Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

beruangbengkakAvatar border
TS
beruangbengkak
Nabi Muhammad yg terhormat, Fir'aun yg hina (hubungannya dengan perda Ramadhan)
Nabi Muhammad SAW insan yg terhormat, Fir'aun makhluk yg hina dan dihinakan

Spoiler for mohon maaf semuanya sebelum koment mohon baca ini dl ya:


Puasa adalah Ujian,
"Apakah manusia mengira bahawa mereka akan dibiarkan mengatakan: Kami telah beriman, sedang mereka belum diuji?" (Q.S. Al-Ankabut: 2)

Menguji seberapa kuat kamu menahan hawa nafsu
Menguji seberapa kuat iman dan taqwamu
Bukan menguji seberapa kuat kamu memaksa agar warung bisa ditutup
Bukan menguji seberapa banyak warung yang bisa kau tutup

Ketika ada yg kalap, lalu bikin meme dengan logika terbalik:
*kalau gitu biarin aja orang jualan narkoba, toh yg beriman tidak akan beli*
*kalau gitu biarin aja pramuriaan, toh yg beriman tidak akan kesana*
Dan lain sebagainya
Ketahuilah hal-hal tersebut memang sudah dilarang (diharamkan) bahkan tanpa kau puasa,
apalagi sedang puasa ya semakin ngga boleh dong.

Sementara dalam puasa, dirimu diuji dengan tambahan ujian yg sebelumnya halal (boleh) bagimu
Menggauli istri/suami yg sah, halal untukmu
Makan & minum, halal untukmu

Namun ketika kau berpuasa, apa yg halal untukmu dijadikan ujian bagimu
Ketika kau berpuasa, dirimu dilarang menggauli istrimu
Ketika kau berpuasa, dirimu dilarang makan & minum
Itulah ujian bagimu

Lantas, dengan ujian itu...
Apakah kau menjauhi istri/suami-mu selama berpuasa? Atau cukup hanya dengan tidak menggaulinya?
Apakah kau memaksa tutup warung selama berpuasa? Atau cukup dengan tidak makan & minum?

Kalau kau menjauhi istri/suami-mu, dimana letak ujianmu?
Kalau kau memaksa tutup warung (apalagi dgn amarah), dimana letak ujianmu?

Perlukah selama berpuasa, kau mengurung diri sendirian disuatu tempat terpencil (hutan, gurung, dll) atau ruangan tertentu sampai tiba waktu berbuka?
Demi menghindari istri/suami-mu,
Demi menghindari warung-warung yg terbuka

Kalau seperti itu, dimana letak ujian bagimu?

sehingga ada pertanyaan:
"apa sih fungsi perda menutup warung di bulan ramadhan bagi orang yg bertaqwa?"

jawabannya:
fungsinya *TIDAK ADA SAMA SEKALI*
karena, orang yg bertaqwa tidak akan terpengaruh apakah warung buka ataupun tutup, dia tetap akan berpuasa

sama halnya dengan orang yg tdk bertaqwa,
fungsinya jg *TIDAK ADA SAMA SEKALI*
karena warung buka ataupun tutup, dia tetap TIDAK berpuasa

jd kenapa ribut masalah warung buka atau tutup?
bukan se-simple itu masalahnya...

masalah muncul ketika ada jargon
1. *hormatilah orang yg berpuasa*
lalu muncul jargon tandingan
2. *hormatilah orang yg tidak berpuasa*

jargon tandingan *hormatilah orang yg tidak berpuasa* bukanlah suatu pernyataan yg ingin bilang orang yg tidak berpuasa minta dihormati, TIDAK

toh yg ngomong begitu orang2nya sebenarnya juga pada puasa...
jargon itu muncul sebagai bentuk perlawanan, sarkasme ataupun sindiran terhadap jargon yg pertama *hormatilah orang yg berpuasa*

jargon yg dikeluarkan oleh saudara2 muslim seiman kita *hormatilah orang yg tidak berpuasa* bukanlah untuk melemahkan Islam
justru sebaliknya, itu di dengungkan untuk menjaga kehormatan Islam

yg jd pertanyaan penyebaran jargon *hormatilah orang yg berpuasa*
apakah benar untuk menghormati orang berpuasa? menghormati islam?
ataukah malah mempermalukan islam?

apakah jargon ini murni untuk menegakkan Islam?
atau karena ego minta dihormati semata?
atau dikeluarkan demi menyokong karir politiknya?
atau hanya ikut2an saja karena yg lain juga teriak2 hal yg sama

padahal zaman kami SD-SMP tidak ada tuh perda seperti itu dan tidak ada jargon seperti itu...
toh kami tetap berpuasa walaupun banyak warung-warung yg buka
jd sebenarnya untuk siapa perda itu?

kenapa orang yg berpuasa minta dihormati?
padahal kita diajarkan dalam beribadah itu harus ikhlas karena Allah SWT
lalu kenapa minta dihormati kepada makhluk?

ngga malu?
Puasa kok mau minta dihormatin sama sesama manusia?
apakah nanti pahalanya minta ama manusia?

PUASA ITU MENGENDALIKAN DIRI,
BUKAN MENGENDALIKAN WARTEG

namun ada saja yg ngeles lg dengan pernyataan,
"menutup warung itu bukan untuk menghormati yg puasa tp untuk menghormati bulan ramadhan dan menghormati Islam"

yakin dengan begitu Islam bakalan terhormat?
ataukah dengan begitu kita malah mempermalukan Islam?

Islam merupakan agama yg Rahmatan Lil Alamin
rahmat untuk semesta alam
bukan Rahmatan Lil Muslimin (rahmat hanya untuk kaum muslim)

karena jargon ini bukannya islam tambah dihormati
malah citra islam
citra agama kita makin terpuruk akibat pemaksaan-pemaksaan seperti ini, yg tidak ada dalilnya tentang pemaksaan penutupan warung ini

masa orang yg tidak berpuasa (anak2, wanita haid / hamil, orang tua *uzur*, musafir, non-muslim, pekerja berat, dll dll dll)
kita paksa ikut2an juga untuk berpuasa

dimana dalilnya?
dan dimana lakum dinukum waliyadin-nya
(bagimu agamamu bagiku agamaku)

apakah tidak malu?
agama Islam yg kita cintai jadi seperti ini

apakah tidak malu?
*oh begitu toh islam, agama yg main paksa2-an, bahkan orang yg tak berpuasa bahkan non-muslim juga dipaksa berpuasa*
makin rusak kehormatan islam klo gini caranya ditangan penganutnya sendiri
bukannya malah makin bagus...

kita yg berpuasa, orang lain yg dipaksa ikut2an

"Sesungguhnya diwajibkan atas kamu berpuasa..."
bukan ngurusin orang lain puasa atau tidak, dengan cara merazia dan menutup2 warung2 yg ngasih makan orang yg tidak puasa (anak2, wanita haid / hamil, orang tua *uzur*, musafir, non-muslim, pekerja berat, dll dll dll)

bahkan sampai restoran yg menjual makanan untuk non-muslim yg notabene tak berpuasa pun ikut2an kena razia
(contoh restoran2 yg menjual daging babi yg jelas2 tidak halal, muslim pun tidak mungkin masuk kesana, ngapain di razia juga)

logikanya dia itu jualan babi,
logikanya itu perkampungan non-muslim,
karena mereka non-muslim berarti mereka ngga puasa
karena mereka ngga puasa ya wajar donk mereka makan siang


sehingga logikanya kurang kerjaan muslim makan disitu
apa mereka yg non-muslim harus DIPAKSA ikut puasa juga?
bukannya ada yg berdalih buat ngelindungin muslim supaya ngga makan disana?
loh itu warung babi....
jadi alasan sebenarnya MEMAKSA warung tutup saat puasa apa sih?
minta penghormatan manusia?
apakah nanti pahalanya minta sama manusia juga?

perlukah kita mengemis2 minta penghormatan sampai memaksa2 minta dihormati seperti itu?

tauladan kita siapa?
Nabi Muhammad SAW atau fir'aun?

Nabi Muhammad SAW seorang insan yg mulia,
seorang insan yg terhormat *TANPA PERNAH BELIAU MINTA*apalagi memaksa minta dihormati
beliau memiliki sifat rendah hati, bahkan diantara non-muslim pun banyak yg menghormati beliau apalagi yg muslim yg notabene adalah kewajiban kita...

bandingkan dengan fir'aun,
seorang makhluk yg hina bahkan dihinakan, dia memaksa2 minta dihormati tak tanggung2 semua orang DIPAKSA untuk menghormatinya
apa yg didapatnya? bukan kehormatan...
malah kehinaan,
tak tanggung2 3 agama samawi menghinakan dan menistakaan fir'aun

tidakkah kita belajar dr perbandingan ini?
masih memaksa minta dihormati saat puasa?

kita diajarkan dr kecil untuk berpuasa ikhlas karena ALLAH, bukan untuk minta dihargai oleh manusia...

kalian puasa senin-kamis?
puasa 3 hari setiap tengah bulan?
apakah setiap senin-kamis dan 3 hari tiap tengah bulan juga perlu memaksa warung tutup yg katanya demi islam?
yg katanya demi menghormati orang yg puasa?

kalau menutup warung karena *yg berpuasa ingin dihormati oleh manusia* apalah arti ibadah kita dihadapan Allah?

Namun ada lagi yg ngeles dengan mengatakan:
*Warung itu memfasilitasi kemaksiatan (membatalkan orang puasa) sehingga harus dipaksa tutup*

Kenapa malah dipukul rata semua warung melakukan / memfasilitasi kemaksiatan dengan cara DIPAKSA tutup?
Padahal pada suatu daerah diperbolehkan jualan pada siang hari tp tidak boleh makan ditempat hanya boleh bungkus
(itu lebih terhormat drpd MAKSA TUTUP, MAKSA PUASA MINTA DIHORMATI)

Dan itupun dengan syarat, ditanya macam-macam dl yg makan siapa, beli untuk apa, muslim / non-muslim dan sebagainya, kalau dia udah nanya seperti itu lepaslah sudah kewajibannya,
Dan warung tersebut haruslah ditutup sehingga kalau ada orang yg makan tidak terlihat dari luar.
Kecuali ada muslim yg sedang puasa namun kurang kerjaan nengok ke dalam warung

Padahal masih banyak fungsi warung lainnya, misalnya pedagang tersebut menjual untuk orang2 yg secara syar'i tidak wajib puasa pada saat itu anak2, wanita haid / hamil, orang tua *uzur*, musafir, non-muslim, pekerja berat, dll dll dll

Kalau alasannya hanya karena warung bisa menimbulkan maksiat memfasilitasi orang batal puasa
maka air PDAM pun bisa menjadi fasilitas maksiat
kenapa air PDAM tidak ditutup juga?
(dan ini fakta, saya waktu SMP sering liat kakak2 kelas lg puasa malah minum lewat air kran masjid)

Warung tutup, dirumahnya masing2 ada sedia makanan & minuman di dalam kulkas atau di dalam lemari dapur maupun lemari makanan kenapa tidak di razia juga kalau memakai logika seperti yg kalian sebutkan itu?

Pohon-pohon yg buahnya bisa dimakan pohon pisang, jambu, apel, mangga, belimbing dan lain sebagainya bisa juga dimakan dan BERPOTENSI membatalkan puasa kenapa tidak dirazia juga?

Sedangkan zaman Nabi anak2 diajarin puasa juga, itupun orang2 tetep ada yg jualan buah sebagainya pada siang hari bukankah makan buah jg bisa membatalkan puasa? kenapa tidak dirazia? kenapa tidak dilarang?

Bahkan anak2 diberi mainan dr kapas (sejenis harum manis kalau kita sekarang) sehingga anak2 puasa namun bisa tetap bermain dengan makanan itu tanpa membatalkan puasanya (ada yg jual)
tp diajarin, diberi keterangan, diberi ceramah diberi pemahaman, diberi pengertian bahwa tidak boleh memakan itu sampai waktu berbuka tiba

Begitulah ada pengertian diberikan bahkan kepada anak-anak
Bukannya memaksa menutup warung

Karena dalam puasa, yg dilatih itu iman & taqwa
Bukan melatih bagaimana menutup paksa warung dengan baik dan benar
Karena dalam puasa, yg diuji itu keimanan & ketaqwaan
Bukan menguji seberapa banyak warung yg bisa kau tutup
Karena puasa itu tergantung iman & taqwa
Bukan tergantung dari buka atau tutupnya warung


ngga ada abisnya ngelesnya
dari pertama minta dihormatin, lalu lari ke alasan warung bisa bikin muslim batal (warung babi?), lalu lari lg ke alasan bisa memfasilitasi kemaksiatan (bikin batal), nanti klo udah dijawab lagi itu ada aja lagi larinya juga....

buat yg bilang gw kekeuh banget dengan pendapat gw
lah sama aja situ juga kekeuh banget dengan pendapat situ sampe lari kemana2 alasannya, dari alasan yg satu dikasih argument lari lagi ke alasan yg lain


PUASA ITU MENGENDALIKAN DIRI,
BUKAN MENGENDALIKAN WARTEG


Puasa itu menahan nafsu
Bukan mengumbar hasut
Puasa itu karena Allah
Tidak butuh dihormati
Tidak jg butuh dihargai

Berpuasa kok marah?
marah ke warung buka
marah ke gambar salib
Berpuasa kok ngumbar nafsu?
ngumbar nafsu nuntut dihormati
ngumbar nafsu nuntut dihargai

yg lebih parahnya lg ketika ada yg menjadikan nyepi sebagai perbandingan
kalian bilang saat nyepi toh bandara di bali di tutup
kalian tau bedanya puasa & nyepi dimana?

dalam puasa kalau ada warung buka atau orang makan disamping kita, puasa kita ngga akan batal selama kita ngga ikut makan

sedangkan orang nyepi itu harus full berdiam diri dalam rumah, klo ngga berdiam diri nyepinya batal
udah ngerti bedanya?

warung buka atau tutup tak mempengaruhi ketaqwaan muslim
sedangkan bandara buka atau tutup mempengaruhi nilai ibadah orang hindu di bali sukses atau tidak nyepinya

lain halnya kalau warung buka lalu kita dipaksa makan diwarung itu sehingga puasa kita jd batal
ini ngga kan?
warung buka, klo kita emang niat puasa ya puasa aja buka/tutup warung ngga mempengaruhi puasa kita batal atau ngga

klo bandara, ini terkait masalah keselamatan & kenyamanan konsumen...
sebagian besar karyawan bandaranya nyepi-an

klo yg ngga nyepi masuk kerja yg ngehandle pekerjaan karyawan yg sedang libur siapa?
sanggup?

misal aja karyawan yg kerjanya di ATC setengah aja ruang ATC kosong
pesawat banyak tabrakan gara2nya
mau disalahin?
mending diliburin kan semua?
kecuali ada yg sanggup nge-handle semua pekerjaan karyawan yg libur gara2 nyepi-an

sama halnya ketika hari raya agama lain...
ketika natal, nasrani maupun non-nasrani libur semua kan?
ketika idul fitri / idul adha muslim maupun non-muslim libur semua kan?
begitu juga nyepi hindu maupun non-hindu libur semua...

contoh lg: kalau pengendara motor menerobos lampu merah dia membahayakan jiwa orang lain,
sehingga dibikin aturan FUNGSINYA supaya tidak ada yg celaka supaya tidak membahayakan....

sedangkan warung?
warung buka pada siang hari bulan ramadhan membahayakan siapa??

mengutip dr tulisan Kang Hasan *AGAMA DEFENSIF*

"Kita menutup warung bulan puasa diributkan. Tuh, Bupati Jayawijaya juga melarang orang jualan di hari Minggu. Sama aja, kan?"

Ungkapan seperti itu sebenarnya sering saya dengar dari anak-anak saya yang masih SD. Kalau salah satu disuruh berhenti melakukan sesuatu sementara yang lain masih boleh, maka ia akan protes,"Abang kok boleh?" Artinya, orang-orang yang begitu hanya sosok tubuhnya saja yang dewasa. Mentalnya masih kanak-kanak.

"Two wrongs don't make a right." (2 kesalahan tidak membuat kebenaran) Seharusnya begitu. Hanya karena ada pihak lain melakukan kesalahan yang sama dengan kita, tidak membuat kesalahan kita jadi benar. Tapi ini memang bukan soal salah benar. Ini soal membenarkan diri. Jadi kalau pihak sana melakukan kesalahan, artinya saya juga boleh. Two wrongs make a right. (2 kesalahan membuat kebenaran)

Kita tidak lagi berlomba-lomba melakukan kebaikan, melainkan berlomba-lomba melakukan kesalahan. Yang penting ego terpuaskan. Saya bisa melakukan yang saya mau, karena saya mayoritas yang berkuasa. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu, saya juga harus bisa. Kemudian harus ada sesuatu yang hanya saya yang boleh melakukan. Itulah previllege mayoritas, yang tidak boleh dilakukan oleh minoritas.

Orang di daerah mayoritas muslim melarang pendirian gereja, menghalangi kegiatan penginjilan. Orang di daerah mayoritas Kristen melarang pendirian mesjid dan menghambat dakwah Islam. Agama menjadi alat untuk saling menjatuhkan, kemudian saling bunuh.

Bukankah agama seharusnya berdiri di atas fondasi kebenaran? Kalau ada pihak yang melakukan kesalahan seharusnya kita tidak meniru. Kita tetap istiqamah dalam kebenaran. Lucunya kita merasa diperlakukan tidak adil ketika kita dicegah dari kemungkaran, saat ada pihak lain masih melakukan kesalahan. Makna adil pun kita selewengkan. Adil itu basisnya kebenaran, bukan kesamaan.

Karena agama kita menjadi defensif, bertahan mati-matian dalam kesalahan.



Quote:




Quote:
Diubah oleh beruangbengkak 18-06-2016 08:58
suryoleovaldano
suryoleovaldano memberi reputasi
1
63K
590
Thread Digembok
Tampilkan semua post
Blue_EyesAvatar border
Blue_Eyes
#443
Quote:




Biar ga dibilang Hit & Run.

Skearang dari awal post TS ga ada nyebutin 1 dalil yang ada di Al quran dan Al hadist. Kalo ga salah si agan morning.owl juga minta

Memang dalm agama harus pakai Akal Logika. Tetapi ada juga yang tidak bisa pakai Akal Logika.

Memang benar Ulama 4 madzhab juga manusi yang ada salahnya. Tetapi mereka juga berkata sesuai demgan al quran dan al hadist dan mereka juga bukan sembarang orang. Mungkin mereka menghabiskan separuh hidupnya mengkaji Al quran dan al hadits Tidak seperti saya dan Agan TS

Ini ada lagi refrensi yabg bisa mencerahkan agan TS. Kalo refrensi saya bawa ini salah tolong sanggah dengan dalil. Jangan disanggah dengan AKAL LOGIKA agan TS yang kapasitasnya kita semua belum tau

HUKUM MEMBUKA WARUNG MAKAN DI SIANG HARI RAMADHAN MENURUT MAZHAB SYAFI’I DAN KEWAJIBAN PEMERINTAH

➡ Tidak berpuasa di bulan Ramadhan tanpa alasan yang dibenarkan syari’at adalah dosa yang sangat besar, karena puasa termasuk kewajiban yang agung bahkan termasuk rukun Islam yang lima. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda tentang dua malaikat yang membawa beliau di dalam mimpi beliau –dan mimpi para nabi ‘alaihimussalaam adalah wahyu-,

ثُم انْطَلَقَا بِي فَإِذَا قَوْمٌ مُعَلقُونَ بِعَرَاقِيبِهِمْ، مُشَققَةٌ أَشْدَاقُهُمْ تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا، قُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ الذِينَ يُفْطِرُونَ قَبْلَ تَحِلةِ صَوْمِهِمْ

“Kemudian keduanya membawaku, maka tiba-tiba ada satu kaum yang digantung terikat di pergelangan kaki-kaki mereka, dalam keadaan robek mulut-mulut mereka serta mengalirkan darah, aku pun berkata: Siapa mereka? Dia menjawab: Mereka adalah orang-orang yang berbuka puasa sebelum dihalalkan atas mereka untuk berbuka puasa.” [HR. An-Nasaai dalam As-Sunan Al-Kubro dari Abu Umamah radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 3951]

➡ Oleh karena itu wajib bagi seorang muslim yang mengetahui orang yang tidak berpuasa tanpa alasan syar’i untuk menegurnya dan menasihatinya. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ

“Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, apabila ia tidak mampu maka dengan lisannya, dan apabila ia tidak mampu maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman.” [HR. Muslim dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu'anhu]

➡ Hadits yang mulia ini juga menunjukkan bahwa wajib bagi pemerintah untuk merubah kemungkaran dengan tangan, karena pemerintah memiliki kekuatan dan kemampuan untuk melakukannya. Asy-Syaikh Al-‘Allaamah Ibnu Baz rahimahullah berkata,

فالإنكار يكون باليد في حق من استطاع ذلك كولاة الأمور، والهيئة المختصة بذلك فيما جعل إليها، وأهل الحسبة فيما جعل إليهم، والأمير فيما جعل إليه، والقاضي فيما جعل إليه، والإنسان في بيته مع أولاده وأهل بيته فيما يستطيع

“Maka mengingkari kemungkaran hendaklah dilakukan dengan tangan bagi siapa yang memiliki kemampuan untuk melakukannya, seperti pemerintah, badan khusus yang ditugaskan untuk itu, petugas amar ma’ruf nahi mungkar yang ditugaskan, gubernur/walikota yang ditugaskan, hakim yang ditugaskan, dan setiap orang di dalam rumahnya terhadap anak-anak dan keluarganya yang berada dalam batas kemampuannya (untuk mengingkari dengan tangan).” [Majmu’ Al-Fatawa, 6/51]

➡ Dan membuka warung makan di siang hari bulan Ramadhan serta menjual makanan kepada orang-orang yang tidak memiliki alasan syar’i untuk berbuka puasa, seperti bukan karena haid, nifas, musafir dan orang sakit, maka termasuk kemungkaran.

FATWA ULAMA MAZHAB SYAFI'I

Salah seorang ulama mazhab Syafi’i, Asy-Syaikh Abu Bakr Ad-Dimyathi Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,

وذلك كبيع الدابة لمن يكلفها فوق طاقتها، والأمة على من يتخذها لغناء محرم، والخشب على من يتخذه آلة لهو، وكإطعام مسلم مكلف كافرا مكلفا في نهار رمضان، وكذا بيعه طعاما علم أو ظن أنه يأكله نهارا

“Yang demikian itu (sebagai contoh menjual barang yang dapat mengantarkan kepada maksiat) seperti menjual hewan tunggangan yang akan dibebani melebihi kemampuannya, budak wanita yang akan dipekerjakan untuk nyanyian yang haram, kayu untuk dibuat alat hiburan yang melalaikan, muslim mukallaf memberi makan kepada orang kafir mukallaf di siang hari Ramadhan, demikian pula menjual makanan kepada orang yang ia ketahui atau ia sangka akan memakannya di siang hari Ramadhan.” [I’aanatut Thaalibin, 3/30]

Ulama mazhab Syafi’i yang lain, Asy-Syaikh Sulaiman bin Umar Al-Azhari rahimahullah menyebutkan fatwa Asy-Syaikh Muhammad bin Asy-Syihab Ar-Romli rahimahullah,

يَحْرُمُ عَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يَسْقِيَ الذمي فِي رَمَضَانَ بِعِوَضٍ أَوْ غَيْرِهِ لِأَن فِي ذَلِكَ إعَانَةً عَلَى مَعْصِيَةٍ

“Haram atas seorang muslim memberi minum kepada orang kafir yang tinggal di negeri muslim pada siang hari Ramadhan, apakah dengan cara dijual atau dengan cara lain, karena itu berarti menolong dalam kemaksiatan.” [Haasyiatul Jamal ‘ala Syarhi Manhajit Thullaab, 5/226]

FATWA ULAMA BESAR AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH DI MASA INI

Fatwa Komite Tetap untuk Pembahasan Ilmiah dan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia,

لا يجوز فتح المطعم في نهار رمضان للكفار ولا خدمتهم فيه؛ لما فيه من المحاذير الشرعية العظيمة، من إعانة لهم على ما حرم الله، ومعلوم من الشرع المطهر أن الكفار مخاطبون بأصول الشريعة وفروعها، ولا ريب أن صيام رمضان من أركان الإسلام، وأن الواجب عليهم فعل ذلك مع تحقيق شرطه وهو الدخول في الإسلام

“Tidak boleh membuka rumah makan di siang hari Ramadhan untuk orang-orang kafir dan membantu mereka untuk makan, karena itu sangat terlarang dalam syari’at, yaitu menolong mereka untuk melakukan apa yang Allah haramkan, karena dimaklumi bahwa orang-orang kafir pun diperintahkan untuk mengamalkan pokok syari’at dan cabangnya, dan tidak diragukan lagi bahwa puasa Ramadhan termasuk rukun Islam, maka wajib atas mereka berpuasa dengan memenuhi syarat puasa, yaitu masuk Islam.” [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 9/37 no. 17717]

Asy-Syaikh Al-Faqih Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,

لا يجوز فتح المطاعم ولو للكفار -وطبعاً للمسلمين غير مفتوحة- في أيام رمضان، ومن رأى منكم صاحب مطعم فتحه في رمضان وجب عليه أن يبلغ الجهات المسئولة لمنعه، ولا يمكن لأي كافر أن يظهر أكلاً أو شرباً في نهار رمضان في بلاد المسلمين، يجب أن يمنع من ذلك

“Tidak boleh membuka warung makan walau untuk orang-orang kafir -dan tentu saja bagi kaum muslimin juga tidak boleh dibuka- selama siang hari bulan Ramadhan. Barangsiapa yang melihat pemilik warung makan yang membukanya di siang Ramadhan maka wajib bagi yang melihat tersebut untuk melaporkan kepada pihak yang berwenang (pemerintah) untuk melarangnya, dan tidak boleh bagi orang kafir siapa pun untuk menampakkan aktivitas makan dan minum di siang hari Ramadhan di negeri-negeri muslim, wajib untuk mencegahnya.” [Al-Liqo’ Asy-Syahri, no. 8]

➡ Karena tidak sepatutnya seorang muslim meridhoi atau bahkan membantu orang-orang yang melakukan kemungkaran besar ini. Allah ‘azza wa jalla telah mengingatkan,

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِر وَالتقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتقُوا اللهَ إِن اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” [Al-Maidah: 2]

➡ Dan tidaklah patut bagi setiap muslim untuk mendiamkan kemungkaran karena takut celaan media. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

أَلَا لَا يَمْنَعَن رَجُلًا هَيْبَةُ الناسِ أَنْ يَقُولَ بِحَق إِذَا عَلِمَهُ

"Perhatikanlah, janganlah rasa segan kepada manusia menghalangi seseorang untuk mengucapkan yang benar ketika ia telah mengetahuinya." [HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu'anhu, Ash-Shahihah: 168]

➡ Inilah hikmahnya mengapa dipersyaratkan untuk diangkat sebagai pemimpin atau para pembantunya adalah orang-orang yang kuat dan terpercaya, agar tidak mudah ditekan oleh pihak lain dalam menegakkan hukum, tidak terkecuali tekanan media-media perusak bangsa. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

وَيَنْبَغِي أَنْ يَعْرِفَ الْأَصْلَحَ فِي كُل مَنْصِبٍ فَإِن الْوِلَايَةَ لَهَا رُكْنَانِ: الْقُوةُ وَالْأَمَانَةُ. كَمَا قَالَ تَعَالَى: {إن خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِي الْأَمِينُ} وَقَالَ صَاحِبُ مِصْرَ لِيُوسُفَ عَلَيْهِ السلَامُ إنك الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ

“Sepantasnya seseorang mengetahui (memilih) yang paling layak dalam setiap jabatan, karena kepemimpinan harus memiliki dua rukun, yaitu kuat dan amanah, sebagaimana firman Allah,

إن خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِي الْأَمِينُ

“Sesungguhnya sebaik-baik orang yang engkau pekerjakan adalah orang yang kuat lagi amanah.” (Al-Qoshosh: 26)

Dan berkata penguasa Mesir kepada Nabi Yusuf ‘alaihissalaam,

إِنكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ

“Sesungguhnya engkau pada hari ini di sisi kami adalah orang yang kuat lagi amanah.” (Yusuf: 54).” [Majmu’ Al-Fatawa, 28/253]

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
0