima selain saya!. Bahkan saya sering menangis di menit pertama saya bangun,saat melihat kasur lebar ini hanya diisi saya dan abima, tanpa ada ibunya lagi disampingnya...
Saya pandangi foto keluarga yang masih sengaja kupasang didinding, dan benar2 membuat periih hati ini, pikiran saya melayang lagi kejadian itu, saat saya meletakan kepalanya di pangkuan saya, berharap masih ada nafas, detak jantung, dan denyut nadi di tubuhnya,tapi...dia sudah pergi untuk selamanya, saya menguggat Tuhan waktu itu, saya mohon untuk mengembalikan risa, kembalikan nyawanya Tuhan!!!, bawa dia kembali kedunia!! Teriakan saya akan membuat orang yang mendengarnya ikut merasakan sesak yang saya rasakan in, sangat sesak... saya merasa tidak ada guna saya jadi dokter jika nyawa istri saya sendiri bahkan tidak bisa kutolong. Saya sudah gagal teman....saya sudah gagal....
Setelah semua yang kulalui itu, setelah amarah itu menurun baru saya sadar,bahwa risa itu ibarat bunga yang ingin kumiliki, tapi ternyata saya salah... bunga waru itu bukan miliku, bunga itu adalah kepunyaan pohon, seperti juga risa yang kuanggap selama ini miliku tapi pada hakekatnya risa bukan miliku, dia adalah kepunyaan Tuhan.. Pohon itu tidak memiliki sesal saat bunganya yang paling indah gugur dan hanyut di sungai kehidupan yang fana, begitu juga Tuhan yang mengambil risa dari alur kehidupan yang serba mungkin ini untuk kembali kepada-Nya...
***
“mas.... “ suara lembut diiringi pegangan tangan dipundaku membuatku buru2 menyeka lelehan air mata ini...
“dek,kamu kok belum tidur?” kata saya yang kaget ternyata tangis saya ini membuatnya bangun
“aku temenin ya” katanya dengan lembut sambil mengusap pipiku yang masih basah..
Wanita manis ini duduk disampingku dan menggenggam tanganku erat sekali, matanya menyorot kearah mana saya melihat. Ke dinding,lebih tepatnya kearah foto itu..
“mas, lagi kangen sama mbak Risa?” tanya dia lagi sambil menyibak rambutnya yang hitam pekat yang biasanya terlindung jilbab..
“iya dek, maafin mas ya ...” kata saya yang merasa bersalah, karena kenyataanya dia adalah istri ke2 saya, dan saya tau persis wanita adalah mahluk yang tidak mau berbagi cinta, meskipun kepada orang yang sudah meninggal...
Dia tersenyum dengan teduhnya sambil menggeleng..
“sebuah luka yang dalam perlu waktu lama untuk sembuh, belum lama mbak risa meninggal, dan aku paham mas, mungkin butuh waktu seumur hidup buat sembuh dari ini” jawabnya lembut dengan mengelus pipiku lagi.
“enggak dek, aku akan cepat semuh, selama kamu terus bersama aku dan abima”
**
Saya sudah jalani rutinitasku, saya kejar mimpi saya lagi yang sempat terbengkalai, saya buka dua buku terpenting di hidup saya, dan saya baca lagi dengan berulang buku catatan Husain, untuk mengingatkan saya tentang tujuan dari impian saya, saya buka buku satunya, buku diary dari risa untuk mengingatkanku bahwa risa, kecerianya, dan semua mimpinya akan tetap abadi dalam tulisan ini.
“suatu saat nanti akan tiba saatnya, dimana tidak ada lagi yang kelaparan, tidak ada lagi orang sakit yang terbengkalai, tidak ada orang jompo terlantar, tidak ada lagi anak yatim yang mengemis dijalan,tidak ada orang bodoh dan tidak ada lagi pencuri yang duduk di kursi pemimpin”
Salah satu kutipan catatan Husain ini seperti menjadi tujuan saya untuk mengejar mimpi saya lagi dan lagi...
“semuanya begitu indah, dan mas kamu tau?, aku pengen seluruh dunia tau tentang cinta kita,soalnya kalo mungkin kita tidak bisa bersama selamanya, kisah kita yang akan abadi dalam sebuah kenangan yang bisa direkam”
Ini adalah salah satu kalimat permintaan dari risa, yang menginginkan pengabadian dalam wujud yang bisa dibaca, direkam dan dirasakan oleh orang lain.
Saya menutup kedua buku itu, dan menaruhnya ditempat khusus, saya berdoa kepada Tuhan, untuk anugerah besar yang saya terima, kedatangan risa merupakan anugrah saat Tuhan mengirimkan satu orang yang saya cintai dan menjadi istriku, kepergian risa walaupun pedih juga merupakan anugrah dimana disitu saya sadar bahwa memang risa sekarang sudah dipetik dan ditempatkan disebuah tatanan pualam terindah di alam sana...
Saya keluar dari ruang baca yang saya gunakan sekaligus ruang kerja, dan melihat abima, dia semakin pintar saja, dan semakin lucu, kalian akan gemas melihatnya, dia selalu mengingatkan saya kepada ibunya. Abima begitu melihatku dia berdiri, dan dengan langkah kaki anak2 dia berjalan pelan dan memeluk kakiku dengan manja, saya gendong anak ini dan menciumnya berkali2,
“dek sini dek” kata saya kepada istri, dan seperti tipikal istri saya yang kalem dia menurut tanpa banyak bicara dan menghampiri saya dan abima, kudekatkan bibir saya dan saya kecup keningya, yang dia balas dengan pipi memerah, dia cantik, sangat cantik, wanita yang menjadi istri saya ini memiliki jalan hidup yang juga berliku, walaupun dia tidak berindra sama sepertiku.
“dek, aku mau pergi ke semarang, dan mungkin gak pulang, masalah kemarin yang aku ceritain kekamu. Kamu gapapa sendirian sendiri sama abima di rumah? Tanya saya kepadanya.
“aku gapapa mas, mas selesein aja apa yang udah jadi tanggungan mas, dan hati2 mas.. aku berdoa dari sini” ucapnya sambil memandang saya dalam2.
Saya tersenyum dan mengecup keningnya untuk kedua kalinya, saya memberikan abima dari gendongan saya untuk dia gendong,dan langsung mengambil tas dan kunci mobil, untuk berangkat ke semarang pagi itu..
Saya memanasi mobil di depan garasi, saya lambaikan tangan kepada abima yang mulai merengek karena ingin ikut dengan bapaknya, dia memang anak yang sangat lengket denganku.
Saya memasukan perseneleng satu, dan melaju di jalanan kota jogja pagi itu, menuju tempat penepatan janji, kepada sahabatku Sari, yang sudah menunggu selama 100 tahun untuk hari ini, saya tidak tau kenapa dia menghabiskan waktu selama itu, tapi hari ini saya akan segera tau..
Butuh waktu beberapa jam untuk sampai alamatku yang dulu, ditambah lalulintas jogja yang macet membuat saya harus lebih bersabar menunggu...
Rumah itu sudah ditempati lagi,juga oleh keluarga tentara, entah sejak kapan. informasi itu saya dapatkan dari om bowo yang membantu mencari tau lewat koneksinya sebagai purnawirawan perwira TNI, dan sudah diberikan izin juga untuk saya berkunjung ke rumah itu lagi...
Jalanan di jawa tengah yang dikelilingi sawah yang sangat luas menemani perjalananku, saya matikan ac mobil dan angin segar meniup wajahku dari luar, tidak terasa saya sudah belasan tahun, sejak saya sering bolak-balik jogja semarang bersama bapak, terkenang masa itu, masa saya bersaamanya bersama risa, bersama sari dan semua yang sudah pergi dan akan pergi meninggalkanku. Saya masing mengingatnya, semua yang sedih dikenang, semua yang sayang dibuang...
Setelah sekian jam perjalanan, saya sudah sampai didepan rumah itu, rumah yang menjadi awal dan akhir dari cerita ini, saya ketuk pintu yang mulai termakan usia. Dan seorang laki2 muda membuka pintu itu, gagah dengan tubuh yang lebih kecil dariku namun kekar berisi, baret hijau masih dia kenakan dengan lambang kesatuan kostrad,epolet di bahunya menunjukan pangkatnya sebagai seorang sersan mayor.
Saya bersalaman denganya, seorang tentara yang tidak jauh beda umurnya denganku bernama Satrio. Saya diterima dengan baik disini, dikenalkan dengan keluarganya, seorang istri dan seorang anak seumuran Abima.. ahhhh hal itu membuatku bernostalgia...
Kami berbincang, dan yang membuat saya terheran adalah Sersan Satrio mengenal almarhum bapak, katanya nama Letnan Hartono sudah menjadi legenda disini, dedikasi dan pengabdian, serta prilakunya masih menjadi contoh, bahkan setelah 11 tahun beliau meninggal.
“coba saja, mas tanya, siapa yang gak kenal Letnan Hartono disini, Fotonya tercetak besar dan tertempel didinding, sebagai kusuma bangsa yang sudah gugur” begitu kata tentara yang ramah ini.
Setelah obrolan basa basi berakhir, saya memohon izin untuk ke halaman belakang, saya tidak mengatakan maksudku, karena mungkin akan sulit dipercaya satria, dan saya dipersilahkan ke halaman belakang.
Saya menapaki rerumputan yang kukenal itu, saya memandang berkeliling di pekarangan yang dikelilingi dinding setingi satu setengah meter.. tapi..
Dimana dia?, dimana sari?, dia tidak ada.. harum melatinya tidak tercium disini, getaran energinya juga tidak terasa.. lantas dimana sari??..
Saya panggil dia dengan teriakan bahasa batin “Sariii!!!!” tapi tetap sosok anak kecilyang berumur 106 tahun itu tidak muncul, dia tidak ada.. dimana dia???
Belum habis misteri itu tentang 100 tahun dia menunggu,kini dia malah menghilang tanpa sebab dan petunjuk....
Lalu Sebuah tepukan mengaggetkanku, dimana itu adalah satrio..
“sebenarnya apa maksud mas rizal? kesini, saya sudah mendengar cerita tentang rumah ini, tentang sebuah keluarga yang pernah tinggal disini yang tidak tenang karena anaknya diganggu penunggu rumah ini, mas rizal.. tolong jelaskan, apa anak itu adalah mas rizal?”
Saya kaget dengan perkataan satrio yang menebak dengan betul, dan disitu saya sudah kehabisan alasan dan mengatakan kenapa saya disini.. akhirnya saya jelaskan pada satrio rangkaian kejadian masa lalu, dan alasan utama saya bisa sampai disini.. sersan satrio mendengarkan ceritaku dengan seksama sambil sesekali bertanya, dan kujawab dengan apa adanya, dan setelah semua alasanku selesai saya beritahu,dia berkacakpinggang dan memandang kebawah, seperti berfikir..
“mas rizal bolehkah saya membantu?, saya mungkin tidak seperti mas rizal tapi saya menangkap ada petunjuk. Karena saya dan keluarga tinggal disini, dan saya tidak mau keluarga saya tinggal seatap dengan jin yang tidak tenang” kata satrio
“ya, menurut mas bagaimana tentang ini?, ini adalah tahun ke 100nya, tapi.. saya tidak bisa merasakan kehadiranya, saya hanya bisa merasakan sosok lain yang memang sudah lama ikut menghuni disini” kata saya yang balik bertanya..
“menurut cerita mas rizal tadi teman mas itu mengatakan kalau meminta mas rizal datang tepat 3 purnama setelah pertemuan terakhirnya dengan mas rizal?” tanya satrio yang menyelidik...
“iya.. dan itu tepat hari ini” jawab saya dengan yakin..
“ada satu hal yang terlewat olehmu mas” jawab satrio yang menengadah kelangit..
“hari ini masih sore ...”
**
Saya baru sadar setelah perkataan satrio tadi yang menjelaskan bahwa terlalu dini bagi saya, saya terlalu cepat sampai.. satrio menawarkan saya untuk menunggu didalam rumah, menunggu sampai mentari yang masih berpijar berganti menjadi rembulan dengan purnama penuh...
Saya ,dijamu dengan baik oleh satria, sersan muda ini tidak menyangkal setiap jawaban dari pertanyaan yang dia tanyakan, menunjukan bahwa dia adalah orang yang rendah hati dan siap mengosongkan gelas, untuk sebuah hal tabu yang dia terima...
Waktu terus berjalan, dan matahari sudah condong ke barat, rembulan penuh sudah mulai tampak dengan samar dari arah lain, menunjukan bahwa ini sudah dekat dengan saatnya... saya sudah menunggu beberapa tahun untuk malam ini, dan sari sudah menunggunya tepat 100 tahun, Saya memberikan masukan agar satrio mengungsi bersama keluarga, karena saya tidak tau apa yang akan terjadi malam ini, dan hal gaib bukanlah sesuatu yang dapat dilawan dengan sangkur atau senapan SS2 miliknya, satrio setuju. Tapi hanya anak istrinya yang dia minta untuk malam ini tidak tidur dirumah, dia memilih ikut dengan saya, sekedar menemani saya, dan mendapat pengalaman baru yang tidak bisa dia lihat dan dia rasakan. Saya tersenyum dan dalam hati berkata kalau nama satrio pantas dia sandang...
Kamimenunggu didalam rumah, ditemani kopi dan makanan yang disediakan istri satrio, saya menganggapnya sebagai seorang yang amanah untuk menjaga rahasia,maka ketika dia bertanya maka saya jawab dengan apa adanya kecuali bagian ketika saya sudah pernah kehilangan istri dan sudah beristri lagi, saya hanya mengatakan bahwa saya sudah berkeluarga.
Yang tanpa dibantah dan dijawab dengan kalimat tasbih oleh satrio, dia menghormati saya tanpa banyak bertanya karena dia tau pertanyaan yang berkaitan dengan masa lalu saya adalah berarti saya mengorek luka yang sudah kering.
**
Saya menunggu cukup lama, sudah lewat jam 21.00 tapi tidak ada tanda kemunculan apapun, disitu saya mulai khawatir kenapa dan ada apa ini... saya pasang indra saya untuk saya maksimalkan kebatas kepekaan maksimal yang saya bisa, tapi tetap saja.. energi yang saya rasakan hanya berasal dari penghuni lain sekitar..
Asbak didepan satrio sampai penuh dengan abu dan puntung rokok yang dia sulut terus menerus.
“mas rizal tidak perlu khawatir, malam ini mungkin akan jadi penantian yang pantas untuk mas rizal, saya merasa ada maksud baik dari 100 tahun ini, dan mungkin hal itu tidak bisa dijelaskan selain dari penafsiran orang yang mengerti dari hidup mas rizal” kata satrio yang sepertinya tau kenapa saya gelisah..
Saya mengangguk, dan mengerti maksud kalimat bijak yang dia katakan barusan, saya ikut duduk dan tetap berusaha merasakan dimana posisi sari. Sambil berbincang dengan satrio...
**
“Tutur bener puniku,
Sayektine apantes tiniru
Nadyan metu saking wong sudra papeki
Lamun becik nggone muruk
Iku pantes sira anggo”
Waktu itu jam sepuluh malam, saat saya masih sabar menanti sari, dan terdengar tembang yang familiar, tembang macapat yang mungkin hampir mirip seperti ini, tembang itu ditulis dalam bahasa jawa yang tidak saya mengerti, dan mungkin berarti seperti ini
“Ucapan benar itu
Sejatinya pantas diikuti
Meskipun keluar dari orang yang rendah derajatnya
Jika baik dalam mengajarkan
Itu pantas kamu pakai”
Suara tembang jawa dengan suara tinggi itu terdengar jelas ditelingaku, diiringi suara gending dan harum melati yang sangat pekat tercium menyengat hidungku. Saya sontak berdiri dan memandang keluar jendela, saya lirik satrio yang dia hanya mengikuti gerakanku tanpa bertanya.
Akhirnya saya merasakanya... energi itu, saya hafal ini adalah milik sari, saya keluar rumah dan masuk ke halaman, saya jelas merasakan energinya, tapi sari belum menampakan diri... tungguu..
Ada apa ini????
LKLIK LANJUTAN
Diubah oleh kulon.kali 02-01-2017 16:35



klentingabuabu dan 15 lainnya memberi reputasi
12