Seperti terbuat dari kayu namun sangat keras. Tampak si kades dan para pekerjanya terpaku tegang. Tapi raut wajah sang kades seperti memendam kegembiraan. "Gali terus! Itu sepertinya peti mati. Semoga dalamnya masih utuh...!" sang kades mendesis. Ia mendekati sisi liang lahat yang mulai
Pak Kades, aku ingin istirahat saja dahulu, " Rusdi memilih mengalah lalu melangkah ke luar area. "Oh, kau ingin istirahat di rumah? Biar aku antar kamu... " "Tidak perlu! " Rusdi mulai melangkah. Dirinya mulai kesal dengan ulah sang kades yang mulai dideteksinya ada maks
"Kenapa harus dibongkar pak Kades? Saya rasa kalau tidak terlalu mengganggu pembangunan juga ya biarkan saja ia si situ. Paling-paling itu kamar mandi peninggalan masa lalu, " Rusdi tertawa saat mengatakan itu. Tapi si kades tampaknya menyikapi serius. Ia menatap wajah Rusdi cukup lama.
Ia hanya bisa terpaku saat melihat gadis itu melenggang kangkung keluar dari kamar sambil memain-mainkan ponsel yang ada di tangannya. Saat hendak menghilang di balik pintu kamarnya gadis itu sempat menoleh ke arahnya sembari menyunggingkan senyum lalu menutup pintu kamarnya. Dan Rusdi sudah mul
Rusdi dengan wajah sebal mengemasi tas ranselnya, memasukkan pakaian miliknya yang semula bergelantungan. Tak peduli dengan tatapan putri sang Kades yang seakan tak lepas dari dirinya. "Jadi... Kau benar-benar ingin pergi...?" putri sang Kades kembali bertanya saat dilihatnya pemuda itu b
Sesuatu yang tampak tertutup daun pisang terlihat teronggok di tanah di bawah kerumunan orang-orang. Benda - yang entah itu apa - di bawah daun pisang itu tampak mencurigakan bagi Rusdi yang berdiri di ambang pintu. Tampak ada sedikit ceceran darah di sekitarnya. Ia beralih memandang kerumunan oran
Gelap gulita di luar. Astaga ada apa yang dilakukan oleh putri sang kades di luar malam-malam.begini? Puas mengintip keadaan di luar rumah, Rusdi cepat-cepat kembali ke posisinya, yaitu berbaring lagi di atas sofa yang empuk. Terdengar langkah-langkah kaki mendekati rumah! Itu pasti putri sang ka...
Hanya sekian detik si kades terdiam, tapi detik berikutnya ia seperti memendam amarah sekaligus sedikit ketakutan, wajahnya tampak mengeras, namun ia berusaha meredamnya. "Kau tidak boleh tidur sendirian rupanya. Ada sesuatu yang berusaha agar kau segera meninggalkan tempat ini. Tapi ah sudah
Makhluk tak masuk di akal itu perlahan-lahan berpaling ke arah dirinya. Memperlihatkan wajah yang menghitam dan terkoyak sebagian, rongga mata yang kosong melompong, di beberapa bagian terlihat ulat belatung menggeliat-geliat. Rusdi terpaku jijik. Ia hanya bisa menatap dengan pandangan nanar. Te
Dan Rusdi mulai merasakan ada keanehan di desa tersebut. Tapi ia memilih tidak mau ikut campur. Ia lebih condong untuk memfokus pada pekerjaannya saja. Ada-ada saja! Babi kenapa dikait-kaitkan dengan bencana segala! Babi ya tetap babi. Kalaupun ada bencana setelah bertemu babi,ya, itu karena dis
Dan Rusdi memilih untuk tidak banyak berkomentar lagi. Ia cepat-cepat menghabiskan makannya, lalu berniat untuk pamit dan memilih beristirahat di kantor desa yang katanya menyediakan sebuah kamar khusus untuk tamu luar menginap. Tapi ucapan sang kades benar-benar membuatnya terenyak gelisah. "
74 tahun kemudian Maret, 2024 Sebuah mobil avanza warna hitam melaju kencang menembus jalan.mulus beraspal namun di kiri kanan jalan masih hutan asli. Wuuzzzzz! Tiba-tiba seekor babi hutan cukup besar melintas menyeberang jalan membuat mobil mengerem mendadak hingga hampir saja terjungkal dan men...
Beberapa saat kemudian ia langsung menjebloskan dirinya ke dalam lobang kubur. Tak peduli guntur dan kilat sambung menyambung. Awan di langit semakin tebal dan menghitam. Hamildan beberapa kali mengusap wajahnya dari.terpaan hujan yang turun dalam bentuk rintik kecil. Memang aneh terasa. Tadi cu
Tokoh warga itu langkahnya agak limbung saat berada di dekat jasad Rasma yang tergeletak di tengah kerumunan orang banyak. Tapi berusaha bertahan agar tidak jatuh tersungkur di atas tanah. Tubuhnya menggigil. Ia menggigit bibirnya. Dadanya terasa sakit kembali. Ia mengatur nafasnya beberapa saat. S
Tokoh warga itu langkahnya agak limbung saat berada di dekat jasad Rasma yang tergeletak di tengah kerumunan orang banyak. Tapi berusaha bertahan agar tidak jatuh tersungkur di atas tanah. Tubuhnya menggigil. Ia menggigit bibirnya. Dadanya terasa sakit kembali. Ia mengatur nafasnya beberapa saat. S
"Kau ikut saja berbonceng denganku," kata Hamildan. Tokoh masyarakat itu tahu kalau orang-orang menantikan dirinya mengambil keputusan terkait adanya kejadian itu. Dan benar saja. Orang-orang yang berkumpul di rumah Burhan serempak memandang ke arah dirinya saat ia datang dengan berbonce
Petir di langit tiba-tiba menggelegar. Orang itu terlonjak kaget. Angin berhembus kencang. Orang itu memandang langit. Tampaknya lagi-lagi akan turun hujan dengan lebat. Ia mempercepat gerakan tangannya mengais sisa-sisa uang dan perhiasan di kantong baju temannya yang sudah tewas. Tampaknya masi...
Perlahan-lahan ia membalikkan badannya. Menghadap sosok berbungkus kain kafan yang terlihat bercak-bercak tanah lumpur Lalu memandang sosok itu dengan lebih teliti sembari mengerutkan alis. "Oh, kau mau menakutiku, ya? Berpura-pura menjadi sosok pocong segala? Siapa kau?! Burhan??!" ia m