Biar semua tahu mendung itu tak tentu hujan datang selalu angin memanggil mendayu diam kamu jangan banyak tanya pada sang awan diam berdetak keringat angan
Arang dan Abu Jangan kecewa meski derita menantang terinjak hanya hal kecil semangat juang kebebasan sebagai arang dan abu benci menjadi debu Noer, Tujuh Sembilan Enam Belas, 11:01
Aku adalah biru tak pantaslah aku diuji seberapa merah diriku karena aku biru! Biru aku biru berapapun kekuatan taufan yang menyerang aku tetap biru selamanya sampai aku tua, sampai aku hanya debu aku tetap biru biru adalah biru jangan sama ratakan aku dengan cara bagaimana aku menghitamkan mendu
Mengapa kau bilang tanpa tinta? padahal tinta pun tak kau tahu bentuknya asalnya baunya temunya bagaimana kalau aku bilang tinta adalah yang dapat dibaca bagaimana yang ternyata kau pikir tinta adalah kekosongan bahasa kebingungan sang pencetus bahasa lalu apa itu bahasa? terkadang sebagai pemusna
"Burung Matrimoni" Terbang menjulang terjerembab Jatuh tertatih melesat Ah tuan berkelana Bertemu dengan saya Sang burung yang tak kau sangka Yang diam senada bahasa Bunyiku adalah tawa Tawa untuk pria wanita Yang duduk dan singgah di kursi sana Ah yang ternyata ku pilih jua Betapa Maha k
Ah tuan nyonya dalam kereta Bercengkrama hangat dibalik jendela Seakan lupa akan kerasnya kursi Berganti dialog tentang ibu pertiwi Ahai masinis yang tegas Lihat disana sang ibu memangkul beras Empat karung membuat ia terjerit Dan membuat kami terhimpit sempit Ah puan yang kelimpungan Mencari temp
Selamat jingga buat yang membaca, sungguh kritik dan saran kalian saya terima dengan lapang dada, urusan saya lakukan itu belakangan saja, tapi mohon beri apa yang kamu kata dalam hati tenang ini puisi bukan hanya pada hatimu saja, ketik dan benamkan di situs ini.