She finds it hard to trust someone,
She's heard the words cause they've all been sung.
She's the girl in the corner,
She's the girl nobody loved.
But I can't, I can't, can't stop thinking about you everyday,
And you can't, you can't,
you can't listen to what people say.
They don't know you baby,
Don't know that you're amazing,
But I'm here to stay.
When you lose your way and the fight is gone,
Your heart starts to break
And you need someone around now.
Just close your eyes while I put my arms above you,
And make you unbreakable.
She stands in the rain, just to hide it all.
If you ever turn around,
I won't let you fall down now.
I swear I'll find your smile,
And put my arms above you,
And make you unbreakable.
I'll make you unbreakable.
Cause she's the girl that I never had,
She's the heart that I wanted bad.
The song I heard on the radio
That made me stop and think of her.
And I can't, I can't, I can't concentrate anymore.
And I need, I need,
Need to show her what her heart is for,
It's been mistreated badly,
Now her world has started falling apart,
Falling apart.
When you lose your way and the fight is gone,
Your heart starts to break
And you need someone around now.
Just close your eyes while I put my arms above you,
And make you unbreakable.
She stands in the rain, just to hide it all.
If you ever turn around,
I won't let you fall down now.
I swear I'll find your smile,
And put my arms above you,
And make you unbreakable.
You need to know that somebody's there all the time,
I'd wait in line, and I hope it yours.
I can't walk away 'til your heart knows,
That it's beautiful.
Oh, I hope it knows, It's beautiful.
When you lose your way and the fight is gone,
Your heart starts to break
And you need someone around now.
Just close your eyes while I put my arms above you
And make you unbreakable.
She stands in the rain, just to hide it all.
If you ever turn around,
I won't let you fall down now.
I swear I'll find your smile,
And put my arms above you,
And make you unbreakable.
Cause I love, I love, I love, I love you darling.
Yes I love, I love, I love, I love you darling.
And I'll put my arms around you,
And make you unbreakable.
Tujuh tahun bukan waktu yang sebentar untuk tetap mengingat sesuatu, tapi jelas sesuatu yang sangat lama untuk melupakan seseorang. Entah kenapa gua nggak bisa mengingkari hati untuk langsung percaya begitu Marcella bilang kalau dia menunggu gua selama itu, tanpa berpaling kepada satu orang pun. Untuk ukuran kesetiaan mungkin ini sesuatu yang spesial, tapi entah kenapa masih terdengar sedikit mustahil' buat gua sendiri.
Dalam perjalan menuju ke rumah Marcella. Malam itu, dia memeluk gua erat, seakan enggan berpisah. Ditengah kemacetan Jakarta yang umum, diantara klakson kendaraan yang saling bersahutan dan sesekali terdengar makian supir angkot. Gua memandang wajah teduhnya melalui pantulan kaca spion motor gua.
"Cel,..."
"Ya..."
"Tujuh taun nggak sebentar lho.."
"Memang..."
"Dan lu nggak sekalipun deket sama satupun cowok..?"Marcella nggak langsung menjawab, melalui kaca spion gua melihatnya tersenyum.
"Trus, apa jawaban lu?"
Marcella memeluk gua semakin erat.
"Kalo lo nanya kenapa gue masih nunggu lo? ya karena gue udah pernah janji sama lo.. tapi kalo lo nanya alasannya?.."
"Apa alesannya?"
Gua memotong jawaban Marcella dengan pertanyaan lainnya.
"Harus banget gue jawab rif?"
"Ya nggak sih, tapi gua jadi penasaran..."
"Ya karena cinta lah..."
"Oooh.."
Gua meng-oh-kan jawaban dari Marcella, sambil tak henti-hentinya tersenyum.
"Kenapa kok lo nanya gitu rif?"
"Mmm.. menurut gua sih agak sedikit janggal, kok bisa-bisa-nya cewek kayak lu, mau nunggu gua segitu lama... padahal nggak ada untungnya kan buat lu?" Marcella lalu mencubit pinggang gua.
"Ya namanya cinta mah nggak kayak dagangan kali, ada perhitungan untung ato rugi.. lagian kok gue yang cina malah lo yang musingin untung-rugi..."
"Hahahaha...."
Begitu gua tertawa, Marcella semakin keras mencubit pinggang gua. Sakit-nya terasa, tapi lebih terasa cinta-nya. Cinta-nya Marcella yang sudah menunggu gua sangat lama dan kini mulai kembali. Dan mulai saat ini gua punya tugas baru; Mengenal kembali Marcella.
---
Nggak seberapa lama, kami akhirnya tiba di sebuah rumah yang dulu sekali sangat gua kenali. Rumah yang berada di dalam sebuah gang sempit, dengan pagar tinggi yang kini cat-nya dibiarkan terkelupas. Nggak hanya pagarnya, beberapa bagian rumah seperti tembok dan plafon atap-nya terlihat tidak terawat dengan banyak bagian yang rusak dan lapuk karena sering terkena air. Marcella turundari boncengan sepeda motor dan bergegas membuka pintu pagar yang berdecit saat dibuka.
"Ayo masuk...malah bengong..." Marcella bicara, membuyarkan lamunan gua akan kenangan rumah ini.
Marcella lalu membuka pintu dan masuk kedalam, gua menyusul-nya. Begitu memasuki ruang tamu, bau khas obat-obatan yang bercampur dengan aroma seperti kayu basah menusuk hidung gua. Marcella menggeser tirai dan membuka semua jendela yang berada di ruang tamu. Bangku-bangku rotan yang gua kenali kali ini terlihat tak terurus dan usang, salah satu kursi-nya malah terlihat teronggok disudut ruangan, rusak. Dari ruang tamu, Marcella terus berjalan menuju ke ruang sebelahnya, sambil berjalan Marcella menggandeng tangan gua. Ruang berikutnya, lebih gelap, tanpa jendela dan ventilasi, bau apek dan sedikit pesing merasuk kedalam hidung. Reflek, gua menutup hidung dengan
tangan. Marcella menoleh ke arah gua; tersenyum. Dia lalu membuka sebuah pintu disisi tembok paling kiri ruangan, cahaya kuning redup lalu menembus menerangi ruangan gelap dibelakang gua. Kamar yang baru saja Marcella buka, nggak segelap ruangan sebelumnya, namun untuk ukuran kamar yang 'normal' tentu saja pencahayaan ala warung remang-remang seperti ini nggak layak untuk ditinggali.
Begitu memasuki ruangan kamar, cahaya sedikit bertambah terang dengan sebuah layar televisi yang berpendar disudut ruangan. Didepan layar televisi, seorang pria tua duduk diatas kursi goyang. Pria tua itu gua kenali sebagai Opa Lie Jie, Opa yang dulu gua kenal sangat sehat dan bersemangat kini terlihat lesu diatas kursi, kedua tangannya menggantung lunglai, sementara matanya memandang nanar ke arah layar televisi. Dia menoleh pelan saat Marcella menyentuh pundaknya, kemudian membisiki-nya sesuatu. Opa lalu mendongak, mengarahkan pandangannya ke gua, lalu matanya mengawasi gua dari ujung kaki ke kepala, Opa lalu tersenyum.
"A.. r..i..f.." Terdengar suara Opa liri dan terbata-bata.
Marcella memberikan tanda ke gua melalui lambaian tangannya agar gua mendekat ke arahnya.Gua berjalan menuju ke arah Opa, sementara Marcella lalu meninggalkan kami berdua. Opa tersenyum ke arah gua, tatapan matanya memang sayu dan lesu namun masih tersisa bulir-bulir semangat yang tersisa disana. Opa terlihat seperti ingin bicara, tetapi mulutnya seperti tercekat, suara yang terdengar hanya "Aa... Aa.." sesekali terdengar dia menyebut nama gua atau Marcella dalam bicaranya yang kurang jelas. Gua hanya bereaksi dengan tersenyum sambil memegang punggung tangannya. Nggak begitu lama berselang, Marcella kembali sambil membawa mangkuk yang berisi bubur. Dia mengambil kursi kecil disudut ruangan, meletakkannya disebelah Opa dan perlahan mulai menyuapi Opa.
"Kayak ginilah kondisi Opa, rif..."
"..."
"Boro-boro, buat ngurus bengkel.. buat makan sendiri aja susah..."
"Trus kalo lu kerja, gimana?"
"Kalo siang gue bayar orang buat jagain opa.. kalo pagi sama malem ya gue yang jagain.."
Gua berdiri bersandar pada sisi tembok. Memandang Marcella tengah menyuapi Opa, sabar dan lembut. Wajahnya menyiratkan kasih sayang dan ketulusan yang seperti tanpa batas. Dalam hati gua bergumam ; "Kalo ada orang yang pantes gua jadiin istri.. ya dia orangnya... dia.."
"Gini banget ya rif hidup gue.." Marcella lalu mulai bicara, sambil tetap menyuapi Opa.
"Gini gimana?" Gua bertanya.
"Iya, gue Cina, Yatim piatu, bokap nyokap gua meninggal tanpa gue tau dimana pusara-nya, punya opa satu-satunya kondisinya sekarang kayak gini, dan punya pacar.. pergi.. nggak tau dimana rimba-nya.. "
"..."
Gua terdiam, nggak bisa berkata apa-apa, speechless.
Mungkin gua bakal merasakan hal yang sama jika berada pada posisi Marcella. Tapi, gua yakin gua nggak bakal bisa se-setia Marcella memegang teguh sebuah janji, gua juga nggak yakin bisa konsentrasi belajar atau kulaih dalam kondisi seperti dia, gua juga nggak yakin apakah masih bisa mengumbar senyum dan terlihat ceria dihadapan orang-orang seperti yang Marcella lakukan dan bahkan gua nggak yakin masih mampukah gua bertahan hidup dalam kondisi seperti yang Marcella rasakan.
Lagi-lagi Marcella mempermalukan gua.
---
Setelah selesai menyuapi Opa, Marcella lalu membasuh tubuh Opa dengan lap basah kemudian mengeringkannya. Dia juga terlihat sigap saat mengganti pakaian Opa dan menuntunnya ke atas tempat tidur. Sambil berjalan melewati gua, Marcella menggapai tangan gua dan menariknya. Kami lalu berjalan ke luar ruangan, kemudian menaiki sebuah tangga keramik menuju ke atas. Di lantai atas, Marcella lalu membuka pintu sebuah kamar; Kamar-nya.
Kamar ini terlihat lebih bersih dan lebih terang, mungkin karena pemiliknya wanita dan terdapat ventilasi yang 'normal' disini. Lantainya dingin tidak berkeramik, sementara pada dindingnya terdapat beberapa bagian cat yang mengelupas, tetapi kamar ini terlihat nyaman dan wangi. Di salahsatu sudut kamar terdapat sebuah kasur kecil dengan satu set lemari berdiri kokoh diseberangnya. Disudut sebelahnya terdapat sebuah meja belajar yangberhadapan langsung dengan jendela.
Marcella mengajak gua masuk kedalam. Ragu, gua akhirnya ikut melangkahkan kaki memasuki kamarnya . Marcella duduk diatas ranjang, sementara gua masih berdiri mematung didepan meja belajar kecil, memandang sekeliling kemudian menghabiskan tatapan ke arah luar melalui jendela.
"Suatu waktu gue pernah banget ngerasa gue nggak bisa ngelanjutin hidup, rif.."
Gua kaget begitu mendengar pengakuan Marcella, tapi masih belum mampu berkata apa-apa.
"Tapi setiap pikiran kayak gitu hadir, lo salalu muncul.."
"..."
"Entah cuma dalam mimpi, entah seperti bayangan lo, atau suara lo.."
"..."
"Saat gue ngerasa sendirian banget jalanin hidup, lo kayak selalu hadir, entah gimana, gue juga nggak tau. Tapi, gua nggak bisa ngebohongin kerinduan, rif.." Marcella bicara, kemudian berdiri dan mengambil figura foto seukuran postcard dari atas meja kecil disisi ranjang.
Gua masih berdiri terdiam, memandangi Marcella yang terlihat mengelus gambar yang ada didalam figura.
"Gue bahkan hampir menyerah, rif.. menyerah untuk mempertahankan janji... , menyerah untuk menunggu Arif-gue, yang nggak kunjung kembali..."
"..."
Gua nggak sanggup lagi mendengar lebih dari ini. Gua lalu mendekat kearahnya yang berdiri membelakangi gua. "Maafin gua, Cel..."
Marcella memutar tubuhnya, kini dia berada tepat dihadapan gua. Matanya yang teduh memandang gua lekat. Seakan menghakimi segala yang pernah dialami oleh Marcella tanpa ada gua disisinya. Dan perlahann gua mulai 'tersiksa'. Tersiksa oleh perasaan bersalah yang bergejolak, yang perlahan-lahan membunuh gua.
"Nggak apa-apa, rif.. gue anggap ini semua kayak sebuah tahapan untuk mendewasakan diri..."
Gua memotong bicaranya, lalu meraih pundak dan mulai memeluk-nya.
"Gua nggak bakal ninggalin lu lagi, cel.. nggak bakal.. gua sayang sama lu cel.. sayaaang banget"
Marcella lalu tersenyum, dia membalas pelukan dengan melingkarkan tangan-nya di pinggang gua, wajahnya menatap gua sambil tersenyum; "Gue tau kok...."
Sebuah pelukan paling hangat yang pernah gua rasakan. Marcella lalu berbisik lirih; "Gue nggak takut lo pergi rif.. gue cuma takut lo nggak kembali..."
Pompeii - Loop cover by Twenty One Two
Eheu eh-o eheu eh-o
I was left to my own devices
Many days fell away with nothing to show
And the walls kept tumbling down
In the city that we love
Great clouds roll over the hills
Bringing darkness from above
But if you close your eyes,
Does it almost feel like
Nothing changed at all?
And if you close your eyes,
Does it almost feel like
You've been here before?
How am I gonna be an optimist about this?
How am I gonna be an optimist about this?
We were caught up and lost in all of our vices
In your pose as the dust settled around us
And the walls kept tumbling down
In the city that we love
Great clouds roll over the hills
Bringing darkness from above
But if you close your eyes,
Does it almost feel like
Nothing changed at all?
And if you close your eyes,
Does it almost feel like
You've been here before?
How am I gonna be an optimist about this?
How am I gonna be an optimist about this?
Eheu eh-o eheu eh-o
Oh where do we begin?
The rubble or our sins?
Oh oh where do we begin?
The rubble or our sins?
And the walls kept tumbling down (oh where do we begin?)
In the city that we love (the rubble or our sins?)
Great clouds roll over the hills (oh where do we begin?)
Bringing darkness from above (the rubble or our sins?)
But if you close your eyes,
Does it almost feel like
Nothing changed at all?
And if you close your eyes,
Does it almost feel like
You've been here before?
How am I gonna be an optimist about this?
How am I gonna be an optimist about this?
If you close your eyes, does it almost feel like nothing changed at all?
Semua laporan yang masuk akan kami proses dalam 1-7 hari kerja. Kami mencatat IP pelapor untuk alasan keamanan. Barang siapa memberikan laporan palsu akan dikenakan sanksi banned.