- Beranda
- Komunitas
- News
- Sains & Teknologi
[Matematika] 5 mitos Matematika yang Menyesatkan
TS
Rapers
[Matematika] 5 mitos Matematika yang Menyesatkan
Assalamuallaikum,
Ke-5 mitos sesat itu sebagai berikut:
Mitos 1: Matematika adalah ilmu yang sulit
Mitos 2: Matematika identik dengan menghafal banyak rumus
Mitos 3: Matematika identik dengan kecepatan menghitung
Mitos 4: Matematika itu abstrak, tidak realistis
Mitos 5: Matematika adalah ilmu yang membosankan, kaku, dan tidak rekreatif
Thread tentang bagaimana cara memahami Matematik dan Fisika: http://livebeta.kaskus.co.id/thread/...0000011573079/
This Thread was powered by:
Tambahan dari agan kaskuser Cek Post #4
Jangan lupa di ya gan kalau berkenan di hati
Quote:
Pengantar
Quote:
Terima kasih kepada Allah SWT, telah memberikan TS kekuatan dan kesehatan dalam merampungkan tulisan ini. Shalawat serta salam kepada junjungan baginda Rasulullah SAW. semoga rahmat selalu menyertai beliau.
Ok, awalnya ane ngga ada niatan untuk ikut kompetisi ini dan awalnya hanya berminat untuk posting di Lounge. Namun ketika akan meng-klik Create New Thread Button ane ngeliat ada Kompetisi ini dan akhirnya Here I Am, ane cuman berharap semoga Thread ini dapat bermanfaat bagi kaskuser aktif maupun kaskuser Silent Reader dan ngga lebih dari itu . Akhir kata, wassalamuallaikum
Ok, awalnya ane ngga ada niatan untuk ikut kompetisi ini dan awalnya hanya berminat untuk posting di Lounge. Namun ketika akan meng-klik Create New Thread Button ane ngeliat ada Kompetisi ini dan akhirnya Here I Am, ane cuman berharap semoga Thread ini dapat bermanfaat bagi kaskuser aktif maupun kaskuser Silent Reader dan ngga lebih dari itu . Akhir kata, wassalamuallaikum
Quote:
For no Repsol
Spoiler for No Repost:
Quote:
Spoiler for Content:
Quote:
Yang namanya mitos, tentu bukan kebenaran. Celakanya, banyak yang mempercayai dan terjebak dalam kesesatankarenanya. Salah satu mitos yang menyesatkan adalah mitos tentang Matematika. Mitos ini memuat sebagian besar orang merasa alergi terhadap Matematika. Akibatnya, mayoritas dari kita mendapat nilai buruk untuk bidang studi ini. Nilai buruk tersebut bukan lantaran kita tidak mampu, melainkan karena sejak awal sudah merasa alergi dan takut terhadap Matematika. Kenyataan ini menjadikan kita malas untuk mempelajari Matematika. Di antara sekian banyak mitos di seputar Matematika, setidaknya ada 5 mitos sesat yang sudah mengakar dan menciptakan persepsi negatif terhadap Matematika.
Ke-5 mitos sesat itu sebagai berikut:
Quote:
Mitos 1: Matematika adalah ilmu yang sulit
Spoiler for Mitos Pertama:
Quote:
Quote:
Ada anggapan, hanya orang dengan IQ tertentu yang mampu memahami matematika. Ini jelas menyesatkan. Meskipun bukan ilmu yang mudah, Matematika sebenarnya merupakan ilmu yang relatif tidak lebih sulit jika dibandingkan dengan ilmu lainnya. Soal matematika terasa sulit karena kita tidak memahami konsep dasarnya. Seperti yang kita ketahui, Matematika merupakan ilmu yang terus berkisinambungan mulai dari TK hingga SMA. Jika ada mata rantai yang putus, berarti ada konsep yang hilang. Padahal konsep tersebut merupakan prasyarat untuk belajar Matematika lebih lanjut. Sebagai contoh, untuk menganalisis dan menghitung diperlukan pemahaman konsep bilangan dan ukuran. Pekerjaan menganalisis dan menghitung menjadi hal yang lebih mudah dan menyenangkan jika konsep yang mendasarinya dikuasai.
Mitos 2: Matematika identik dengan menghafal banyak rumus
Spoiler for Mitos Kedua:
Quote:
Quote:
Mitos ini menjadikan kita malas mempelajari matematika dan akhirnya tidak mengerti apa-apa tentang Matematika. Rumus Matematika tidak ada gunanya tanpa pemahaman konsep. Rumus yang sudah dihafal tidak akan bermanfaat ketika konsep belum dipahhami. Seseorang yang hafal rumus tidak akan mampu menjawab sebuah soal apabila tidak mampu memodelkan soal tersebut ke dalam rumus yang dihafalnya. Sesungguhnya, hanya sedikit rumus Matematika yang perlu (tapi tidak harus) dihafal, sedangkan sebagian besar rumus lain tidak perlu dihafal, melainkan cukup dimengerti konsepnya. Salah satu contoh, jika kita mengerti konsep anatomi bentuk irisan kerucut, maka lebih dari 90 persen rumus-rumus irisan kerucut tidak perlu dihafal.
Mitos 3: Matematika identik dengan kecepatan menghitung
Spoiler for Mitos Ketiga:
Quote:
Quote:
Tidak dapat dipungkiri, menghitung merupakan bagian tak terpisahkan dai Matematika. Namun demikian, kemampuan menghitung secara cepat bukanlah hal terpenting dalam Matematika. Yang terpenting adalah pemahaman konsep. Melalui pemahaman konsep, kita akan mampu melakukan penalaran terhadap permasalahan untuk kemudian mengubahnya kedalam model matematisasi
Jika permasalahan sudah tersaji dalam bentuk matematisasi, baru kemampuan menghitung diperlukan. Itupun bukan sebagai sesuatu yang mutlak karena saat ini telah banyak alat bantu menghitung seperti kalkulator dan komputer. Jadi, mitos ini perlu diluruskan. Yang lebih tepat, Matematika selalu berhubungan dengan pemahaman dan penalaran
,
Jika permasalahan sudah tersaji dalam bentuk matematisasi, baru kemampuan menghitung diperlukan. Itupun bukan sebagai sesuatu yang mutlak karena saat ini telah banyak alat bantu menghitung seperti kalkulator dan komputer. Jadi, mitos ini perlu diluruskan. Yang lebih tepat, Matematika selalu berhubungan dengan pemahaman dan penalaran
Mitos 4: Matematika itu abstrak, tidak realistis
Spoiler for Mitos Keempat:
Quote:
Quote:
Mitos ini benar-benar sesat. Fakta menunjukan bahwa Matematika sangat realistis. Matematika merupakan bentuk analogi dari realita sehari-hari. Contoh paling sederhana adalah solusi dari Leonhard Euler, matematikawan Prancis, terhadap masalah Jembatan Konisberg (agan bisa googling). Selain itu, hampir di semua sektor, teknologi, ekonomi, dan bahkan sosial, Matematika berperan secara signifikan. Smart Robot yang mampu berpikir berisikan program yang didasarkan pada konsep Fuzzy Matematika. Hitungan aerodinamis pesawat terbang juga dilandaskan pada konsep Matematika, geometri, dan kalkulus. Hmapir semua teori ekonomi dan perbankan modern diciptakan melalui Matematika
Mitos 5: Matematika adalah ilmu yang membosankan, kaku, dan tidak rekreatif
Spoiler for Mitos Kelima:
Quote:
Quote:
Anggapan ini jelas keliru. Meeskipun pemecahan masalah Matematika terasa eksak, tidak berarti matematika kaku dan membosankan. Meskipun jawaban yang benar dari masalah Matematika hanya (tunggal), cara atau metode menyelesaikan masalah matematika sebenarnya sangat bermacam-macam. Sebagai contoh, untuk membuktikan kebenaran teorema Pythagoras, dapat menggunakan banyak cara. bahkan menurut pakar matematika, Bana G. Kartasasmita, hingga saat ini sudah ada 17 cara untuk membuktikan teorema Pythagoras. Matematika juga rekreatif dan menyenangkan. Albert Einstein, menganggap Matematika sebagai senjata utamanya dalam merumuskan konsep Relativitas. Einstein menyukai Matematika ketika pamannya menjelaskan bahwa prosedur kerja Matematika mirip dengan cara kerja detektif, cara kerja yang sangat disukainya sejak kecil. Kalau kita mengetahui, cara kerja Matematika tak ubahnya seperti sebuah game yang seru.
Quote:
Kesimpulan:
Spoiler for Kesimpulan dan pendapat ane:
Sebenarnya Matematika itu tidaklah sulit gan, tergantung bagaimana kita memandangnya dari sudut mana dulu. Kalau agan berfikir Sulit dan merasa takut untuk mengerjakannya otomatis ngga bakal bisa . Coba kalau agan bayangin ketika belajar Matematika adalah kesempatan untuk bermain dengan angka-angka dan mengasyikan pasti lama kelamaan suka agan. Memang sih, butuh waktu dan perjuangan untuk mencintai Matematika tapi kalau udah klop pasti agan bakal kesengsem sama nih Matematika, bahkan waktu ngerjain Matematika ada sensasi gimana gitu yang buat kita pengen lagi dan lagi . Intinya gan, ngga ada yang instan di dunia ini bahkan Thomas Alfa Edison gagal 999 kali sebelum berhasil nemuin bola lampu pertama. Disini ane akan mengutip apa yang pernah dibilang Einstein: A person who never made a mistake never tried anything new. So, jangan takut untuk mencoba gan
Quote:
Frequently Asked Question (F.A.Q)
Spoiler for faq:
Quote:
Q: Jika saya sudak melihat beberapa angka yang sulit maka saya langsung down karna sebelum saya bisa menjawab soal tersebut saya sudah tersugesti bahwa Matematika adalah ilmu pasti.
A: Kadang kita sendiri lah yang memikirkan sulitnya matematika, ubahlah paradigma berpikir seperti itu.. Intinya agan terlalu takut untuk mencoba, saya mengutip apa yang pernah dikatakan oleh orang bijak: "You try, you fail, you try you fail, you try and you fail, But The Real Fail is when you stop trying", intinya Never Give Up gan (kayak slogan ava ane )
A: Kadang kita sendiri lah yang memikirkan sulitnya matematika, ubahlah paradigma berpikir seperti itu.. Intinya agan terlalu takut untuk mencoba, saya mengutip apa yang pernah dikatakan oleh orang bijak: "You try, you fail, you try you fail, you try and you fail, But The Real Fail is when you stop trying", intinya Never Give Up gan (kayak slogan ava ane )
Quote:
Q: dari trit di atas apakah ada cara efektif agar olah pikir kita tentang matematika yang sulit itu bisa berubah menjadi pelajaran yang mengasyikan?
A: Kalau dari ane: Anggaplah matematika itu hal yang menyenangkan dimana kita bisa bermain dengan angka, terus jangan terlalu terpaku sama rumus yang penting ketika kita ketemu soal harus tau soal itu mau diapain (dijabarkan dulu), kalau masalah rumus nyontek2 dikit buku catatan ngga apa2, toh lama2 kita hafal juga.
Mungkin agan lain ada yang mau share silahkan
A: Kalau dari ane: Anggaplah matematika itu hal yang menyenangkan dimana kita bisa bermain dengan angka, terus jangan terlalu terpaku sama rumus yang penting ketika kita ketemu soal harus tau soal itu mau diapain (dijabarkan dulu), kalau masalah rumus nyontek2 dikit buku catatan ngga apa2, toh lama2 kita hafal juga.
Mungkin agan lain ada yang mau share silahkan
Quote:
Q: kalo nyontek temen gimana gan?
A: kalau Copy Paste jawaban temen ngga ane saranin gan , mending agan jangan nanya jawabannya tapi tanya Jalannya (jujur ane agak cerewet nanya kalau masalah fisika/mtk) kalau emang temen agan pinter intelektual dan spiritualnya pasti di ajarin. Inget: malu bertanya sesat dijalan, tapi banyak bertanya malu-maluin (kasian juga orang yang kita tanyain, emang salah apa coba dia kita interogasi kayak penjahat)
A: kalau Copy Paste jawaban temen ngga ane saranin gan , mending agan jangan nanya jawabannya tapi tanya Jalannya (jujur ane agak cerewet nanya kalau masalah fisika/mtk) kalau emang temen agan pinter intelektual dan spiritualnya pasti di ajarin. Inget: malu bertanya sesat dijalan, tapi banyak bertanya malu-maluin (kasian juga orang yang kita tanyain, emang salah apa coba dia kita interogasi kayak penjahat)
Thread tentang bagaimana cara memahami Matematik dan Fisika: http://livebeta.kaskus.co.id/thread/...0000011573079/
This Thread was powered by:
Quote:
Tambahan dari agan kaskuser Cek Post #4
Jangan lupa di ya gan kalau berkenan di hati
0
28.8K
Kutip
240
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
Rapers
#3
Tambahan dari agan kaskuser:
-----------------------------------------------
Itu dia gan.. Kadang kita sendiri lah yang memikirkan sulitnya matematika, ubahlah paradigma berpikir seperti itu.. Intinya agan terlalu takut untuk mencoba, saya mengutip apa yang pernah dikatakan oleh orang bijak: "You try, you fail, you try you fail, you try and you fail, But The Real Fail is when you stop trying", intinya Never Give Up gan (kayak slogan ava ane )
Konsep X dan Y itu dasarnya Aljabar gan, pelajaran kelas 1 smp..
CMIIW
Spoiler for Tambahan:
Quote:
Original Posted By namakuhiroko ►ane sendiri baru menemukan "indahnya" matematika pas kuliah...sudah agak telat siegh... intinya sama seperti yg dikatakan TS...sulit ato tidak itu ada dalam pikiran kita...klo kita berpikir itu mudah, ya mudah saja sebenarnya... vice versacoba bantu TS aja...dengan kisah ini...semoga menginspirasi:
Didalam ujian Fisika di Universitas
Copenhagen
seorang dosen penguji mengajukan pertanyaan
kepada salah seorang mahasiswanya :
"Jelaskan bagaimana mengukur tinggi suatu
bangunan pencakar langit dengan menggunakan
sebuah barometer."
Mahasiswa tersebut menjawab: "Ikatlah leher
barometer itu dengan seutas tali panjang, lalu
turunkan barometer dari pucuk gedung pencakar
langit sampai menyentuh tanah. Panjang tali
ditambah panjang barometer akan sama dengan
tinggi pencakar langit."
Jawaban yang luar biasa "orisinil" ini membuat
dosen penguji begitu geram. Akibatnya si
mahasiswa langsung tidak diluluskan.
Si mahasiswa naik banding, karena menurutnya
kebenaran atas jawaban itu tidak bisa disangkal.
Kemudian universitas menunjuk seorang arbiter
yang independen untuk memutuskan kasus itu.
Arbiter menyatakan bahwa jawaban itu memang
benar dan tidak bisa disangkal, hanya saja tidak
memperlihatkan secuil pun pengetahuan mengenai
ilmu fisika.
Untuk mengatasi permasalahan itu, disepakati
untuk memanggil si mahasiswa, dan memberinya
waktu enam menit untuk memberikan jawaban
verbal yang menunjukkan latar belakang
pengetahuannya mengenai prinsip-prinsip dasar
ilmu fisika. Selama lima menit, si mahasiswa
duduk tepekur, dahinya berkerut. Arbiter
mengingatkan bahwa waktu sudah hampir habis.
Mahasiswa itu menjawab bahwa ia sudah memiliki
berbagai jawaban yang sangat relevan, tetapi tidak
bisa memutuskan yang mana yang akan dipakai.
Saat diingatkan arbiter untuk bersegera
memberikan jawaban, si mahasiswa menjelaskan
sebagai berikut:
"Pertama-tama, ambillah barometer dan bawalah
sampai ke atap pencakar langit. Lemparkan ke
tanah, lalu ukurlah waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai tanah. Ketinggian bangunan bisa
dihitung dari rumus H = 0.5x g x t kwadrat. Tetapi
khan sayang barometernya jadi pecah."
"Atau, bila matahari sedang bersinar, anda bisa
mengukur tinggi barometer, tegakkan di atas
tanah, dan ukurlah panjang bayangannya. Setelah
itu, ukurlah panjang bayangan pencakar langit,
sehingga hanya perlu perhitungan aritmatika
proporsional secara sederhana untuk menetapkan
ketinggian pencakar langitnya."
"Tapi kalau anda betul-betul ingin jawaban ilmiah,
anda bisa mengikat seutas tali pendek pada
barometer dan menggoyangkannya seperti
pendulum. Mula-mula lakukan itu di permukaan
tanah lalu di atas pencakar langit. Ketinggian
pencakar langit bisa dihitung atas dasar perbedaan
kekuatan gravitasi T = 2 phi akar dari (l/g)."
"Atau kalau pencakar langitnya memiliki tangga
darurat di bagian luar, akan mudah sekali untuk
menaiki tangga, lalu menggunakan panjangnya
barometer sebagai satuan ukuran pada dinding
bangunan, sehingga tinggi pencakar langit =
penjumlahan seluruh satuan barometernya pada
dinding pencakar langit."
"Bila anda hanya ingin membosankan dan
bersikap ortodoks, tentunya anda akan
menggunakan barometer untuk mengukur tekanan
udara pada atap pencakar langit dan di permukaan
tanah, lalu mengkonversikan perbedaannya dari
milibar ke satuan panjang untuk memperoleh
ketinggian bangunan."
"Tetapi karena kita senantiasa ditekankan agar
menggunakan kebebasan berpikir dan menerapkan
metoda-metoda ilmiah, tentunya cara paling tepat
adalah mengetuk pintu pengelola gedung dan
mengatakan: 'Bila anda menginginkan barometer
baru yang cantik ini, saya akan memberikannya
pada anda jika anda memberitahukan kepada saya
berapa ketinggian pencakar langit ini."
Melihat jawaban yang diberikan kepada arbiter,
semua orang sadar bahwa mahasiswa ini tidak
bodoh, tetapi pertanyaan penguji telah
menggiringnya kearah jawaban yang tidak
dikehendaki penguji.
Mahasiswa itu adalah Niels Bohr, warga Denmark
genius yang kelak akan memenangkan hadiah
Nobel untuk bidang Fisika.
Didalam ujian Fisika di Universitas
Copenhagen
seorang dosen penguji mengajukan pertanyaan
kepada salah seorang mahasiswanya :
"Jelaskan bagaimana mengukur tinggi suatu
bangunan pencakar langit dengan menggunakan
sebuah barometer."
Mahasiswa tersebut menjawab: "Ikatlah leher
barometer itu dengan seutas tali panjang, lalu
turunkan barometer dari pucuk gedung pencakar
langit sampai menyentuh tanah. Panjang tali
ditambah panjang barometer akan sama dengan
tinggi pencakar langit."
Jawaban yang luar biasa "orisinil" ini membuat
dosen penguji begitu geram. Akibatnya si
mahasiswa langsung tidak diluluskan.
Si mahasiswa naik banding, karena menurutnya
kebenaran atas jawaban itu tidak bisa disangkal.
Kemudian universitas menunjuk seorang arbiter
yang independen untuk memutuskan kasus itu.
Arbiter menyatakan bahwa jawaban itu memang
benar dan tidak bisa disangkal, hanya saja tidak
memperlihatkan secuil pun pengetahuan mengenai
ilmu fisika.
Untuk mengatasi permasalahan itu, disepakati
untuk memanggil si mahasiswa, dan memberinya
waktu enam menit untuk memberikan jawaban
verbal yang menunjukkan latar belakang
pengetahuannya mengenai prinsip-prinsip dasar
ilmu fisika. Selama lima menit, si mahasiswa
duduk tepekur, dahinya berkerut. Arbiter
mengingatkan bahwa waktu sudah hampir habis.
Mahasiswa itu menjawab bahwa ia sudah memiliki
berbagai jawaban yang sangat relevan, tetapi tidak
bisa memutuskan yang mana yang akan dipakai.
Saat diingatkan arbiter untuk bersegera
memberikan jawaban, si mahasiswa menjelaskan
sebagai berikut:
"Pertama-tama, ambillah barometer dan bawalah
sampai ke atap pencakar langit. Lemparkan ke
tanah, lalu ukurlah waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai tanah. Ketinggian bangunan bisa
dihitung dari rumus H = 0.5x g x t kwadrat. Tetapi
khan sayang barometernya jadi pecah."
"Atau, bila matahari sedang bersinar, anda bisa
mengukur tinggi barometer, tegakkan di atas
tanah, dan ukurlah panjang bayangannya. Setelah
itu, ukurlah panjang bayangan pencakar langit,
sehingga hanya perlu perhitungan aritmatika
proporsional secara sederhana untuk menetapkan
ketinggian pencakar langitnya."
"Tapi kalau anda betul-betul ingin jawaban ilmiah,
anda bisa mengikat seutas tali pendek pada
barometer dan menggoyangkannya seperti
pendulum. Mula-mula lakukan itu di permukaan
tanah lalu di atas pencakar langit. Ketinggian
pencakar langit bisa dihitung atas dasar perbedaan
kekuatan gravitasi T = 2 phi akar dari (l/g)."
"Atau kalau pencakar langitnya memiliki tangga
darurat di bagian luar, akan mudah sekali untuk
menaiki tangga, lalu menggunakan panjangnya
barometer sebagai satuan ukuran pada dinding
bangunan, sehingga tinggi pencakar langit =
penjumlahan seluruh satuan barometernya pada
dinding pencakar langit."
"Bila anda hanya ingin membosankan dan
bersikap ortodoks, tentunya anda akan
menggunakan barometer untuk mengukur tekanan
udara pada atap pencakar langit dan di permukaan
tanah, lalu mengkonversikan perbedaannya dari
milibar ke satuan panjang untuk memperoleh
ketinggian bangunan."
"Tetapi karena kita senantiasa ditekankan agar
menggunakan kebebasan berpikir dan menerapkan
metoda-metoda ilmiah, tentunya cara paling tepat
adalah mengetuk pintu pengelola gedung dan
mengatakan: 'Bila anda menginginkan barometer
baru yang cantik ini, saya akan memberikannya
pada anda jika anda memberitahukan kepada saya
berapa ketinggian pencakar langit ini."
Melihat jawaban yang diberikan kepada arbiter,
semua orang sadar bahwa mahasiswa ini tidak
bodoh, tetapi pertanyaan penguji telah
menggiringnya kearah jawaban yang tidak
dikehendaki penguji.
Mahasiswa itu adalah Niels Bohr, warga Denmark
genius yang kelak akan memenangkan hadiah
Nobel untuk bidang Fisika.
Spoiler for kaskuser ini punya solusinya /:D/:
Quote:
Original Posted By Finkolstein►Ane termasuk manusia yang nggak suka dengan matematika gan
Kalo penyebab ketidaksukaan disebabkan karena trauma masa kecil gan. Jadinya, ane terkungkung dalam mitos no. 1, 2, 3, dan 5.
Numpang curcol boleh ya
Jadi waktu kecil sebenernya ane suka sama matematika, bahkan pas SD pernah mimpi mau jadi ahli hitung-hitungan macam Newton gara-gara mbaca komik biografinya. Dari situ ane terinspirasi untuk lebih semangat belajar matematika.
Tapii, satu hal yang cukup menghambat adalah kemampuan menghitung ane lambat, bahkan ane sering melakukan kesalahan kalkulasi waktu menjawab soal tambah-tambahan. Dari seni petaka dimulai, ane sering dimarahin guru matematika yang galaknya minta ampun.
Keadaan makin parah di kelas V SD ketika ujian matematika ane jelek, guru ane dengan nyengir sinis bilang , "kon iku gak iso opo-opo blas" (kamu nggak bisa apa-apa sama sekali), dan *maaf* lebih mengutamakan temen-temen ane yang pinter.
Dari situ ane jadi antipati banget dengan yang namanya matematika, itung-itungan beserta derivatnya dan menguburkan niat buat jadi ahli matematika.
Mungkin agan-agan ada yang kasusnya serupa.
Right. Menilik dari kasus ane, solusi dari agan Rapers boleh juga Selain motivasi dari dalam hati siswa sendiri, diperlukan juga lingkungan yang kondusif serta partisipasi aktif dari 4 elemen ini dalam rangka menghancurkan 5 mitos matematika :
1. Guru sebagai tenaga pendidik berperan dalam memahamkan matematika secara fun pada siswa. Contohnya seperti Pak Juli Eko Sarwono di Kabupaten Purworejo yang mengembangkan metode games yang menarik bagi siswa untuk belajar matematika. Hal ini menurut ane bisa menghilangkan kesan angker yang selama ini melekat pada pelajaran matematika. Sehingga mitos no. 5 yang berbunyi "Matematika adalah ilmu yang membosankan, kaku dan tidak rekreatif" bisa perlahan dihilangkan
2. Orangtua bisa memback-up anak dengan mengajarkan soal-soal matematika di rumah sepulang sekolah, memahami kapabilitas anak dalam menerima materi (sehingga anak tidak dibebani dengan target muluk-muluk seperti harus 100 dapet matematika), dsb.
3. Peran pemerintah dengan mengganti sistem pendidikan saat ini yang lebih mementingkan nilai daripada proses kreatif siswa dalam pembelajaran. Result-Oriented hanya akan membuat siswa lebih suka pakai jalan pintas sehingga nalar kreatif mereka untuk menemukan solusi dari sebuah soal menjadi sia-sia.
Apalagi kayak ane yang pemahamannya lemah, akan lebih sering menghafal rumus daripada memahami rumus (mitos no. 2) .
4. Temen-temen di sekitar kita juga sumber ilmu yang baik. Kita bisa bertanya atau minta diajarin sama temen yang lebih pinter, karena biasanya akan lebih nyambung (asal jangan pas ujian ye ).
Demikianlah, sekedar opini aja dari ane, maaf kalo tidak pas
CMIIW
Kalo penyebab ketidaksukaan disebabkan karena trauma masa kecil gan. Jadinya, ane terkungkung dalam mitos no. 1, 2, 3, dan 5.
Numpang curcol boleh ya
Jadi waktu kecil sebenernya ane suka sama matematika, bahkan pas SD pernah mimpi mau jadi ahli hitung-hitungan macam Newton gara-gara mbaca komik biografinya. Dari situ ane terinspirasi untuk lebih semangat belajar matematika.
Tapii, satu hal yang cukup menghambat adalah kemampuan menghitung ane lambat, bahkan ane sering melakukan kesalahan kalkulasi waktu menjawab soal tambah-tambahan. Dari seni petaka dimulai, ane sering dimarahin guru matematika yang galaknya minta ampun.
Keadaan makin parah di kelas V SD ketika ujian matematika ane jelek, guru ane dengan nyengir sinis bilang , "kon iku gak iso opo-opo blas" (kamu nggak bisa apa-apa sama sekali), dan *maaf* lebih mengutamakan temen-temen ane yang pinter.
Dari situ ane jadi antipati banget dengan yang namanya matematika, itung-itungan beserta derivatnya dan menguburkan niat buat jadi ahli matematika.
Mungkin agan-agan ada yang kasusnya serupa.
Right. Menilik dari kasus ane, solusi dari agan Rapers boleh juga Selain motivasi dari dalam hati siswa sendiri, diperlukan juga lingkungan yang kondusif serta partisipasi aktif dari 4 elemen ini dalam rangka menghancurkan 5 mitos matematika :
1. Guru sebagai tenaga pendidik berperan dalam memahamkan matematika secara fun pada siswa. Contohnya seperti Pak Juli Eko Sarwono di Kabupaten Purworejo yang mengembangkan metode games yang menarik bagi siswa untuk belajar matematika. Hal ini menurut ane bisa menghilangkan kesan angker yang selama ini melekat pada pelajaran matematika. Sehingga mitos no. 5 yang berbunyi "Matematika adalah ilmu yang membosankan, kaku dan tidak rekreatif" bisa perlahan dihilangkan
Spoiler for Bapak Juli Eko Sarwono:
2. Orangtua bisa memback-up anak dengan mengajarkan soal-soal matematika di rumah sepulang sekolah, memahami kapabilitas anak dalam menerima materi (sehingga anak tidak dibebani dengan target muluk-muluk seperti harus 100 dapet matematika), dsb.
3. Peran pemerintah dengan mengganti sistem pendidikan saat ini yang lebih mementingkan nilai daripada proses kreatif siswa dalam pembelajaran. Result-Oriented hanya akan membuat siswa lebih suka pakai jalan pintas sehingga nalar kreatif mereka untuk menemukan solusi dari sebuah soal menjadi sia-sia.
Apalagi kayak ane yang pemahamannya lemah, akan lebih sering menghafal rumus daripada memahami rumus (mitos no. 2) .
4. Temen-temen di sekitar kita juga sumber ilmu yang baik. Kita bisa bertanya atau minta diajarin sama temen yang lebih pinter, karena biasanya akan lebih nyambung (asal jangan pas ujian ye ).
Demikianlah, sekedar opini aja dari ane, maaf kalo tidak pas
CMIIW
-----------------------------------------------
Quote:
Original Posted By adhree ►menurut ane sih mitos yang paling ditakuti pelajar masa kini adalahterlalu sulitnya angka yang dilihat membuat otak jadi malas bekerja, contohnya saja jika saya sudak melihat beberapa angka yang sulit maka saya langsung down karna sebelum saya bisa menjawab soal tersebut saya sudah tersugesti bahwa Matematika adalah ilmu pasti.jikapun saya menjawab dan saya yakin jawaan saya salah, maka saya jadi malas berfikir dan lebih baik tidak melanjutkannya.CMIIW
Itu dia gan.. Kadang kita sendiri lah yang memikirkan sulitnya matematika, ubahlah paradigma berpikir seperti itu.. Intinya agan terlalu takut untuk mencoba, saya mengutip apa yang pernah dikatakan oleh orang bijak: "You try, you fail, you try you fail, you try and you fail, But The Real Fail is when you stop trying", intinya Never Give Up gan (kayak slogan ava ane )
Quote:
Original Posted By enaxilef►gan sebenernya itu matematika hanya mencari nilai x dan y yang dari dahulu hasilnya selalu berubah
Konsep X dan Y itu dasarnya Aljabar gan, pelajaran kelas 1 smp..
CMIIW
"Telling the truth and making someone cry is better than telling a lie and making someone smile."
0
Kutip
Balas