Kaskus

News

mbiaAvatar border
TS
mbia
Mimpi Indonesia Berpendapatan per Kapita Rp 45 Juta Sebulan dan Pentingnya Kampus
Mimpi Indonesia Berpendapatan per Kapita Rp 45 Juta Sebulan dan Pentingnya Kampus

KOMPAS.com - Mungkinkah Indonesia memiliki pendapatan per kapita rata-rata Rp 45 juta per bulan?

Pertanyaan ini mungkin terdengar konyol. Pasalnya, saat ini, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), 53 persen masyarakat Indonesia masih hidup dengan pendapatan di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP).

Namun bagi Direktur Jenderal Kelembagaan Kemendiktisaintek, Mukhamad Najib, target tersebut bukan sekadar mimpi.

Pendapatan per kapita Rp 45 juta per bulan, alias setara 30.000 dollar AS per tahun, adalah syarat Indonesia untuk diakui sebagai negara maju dan sudah tercantum dalam Visi Indonesia 2045.

"Yang kita perlukan adalah meningkatkan proporsi highly skilled worker hingga di atas 40 persen," katanya.

Highly skilled worker didefinisikan sebagai tenaga kerja berpendidikan minimal sarjana. Saat ini, jumlahnya masih sangat rendah.


Angka partisipasi pendidikan tinggi Indonesia baru sekitar 32 persen, lebih rendah dari Thailand dan Vietnam yang sudah mencapai 43 persen.

Akibatnya, proporsi highly skilled worker Indonesia ditaksir baru sekitar 11 persen.

Akses menjadi persoalan utama.


Dari sekitar 12 juta lulusan SMA setiap tahun, hanya 8 juta yang melanjutkan kuliah. Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) memang membantu, tetapi cakupannya kecil, hanya 250 ribu penerima per tahun.

Artinya, jutaan pelajar tetap tidak bisa mengakses pendidikan tinggi.

Karena itu, Najib menilai kunci menuju pendapatan per kapita Rp 45 juta per bulan adalah membuka akses universitas seluas-luasnya.

"Dengan membuka akses pendidikan tinggi kita seluas-luasnya inilah kita bisa keluar dari middle income trap," ungkap Najib.

Riset dan Inovasi Jadi Penentu
Akses saja tak cukup. Kapasitas lulusan juga perlu diperkuat.

Banyak kampus masih bertumpu pada pengajaran di ruang kelas, dengan minim dukungan untuk riset, magang, maupun pengabdian masyarakat.

Aditya Nugraha, lulusan salah satu universitas favorit, merasakan hal tersebut. Meski membayar biaya masuk yang tidak murah, dukungan pada kegiatan di luar kuliah minim.

"Alih-alih memberikan dana, kampus malah merekomendasikan untuk mencari sponsor dan pendanaan lain di luar kampus," katanya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengalaman pengabdian masyarakat yang dijalani Aditya selama tiga bulan pun penuh keterbatasan.

"Tim saya melampirkan RAB dengan detail, jelas dan realistis sebesar Rp18.000.000 dengan program yang sudah dialokasikan sedemikian rupa dari dana tersebut. Saat sidang penentuan dana, tim saya hanya dapat dana sebesar Rp 8.000.000 dan harus menjalankan semua program yang sebelumnya sudah dicanangkan," urainya.

Menurut Najib, pengalaman itu mencerminkan persoalan mendasar, universitas Indonesia masih berfokus pada mengajar dan belum bergerak ke riset.

"Kampus Indonesia ada 4000-an. Kita sekarang sudah bicara 4.0, tapi universitas kita masih 1.0. Masih fokus pada mengajar, belum melakukan riset," ujar Najib.

Najib menekankan bahwa untuk menghasilkan SDM unggul dan mendorong pertumbuhan ekonomi, kampus harus berubah menjadi research university, bahkan entrepreneurial university.

Kampus perlu mendiversifikasi pendapatan dan tidak bergantung sepenuhnya pada Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ia mencontohkan Stanford University:

"Stanford university itu Melahirkan sekitar 40 ribu startup yang kemudian create 5,7 juta lapangan kerja baru. Jadi dari startup-startup itu yang menghidupi," urai Najib.

Perluasan akses sekaligus penguatan riset merupakan inisiatif yang saat ini digagas Kemendiktisaintek bertajuk Kampus Berdampak.

Butuh Regulasi yang Lebih Mendukung
Ilham Akhsanu Ridho, dosen Universitas Airlangga, menilai gagasan membangun pendapatan kampus dari riset dan inovasi bukan hal baru.

"Sejak sejumlah perguruan tinggi berubah status menjadi PTN-BH, itu sudah dimulai," tukasnya.

Menurut Ilham, inisiatif “Kampus Berdampak” lebih tepat dipahami sebagai kesempatan untuk memulai kembali.

Jika kampus Indonesia ingin mengadopsi model komersialisasi seperti di Amerika Serikat dan betul-betul berdampak, regulasi perlu diperkuat.

Ia menyebut tiga kebutuhan utama.

Otonomi universitas harus diperluas karena saat ini banyak keputusan strategis masih bergantung pada pemerintah.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Distribusi mahasiswa perlu diatur agar tidak terjadi persaingan tidak sehat antar-kampus dan demi menjaga rasio dosen–mahasiswa.

"Mungkin perlu ada pembatasan penerimaan mahasiswa sehingga tidak fokus rebutan. Ini juga penting untuk mempertahankan rasio dosen dan mahasiswa yang bagaimana pun harus dijaga," ungkapnya.

Dukungan riset dan inovasi harus diperkuat.

Menurutnya, ekosistem Indonesia belum mendukung ekonomi berbasis riset. Bukan hanya dana riset yang minim, tetapi juga industri yang masih tergantung pada inovasi asing dan kegiatan ekstraktif.

Ilham mengusulkan pengaturan ulang penggunaan dana abadi LPDP.

"Mungkin dalam jangka pendek, sebelum kita benar-benar bisa komersialisasi, mengatur ulang penggunaan dana abadai LPDP (Lembaga Pengembangan Dana Pendidikan) perlu dilakukan," katanya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ia memberi contoh.

"Bayangkan LPDP membiayai mahasiswa untuk MBA di Harvard… jumlah yang sama bisa untuk menampung mahasiswa riset dan bahkan melakukan penelitian multi-year yang berdampak," ungkapnya.

Peran Komunikasi Publik
Najib menekankan bahwa transformasi menuju entrepreneurial university sangat mungkin dilakukan jika akademisi aktif berkomunikasi kepada publik.

Ia bahkan mencontohkan betapa publik kerap tidak mengetahui capaian kampus.

"Tidak banyak yang tahu," katanya, saat mengisahkan kerja sama Universitas Bandar Lampung dengan badan antariksa China untuk mengembangkan mikrosatelit.

Kesadaran publik, menurutnya, bisa menjadi pendukung penting bagi ekosistem riset Indonesia.

https://www.kompas.com/edu/read/2025...dan-pentingnya

Sementara diwakili dulu oleh wakil rakyat dan para pejabat
tf96065053Avatar border
ojol.jayaAvatar border
soelojo4503Avatar border
soelojo4503 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
204
17
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan