Pada kesempatan yang sangat berharga ini, gue, Mbak Rora, akan membahas tentang 7 hal yang tidak boleh dilakukan kepada ODHA (orang dengan HIV/AIDS)
, sebuah momen untuk meningkatkan kesadaran, mengurangi stigma, dan memperkuat dukungan bagi orang yang hidup dengan HIV/AIDS. Meski ilmu pengetahuan sudah berkembang pesat, stigma dan kesalahpahaman terhadap HIV/AIDS masih sering terjadi, termasuk perlakuan yang tidak pantas terhadap para penyandang HIV.
Thread ini ditulis sebagai bentuk edukasi, supaya Agan dan Sista semakin memahami bagaimana cara memperlakukan penderita HIV/AIDS dengan benar, bermartabat, dan manusiawi. Dengan begitu, kita turut berkontribusi dalam upaya global menghentikan diskriminasi.
Berikut adalah 7 hal yang tidak boleh dilakukan kepada penderita HIV/AIDS, lengkap dengan penjelasan berdasarkan referensi yang absah.
7 Hal yang Tidak Boleh Dilakukan kepada Penderita HIV/AIDS
1. Jangan Mengucilkan atau Menjauhi ODHA
Mengucilkan, menjauhi, atau memperlakukan ODHA seolah-olah bisa menularkan virus ke orang lain adalah tindakan yang didasari oleh mitos, bukan fakta. HIV tidak akan menular melalui sentuhan, bersalaman, pelukan, ciuman, berbagi makanan, atau tinggal serumah.
Menurut
World Health Organization (WHO), HIV hanya menular melalui hubungan seksual yang tidak aman, penggunaan jarum tindik atau jarum tato secara bergantian, transfusi darah yang tidak diskrining ketat, serta penularan dari ibu ke anak selama kehamilan, persalinan, atau menyusui. Artinya, kontak sosial biasa sepenuhnya aman.
Menghindari ODHA hanya akan menambah tekanan psikologis dan memperkuat stigma.
2. Jangan Menanyakan Status HIV Secara Memaksa
Status HIV seseorang adalah informasi medis pribadi yang sangat sensitif. Menanyakannya secara memaksa atau terang-terangan, terlebih tanpa konteks yang relevan, adalah bentuk pelanggaran privasi, bahkan itu adalah sikap yang lancang (tidak bermoral).
Menurut UNAIDS, banyak penderita HIV mengalami tekanan mental karena terus-menerus ditanyai atau disudutkan. Pertanyaan seperti “Kamu kena dari mana?” atau “Sudah berapa lama sakitnya?” bersifat tidak bermoral dan dapat menimbulkan trauma.
Jika seseorang memilih untuk berbagi cerita, itu hak mereka. Kalau tidak, kita tidak berhak memaksanya.
3. Jangan Menghubungkan HIV dengan Sikap Seseorang
Salah satu bentuk stigma paling berbahaya adalah mengaitkan HIV dengan penilaian moral. Menganggap orang dengan HIV sebagai orang yang “suka berhubungan badan sembarangan,” “suka memakai narkoba,” atau “mengundang penyakit” hanya akan memperburuk diskriminasi.
Padahal, WHO menegaskan bahwa HIV/AIDS dapat mengenai siapa saja, tanpa memandang latar belakang sosial, gaya hidup, atau status ekonomi. Banyak kasus HIV/AIDS terjadi karena faktor prosedur invasif standar yang bisa menimbulkan perpindahan darah dari orang lain (misalnya, penggunaan jarum tindik telinga secara bergantian), transfusi darah, atau penularan dari pasangan yang tidak jujur.
Menghakimi hanya akan menghambat ODHA untuk mendapatkan perawatan yang layak.
4. Jangan Menyebarkan Status HIV Orang Lain
Menyebarkan status HIV seseorang tanpa izin merupakan bentuk pelanggaran etika dan hukum di banyak negara. Informasi tersebut bersifat sangat sensitif dan hanya boleh dibagikan oleh pemiliknya.
Penelitian dari
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menunjukkan bahwa kerahasiaan status HIV merupakan salah satu faktor penting supaya penderitanya tetap mau mendapatkan perawatan dan tidak takut menghadapi stigma sosial.
Semua orang wajib menjaga kerahasiaan status HIV orang lain, bahkan jika orang tersebut adalah keluarga, saudara, atau sahabat.
5. Jangan Memberikan Informasi yang Salah atau Menakut-nakuti
Memberikan informasi palsu, seperti “HIV bisa menular melalui ciuman”, “HIV bisa menular melalui makanan,” atau “orang dengan HIV pasti cepat meninggal,” adalah bentuk pelanggaran yang merugikan.
Menurut CDC, dengan terapi obat antiretrovirus (ART) yang konsisten, penderita HIV dapat hidup sehat, aktif, dan berumur panjang. Bahkan, jika angka virus dalam darah berhasil ditekan hingga tidak terdeteksi, risiko HIV/AIDS bisa menular melalui hubungan seksual adalah hampir nol. Konsep ini dikenal sebagai U=U (
undetectable and untransmittable).
Menyebarkan informasi palsu sama saja dengan melakukan pelanggaran berat.
6. Jangan Mengasihani secara Berlebihan atau Memberikan Perhatian Berlebihan
Empati itu memang positif. Namun, mengasihani secara berlebihan, memperlakukan ODHA sebagai orang lemah, atau menganggap ODHA tidak sekuat orang normal, justru bisa membuat ODHA menjadi orang yang tidak mandiri.
Faktanya, UNAIDS melaporkan bahwa jutaan penyandang HIV di dunia bisa menjalani kehidupan yang sepenuhnya produktif, seperti bekerja, mendalami hobi, berkeluarga, meniti karier, dan belajar seperti orang lain.
Perlakuan yang tepat adalah mendukung tanpa memberikan perhatian berlebihan, dan tetap membiarkan mereka bekerja mandiri.
7. Jangan Membuat Asumsi tentang Kemampuan atau Masa Depan ODHA
Banyak orang masih beranggapan bahwa penderita HIV tidak bisa bekerja, tidak boleh menikah, atau tidak dapat menjalani aktivitas normal. Ini jelas keliru.
WHO menegaskan bahwa terapi antiretroviral memungkinkan pengidap HIV memiliki angka harapan hidup yang mendekati populasi umum. ODHA dapat menikah (walaupun tidak bisa menikah dengan orang normal), bekerja di lingkungan profesional apa pun, bahkan merencanakan kehamilan yang aman dengan pendampingan medis.
Membuat asumsi negatif hanya akan mempersempit ruang hidup ODHA.
KESIMPULAN
Penderita HIV/AIDS harus dimanusiakan, bukan dihakimi.
Di momen Hari AIDS Sedunia 2025, mari kita hentikan stigma dengan mengubah cara pandang kita. Perilaku diskriminatif tidak hanya menyakitkan, tetapi juga menghambat upaya global dalam mengatasi HIV/AIDS. Dengan memperlakukan orang yang hidup dengan HIV secara bermartabat, kita benar-benar berkontribusi pada perjuangan melawan HIV/AIDS.
Yang ODHA butuhkan bukan jarak, bukan penghakiman, bukan rasa takut, melainkan dukungan, pengetahuan yang benar, dan sikap yang manusiawi.
Mari jadikan tanggal 1 Desember 2025 sebagai momentum untuk peduli, memahami, dan mulai menghapus stigma kepada orang dengan HIV/AIDS.