Kaskus

News

mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
Ramai Petisi Minta Batalkan TKA, Mendikdasmen: The Show Must Go On!

Ramai Petisi Minta Batalkan TKA, Mendikdasmen: The Show Must Go On!
Devita Savitri - detikEdu
Selasa, 28 Okt 2025 17:30 WIB

Mendikdasmen Abdul Mu'ti beri tanggapan soal petisi siswa yang minta batalkan TKA. Foto: Devita Savitri/detikEdu
Jakarta - Media sosial kembali diramaikan dengan petisi yang mengatasnamakan siswa kelas 3 SMA terkait permintaan pembatalan pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA). TKA dinilai mereka menambah tekanan hingga mempermainkan masa depan.
Setidaknya ada lebih dari 180 ribu siswa telah menandatangani petisi tersebut ketika artikel ini ditulis, Selasa (28/10/2025) pukul 15.30 WIB. Penandatanganan petisi itu menjadi tanda bahwa lebih dari 180 ribu siswa tersebut mendukung TKA dibatalkan.

Terkait hal ini, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti angkat bicara. Menurutnya sejak awal Kemendikdasmen menegaskan bila TKA tidak wajib.

"Loh, kan ini tidak wajib. Kan tidak wajib ya, kan dia kalau waktu dia menyertakan, dia mendaftarkan, berarti sudah siap," tuturnya usai acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Gedung Bank Mega, Tendean, Jakarta Selatan, Selasa (28/10/2025).

Lantaran tidak wajib, artinya setiap siswa yang mendaftar TKA dinilainya bersifat sukarela. Jika ada siswa yang mengikuti TKA dan merasa terpaksa, Mu'ti melihatnya sebagai hal tidak masuk akal.

"Ya sekali lagi kan ini tidak wajib. Jadi kalau tidak wajib kan berarti dia sukarela. Itu nggak make sense," sambungnya.

Menteri Mu'ti menyatakan ia mengapresiasi adanya gerakan petisi tentang permintaan TKA dibatalkan. Namun, ia dengan tegas menyatakan siswa yang menjadi peserta sudah paham konsekuensinya.

"Kita mengapresiasi yang melakukan gerakan petisi itu, tapi itu tidak make sense karena sukarela. Kalau orang sudah sukarela kan berarti tidak dipaksa, berarti dia sudah sadar dengan semua konsekuensinya," tegasnya.
TKA Pasti Berjalan
Dalam catatan Kemendikdasmen, sudah ada lebih dari 3,5 juta siswa yang mendaftar TKA. Mereka yang mendaftar dipastikan sudah siap menjalani ujian pada 3-9 November mendatang.

Oleh karena itu, hadirnya petisi yang telah ditandatangani lebih dari 180 ribu orang tidak akan berpengaruh. Pelaksanaan TKA akan tetap berlangsung karena ini menjadi program yang sudah disetujui oleh Presiden Prabowo Subianto.

"Jadi the show must go on, dan program ini adalah program yang sudah setuju Pak Presiden. Sudah semuanya kita sosialisasikan, sudah kita jelaskan semuanya," sebut Mu'ti.

Bila pada akhirnya peserta merasa tidak siap menjalani ujian, Mu'ti tak mempermasalahkan agar mereka tak hadir saat pelaksanaan TKA. Namun, ada konsekuensi yang mengintai, salah satunya tidak bisa mendaftar Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP).

"Kalau ada yang tidak siap, tidak usah ikut, karena sifatnya memang tidak wajib," pungkasnya
https://www.detik.com/edu/sekolah/d-...ow-must-go-on.

Siapa Sebenarnya Siswa Agit? Penggagas Petisi Batalkan TKA 2025 yang Viral di Medsos
Ramai Petisi Minta Batalkan TKA, Mendikdasmen: The Show Must Go On!
Mengapa Siswa Agit Menolak TKA 2025? Ini Alasan Lengkap di Balik Petisi yang Viral di Change.org (Sumber: istimewa)

POSKOTA.CO.ID - Pada tanggal 26 Oktober 2025, sebuah petisi daring dengan judul “Batalkan Pelaksanaan TKA 2025” muncul di platform Change.org, diklaim dibuat oleh seorang pengguna bernama Siswa Agit. Hingga Selasa, 28 Oktober, petisi itu telah ditandatangani sebanyak 134.242 orang.

Fenomena ini menghebohkan dunia pendidikan nasional karena berhadapan langsung dengan kebijakan baru dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud-Ristek) yaitu Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang akan dilaksanakan tahun 2025 untuk jenjang SMA/SMK.

Apa itu TKA?
Tes Kemampuan Akademik (TKA) adalah asesmen nasional yang diperkenalkan oleh Kemdikbud-Ristek sebagai bagian dari sistem penilaian pendidikan yang lebih modern dan terstandar. Berikut poin pentingnya:

TKA bersifat sukarela — artinya siswa tidak dipaksa untuk mengikuti.
Hasilnya tidak menentukan kelulusan satuan pendidikan.
Adapun tujuan utama TKA adalah untuk memperoleh informasi capaian akademik murid yang terstandar secara nasional, serta menjamin akses siswa dari jalur formal, nonformal, dan informal agar hasilnya “setara”.
Untuk jenjang SMA/SMK (kelas 12) di tahun 2025, TKA dijadwalkan berlangsung antara 1–9 November 2025.
Materi mata ujian meliputi Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris sebagai mapel wajib, dan dua mata pilihan sesuai jurusan.

Dengan kata lain: TKA hadir sebagai alat ukur tambahan (bukan pengganti rapor atau kelulusan) untuk mengecek sejauh mana siswa menguasai aspek akademik yang dianggap penting secara nasional.

Petisi “Batalkan TKA 2025” dan Sosok Siswa Agit
Petisi yang diluncurkan pada hari Minggu, 26 Oktober 2025 oleh pengguna dengan nama akun Siswa Agit menarik perhatian publik, sebab dalam waktu singkat telah mencapai ratusan ribu tanda tangan.

Siapa Siswa Agit?

Nama Siswa Agit tampaknya adalah akun di Change.org, bukan nama asli seseorang.
Dalam pengantar petisi, ia mengaku sebagai siswa kelas 12 yang akan menghadapi TKA.
Namun, klaim tersebut belum dapat diverifikasi secara publik atau resmi.
Oleh karena itu, identitas dan konteks lengkap pelopor petisi masih agak misterius.
Kehadiran petisi ini mencerminkan keresahan yang cukup luas di kalangan siswa — ataupun setidaknya suara yang merasa didengar oleh publik — terhadap pelaksanaan TKA ini.

Alasan Petisi: Apa yang Diungkap Siswa Agit
Dalam petisinya, Siswa Agit mengemukakan sejumlah poin kritik dan keberatan terhadap pelaksanaan TKA 2025, antara lain:

Tekanan tambahan
Ia menyebut bahwa pelaksanaan TKA menjadi tambahan beban mental dan akademik, karena muncul “tiba-tiba” untuk jenjang SMA tanpa pemberitahuan memadai — yang bagi siswa kelas 12 dianggap sangat krusial.

Waktu persiapan yang terbatas

Menurut petisi, pengumuman kisi-kisi, regulasi, dan simulasi pelaksanaan TKA terlalu mendekati pelaksanaan ujian. Misalnya, regulasi baru untuk TKA telah diundangkan ketika tahun ajaran sudah berjalan. Dalam satu bagian petisi disebut, “Dari 14 Juli hingga 3 November … hanya 112 hari sekitar 3,5 bulan” sebagai waktu yang tersedia untuk persiapan.
Materi yang dianggap terlalu luas dan kurang terarah

Adanya dua mata pilihan ditambah mapel wajib membuat siswa merasa “tak tahu mana yang akan muncul”, sehingga persiapan menjadi kurang fokus.

Ketidakpastian dukungan sekolah

Petisi menyebut, banyak sekolah yang belum memberikan dukungan memadai (fasilitas, bimbingan, simulasi) apalagi siswa kelas 12 yang berada di tahap penyelesaian belajar.

Sinkronisasi dengan Kurikulum Merdeka dan pelaksanaan ujian lain

Siswa Agit juga menyebut bahwa dengan diberlakukannya Kurikulum Merdeka (yang memberi fleksibilitas lebih kepada guru), pelaksanaan TKA terhadap siswa kelas 12 jadi terasa “tidak cocok kombinasi”-nya, karena jadwal, materi, dan metode pembelajaran belum tampak stabil.

Secara ringkas: petisi ini lahir dari kombinasi kekhawatiran soal kecepatan pengenalan TKA, kesiapan siswa & sekolah, serta beban psikologis yang dirasakan oleh siswa-kelas akhir.

Reaksi, Masalah, dan Implikasi bagi Dunia Pendidikan
Kehadiran petisi ini memunculkan sejumlah refleksi penting untuk dunia pendidikan:

Reaksi murid & publik: Penandatanganan sebanyak 134.242 orang menunjukkan bahwa isu ini tidak hanya soal satu individu, tetapi resonansinya cukup besar di kalangan siswa, orang tua, dan guru.
Tantangan implementasi kebijakan: Pelaksanaan TKA sebagai kebijakan baru menuntut kesiapan baik dari pemerintah pusat, satuan pendidikan, guru, dan siswa. Ketidaksiapan dapat menimbulkan ketidakadilan atau ketidaknyamanan.
Penyetaraan dan keadilan pendidikan: Salah satu tujuan TKA adalah untuk menjamin bahwa hasil belajar dari jalur formal, nonformal, dan informal bisa “disetarakan”. Namun ketika siswa merasa persiapan tidak merata, tujuan ini justru bisa menjadi paradoks.

Psikologi siswa: Bagi siswa kelas 12, periode ini sudah sangat krusial persiapan masuk perguruan tinggi, beasiswa, presentasi diri, dan seleksi. Menambah satu asesmen baru dengan tekanan tinggi bisa mempengaruhi kesehatan mental.

Kebijakan dan komunikasi: Kebijakan besar seperti TKA butuh komunikasi yang jelas, transisi yang lancar, dan sosialisasi yang tepat agar semua pihak (siswa, guru, orang tua) merasa “ikut” bukan “terlambat diberitahu”.
Peran sekolah & guru: Sekolah dan guru menjadi kunci dalam mendukung persiapan TKA baik secara materi, simulasi, bimbingan, serta juga menyikapi aspek non-akademik seperti stres & motivasi.


Bagaimana Siswa, Guru, dan Orang Tua Harus Merespon
Berikut beberapa pedoman untuk masing-masing pihak agar menghadapi TKA dan dinamika yang muncul secara lebih siap:

Untuk Siswa (kelas 12 khususnya):

Pastikan memahami regulasi, tanggal, dan alur pelaksanaan TKA (pendaftaran, simulasi, pelaksanaan ujian).
Buat rencana belajar yang realistis: prioritaskan materi wajib dulu (Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris) lalu masuk ke dua mata pilihan.
Ikuti simulasi dan try-out sebanyak mungkin untuk membiasakan diri dengan format dan tekanan.
Kelola stres dan beban: istirahat cukup, diskusikan bersama teman/guru bila ada yang tidak jelas.
Gunakan hasil TKA sebagai peluang, bukan sebagai beban tambahan. Karena meskipun bersifat sukarela, hasilnya bisa menjadi nilai tambah atau alat seleksi.
Untuk Guru & Sekolah:

Lakukan sosialisasi jelas kepada siswa dan orang tua terkait TKA: tujuan, manfaat, hak dan kewajiban siswa.
Sediakan fasilitas simulasi atau try-out internal agar siswa terbiasa.
Cermati bahwa Kurikulum Merdeka memberi fleksibilitas—manfaatkan fleksibilitas tersebut untuk menyesuaikan pembelajaran dengan persiapan TKA.
Perhatikan aspek psikologis siswa: terutama kelas 12–13 di mana beban tinggi. Libatkan konselor atau guru BK.
Gunakan data awal (hasil simulasi) untuk mengetahui area kelemahan siswa dan beri bimbingan tambahan sesuai kebutuhan.
Untuk Orang Tua:

Sabar dan komunikatif: pelajari bersama anak tentang apa itu TKA, jangan menekan secara berlebihan.
Dukung lingkungan belajar di rumah: pastikan anak punya waktu dan ruang untuk persiapan, tetapi juga istirahat.
Ajak anak berdiskusi bukan hanya soal “nilai tinggi”, tetapi juga soal pemahaman, kesiapan mental, dan strategi.
Jangan lupa: hasil TKA bukan satu-satunya penentu masa depan berapa banyak jalur dan pilihan yang terbuka.
Petisi “Batalkan TKA 2025” karya Siswa Agit sejatinya adalah wake-up call bagi dunia pendidikan kita: perubahan sistem besar seperti TKA bisa memunculkan keresahan bila implementasi, komunikasi, dan kesiapan belum optimal.

Namun di sisi lain, TKA sendiri memiliki maksud baik: memberikan ukuran yang lebih standar terhadap capaian akademik siswa, menyetarakan jalur formal dan nonformal, serta menjadi data yang bisa mendukung proses seleksi pendidikan selanjutnya.

Satu hal yang jelas: perubahan membutuhkan waktu, persiapan, dan dukungan bersama bukan sekadar kebijakan turun dari atas ke bawah. Bila semua pihak saling mendukung siswa, guru, orang tua, sekolah, pemerintah maka TKA bisa berubah dari “momok” menjadi “peluang”.

Mari kita lihat petisi ini bukan sebagai penolakan mutlak, tetapi sebagai sinyal bahwa kesiapan dan kejelasan sangat diperlukan kapan pun kebijakan baru pendidikan diperkenalkan.
https://www.poskota.co.id/2025/10/28...dsos?halaman=2


dulu pra-covid, UNBN dan UTBK juga tertekan mental para siswa...



0
438
11
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan