Kaskus

News

tf96065053Avatar border
TS
tf96065053
Hari Pahlawan: Apa bukti Soeharto terlibat pembantaian massal 1965?
Hari Pahlawan: Apa bukti Soeharto terlibat pembantaian massal 1965?

Soeharto dianggap tidak terlibat dalam genosida politik 1965 yang menyebabkan jutaan orang hilang, tewas, serta dipenjara tanpa melewati proses peradilan. BBC News Indonesia menelusuri sejumlah penelitian, buku, dokumen rahasia yang sudah dirilis, serta mewawancarai sejarawan maupun akademisi untuk mengetahui kebenaran klaim tersebut.

Hasilnya: Soeharto dengan sadar memerintahkan pembersihan—berujung pembantaian—kepada anggota, simpatisan, hingga yang dituding Partai Komunis Indonesia (PKI).

Salah satu dokumen yang dikirim Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta ke Departemen Luar Negeri Amerika Serikat tertanggal 30 November 1965 menyatakan "TNI hendak melanjutkan kampanye represi PKI atas perintah Jenderal Soeharto."

Temuan lainnya menyebut segala yang dilakukan Soeharto pada Oktober 1965 menunjukkan bahwa dia sedang melaksanakan rencana serangan antikomunis—bukan sekadar merespons kematian enam perwira di TNI Angkatan Darat.

Sementara riset intensif peneliti Australia mengemukakan Soeharto, tidak lama usai para jenderal dibunuh, mengirimkan telegram di lingkup internal militer yang berpesan "PKI perlu ditumpas."

Pemerintah, diwakili Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, menegaskan campur tangan Soeharto dalam pembantaian massal 1965 tidak pernah terbukti.

"Enggak pernah ada buktinya, kan? Enggak pernah terbukti. Pelaku genosida apa? Enggak ada. Saya kira enggak ada itu," katanya di Istana Kepresidenan, Rabu (5/11) kemarin.


"Apa faktanya? Ada yang berani menyatakan fakta? Mana buktinya? Kan kita bicara sejarah, fakta, dan data, gitu. Ada enggak? Enggak ada, kan?"

Nama Soeharto masuk ke daftar 49 tokoh yang bakal diberi status pahlawan oleh pemerintah. Pemerintah meyakini Soeharto layak menjadi pahlawan nasional berkat jasa-jasanya.

Langkah pemerintah direspons kritik oleh, misalnya, kelompok sipil yang menilai Soeharto mempunyai dosa dan pelanggaran HAM besar seperti yang muncul dalam Peristiwa 1965.

Senin ini (10/11), bertepatan dengan Hari Pahlawan, hasil final diambil pemerintah: status Soeharto tidak lagi cuma mantan presiden, melainkan pahlawan nasional.

Dokumen rahasia AS: pengakuan Soeharto kepada Nixon

Pada Mei 1970, menurut satu dokumen, Soeharto melawat ke Amerika Serikat untuk bersua Presiden AS kala itu, Richard Nixon. Ini kunjungan pertama Soeharto ke AS selepas menjabat presiden. Pertemuan turut dihadiri penasihat keamanan presiden AS, Henry Kissinger.

Dalam perjumpaannya bersama Nixon, Soeharto "dengan jujur mengakui telah melemahkan kekuatan Partai Komunis Indonesia," jelas dokumen tersebut.

"Yang tampaknya merujuk pada pembunuhan massal terhadap terduga anggota PKI, dan menyatakan bahwa puluhan ribu anggotanya [PKI] telah diinterogasi dan ditahan," tambah dokumen bersangkutan.

Nixon dideskripsikan "membatasi dirinya pada pertanyaan dan pernyataan terkait dukungan Amerika Serikat terhadap rezim Soeharto."

Selama kunjungan dua hari, Gedung Putih meyakinkan para pejabat—termasuk Soeharto—ihwal komitmen berkelanjutan mereka di Asia Tenggara.

"Dan berjanji untuk meningkatkan bantuan militer menjadi US$18 juta agar Indonesia dapat membeli 15.000 senapan M-16," terang dokumen itu.

24 Mei 2018

Dokumen berikutnya, yang dibikin Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta pada November 1965, menuturkan Jenderal AH Nasution bertekad melanjutkan kampanye represi PKI yang telah mencapai tahap eksekusi massal di beberapa provinsi di Indonesia atas perintah Jenderal Soeharto.

"Baik di provinsi-provinsi maupun di Jakarta, represi terhadap PKI berlanjut, dengan masalah utama yang dihadapi yaitu apa yang akan diberikan kepada para tahanan untuk dimakan dan di mana mereka akan ditempatkan," demikian bunyi penggalan isi dokumen.

"Banyak provinsi tampaknya berhasil mengatasi masalah ini dengan mengeksekusi tahanan PKI mereka, atau dengan membunuh mereka sebelum ditangkap, sebuah tugas di mana kelompok pemuda Muslim memberikan bantuan."

Berjarak setahun dari dokumen di atas, 1966, Kedutaan Besar AS kembali membuat laporan. Dokumen dengan titimangsa 22 Juni 1966 itu merinci fragmentasi valuta asing di Indonesia.

Setelah Oktober 1965, mengutip  dokumen  tersebut, pejabat AS mengamati—dan menyetujui—elite militer "yang bersekutu dengan Jenderal Soeharto" mendekati perusahaan asing serta meminta agar mereka menyetor royalti maupun uang sewa ke rekening bank yang dikuasai Angkatan Darat.

Tujuannya: sebagai alat "meruntuhkan pengaturan valuta asing [pemerintahan] Sukarno" dan mempercepat runtuhnya Indonesia sehingga melegitimasi "pengambilalihan kekuasaan" oleh Angkatan Darat.

Pada Mei 1967, sebuah laporan internal  AS mengatakan rezim Soeharto berupaya mendorong perusahaan- perusahaan Barat untuk kembali ke Indonesia melalui penyusunan undang-undang investasi asing baru, selain penandatanganan kesepakatan konsesi dengan perusahaan minyak, tambang, sampai kayu.

Akhir 1968, laporan CIA memperlihatkan gambaran positif mengenai Soeharto dan rezim Orde Baru yang dibentuk selepas menggulingkan Sukarno. Belasan bulan pascapembantaian 1965, "pemerintahan Soeharto memberi Indonesia kepemimpinan yang relatif moderat," ucap CIA.

"Tidak ada kekuatan di Indonesia saat ini yang dapat secara efektif menentang posisi tentara, terlepas dari kenyataan bahwa pemerintah Soeharto menggunakan instrumen kekuasaan dengan cukup ringan," CIA melaporkan.

CIA menggaris bawahi betapa kecil kemungkinan berkembang ancaman atas keamanan dalam negeri Indonesia "yang tidak dapat dibendung militer."

"Tentara, yang mungkin dipimpin Soeharto, hampir pasti akan mempertahankan kendali pemerintah  selama periode ini [tiga hingga lima tahun ke depan]," jelas CIA.

Laporan-laporan ini dikumpulkan Arsip Keamanan Nasional (National Security Archive) di George Washington University berdasarkan puluhan ribu halaman dokumen pemerintah AS yang sudah dibuka ke publik (deklasifikasi).


22 Mei 2018

Catatan yang disusun Kedutaan Besar AS di Jakarta, CIA, serta badan-badan pemerintah AS lainnya memperlihatkan bagaimana AS mengetahui—serta memberi dukungan—kepada rezim militer Soeharto dalam "pembersihan" PKI maupun pembentukan Orde Baru.

Soeharto, di mata AS, merupakan tokoh sentral di balik itu semua.

"Dokumen-dokumen yang telah dideklasifikasi ini, yang merinci catatan panjang dukungan AS terhadap salah satu orang paling brutal dan korup di abad ke-20, akan berkontribusi pada pemahaman kita tentang pemerintahan Soeharto dan dukungan AS yang memungkinkan hal itu," papar peneliti dan pengarsip di National Security Archive, Bradley Simpson.


Soeharto dan penyebaran propaganda 'jahat' kepada PKI

Vincent Bevins lewat bukunya The Jakarta Method (2020) mengungkapkan Peristiwa 30 September 1965 adalah efek dari konflik di tubuh Angkatan Darat. PKI sama sekali tidak berperan.

Vincent mengutip analisis dua Indonesianis, Benedict Anderson & Ruth McVey, yang menuangkan konklusi itu ke dalam A Preliminary Analysis of the October 1, 1965, Coup in Indonesia  (1966).

Berdasarkan keterangan mantan Menteri Luar Negeri, Subandrio, dua pemimpin Gerakan 30 September, Letnan Kolonel Untung serta Kolonel Latief, sempat bertemu Soeharto sebelum huru-hara pecah.

Keduanya mengabarkan tentang operasi yang direncanakan. Soeharto menjanjikan dukungan kepada mereka.

"Tapi sebaliknya: Soeharto menahan diri dan menggunakan pemberontakan sebagai dalih untuk merebut kekuasaan," ucap Vincent di The Jakarta Method.


bbc.com
indent.smkAvatar border
wintersldierzAvatar border
wintersldierz dan indent.smk memberi reputasi
2
509
59
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan