- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
CEREBRO : KUMPULAN CERITA CINTA PAKAI OTAK
TS
reloaded0101
CEREBRO : KUMPULAN CERITA CINTA PAKAI OTAK
Judul thread ini ane ganti, sekarang tidak semua cerpennya mengisahkan cinta. Tetapi temanya lebih umum, ada detektif,sci-fi,horor,thriller,drama dan lain-lain yang tidak selalu melibatkan percintaan antar karakternya.
INDEX BARU:
CERITA 2020
AZAB ILMU PELET
MUDIK 2020
Terima kasih untuk Agan Gauq yang sudah membuatkan index cerita ini.
Index by Gauq:
INDEX
INDEX lanjutan
Cerita baru 2019:
KISAH-KISAH MANTAN DETEKTIF CILIK di postingan terakhir halaman terakhir
INDEX PART 3
INDEX PART 4-new
Langsung saja cerpen pertama
Apa yang akan kau lakukan ketika dia yang kaucinta meminta syarat berupa rumah dengan 1000 jendela sebelum menerima cintamu?
Leo merogoh saku belakang celana hitam barunya. Sebuah sisir kecil diambilnya dari kantong itu. Sambil melihat spion, ia merapikan kembali rambut yang sempat dipermainkan angin selama dalam perjalanan, maklum saja kaca pintu depan mobilnya rusak dan hanya bisa ditutup setengahnya saja. Setelah dirasa sudah rapi, Leo dan rambutnya keluar dari roda empatnya kemudian berjalan dengan jantung berdegup kencang menuju rumah nomor 2011 dan menekan belnya. Sang pembantu rumah keluar dan menyapanya
“Oh Mas Leo ”
“Riska-nyaada Bi?”
“Oh ada, sebentar saya panggilkan.”
Beberapa menit kemudian seorang wanita muda cantik berusia 20 tahunan awal keluar, mendapati Leo yang sedang menghirup teh celup panas buatan Bibi.
“Mau pergi ke pestanya siapa? Perasaan teman kita nggak ada yang ulang tahun atau nikah hari ini.”
Tanya Riska.
“Memang tidak ada.”
“Kalau nggak ke kondangan, mengapa pakai baju serapi ini? Sok formal banget. ”
“ Harus formal, kan mau melamar.”
“Ngelamar kerja?”
Leo menggeleng. Jantungnya berdegup makin kencang.
“Bukan.”
“Lalu melamar apa?”
“Kamu.”
Kata Leo sambil bersimpuh dan mengeluarkan sebuah kotak merah berisi cincin emas dengan sebuah berlian berukuran mini di tengahnya. Sementara itu Riska mundur beberapa langkah ke belakang.
“Aku? kita kan nggak pernah pacaran?”
“Tetapi kita sudah saling mengenal belasan tahun Ris. Aku tahu apa yang kamu suka, aku tahu apa yang kamu tidak suka, aku tahu bagaimana kamu selalu menghentakkan kaki kirimu ke tanah ketika mendengar kabar gembira,
aku tahu bagaimana kau selalu mencengkeram erat kertas tisu di tanganmu waktu kau sedang gugup, dan aku tahu aku mencintaimu. ”
“Tapi kamu kan nggak tahu apakah aku juga cinta kamu?
“Karena aku tidak tahu, bagaimana kalau kamu beritahukan padaku sekarang.”
“Mmm, gimana ya? Untuk urusan cinta, apalagi orientasinya nikah. Tentu aku maunya sama pria yang sungguh-sungguh.”
“Cintaku kepadamu sungguhan Ris, bukan bohongan atau tren musiman.”
“Sejak kapan lidah punya tulang?”
“Kau tidak percaya pada kata-kataku?”
“Aku butuh bukti Yo, bukan janji.”
“Baik, bukti seperti apa yang kauminta Ris?”
“Tidak ada yang mustahil untuk orang yang sungguh-sungguh. Demi cinta Shah Jehan mampu menciptakan Taj Mahal untuk istrinya.”
“Lalu apa yang kau inginkan agar mau menjadi istriku Ris?”
“Buatkan aku rumah dengan 1000 jendela.”
“Baik”
“Jika kau mampu menyelesaikannya dalam waktu 24 jam aku akan menerimamu tetapi jika tidak ya kita temenan saja ya Yo.”
“Buat rumah 1000 jendela dalam waktu 24 jam. Sudah itu saja?”
“Memangnya kamu bisa?”
“Akan kucoba semampuku.”
“Baik aku tunggu hasilnya besok. Good luck.”
Leo pun pergi dari halaman rumah itu dan menuju mobilnya sambil mengambil nafas panjang. Ia memacu kendaraannya dan pergi ke beberapa toko kelontong dan toko bangunan. Banyak hal yang dibelinya. Setelah selesai berbelanja, benda-benda itu dibungkus dalam beberapa kantong kresek dan kardus yang dijejalkan ke bagasi mobil.
Pulang ke rumah Ia langsung menuju ke halaman belakang yang luas dan masih berupa lahan kosong yang hanya dihuni oleh rimbun ilalang dan satu dua pohon nangka.
Leo mengambil nafas panjang lalu menghelanya dan mulai bekerja. Ia menurunkan semua barang yang ia beli. Tak lama kemudian suara gaduh dari palu bertemu paku terdengar berulang-ulang hingga malam tiba.
Malam harinya halilintar menyambar, disusul hujan yang turun sederas-derasnya. Air membanjiri halaman belakang yang masih tetap kosong dan hanya dihuni oleh rimbun ilalang dan satu dua pohon nangka.
“Ris bisa mampir kerumah sekarang? ada sesuatu yang mau kuperlihatkan padamu.”
Kata Leo keesokan harinya lewat ponsel yang dijawab dengan gugup oleh Riska.
“I...iya.”
Dalam hati gadis itu berpikir, bagaimana ini? Apa Leo bisa menyelesaikan permintaan yang mustahil itu? Memang sih dia itu baik, cerdas dan tidak sombong tapi Riska tidak mencintainya. Ia memberikan syarat itu dengan tujuan agar Leo gagal dan mereka berdua bisa kembali happily everafter...meskipun hanya di friend zone saja.
Riska sampai di depan rumah Leo dan heran mendapati mobil ayahnya terparkir di halaman. Ketika masuk ke dalam ia mendapati ayahnya sednag bercakap-cakap di beranda bersama Leo.
“Kok Papi bisa ada di sini?”
“Aneh kamu ini Ris, Masak Papi nggak boleh sowan ke rumah calon suamimu?”
“Calon suami? Calon suami apa?”
“Kan kamu sendiri yang mengajukan syarat, kalau Nak Leo bisa membuat rumah yang memiliki 1000 jendela dalam waktu 24 jam, kau akan menikahinya?”
“Memangnya bisa?”
“Nak Leo tunjukkan!”
Leo masuk ke dalam dan mengambil sebuah benda yang ditutup taplak meja.
“Apaan nih?”
Tanya Riska dengan tanda tanya menggantung di atas kepalanya.
“Yang kau minta.”
Kata Leo sambil membuka taplak meja itu dan memperlihatkan sebuah rumah berukuran sedikit lebih besar dari telapak tangan yang terbuat dari ribuan tusuk gigi.
“Papi sudah hitung sendiri jendelanya ada 1000 pas.”
“Tapi ini kan kecil sekali.”
“Di syaratmu tidak disebutkan ukurannya harus besar.”
“Tapi ini...definisi rumah kan tempat tinggal, siapa yang bisa tinggal di rumah sekecil ini. Paling-paling juga semut.”
“Di syarat yang kamu ajukan tidak ada keterangan kalau harus rumah manusia. Rumah semut kan juga termasuk dalam kategori rumah.”
Riska serasa disambar geledek. Ia menyesal mengapa tidak jelas dan detail ketika meminta syarat itu kemarin.
“Papi say something dong, belain Riska?”
“Menurut Papi rumah buatan Nak leo ini sudah memenuhi syarat.”
“Jadi Papi setuju punya menantu seperti dia ini?”
“Tentu saja setuju, kalian sudah kenal dari kecil, Papi juga kenal Nak Leo dari kecil. dia juga cerdas dan pernah magang di kantor kita jadi tahu kultur organisasi kita kayak gimana. Nanti kan bisa bantuin kamu waktu gantiin Papi megang perusahaan.”
“Tidaaaaak!!!!”
Riska pun pingsan karena shock. Otak kanannya seolah mengejek, melakukan bullying bawah sadar terhadapnya sambil terus-menerus berkata.
“Makanya Ris, kalau minta sesuatu itu yang jelas.”
INDEX BARU:
CERITA 2020
AZAB ILMU PELET
MUDIK 2020
Terima kasih untuk Agan Gauq yang sudah membuatkan index cerita ini.
Index by Gauq:
INDEX
INDEX lanjutan
Cerita baru 2019:
KISAH-KISAH MANTAN DETEKTIF CILIK di postingan terakhir halaman terakhir
Spoiler for :
Quote:
INDEX
RUMAH SERIBU JENDELA DI POST INI
SETIA
DEAD OR ALIVE
MAKAN TUH CINTA
KALAU JODOH TAK LARI KEMANA
OUTLIER
MAKAN BATU
TA'ARUF
SETIA
DEAD OR ALIVE
MAKAN TUH CINTA
KALAU JODOH TAK LARI KEMANA
OUTLIER
MAKAN BATU
TA'ARUF
INDEX PART 3
INDEX PART 4-new
Langsung saja cerpen pertama
Apa yang akan kau lakukan ketika dia yang kaucinta meminta syarat berupa rumah dengan 1000 jendela sebelum menerima cintamu?
Spoiler for :
RUMAH SERIBU JENDELA
Leo merogoh saku belakang celana hitam barunya. Sebuah sisir kecil diambilnya dari kantong itu. Sambil melihat spion, ia merapikan kembali rambut yang sempat dipermainkan angin selama dalam perjalanan, maklum saja kaca pintu depan mobilnya rusak dan hanya bisa ditutup setengahnya saja. Setelah dirasa sudah rapi, Leo dan rambutnya keluar dari roda empatnya kemudian berjalan dengan jantung berdegup kencang menuju rumah nomor 2011 dan menekan belnya. Sang pembantu rumah keluar dan menyapanya
“Oh Mas Leo ”
“Riska-nyaada Bi?”
“Oh ada, sebentar saya panggilkan.”
Beberapa menit kemudian seorang wanita muda cantik berusia 20 tahunan awal keluar, mendapati Leo yang sedang menghirup teh celup panas buatan Bibi.
“Mau pergi ke pestanya siapa? Perasaan teman kita nggak ada yang ulang tahun atau nikah hari ini.”
Tanya Riska.
“Memang tidak ada.”
“Kalau nggak ke kondangan, mengapa pakai baju serapi ini? Sok formal banget. ”
“ Harus formal, kan mau melamar.”
“Ngelamar kerja?”
Leo menggeleng. Jantungnya berdegup makin kencang.
“Bukan.”
“Lalu melamar apa?”
“Kamu.”
Kata Leo sambil bersimpuh dan mengeluarkan sebuah kotak merah berisi cincin emas dengan sebuah berlian berukuran mini di tengahnya. Sementara itu Riska mundur beberapa langkah ke belakang.
“Aku? kita kan nggak pernah pacaran?”
“Tetapi kita sudah saling mengenal belasan tahun Ris. Aku tahu apa yang kamu suka, aku tahu apa yang kamu tidak suka, aku tahu bagaimana kamu selalu menghentakkan kaki kirimu ke tanah ketika mendengar kabar gembira,
aku tahu bagaimana kau selalu mencengkeram erat kertas tisu di tanganmu waktu kau sedang gugup, dan aku tahu aku mencintaimu. ”
“Tapi kamu kan nggak tahu apakah aku juga cinta kamu?
“Karena aku tidak tahu, bagaimana kalau kamu beritahukan padaku sekarang.”
“Mmm, gimana ya? Untuk urusan cinta, apalagi orientasinya nikah. Tentu aku maunya sama pria yang sungguh-sungguh.”
“Cintaku kepadamu sungguhan Ris, bukan bohongan atau tren musiman.”
“Sejak kapan lidah punya tulang?”
“Kau tidak percaya pada kata-kataku?”
“Aku butuh bukti Yo, bukan janji.”
“Baik, bukti seperti apa yang kauminta Ris?”
“Tidak ada yang mustahil untuk orang yang sungguh-sungguh. Demi cinta Shah Jehan mampu menciptakan Taj Mahal untuk istrinya.”
“Lalu apa yang kau inginkan agar mau menjadi istriku Ris?”
“Buatkan aku rumah dengan 1000 jendela.”
“Baik”
“Jika kau mampu menyelesaikannya dalam waktu 24 jam aku akan menerimamu tetapi jika tidak ya kita temenan saja ya Yo.”
“Buat rumah 1000 jendela dalam waktu 24 jam. Sudah itu saja?”
“Memangnya kamu bisa?”
“Akan kucoba semampuku.”
“Baik aku tunggu hasilnya besok. Good luck.”
Leo pun pergi dari halaman rumah itu dan menuju mobilnya sambil mengambil nafas panjang. Ia memacu kendaraannya dan pergi ke beberapa toko kelontong dan toko bangunan. Banyak hal yang dibelinya. Setelah selesai berbelanja, benda-benda itu dibungkus dalam beberapa kantong kresek dan kardus yang dijejalkan ke bagasi mobil.
Pulang ke rumah Ia langsung menuju ke halaman belakang yang luas dan masih berupa lahan kosong yang hanya dihuni oleh rimbun ilalang dan satu dua pohon nangka.
Leo mengambil nafas panjang lalu menghelanya dan mulai bekerja. Ia menurunkan semua barang yang ia beli. Tak lama kemudian suara gaduh dari palu bertemu paku terdengar berulang-ulang hingga malam tiba.
Malam harinya halilintar menyambar, disusul hujan yang turun sederas-derasnya. Air membanjiri halaman belakang yang masih tetap kosong dan hanya dihuni oleh rimbun ilalang dan satu dua pohon nangka.
“Ris bisa mampir kerumah sekarang? ada sesuatu yang mau kuperlihatkan padamu.”
Kata Leo keesokan harinya lewat ponsel yang dijawab dengan gugup oleh Riska.
“I...iya.”
Dalam hati gadis itu berpikir, bagaimana ini? Apa Leo bisa menyelesaikan permintaan yang mustahil itu? Memang sih dia itu baik, cerdas dan tidak sombong tapi Riska tidak mencintainya. Ia memberikan syarat itu dengan tujuan agar Leo gagal dan mereka berdua bisa kembali happily everafter...meskipun hanya di friend zone saja.
Riska sampai di depan rumah Leo dan heran mendapati mobil ayahnya terparkir di halaman. Ketika masuk ke dalam ia mendapati ayahnya sednag bercakap-cakap di beranda bersama Leo.
“Kok Papi bisa ada di sini?”
“Aneh kamu ini Ris, Masak Papi nggak boleh sowan ke rumah calon suamimu?”
“Calon suami? Calon suami apa?”
“Kan kamu sendiri yang mengajukan syarat, kalau Nak Leo bisa membuat rumah yang memiliki 1000 jendela dalam waktu 24 jam, kau akan menikahinya?”
“Memangnya bisa?”
“Nak Leo tunjukkan!”
Leo masuk ke dalam dan mengambil sebuah benda yang ditutup taplak meja.
“Apaan nih?”
Tanya Riska dengan tanda tanya menggantung di atas kepalanya.
“Yang kau minta.”
Kata Leo sambil membuka taplak meja itu dan memperlihatkan sebuah rumah berukuran sedikit lebih besar dari telapak tangan yang terbuat dari ribuan tusuk gigi.
“Papi sudah hitung sendiri jendelanya ada 1000 pas.”
“Tapi ini kan kecil sekali.”
“Di syaratmu tidak disebutkan ukurannya harus besar.”
“Tapi ini...definisi rumah kan tempat tinggal, siapa yang bisa tinggal di rumah sekecil ini. Paling-paling juga semut.”
“Di syarat yang kamu ajukan tidak ada keterangan kalau harus rumah manusia. Rumah semut kan juga termasuk dalam kategori rumah.”
Riska serasa disambar geledek. Ia menyesal mengapa tidak jelas dan detail ketika meminta syarat itu kemarin.
“Papi say something dong, belain Riska?”
“Menurut Papi rumah buatan Nak leo ini sudah memenuhi syarat.”
“Jadi Papi setuju punya menantu seperti dia ini?”
“Tentu saja setuju, kalian sudah kenal dari kecil, Papi juga kenal Nak Leo dari kecil. dia juga cerdas dan pernah magang di kantor kita jadi tahu kultur organisasi kita kayak gimana. Nanti kan bisa bantuin kamu waktu gantiin Papi megang perusahaan.”
“Tidaaaaak!!!!”
Riska pun pingsan karena shock. Otak kanannya seolah mengejek, melakukan bullying bawah sadar terhadapnya sambil terus-menerus berkata.
“Makanya Ris, kalau minta sesuatu itu yang jelas.”
end
Diubah oleh reloaded0101 15-05-2020 07:17
indrag057 dan 37 lainnya memberi reputasi
34
189.4K
Kutip
1.1K
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
reloaded0101
#19
thanks cendol mentahnya, soal minum pil merah atau pil biru semuanya terserah Anda sebagai pembaca inginnya minum pil yang mana. Tapi kalau pilihan ane sama dengan warna pil yang diminum karakter yang ada di avatar ane
Sabtu pagi pukul sepuluh dan Rani masih tertidur pulas. Alarm jam wekernya memang sudah dimatikan tetapi nada dering telepon sialan di mejanya belum. Kotak kecil itu mulai cerewet dan dengan berisik membangunkan pemiliknya.
“Halo Mi,” Kata Rani masih dengan mata terpejam.
“Kamu mau ikut makan siang di kafe barunya Mbak Gita, nggak?”
“Nggak, masih kenyang.”
Setelah ibunya selesai menelepon, datang lagi satu panggilan lain, kali ini dari Rina temannya.
“Halo Ran, nggak ikut ke salon?”
“Nggak, masih cantik. ”
“Tumben, kan kamu sendiri yang sering bilang kalau kecantikan nggak dirawat nanti susah dapat cowok.”
“Sudah punya.”
“Kalau kecantikan nggak dirawat nanti cowokmu bisa selingkuh.Kamu juga sering bilang begitu kan?”
“Tidak berlaku untuk cowok yang ini.”
“Kok bisa?”
“Karena dia tidak pernah melihat wajahku.”
“Ha? Anak Mana tuh Ran, ganteng nggak?”
“Aku tidak pernah melihat wajahnya.”
Rina berpikir sebentar sebelum menyimpulkan,
“Jangan bilang kamu pacaran sama cowok nggak jelas di dunia maya?”
“Memang iya. Aku kenalan sama cowok di forum.”
“Nyebut Ran. Sudah banyak berita kriminal tentang cewek-cewek yang jadi korban karena pacaran di jejaring sosial. Diculik,dibunuh...hi kamu nggak ngeri Ran!”
“Tapi tidak sedikit juga yang kenalan di dunia maya dan akhirnya nikah.”
“Tahu wajahnya saja tidak bagaimana bisa nikah?”
“Kopdar (kopi darat) itu urusan nanti, sudahlah Rin jangan terlalu paranoid. Nanti bisa-bisa kamu masuk RSJ.”
Telepon ditutup tetapi nada dering berbunyi lagi. Kali ini dari pria bersuara berat
“Hai honey, sedang apa?”
“Sedang tidur,” Jawab Rani sambil menguap dengan jujur.
“Aku juga,” Jawab pacar elektronik Rani dari seberang.
“Jadi semalam kamu begadang juga? Sama dong.”
“Iya, friday night lembur banyak kerjaan.”
Percakapan pun dilanjutkan. Rani dan pacarnya bertukar cerita mengenai aktivitas mereka masing-masing. Keduanya saling mengomentari diselingi canda gurau mesra khas pasangan baru jadian. Keesokan harinya masih sama, demikian juga hingga berminggu-minggu kemudian. Hubungan Rani dan pacar dunia mayanya yang mengaku bernama Simon itu semakin lama menjadi semakin dekat.
Rani merasa nyaman dengan hubungan ini. Baginya cintanya dengan Simon adalah cinta dari jiwa ke jiwa, interaksi dua kalbu yang suci tanpa syarat. Tanpa memandang jelek,tampan,cantiknya wajah. Tidak ada juga pamrih harta duniawi dan kencan-kencan dangkal dalam bentuk makan malam dengan menu berlemak dan berkalori tinggi. Tetapi itu semua tidak berlangsung lama....
“Simon aku butuh kejelasan. Kita nggak mungkin kan begini terus?”
“Kamu mau kita FTF Ran ?”
FTF adalah singkatan dari face to face-ajakan untuk bertemu langsung di alam nyata.
“Aku mau lebih dari itu Sim, kita sudah berjalan terlalu lama, apa kamu tidak berpikir sekarang saat yang tepat untuk MTP?”
“Aku tidak mengerti apa itu MTP.”
“Meet the parents.”
“Aku kan sudah bilang Ran, aku tidak punya orang tua.”
“Tapi aku punya Sim, kupikir sekarang saatnya kamu bertemu mereka.”
“Tidak bisa, aku menolak.”
“Digantung itu nggak enak Sim, kamu harus memilih, nikahi aku atau putuskan aku.”
“Aku memilih untuk memilikimu selamanya.”
Telepon pun ditutup meninggalkan Rani dalam kebingungan. Untuk pertama kalinya Rani merasa bimbang dengan kelangsungan hubungannya dengan Simon. Firasat buruk membuat otaknya berpikir jangan-jangan hubungannya dengan Simon juga akan berakhir seperti kisah cintanya dengan Alfons-pacarnya sebelum Simon. Kemana ya dia sekarang.
Rani membuka jejaring sosial dan melihat laman milik Alfons. Status lelaki itu masih single dan berkali-kali ia melihat postingan dengan hashtag “#masih mengharapkanmu”, “#Belum bisa move-on”,”#Piye kabare, isik enak mantanku tho?” dan “#aku ralali”. Dilematis, apakah dirinya harus terus dengan Simon atau me-reload cinta lama bersama Alfons ?
“Putusin Ran. Balik sama yang jelas-jelas saja.”
Komentar Rina sahabatnya yang sejak awal memang tidak setuju dengan hubungan jarak jauh dunia mayanya dengan Simon.
“Aku pikir-pikir dulu deh, Rin”
Kata Rani mengakhiri pembicaraan. Malam sudah sampai di tengahnya tetapi Rani masih tak bisa tidur.Ia baru terlelap pada pukul dua pagi.
“Halo Sim,”
“Aku mau bantu kamu Ran. Kamu sekarang pasti bingung pilih aku apa anak otomotif yang namanya Alfons itu.”
“Kok kamu bisa tahu?”
Sambungan telepon hening sejenak, sebelum akhirnya Simon berkata dengan suara beratnya lagi.
“Berani selingkuh berani terima konsekuensi.”
“Apaan sih Sim, serem tahu. Baik kalau kamu nggak terima aku selingkuh kita putus sekarang juga. Dasar pengecut dunia maya.”
“Aku kan sudah bilang akan memilikimu selamanya.”
Sambungan diputuskan. Benak Rani lebih tenang sekarang. Dilema itu telah berakhir dengan keputusannya memutuskan hubungan dengan Simon. Perkara dia terima atau tidak diputuskan itu terserah dia.
Hari-hari berlalu, Rani tak lagi menerima telepon dari Simon. Alfons juga tak pernah update postingan di jejaring sosial lagi. Yang aneh sudah hampir 3 minggu ia tidak bertemu dengan Rina. Mantan pacar dan sahabatnya itu seolah mengilang ditelan perut bumi.
Rani membuka pintu depan dan keluar rumah. Tempat pertama yang ia tuju adalah kios pulsa di seberang jalan.
“Mbak Rani, kemana aja lama nggak ketemu.”
Sapa penjualnya
“Ada di rumah kok Mbak. Oh iya mau isi pulsa nih 100.000.”
“Sebentar, yak sudah masuk Mbak. Aku cek dulu ya. Sisa saldo 243.980 rupiah. Benar Mbak Rani?”
“Apa, nggak salah Mbak? ”
“Saya cek lagi. Benar segitu kok Mbak.”
“Oh ya sudah kalau begitu.”
Kata Rani penuh tanda tanya. Ia bernagkat ke kantor dan sorenya pulang ke rumah seperti biasa. Karena tidak ada kerjaan ia menyalakan TV dan melihat berita sore.
“Pagi ini ditemukan dua mayat pria dan wanita tanpa identitas terkubur di tepi lapangan sepak bola. Melihat kondisi korban yang sudah membusuk, diperkirakan keduanya sudah meninggal sejak tiga minggu yang lalu. Ciri-ciri khusus pada korban pria terdapat tato ular di tangan kanan sementara pada kaki korban wanita ditemukan plat yang dipasang untuk menyambung tulang....”
Rani menutup mulut lalu mengambil ponsel. Ia menghubungi polisi.
“Sepertinya saya mengenal korban pembunuhan di lapangan bola itu Pak. Sepertinya saya juga tahu siapa yang membunuhnya”
“Kalau begitu ke sini saja Mbak.”
Saat itu juga Rani pergi ke kantor polisi. Pria bertato ular itu Alfons dan wanita dengan plat di kaki itu Rina yang kakinya pernah kecelakaan waktu kecil. Lalu Siapa yang membunuh keduanya? Tentu saja si Simon posesif itu. Alfons tentu saingannya dan sikap Rina yang sejak awal tidak mendukung hubungan mereka cukup untuk dijadikan motif bagi pria gila obsesif yang misterius itu untuk membunuh dan mengubur mereka.
Semua itu ia ceritakan di kantor polisi.
“Kami butuh ponsel dan komputer Mbak untuk melacak keberadaan orang yang mengaku bernama Simon ini.”
“Ini Pak, laptop dan ponsel saya, silahkan diperiksa.”
Tak seberapa lama polisi itu keluar lagi, kali ini ditemani tiga temannya.
“Saudari Rani, atas nama undnag-undang Saudari kami tangkap ”
“Loh apa salah saya Pak? Pelakunya Simon, bukan saya. Lepaskan! saya tidak bersalah.”
Pertanyaan yang harus dijawab sendiri oleh para pembaca : Mengapa Rani ditangkap ?
Spoiler for :
e-LOVE
Sabtu pagi pukul sepuluh dan Rani masih tertidur pulas. Alarm jam wekernya memang sudah dimatikan tetapi nada dering telepon sialan di mejanya belum. Kotak kecil itu mulai cerewet dan dengan berisik membangunkan pemiliknya.
“Halo Mi,” Kata Rani masih dengan mata terpejam.
“Kamu mau ikut makan siang di kafe barunya Mbak Gita, nggak?”
“Nggak, masih kenyang.”
Setelah ibunya selesai menelepon, datang lagi satu panggilan lain, kali ini dari Rina temannya.
“Halo Ran, nggak ikut ke salon?”
“Nggak, masih cantik. ”
“Tumben, kan kamu sendiri yang sering bilang kalau kecantikan nggak dirawat nanti susah dapat cowok.”
“Sudah punya.”
“Kalau kecantikan nggak dirawat nanti cowokmu bisa selingkuh.Kamu juga sering bilang begitu kan?”
“Tidak berlaku untuk cowok yang ini.”
“Kok bisa?”
“Karena dia tidak pernah melihat wajahku.”
“Ha? Anak Mana tuh Ran, ganteng nggak?”
“Aku tidak pernah melihat wajahnya.”
Rina berpikir sebentar sebelum menyimpulkan,
“Jangan bilang kamu pacaran sama cowok nggak jelas di dunia maya?”
“Memang iya. Aku kenalan sama cowok di forum.”
“Nyebut Ran. Sudah banyak berita kriminal tentang cewek-cewek yang jadi korban karena pacaran di jejaring sosial. Diculik,dibunuh...hi kamu nggak ngeri Ran!”
“Tapi tidak sedikit juga yang kenalan di dunia maya dan akhirnya nikah.”
“Tahu wajahnya saja tidak bagaimana bisa nikah?”
“Kopdar (kopi darat) itu urusan nanti, sudahlah Rin jangan terlalu paranoid. Nanti bisa-bisa kamu masuk RSJ.”
Telepon ditutup tetapi nada dering berbunyi lagi. Kali ini dari pria bersuara berat
“Hai honey, sedang apa?”
“Sedang tidur,” Jawab Rani sambil menguap dengan jujur.
“Aku juga,” Jawab pacar elektronik Rani dari seberang.
“Jadi semalam kamu begadang juga? Sama dong.”
“Iya, friday night lembur banyak kerjaan.”
Percakapan pun dilanjutkan. Rani dan pacarnya bertukar cerita mengenai aktivitas mereka masing-masing. Keduanya saling mengomentari diselingi canda gurau mesra khas pasangan baru jadian. Keesokan harinya masih sama, demikian juga hingga berminggu-minggu kemudian. Hubungan Rani dan pacar dunia mayanya yang mengaku bernama Simon itu semakin lama menjadi semakin dekat.
Rani merasa nyaman dengan hubungan ini. Baginya cintanya dengan Simon adalah cinta dari jiwa ke jiwa, interaksi dua kalbu yang suci tanpa syarat. Tanpa memandang jelek,tampan,cantiknya wajah. Tidak ada juga pamrih harta duniawi dan kencan-kencan dangkal dalam bentuk makan malam dengan menu berlemak dan berkalori tinggi. Tetapi itu semua tidak berlangsung lama....
“Simon aku butuh kejelasan. Kita nggak mungkin kan begini terus?”
“Kamu mau kita FTF Ran ?”
FTF adalah singkatan dari face to face-ajakan untuk bertemu langsung di alam nyata.
“Aku mau lebih dari itu Sim, kita sudah berjalan terlalu lama, apa kamu tidak berpikir sekarang saat yang tepat untuk MTP?”
“Aku tidak mengerti apa itu MTP.”
“Meet the parents.”
“Aku kan sudah bilang Ran, aku tidak punya orang tua.”
“Tapi aku punya Sim, kupikir sekarang saatnya kamu bertemu mereka.”
“Tidak bisa, aku menolak.”
“Digantung itu nggak enak Sim, kamu harus memilih, nikahi aku atau putuskan aku.”
“Aku memilih untuk memilikimu selamanya.”
Telepon pun ditutup meninggalkan Rani dalam kebingungan. Untuk pertama kalinya Rani merasa bimbang dengan kelangsungan hubungannya dengan Simon. Firasat buruk membuat otaknya berpikir jangan-jangan hubungannya dengan Simon juga akan berakhir seperti kisah cintanya dengan Alfons-pacarnya sebelum Simon. Kemana ya dia sekarang.
Rani membuka jejaring sosial dan melihat laman milik Alfons. Status lelaki itu masih single dan berkali-kali ia melihat postingan dengan hashtag “#masih mengharapkanmu”, “#Belum bisa move-on”,”#Piye kabare, isik enak mantanku tho?” dan “#aku ralali”. Dilematis, apakah dirinya harus terus dengan Simon atau me-reload cinta lama bersama Alfons ?
“Putusin Ran. Balik sama yang jelas-jelas saja.”
Komentar Rina sahabatnya yang sejak awal memang tidak setuju dengan hubungan jarak jauh dunia mayanya dengan Simon.
“Aku pikir-pikir dulu deh, Rin”
Kata Rani mengakhiri pembicaraan. Malam sudah sampai di tengahnya tetapi Rani masih tak bisa tidur.Ia baru terlelap pada pukul dua pagi.
“Halo Sim,”
“Aku mau bantu kamu Ran. Kamu sekarang pasti bingung pilih aku apa anak otomotif yang namanya Alfons itu.”
“Kok kamu bisa tahu?”
Sambungan telepon hening sejenak, sebelum akhirnya Simon berkata dengan suara beratnya lagi.
“Berani selingkuh berani terima konsekuensi.”
“Apaan sih Sim, serem tahu. Baik kalau kamu nggak terima aku selingkuh kita putus sekarang juga. Dasar pengecut dunia maya.”
“Aku kan sudah bilang akan memilikimu selamanya.”
Sambungan diputuskan. Benak Rani lebih tenang sekarang. Dilema itu telah berakhir dengan keputusannya memutuskan hubungan dengan Simon. Perkara dia terima atau tidak diputuskan itu terserah dia.
Hari-hari berlalu, Rani tak lagi menerima telepon dari Simon. Alfons juga tak pernah update postingan di jejaring sosial lagi. Yang aneh sudah hampir 3 minggu ia tidak bertemu dengan Rina. Mantan pacar dan sahabatnya itu seolah mengilang ditelan perut bumi.
Rani membuka pintu depan dan keluar rumah. Tempat pertama yang ia tuju adalah kios pulsa di seberang jalan.
“Mbak Rani, kemana aja lama nggak ketemu.”
Sapa penjualnya
“Ada di rumah kok Mbak. Oh iya mau isi pulsa nih 100.000.”
“Sebentar, yak sudah masuk Mbak. Aku cek dulu ya. Sisa saldo 243.980 rupiah. Benar Mbak Rani?”
“Apa, nggak salah Mbak? ”
“Saya cek lagi. Benar segitu kok Mbak.”
“Oh ya sudah kalau begitu.”
Kata Rani penuh tanda tanya. Ia bernagkat ke kantor dan sorenya pulang ke rumah seperti biasa. Karena tidak ada kerjaan ia menyalakan TV dan melihat berita sore.
“Pagi ini ditemukan dua mayat pria dan wanita tanpa identitas terkubur di tepi lapangan sepak bola. Melihat kondisi korban yang sudah membusuk, diperkirakan keduanya sudah meninggal sejak tiga minggu yang lalu. Ciri-ciri khusus pada korban pria terdapat tato ular di tangan kanan sementara pada kaki korban wanita ditemukan plat yang dipasang untuk menyambung tulang....”
Rani menutup mulut lalu mengambil ponsel. Ia menghubungi polisi.
“Sepertinya saya mengenal korban pembunuhan di lapangan bola itu Pak. Sepertinya saya juga tahu siapa yang membunuhnya”
“Kalau begitu ke sini saja Mbak.”
Saat itu juga Rani pergi ke kantor polisi. Pria bertato ular itu Alfons dan wanita dengan plat di kaki itu Rina yang kakinya pernah kecelakaan waktu kecil. Lalu Siapa yang membunuh keduanya? Tentu saja si Simon posesif itu. Alfons tentu saingannya dan sikap Rina yang sejak awal tidak mendukung hubungan mereka cukup untuk dijadikan motif bagi pria gila obsesif yang misterius itu untuk membunuh dan mengubur mereka.
Semua itu ia ceritakan di kantor polisi.
“Kami butuh ponsel dan komputer Mbak untuk melacak keberadaan orang yang mengaku bernama Simon ini.”
“Ini Pak, laptop dan ponsel saya, silahkan diperiksa.”
Tak seberapa lama polisi itu keluar lagi, kali ini ditemani tiga temannya.
“Saudari Rani, atas nama undnag-undang Saudari kami tangkap ”
“Loh apa salah saya Pak? Pelakunya Simon, bukan saya. Lepaskan! saya tidak bersalah.”
THE END
Pertanyaan yang harus dijawab sendiri oleh para pembaca : Mengapa Rani ditangkap ?
Diubah oleh reloaded0101 18-04-2014 18:57
jwbali memberi reputasi
1
Kutip
Balas