“Ya ampun, Nin! Kenapa aroma ja l an la hir kamu seperti ini? Padahal sudah enam bulan aku ‘puasa’ karena berlayar di laut. Eh, saat pulang nggak bisa minta ja t ah,” protes Rizki. Wajah Nina memucat. “A-aku sakit, Mas!” “Sakit apa, Nin? Ayo ke dokter!” seru Rizki dengan wajah cem...
"Bagaimana rasanya tidur dengan papaku, Miss?" Suara bernada tinggi yang berasal dari salah satu sudut kelas, membuat belasan kepala murid yang berada dalam ruangan kelas XI D serempak menoleh. Termasuk Anggita, guru bahasa Inggris muda nan cantik, yang kerap menjadi gunjingan guru- gu
"Blugh!" Mas Raka menjatuhkan diri di atas tempat tidur. Aku yang berdiri di depan pintu kamar sambil menggeret koper sisa perjalanan dinasnya, hanya menggeleng-gelengkan kepala. "Pulang-pulang langsung 'ngebo', Mas?" ucapku sambil melangkah masuk. "Mas capek banget, Say
"Assalamualaikum." Ucapan salam dari luar pintu rumah mengagetkanku yang baru saja terlelap di atas sofa ruang tamu. Aku segera bangun, kemudian melangkah tergesa ke arah pintu untuk membukanya. "Waalaikumsalam, Mas," ucapku pelan setelah pintu terbuka, dan melihat Mas Aji ber
Malamnya, aku menelepon Hadianto, "Hadi, kamu sudah tidur?" Suara Hadianto terdengar dari seberang telepon, sedikit serak namun penuh perhatian. "Belum, ada apa? Kamu terdengar gelisah." Aku menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Aku masih memikirkan pembicara...
Istriku mungkin tak tahu, selama ini aku seringkali terpaku melihat kecantikan ibu mertuaku. Pipinya yang putih mulus, hidungnya yang mancung, dan senyumnya yang menawan selalu berhasil membuatku terpesona. Setiap kali kami berkunjung ke rumahnya, hatiku berdegup kencang dan mataku tak bisa berpa...
Part 8 Aku dan Mirna berdiri saling berhadapan. Dasar jalang kecil, berani-beraninya ia mencaci maki aku seperti tadi. Bukan Nirmala namanya kalau diam saja saat dihina. Biarpun lawannya seorang bocah kegatalan seperti si Mirna ini. "Dasar pramuria jalang! Kamu bangga, dapat bekas orang, ya?
Part 7 "Ada apa ini ribut-ribut?" Pria itu mengulang pertanyaannya, namun tak seorang pun berani menjawab. Melihat bagaimana reaksi Mas Raka serta para stafnya, kutebak pria jangkung di depan kami ini bukanlah orang sembarangan. Bisa jadi ia menduduki jabatan penting di perusahaan ini.
Part 6 "Biadab kalian semua!" teriakku lantang dengan napas menderu demi menyaksikan apa yang terlihat di depan mata. Sepasang manusia laknat itu tampak sangat terkejut hingga Mas Raka refleks mendorong gadis di pangkuannya itu dengan kasar hingga ia terjatuh ke lantai. Mas Raka buru-bu
Part 5 Aku mengamati sejenak sekelilingku sebelum keluar dari kendaraan. Setelah menarik napas beberapa kali, aku akhirnya keluar dan berjalan menuju pintu masuk utama gedung perkantoran tempat Mas Raka bekerja. Meski kedua tungkaiku terasa lemas, tapi aku berusaha membuat langkahku terlihat tetap
Part 4 "Mbak Yah, bapak sudah kasih pakaian kotor sisa perjalanan dinasnya?" tanyaku saat memasuki dapur dan mendapati asistenku itu sedang memasukkan helai demi helai pakaian kotor dalam mesin cuci. "Ini, Bu. Baru saja dianter ke sini," jawab Mbak Yah. Mataku terarah pada tu
Part 3 Kurogohkan tangan ke dalam saku celana Mas Raka dengan jantung berdebar kencang. Terasa olehku sebuah benda berbentuk pipih yang pastinya adalah ponsel Mas Raka. Kutarik cepat benda tersebut, kemudian menjatuhkan celana jeans Mas Raka begitu saja ke atas lantai. Kubawa benda itu duduk di t
Part 2 Perlahan aku bangkit, kemudian berjalan menghampiri Mas Raka yang masih terlelap. Berusaha tak menimbulkan suara, aku akhirnya berhasil mencapai tempat tidur. Namun aku kecewa, karena mendapati ponsel Mas Raka ternyata berada dalam saku celana yang tengah dipakainya saat ini. Aku menghela