- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Habibie: Pesawat R-80 Akan Buat "Surprise" Dunia!
TS
posting.thread
Habibie: Pesawat R-80 Akan Buat "Surprise" Dunia!
Quote:
Bacharuddin Jusuf Habibie atau yang lebih familiar dengan BJ Habibie mengatakan tidak ada jalan lain agar orang-orang mudah berpindah tempat di benua maritim seperti Indonesia, selain menggunakan pesawat terbang. Oleh karenanya, ia menyambut positif kehadiran NAM Air, yang rencananya mayoritas akan menggunakan pesawat buatan dalam negeri. Artinya, kehadiran maskapai anak Sriwijaya Airlines tersebut turut mendorong industri pesawat terbang di Indonesia.
"Insya Allah R-80 tahun 2016 atau 2017 akan mengudara dan dunia akan surprise," ungkap Habibie dengan bangga penuh haru dalam Grand Launching NAM Air, di Jakarta Teater, pada Kamis malam (27/9/2013).
Sekadar informasi, R-80 adalah pesawat terbang produksi PT Regio Aviasi Industri (RAI), tempat BJ Habibie duduk sebagai komisaris.
Dalam peluncuran tersebut ditandatangani perjanjian kerja sama (MoU) antara Presiden Direktur NAM Air Jefferson Jauwena dengan BJ Habibie, berkaitan dengan pengadaan 100 unit pesawat R-80, terdiri dari 50 unit firm, dan 50 unit pesawat pilihan.
Pesawat R-80 merupakan pengembangan dari pesawat N250 yang dibuat BJ Habibie. Pesawat N250 merupakan pesawat yang dikendalikan secara elektronik atau dikenal dengan istilah fly by wire kedua, setelah pesawat keluaran Airbus yakni A-300.
"Pesawat terbang yang pernah dibuat menusia yang dikendalikan secara elektronik yang dikenal dengan fly by wire pertama kali adalah Airbus di Hamburg di mana saya kerja dulu. Di situ, saya pernah menjadi direktur dan executive vice president," kata mantan Presiden RI ketiga itu.
"Fly by wire pertama A-300, fly by wire kedua N250, dan ketiga triple seven (B-777). Dalam skala regional, N250 merupakan fly by wire pertama," jelasnya.
Bahkan, saking semangatnya, Habibie yang kini menginjak usia 77 tahun mengaku memimpin sendiri diskusi desain engineering, financing, sampai sheduling dari R-80 selama dua hingga lima jam sebelum datang ke acara peluncuran.
"Biar on schedule dan the best, jadi saya harus tahu," tuturnya.
Industri strategis dibubarkan
Jauh sebelum R-80, Indonesia pernah hampir memiliki industri pesawat terbang sebagai industri strategis yang kuat, tetapi kandas. Habibie mengatakan, ide membuat pesawat terbang bukan idenya, bukan juga ide Soeharto. Akan tetapi, ide bangsa Indonesia, sesaat setelah mendeklarasikan kemerdekaan.
Jika ditanya siapa yang pertama kali memiliki inisiatif membuat pesawat terbang, menurut Habibie, jawabannya adalah Angkatan Udara RI (AURI). "Jadi kalau ada suatu bangsa di mana saja dia berada yang mengerti pentingnya teknologi itu, maka itu adalah angkatan bersenjata, angkatan udara, angkatan darat, dan angkatan laut. Oleh karena itu yang mengembangkan teknologi itu adalah mereka dan khususnya AU terus mendorong untuk membuat pesawat terbang," aku Habibie.
Pada Januari 1950, Presiden Soekarno memutuskan mengirim putra-putri terbaik untuk belajar di luar negeri dalam pilihan bidang pembuatan kapal terbang penumpang atau pembuatan kapal laut untuk mengangkut barang-barang.
Waktu itu Habibie baru menginjak kelas tiga SMP. Ia pun menjadi pelajar Indonesia gelombang empat yang belajar di bidang pesawat terbang pada 1954. Habibie berhasil menyelesaikan strata 1 pada usia 22 tahun dan strata dua pada usia 24 tahun.
"S-3 konstruksi pesawat terbang 28 tahun di Jerman. Di tempatnya Teodhore Von Karman, guru besar yang pertama dalam konstruksi pesawat terbang, yang mendirikan NASA. Saya asisten di situ, dan bisa dibaca di Google," kisah dia.
Lepas menyelesaikan pendidikan, Habibie bekerja untuk sebuah perusahaan di Hamburg, di mana ia pernah menjadi direktur dan executive vice president. "Di situ lahir Airbus, yang sekarang membuat A-380 di situ. Waktu saya mulai ke situ 3.000 (karyawan), waktu saya tinggalkan 4.500, sekarang 16.000. Saudara-saudara, waktu 'nanjak' begini saya tiba-tiba disuruh pulang untuk membangun industri pesawat terbang jadi industri strategis," kenang Habibie.
"Dan saya ditugaskan membangun industri strategis. Tidak banyak yang tahu waktu saya jadi wakil presiden terpilih, saya harus meletakkan jabatan-jabatan yang saya miliki, dan industri stategis yang saya pimpin itu memiliki 48.000 karyawan dan turnover 10 miliar dollar AS," lanjut dia.
Seusai pemilu, Habibie mengatakan bersedia melanjutkan kepemimpinan Indonesia, jika pertanggungjawabannya diakui. Jika tidak, lanjutnya, ia memberikan posisi kepresidenan kepada orang lain. "Belum lagi saya bicara tuntas, saya tidak diterima. Tapi tidak mengapa," tuturnya.
"Saya sampaikan kepada yang ganti, perhatikan dua hal. Satu, jangan lemahkan TNI karena itu adalah tulang punggung perjuangan bangsa Indonesia. Dua, jangan korek-korek industri strategis karena industri strategis adalah keinginan seluruh bangsa Indonesia sejak kemerdekaan. Putra putra terbaik yang memberikan apa saja yang dia miliki," tuturnya.
Namun, tiba-tiba industri strategis tersebut dibubarkan. "Saya sampai bilang ke Ibu Ainun 'Is that the price I have to pay to get my freedom? Kita akan kembali dan bangkit melaksanakan perjuangan yang sementara terhenti'," kenangnya.
Kini, di hadapan direksi NAM Air, direksi Sriwijaya Air, dan Kementerian Perhubungan, Habibie mengatakan memanjatkan doa, dan bersyukur karena ada yang meneruskan perjuangan membangun industri strategis.
"Saya ini orang tua, usia saya 77 tahun tapi semangat saya sama seperti waktu saya umur 17 tahun. Dan semangat ini saya temukan kembali pada yang hadir di sini anak-anak intelektual saya, cucu-cucu intelektual saya. Saya yang mewakili generasi yang fading out, melihat ini semua saya bersyukur," ucap Habibie.
"Insya Allah R-80 tahun 2016 atau 2017 akan mengudara dan dunia akan surprise," ungkap Habibie dengan bangga penuh haru dalam Grand Launching NAM Air, di Jakarta Teater, pada Kamis malam (27/9/2013).
Sekadar informasi, R-80 adalah pesawat terbang produksi PT Regio Aviasi Industri (RAI), tempat BJ Habibie duduk sebagai komisaris.
Dalam peluncuran tersebut ditandatangani perjanjian kerja sama (MoU) antara Presiden Direktur NAM Air Jefferson Jauwena dengan BJ Habibie, berkaitan dengan pengadaan 100 unit pesawat R-80, terdiri dari 50 unit firm, dan 50 unit pesawat pilihan.
Pesawat R-80 merupakan pengembangan dari pesawat N250 yang dibuat BJ Habibie. Pesawat N250 merupakan pesawat yang dikendalikan secara elektronik atau dikenal dengan istilah fly by wire kedua, setelah pesawat keluaran Airbus yakni A-300.
"Pesawat terbang yang pernah dibuat menusia yang dikendalikan secara elektronik yang dikenal dengan fly by wire pertama kali adalah Airbus di Hamburg di mana saya kerja dulu. Di situ, saya pernah menjadi direktur dan executive vice president," kata mantan Presiden RI ketiga itu.
"Fly by wire pertama A-300, fly by wire kedua N250, dan ketiga triple seven (B-777). Dalam skala regional, N250 merupakan fly by wire pertama," jelasnya.
Bahkan, saking semangatnya, Habibie yang kini menginjak usia 77 tahun mengaku memimpin sendiri diskusi desain engineering, financing, sampai sheduling dari R-80 selama dua hingga lima jam sebelum datang ke acara peluncuran.
"Biar on schedule dan the best, jadi saya harus tahu," tuturnya.
Industri strategis dibubarkan
Jauh sebelum R-80, Indonesia pernah hampir memiliki industri pesawat terbang sebagai industri strategis yang kuat, tetapi kandas. Habibie mengatakan, ide membuat pesawat terbang bukan idenya, bukan juga ide Soeharto. Akan tetapi, ide bangsa Indonesia, sesaat setelah mendeklarasikan kemerdekaan.
Jika ditanya siapa yang pertama kali memiliki inisiatif membuat pesawat terbang, menurut Habibie, jawabannya adalah Angkatan Udara RI (AURI). "Jadi kalau ada suatu bangsa di mana saja dia berada yang mengerti pentingnya teknologi itu, maka itu adalah angkatan bersenjata, angkatan udara, angkatan darat, dan angkatan laut. Oleh karena itu yang mengembangkan teknologi itu adalah mereka dan khususnya AU terus mendorong untuk membuat pesawat terbang," aku Habibie.
Pada Januari 1950, Presiden Soekarno memutuskan mengirim putra-putri terbaik untuk belajar di luar negeri dalam pilihan bidang pembuatan kapal terbang penumpang atau pembuatan kapal laut untuk mengangkut barang-barang.
Waktu itu Habibie baru menginjak kelas tiga SMP. Ia pun menjadi pelajar Indonesia gelombang empat yang belajar di bidang pesawat terbang pada 1954. Habibie berhasil menyelesaikan strata 1 pada usia 22 tahun dan strata dua pada usia 24 tahun.
"S-3 konstruksi pesawat terbang 28 tahun di Jerman. Di tempatnya Teodhore Von Karman, guru besar yang pertama dalam konstruksi pesawat terbang, yang mendirikan NASA. Saya asisten di situ, dan bisa dibaca di Google," kisah dia.
Lepas menyelesaikan pendidikan, Habibie bekerja untuk sebuah perusahaan di Hamburg, di mana ia pernah menjadi direktur dan executive vice president. "Di situ lahir Airbus, yang sekarang membuat A-380 di situ. Waktu saya mulai ke situ 3.000 (karyawan), waktu saya tinggalkan 4.500, sekarang 16.000. Saudara-saudara, waktu 'nanjak' begini saya tiba-tiba disuruh pulang untuk membangun industri pesawat terbang jadi industri strategis," kenang Habibie.
"Dan saya ditugaskan membangun industri strategis. Tidak banyak yang tahu waktu saya jadi wakil presiden terpilih, saya harus meletakkan jabatan-jabatan yang saya miliki, dan industri stategis yang saya pimpin itu memiliki 48.000 karyawan dan turnover 10 miliar dollar AS," lanjut dia.
Seusai pemilu, Habibie mengatakan bersedia melanjutkan kepemimpinan Indonesia, jika pertanggungjawabannya diakui. Jika tidak, lanjutnya, ia memberikan posisi kepresidenan kepada orang lain. "Belum lagi saya bicara tuntas, saya tidak diterima. Tapi tidak mengapa," tuturnya.
"Saya sampaikan kepada yang ganti, perhatikan dua hal. Satu, jangan lemahkan TNI karena itu adalah tulang punggung perjuangan bangsa Indonesia. Dua, jangan korek-korek industri strategis karena industri strategis adalah keinginan seluruh bangsa Indonesia sejak kemerdekaan. Putra putra terbaik yang memberikan apa saja yang dia miliki," tuturnya.
Namun, tiba-tiba industri strategis tersebut dibubarkan. "Saya sampai bilang ke Ibu Ainun 'Is that the price I have to pay to get my freedom? Kita akan kembali dan bangkit melaksanakan perjuangan yang sementara terhenti'," kenangnya.
Kini, di hadapan direksi NAM Air, direksi Sriwijaya Air, dan Kementerian Perhubungan, Habibie mengatakan memanjatkan doa, dan bersyukur karena ada yang meneruskan perjuangan membangun industri strategis.
"Saya ini orang tua, usia saya 77 tahun tapi semangat saya sama seperti waktu saya umur 17 tahun. Dan semangat ini saya temukan kembali pada yang hadir di sini anak-anak intelektual saya, cucu-cucu intelektual saya. Saya yang mewakili generasi yang fading out, melihat ini semua saya bersyukur," ucap Habibie.
Quote:
Pesawat R80 Jadi Produk Unggulan Indonesia
JAKARTA-Kualitas pesawat terbang produksi Indonesia ternyata lebih baik dari China. Pesawat tipe MA 60 yang jadi kebanggaan China justru boros bahan bakar. Karena dasarnya MA 60 untuk kepentingan militer, bukan sipil. “Pada dasarnya desain MA 60 itu mesinnya digunakan untuk militer, namun karena digunakan untuk sipil mereka menurunkan sedikit kualitasnya,” kata CEO, PT Ragio Aviasi Industri (RAI), Ilham Akbar Habibie di Jakarta,Senin,(19/3).
Menurut Putra sulung mantan Presiden Habibie ini, soal membuat pesawat dan kualitas pesawat itu sendiri, Indonesia masih di atas China. Karena dasar produk pesawat MA 60 yang digunakan Merpati Nusantara Airline ini bukan pesawat komersil. “Sehingga boros, militerkan ngak mikirin boros apa tidak, yang penting tahan banting dan menang perang. Soal buat pesawat kita masih lebih bagus dan jauh di atas China, dari segi kualitas kita masih oke,” tambahnya
Lebih jauh kata Ilham yang pernah belajar di Jerman, justru perusahaannya sedang mendisain pesawat berpenumpang sekitar 80 orang yang hemat bahan bakar. “Ya R80 (Regio Prop 80) yang saat ini sedang kita selesaikan proses pembangunannya, kita akan memiliki pesawat dengan menggunakan baling-baling, yang didesain untuk jarak dekat, hemat bahan bakar, teknologi terbaru,” terangnya.
Diakui Ilham, kapasitas lebih banyak yakni mencapai 80 kursi, mesin lebih cepat dan yang terpenting jauh lebih murah dari pesawat ATR karena produksi dan suku cadang dibuat semua di Indonesia. “Dan yang lebih penting lagi kita punya Sumber Daya Manusia yang berpengalaman bahkan seperti di Boeing, Airbus, ATR, di PT DI dan banyak lagi,” tandasnya.
Beberapa waktu lalu, Ilham Habibie menggandeng Mantan Dirut Bursa Efek Indonesia (BEI) Erry Firmansyah membentuk PT Ragio Aviasi Industri (RAI) untuk membangun pesawat new N-250 yang dulu pernah dibuat BJ Habibie. Pesawat berkapasitas 80 kursi tersebut diberi nama R80 atau Regio Prop 80 diamana pesawat tersebut menggunakan baling-baling. **can
Quote:
Mengembangkan Industri Pertahanan ?
Dalam kesempatan kunjungan resmi ke Korea Selatan sebagai kepala staf Angkatan Udara Republik Indonesia,salah satu acara formal adalah mengunjungi lokasi strategis Angkatan Udara Korea di luar Kota Seoul. Perjalanan ke tempat tersebut dilakukan menggunakan pesawat helikopter yang berbasis di salah satu pangkalan udara yang berdampingan dengan US Air Force Base, unit dari Angkatan Udara Amerika Serikat. Selesai acara resmi, rombongan kami saat itu tertunda lebih kurang satu jam dalam jadwal perjalanan kembali ke Seoul karena cuaca yang berubah buruk. Seorang kolonel menghadap saya menjelaskan bahwa perjalanan kembali ke Seoul tidak dapat dilaksanakan menggunakan helikopter atau pesawat rotary wing yang tadi. Disebutkan alasannya adalah pesawat tersebut tidak bisa terbang tinggi berhubung dengan perkembangan keadaan cuaca yang memburuk. Markas Besar di Seoul memerintahkan untuk mengirim sebuah pesawat fixed wing VIP menjemput saya dan rombongan.
Setelah pesawat siap, kami pun segera bergegas menuju tempat parkir pesawat. Agak sedikit kaget karena ternyata pesawat fixed wing VIP yang disiapkan tersebut ternyata dari jenis CN-235. Selesai melaksanakan penghormatan berjajar sesuai dengan prosedur pemberangkatan VIP,sang Captain Pilot dengan tersenyum lebar mendekat ke saya dengan mengutarakan penuh bangga bahwa saya akan diantar kembali ke Seoul dengan pesawat fixed wing terbaik yang tersedia di Korea Selatan dan itu adalah pesawat terbang “asli” buatan negara anda! Terharu dalam hati, saya tersenyum sejenak dan mulai meneliti interior CN-235 yang sama sekali belum pernah saya saksikan sebelumnya. Tidak bisa saya sembunyikan kekaguman terhadap disain interior CN-235 VIP Angkatan Udara Korea Selatan ini. Baru belakangan setelah itu, saya memperoleh informasi bahwa disain dan perlengkapan VIP interior CN-235 tersebut adalah produk dari pesanan khusus Pemerintah Korea Selatan kepada pihak PTDI. Terus terang, sangat mewah untuk ukuran Indonesia dan yang istimewa adalah sangat bersih,termasuk lantainya. Yang lebih mengharukan saya adalah melihat bagaimana para awak pesawat bertugas di pesawat itu dengan penuh kebanggaan. Kebanggaan dalam bertugas menerbangkan VIP dengan pesawat khusus VIP buatan Bandung!
Di pertengahan masa jabatan saya lainnya, Panglima Tentara Udara Diraja Malaysia (TUDM) berkunjung tidak resmi ke Surabaya dengan transit semalam di Jakarta. Saya datang menemuinya di salah satu hotel di Jakarta Pusat. Ada rasa ingin tahu,apa gerangan yang menjadi acara penting Panglima ke Surabaya. Ternyata,Panglima TUDM beserta satu set kru lainnya hendak berlatih simulator CN-235 di Surabaya. Saya bertanya kepada Panglima, Jenderal Dato’ Suleiman, jam berapa tiba dan menggunakan apa? Surprise sekali saya memperoleh jawaban ternyata Panglima mengemudikan sendiri pesawat CN-235 TUDM VIP dengan menyertakan dua co-pilot yang akan berlatih simulator di Surabaya. Jenderal Dato’ Suleiman menceritakan kepada saya betapa dia sangat menikmati terbang dengan CN-235. Saya tidak punya rating/ kemampuan menerbangkan CN-235 karena sebagian besar perjalanan terbang saya adalah menerbangkan C-130 Hercules. Secara kebetulan, Jenderal Dato’ Suleiman juga mempunyai rating pesawat Hercules. Dengan demikian saya dapat mendiskusikannya agak lebih teknis apa yang dimaksudkan “nikmat” menerbangkan CN-235 dan membandingkannya dengan Hercules.
Diskusi berakhir dengan pernyataan Panglima TUDM yang sangat saya percaya jauh dari basa-basi bahwa secara teknis, menerbangkan CN-235 tidaklah kalah menyenangkan dari menerbangkan Hercules. Dia menutup pembicaraan yang penuh persahabatan itu dengan hal yang sangat mengharukan sekaligus membuat bangga saya bahwa seluruh warga TUDM sangat bersenang hati memiliki dan mengoperasikan pesawat CN-235 produksi dari bangsa serumpun!
Belakangan ini pada salah satu kesempatan, saya berjumpa Ex Penerbang Garuda yang telah lama terbang di Korean Air. Dia khusus ingin menceritakan tentang satu hal yang cukup “penting” untuk disampaikan lansung kepada saya. Dia bercerita, bahwa dalam perjalanan panjang pengalamannya terbang sebagai Captain Pilot di Korea, beberapa kali pernah terbang dengan Co-Pilot Korea yang berasal tadinya dari Pilot Angkatan Udara Korea Selatan. Kebetulan, sang Pilot berkebangsaan Korea itu pernah menerbangkan pesawat Angkatan Udara Korea dari Jenis CN-235 versi VVIP. Dia bercerita kepada sahabat saya betapa dia sangat bangga dan merasa senang memiliki cukup banyak jam terbang di pesawat CN-235 buatan Indonesia tersebut. Bangga terhadap produk pesawat terbang Indonesia, satu Negara sesama bangsa Asia. Yang “mengenaskan” adalah, betapa sahabat saya itu secara jujur mengakui dalam hati bahwa dirinya sendiri pun tidak atau belum mengetahui ada satu produk pesawat terbang Indonesia yang “secanggih” itu untuk menjadi bahan obrolan ringan di dalam kokpit sebuah pesawat “Jumbo-moderen” produk Negara maju yang tengah mereka terbangkan berdua.
Dari tiga uraian ilustrasi tadi, kiranya telah lebih dari cukup untuk mewakili refleksi dari beberapa negara lainnya di kawasan Asia Pasifik yang juga menggunakan pesawat buatan anak bangsa CN-235. Sekedar untuk diketahui saja, CN-235 sudah sangat luas digunakan dibanyak negara di muka bumi ini. Beberapa diantaranya adalah : Brunei, Kamboja, Chile, Colombia, Ekuador, Perancis, Jordania, Malaysia, Mexiko, Pakistan, Papua Nugini, Korea Selatan, Saudi Arabia, Thailand, Turki, Amerika Serikat dan lainnya. CN-235, sebenarnya telah berhasi dengan baik tampil sebagai satu “produk unggulan” dari IPTN (saya lebih suka menggunakan kata IPTN yang merefleksikan spirit kepahlawanan Nurtanio, dibanding PTDI, yang bisa saja keliru dan mengingatkan kita kepada gerombolan pemberontak dimasa lalu DI-TII).
Demikianlah seyogyanya, seperti banyak pabrik pesawat terbang terkenal dan sukses di dunia yang memang hanya bisa maju melalui salah satu produk unggulannya terlebih dahulu, baru kemudian ber-kreasi pada produk-produk jenis pesawat lainnya. Industri Strategis pasti memerlukan “Political Will” dari Pemerintah untuk dapat bergulir dengan “subsidi” yang tidak kecil dalam proses mengawali produk satu pesawat terbang yang diunggulkan untuk dapat masuk ke “pasar”. CN-235, sudah dibuat dalam versi Sipil dan MIliter. Diawal kelahirannya, satu skadron CN-235 masuk dalam jajaran Angkatan Udara, sementara diwaktu yang relatif bersamaan, sejumlah CN-235 di-operasikan oleh PT Merpati Nusantara Airllines, Maskapai Penerbangan Perintis dalam melayani penerbangan di pelosok terpencil Nusantara ini. Penggunaan di lapangan dalam jumlah yang cukup banyak dan mencakup sektor perhubungan udara sipil serta bidang operasional Angkatan Udara dari satu Negara Kepulauan yang luas seperti Indonesia telah menjadikan CN-235 dilirik banyak Negara untuk dikembangkan. Thailand menggunakan pertamakali untuk keperluan eksperimen hujan buatan, Malaysia dan Korea Selatan, konon bahkan menggunakan CN-235 sebagai pesawat VIP Kepala Negara. Sementara beberapa perusahaan avionic (aviation electronic) terkemuka di Eropa mendorong pengembangan CN-235 sebagai Variant dari pesawat “patroli-maritim” untuk Angkatan Udara.
Bila belakangan ini banyak pertanyaan tentang bagaimana nasib IPTN, maka jawabannya adalah “fenomena” CN-235 patut untuk menjadi pertimbangan serius dalam upaya untuk bisa bangkit kembali. Sekali lagi Political Will Pemerintah, beriringan dengan subsidi, lebih mudah merangsang pengembangan satu produk unggulan untuk menembus pasar. Produk yang banyak digunakan setelah berhasil masuk pasar akan lebih mudah berkembang lagi sebagai hasil dari proses penyempurnaan (research and development) dari kualitas satu jenis produksi. Agak terhenti lajunya “snow-ball” dari jalur produksi pesawat CN-235, yang sebenarnya bisa berperan sebagai “produk-unggulan” IPTN, pasti sangat disayangkan. Sayang , bila para pengguna dari CN-235 yang sudah begitu luas di panggung Global akan berhadapan dengan kondisi “layaknya seperti anak ayam yang kehilangan induknya”.
SAUS
SAUS 2
SAUS 3
KULKAS ane masih kosong neh gan, jika berkenan boleh dong bagi
buat agan2 yang udah bagi2 cendolnya buat ane makasih banyak ya
JANGAN lupa ninggalin jejak biar ga kaya rumah kosong thread ane
buat agan2 yang udah rate 5 star thread ane makasih banyak ya
ternyata thread ane ada yang ada yang lebih dulu share beritanya tapi gpp, yang penting makin banyak yang tahu berita ini, semakin bagus karena warga kaskuser khususnya pasti mendukung pak habibie tuk memajukan dunia ke dirgantaraan indonesia
Diubah oleh posting.thread 30-09-2013 03:25
0
115.2K
Kutip
1.6K
Balasan
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
TS
posting.thread
#1519
Quote:
BJ Habibie Rancang N-2130, Boeing dan Airbus 'Ketar-ketir'
Bandung - Setelah sukses melahirkan N-250 Gatotkaca dan Krincing Wesi pada Agustus 1996, PT Dirgantara Indonesia (PT DI) di bawah besutan BJ Habibie pernah berencana melahirkan prototipe pesawat lebih maju.
Habibie mendesain pesawat penumpang komersial bermesin jet asli karya Indonesia, yakni N-2130 yang rencananya beroperasi mulai 2005 lalu. Pesawat N-2130 berpenumpang 130 orang ini dikonsep memiliki pasar serupa dengan pesawat Boeing seri 737-500 atau Airbus seri A320.
Direktur Utama PT DI Budi Santoso bercerita, rencana BJ Habibie kala itu membuat raksasa produsen pesawat dunia yaitu Boeing dan Airbus ketar-ketir.
"Dikembangkan pasca N-250. Mungkin kesalahan ini mengembangkan N-2130. Mulai masuk pasarnya Boeing. Mungkin waktu IMF masuk ke sini, pesan sponsor di sana tolong matikan," tutur Budi kepada detikFinance di Kantor Pusat PTDI, Jalan Pajajaran, Bandung, Jumat (15/2/2013).
Budi memprediksi, Seandainya waktu itu proyek pesawat jet N-2130 tidak dikembangkan, pesawat penumpang bermesin proSENSOR yakni N-250, mungkin tidak akan mangkrak seperti saat ini.
"Kalau ini (Boeing dan Airbus) terganggu pasarnya. Mulai gunakan politik mematikan. Mungkin kita kalau nggak bikin N-2130, N-250 bisa jadi (berhasil) karena itu (N-250) bukan pasarnya perusahaan besar. Bukan pasar Airbus dan Boeing," cetusnya.
Hari ini, proyek N-2130 hanya tinggal secarik kertas yang tak pernah terwujud barangnya. Di ruang pamer pesawat PT DI terdapat prototipe N-2130 yang belum selesai dikembangkan.
Budi menuturkan, dengan nilai uang saat ini, biaya mengembangkan N -2130 versi terbaru setidaknya mencapai US$ 6 miliar hingga US$ 10 miliar.
"N-2130 hanya jadi kertas saja. Bikin baru seperi ini (N 2130) perlu US$ 6 miliar-US$ 10 miliar. Itu harga tahun ini, kalau harga tahun itu berbeda (dulu senilai US$ 2 miliar)," cetusnya.
[URL="http://finance.detik..com/read/2013/02/18/122841/2172737/1036/bj-habibie-rancang-n-2130-boeing-dan-airbus-ketar-ketir"]SAUS [JADUL][/URL]
Quote:
Pesawat Buatan Habibie Diluncurkan 2016
TEMPO.CO , Batam:Mantan Presiden BJ Habibie mengungkapkan, pesawat buatan perusahaannya bakal selesai pada 2016. Pesawat buatan asli Indonesia itu, kata Habibie bernama R-80. Pesawat ini dibuat oleh PT Regio Aviasi Industri miliknya.
Menurut Habibie, pesawat ini dibuat oleh 15 tenaga ahli bidang pesawat terbang. Mereka kini tengah mendesain pesawat R-80 itu. Para tenaga ahli tersebut, menurut dia, berasal dari PT Dirgantara Indonesia yang telah berpengalaman lebih dari 20 tahun. Ada juga yang pernah bekerja untuk perusahaan Boeing dan Airbus.
Menurut Habibie, pesawat ini merupakan pengembangan dari pesawat N-250 yang dikenalkan pada 1997. Pesawat ini akan mampu terbang dengan jarak kurang 600 kilometer, dan irit bakar.
"Sudah ada yang pesan," kata BJ Habibie, Ahad 29 September 2013. Pihak yang memesan tersebut sebanyak seratus unit. Habibie mengaku tergerak membuat pesawat R-80 ini setelah mengetahui dari 250 juta penduduk Indonesia, baru 71 juta orang yang menikmati pesawat terbang sebagai alat transportasi.
Sebelumnya diberitakan NAM Air, maskapai anak usaha Sriwijaya Air yang mulai beroperasi Oktober 2013, telah memesan pesawat ini. Presiden Direktur NAM Air, Jefferson Jauwena mengatakan, meski R80 dibuat di dalam negeri, Jefferson tidak meragukan kualitasnya. Dia bercermin pada pesawat N-250 yang dibuat PT Dirgantara Indonesia satu dekade lalu, yang terbukti berkualitas baik.
SAUS
Quote:
Pesawat Tempur T-50 Golden Eagle
Anda pasti berfikir, dengan semua kapasitas dan teknologi yang dimiliki Indonesia, kenapa sampai sekarang Indonesia belum membuat Jet tempur ?
PT Dirgantara Indonesia (PTDI) akhirnya siap berkerja sama dengan Korea Selatan mengerjakan proyek pengembangan model pesawat tempur senilai US$8 miliar yang ditawarkan pemerintah negara tersebut kepada Indonesia.
Kalau memproduksi sendiri (pesawat tempur) belum bisa, tetapi kalau bergabung dengan Korea Selatan bisa terlaksana. PT DI memiliki pengalaman dalam bidang kualifikasi dan sertifikasi dalam memproduksi pesawat-pesawat yang berkecepatan rendah seperti CN-235. Sementara itu, Korea Selatan berpengalaman dalam memproduksi pesawat berkecepatan tinggi atau melebihi kecepatan suara (1 mach) T-50 Golden Eagle.
T-50 Golden Eagle adalah pesawat latih supersonik buatan Amerika-Korea. Dikembangkan oleh Korean Aerospace Industries dengan bantuan Lockheed Martin. Program ini juga melahirkan A-50, atau T-50 LIFT, sebagai varian serang ringan.
Walaupun militer Amerika Serikat tidak ada rencana untuk membeli pesawat ini, tapi penamaan militer amerika secara resmi diminta untuk pesawat ini guna menghindari konflik penamaan dikemudian hari.
Program T/A-50 dimaksudkan sebagai pengganti dari berbagai pesawat latih dan serang ringan. Ini termasuk T-38 dan F-5B untuk pelatihan dan Cessna A-37BClose Air Support; yang dioperasikan AU Republik Korea. Program ini pada awalnya dimaksudkan untuk mengembangkan pesawat latih secara mandiri yang mampu mencapai kecepatan supersonik untuk melatih dan mempersiapkan pilot bagi pesawat KF-16 (F-16 versi Korea). T-50 mmembuat Korea Selatan menjadi negara ke-12 yang mampu memproduksi sebuah pesawat tempur jet yang utuh. Beberapa produk korea lainnya adalah KT-1 produk Samsung Aerospace (sekarang bagian dari KAI), dan produk lisensi KF-16. Sebagian besar sistem utama dan teknologinya disediakan oleh Lockheed Martin, secara umum bisa disebut T/A-50 mempunyai konfigurasi yang mirip dengan KF-16.
Pengembangan pasawat ini 13% dibiayai oleh Lockheed Martin, 17% oleh Korea Aerospace Industries, dan 70% oleh pemerintah Korea Selatan. KAI dan Lockheed Martin saat ini melakukan program kerjasama untuk memasarkan T-50 untuk pasar internasional.
Program induknya, dengan nama kode KTX-2, dimulai pada 1992, tapi Departemen Keuangan dan Ekonomi menunda program KTX-2 pada 1995 karena alasan finansial. With the initial design of the aircraft, in 1999. It was renamed T-50 Golden Eagle in February 2000, with the final assembly of the first T-50 taking place between 15 January, 2001. Penerbangan pertama T-50 terjadi pada Agustus 2002, dan pengujian tugas operasional pertama mulai Juli 28 sampai 14 Agustus, 2003. Angkatan Udara Korsel menandatangani kontrak produksi untuk 25 T-50 pada Desember 2003, dan pengiriman dijadwalkan pada 2005 sampai 2009.
Varian lain dari T-50 Golden Eagle termasuk pesawat serang ringan A-50, dan pesawat yang lebih canggih FA-50. The A-50 variant is an armed version of the T-50 as a stable platform for both free-fall and precision-guided weapons. FA-50 is an A-50 modified with an AESA radar and a tactical datalink which are not yet specified. As part of the A-37 retirement-out program to be completed by 2015, sixty A-50's will be in service for the South Korean air force by 2011.
Pesawat Tempur KFX
(Korea Fighter Experimental)
(Korea Fighter Experimental)
Pesawat jet tempur KFX sendiri sebetulnya merupakan proyek lama Republic of Korea Air Force (ROKAF) yang baru bisa terlaksana sekarang. Proyek ini digagas presiden Korea Kim Dae Jung pada bulan Maret 2001 untuk menggantikan pesawat-pesawat yang lebih tua seperti F-4D/E Phantom II dan F-5E/F Tiger. Dibandingkan F-16, KFX diproyeksi untuk memiliki radius serang lebih tinggi 50 persen, sistim avionic yang lebih baik serta kemampuan anti radar (stealth).
Pemerintah Korea akan menanggung 60 persen biaya pengembangan pesawat, sejumlah industri dirgantara negara itu di antaranya Korean Aerospace Industry menanggung 20 persennya .pemerintah Indonesia 20 persen dan akan memperoleh 50 pesawat yang mempunyai kemampuan tempur melebih F-16 ini dan 100 pesawat untuk korea. Total biaya pengembangan selama 10 tahun untuk membuat prototype pesawat itu diperkirakan menghabiskan dana 6 miliar US Dollar.Pemerintah Indonesia akan menyiapkan dana US$1,2 miliar.
penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Indonesia-Korsel itu sudah dilakukan pada 15 Juli 2010 yang lalu di Seoul-Korea Selatan. Diharapkan pada tahun 2020 Sudah Ada Regenerasi Pesawat Tempur untuk kedua pihak
Spesifikasi KFX sebagai berikut :
Crew : 1
Thrust : about 52,000lbs (F414 class x 2)
Max Speed : about Mach 1.8
Armament :
- M61 Vulcan
- AIM-9X class short-range AAM(AIM-9X class) (indigenous, under development)
- AIM-120 class beyond visual range AAM (not specified yet)
- 500lbs SDB class guided bomb|KGGB (indigenous)
- JCM class guided short range AGM (indigenous, under development)
- SSM-760K Haeseong ASM (indigenous)
- Boramae ALCM (indigenous, under development), or Taurus class ALCM
- Supersonic ALCM (based on Yakhont technology) (indigenous, under development)
Mengapa PT DI tidak membuat sendiri ?
Membuat pesawat tempur jauh lebih kompleks daripada membuat pesawat penumpang karena ada tambahan sistem dalam sebuah pesawat tempur yaitu sistem kontrol senjata pada sistem avioniknya, disamping sistem mesin pendorong, sistem radar, dan struktur pesawat yang harus dirancang lebih kuat namun tetap lincah bermanuver di udara.
Pesawat tempur KFX ini dirancang untuk masuk dalam kelompok pesawat tempur generasi 4,5 yang berarti harus mempunyai 6 kemampuan yaitu :
- Kemampuan pesawat tempur untuk melakukan manuver ekstrim agar mendapat posisi serang paling menguntungkan (Air Combat Manuverability).
- Pesawat tempur harus bisa terbang lincah sehingga harus menggunakan teknologi fly by wire untuk kontrol penerbangannya.
- Penggunaan teknologi trust vectoring nozzles yang mampu mengubah-ubah arah semburan gas buang mesin jet agar pesawat tempur mempunyai kemampuan terbang dalam kecepatan rendah dan mampu melakukan belokan tajam.
- Kemampuan untuk terbang jelajah pada kecepatan supersonik dalam waktu yang lama.
- Radar pesawat tempur berkemampuan menjejak target diluar batas cakrawala atau beyond visual range
- Kemampuan menyerap dan membiaskan pancaran radar atau teknologi stealth
Jadi bisa dibayangkan seandainya PT. Dirgantara Indonesia dilibatkan dalam pembuatan pesawat tempur ini maka akan ada penguasaan teknologi kedirgantaraan baru paling tidak untuk pembuatan 50 pesawat tempur KFX yang akan dibeli Pemerintah Indonesia nantinya dari keikutsertaannya membiayai proyek ini. Penguasaan teknologi baru di bidang pembuatan pesawat tempur generasi 4,5 ini dapat menjadi modal dasar bagi PT. Dirgantara Indonesia untuk membuat pesawat tempur sendiri kelak dikemudian hari.
Jadi untuk teknologi PT DI memang belum mampu untuk membuat secara mandiri. Selain ini butuh modal besar untuk melakukan riset sendiri namun jika besama korea maka teknologi kita akan dapatkan dengan sendirinya dan kelak dapat dikembangkan lagi untuk membuat pesawat tempur ciptaan sendiri
SAUS
Diubah oleh posting.thread 30-09-2013 03:06
0
Kutip
Balas